Gimana bab ini? wkwkwkwk
"Hei ... warga +62 yang merana karena cinta ..." sapa Valentina begitu masuk ke ruang mahasiswa sebelum ujian praktik di mana Okin dan Dyas tengah berdiskusi. Gadis yang kelihatan ceria itu menaruh sekantung plastik di atas meja yang berisi tiga kotak bubur ayam Priangan serta tiga botol air mineral. "Aku bawain nih makanan sebelum kita ujian.""Ada yang ... uhuk balikan," goda Okin pura-pura terbatuk menaik-turunkan alisnya kepada Dyas. "Pajak jadian dong.""Kalau dia ada duit, berarti sumber mata uangnyasudekat," timpal Dyas terbahak-bahak. "Minim pizza seloyang lah atau--""Lambemu!" sembur Valentinakepada dua teman laknatnya. "Aku harus hemat, bulan depan udah stase gerontik kan? Kata kelompok lain, stase itu banyak ngelua
ASU : udh pulang?Istriku : tumben tanya. Tadi mukaku kusut kok enggak ditanyain?Nilaikujelek loh,Dit!ASU : y udh.Siapa yang tidak mendelik membaca isi pesan Raditya yang terkesan kaku itu? Benarkah sang residen jatuh hati pada Valentina? Kalau benar, kenapa sikapnya masih sedingin alaska? Apa setan yang merasuki jiwa Raditya sudah bosan dan angkat tangan akibat sikap Valentina?Gadis itu menggeleng cepat menepis anggapan tersebut. Dia merasa sudah menjadi istri yang baik, tidak bar-bar, juga mau membersihkan rumah. Lantas, apalagi yang diminta Raditya?"Apa dia denger aku dapet
"Maaf, Bu, tadi ban saya mogok eh bocor," tukas Valentina berbohong seraya memilin kancing jas praktik, tertunduk tak berani bertemu pandang dengan perawat jaga tengah menghardiknya akibat keterlambatan. Untuk saat ini alasan paling logis adalah ban bocor dan motor mogok kan? Sebenarnya bisa jadi dia berkata terjebak macet, tapi kemungkinan besar kalau alasan itu tidak bakal diterima. Apalagi di atas jam tujuh, jalanan sudah mulai normal. Mana mungkin Valentina berkata jujur kalau dirinya nyaris bercinta dengan Raditya.Bisa menimbulkan kegaduhan nanti, Raditya melepas keperjakaan setelah 30 tahun bersamabocil.Tidak! Valentina akan menyimpan rapat-rapat urusan rumah tangga memalukan satu itu. Namun, keterlambatannya hari ini tidak bisa ditolerir sebagai anak magang yang wajib berkelakuan baik
"Valentina!"Anjir! Apalagi ini?Suara itu seketika menghentikan langkah kaki Valentina sewaktu menyusuri lorong ke laboratorium untuk mengantarsampledarah. Lantai abu-abu tempatnya berpijak saat ini malah berpihak kepada si pemanggil dan tidak mengizinkan Valentina berpindah barang semeter pun. Sial sungguh sial, kenapa hari ini orang-orang sangat sensitif padanya? Namun, otaknya justru memaksa Valentina memutar tubuh menilik suara yang sudah lama tidak didengar.Gadis dengan harnet di rambut itu tercengang bukan main. Jikalau bisa, bola matanya sedari tadi sudah menggelinding dan bersembunyi di balik pohon mangga. Napasnya saja mendadak naik-turun tak berirama seakan udara di sekitar terisap kuat oleh mesin raksasa. Hati Valentina me
"Gimana?" tanya Valentina sembari memegang spatula dan mencelang ke arah Raditya. "Enak kan?"Raditya terbatuk-batuk, nyaris tersedak menatap istrinya tengah meminta pendapat namun terkesan ingin menggebuk. Segera dia meneguk segelas air di sisi kanan sampai habis dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Kemudian merebut spatula yang cukup keras bila terkena kepala seraya berkata, "Enak kok enak. Kamu udah bisa bedain garam sama gula. Semuanyaperfect."Mulanya Raditya agak trauma melihat hasil masakan sang istri mengingat bekal yang dibawakan dulu sangat asin. Tidak terlalu berekspektasi tinggi, Raditya mencicip sedikit nasi dan ayam saus inggris buatan Valentina. Tak disangka-sangka kombinasi kecap inggris, kecap asin, saus tiram, hingga minyak wijen seimbang. Tidak terlalu pekat juga tidak terlalu encer. Radit
Ini yang ditunggu-tunggu Valentina selama masa pendidikan ners yang tidak melulu di rumah sakit. Akhirnya, dia bisa praktik di salah satu panti jompo milik dinas sosial Surabaya. Secara teori, merawat lansia memang lebih mudah hanya harus ekstra sabar dalam menghadapi tingkah orang tua seperti anak-anak. Saat ini, di bawah teriknya matahari yang memanasi kota Pahlawan, Valentina bersama dua puluh orang mahasiswa yang tergabung dalam gerbong dua angkatan ners kedelapan tengah mendengarkan arahan dari salah satu kepala tim perawat.Seorang lelaki berusia 30 tahun berperawakan gagah mengenakan seragam hijau zamrud, rambut ikal kehitamannya tampak berkilau efek pantulan sinar mentari. Belum lagi mata bulat, alis menukik tajam, dan senyum menawan perawat di depannya mengingatkan Valentina akan aktor Alex Roe. Dia memperkenalkan diri sebagai Roby, lulusan dari kampus tempat Valent
"Kamu serius enggak ngukur tensinya? Masa dari angka dua ratus langsung anjlok ke 120?" tanya Raditya menunjuk lembar observasi milik koas. "Kalau pun captopril udah masuk biasanya enggak sampai segini, sana tensi lagi! Jangan coba-coba bikin data siluman ya! Kamu kira orang stroke infark gitu enggak bahaya?""Baik, Dok," ucap si koas lalu berjalan cepat mengukur kembali tekanan darah pasiennya di ruang bedah saraf laki-laki.Raditya menulis jawaban konsultasi dari dokter saraf sambil sesekali menggerutu pelan karena seharian ini harus mendampingi koas, menggantikan jaga teman satu timnya karena sakit, hingga persiapan ujian akhir sekaligus riset tentang tesis. Belum lagi harus mendapat omelan dari dokter pembimbing ketika lelaki itu sempat salah menuliskan terapi obat. Beruntung obat yang ditulis di resep, belum diambil oleh
"Radit!" teriak Valentina begitu mematikan mesin motormaticdi teras rumah. "Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga. Hai, Raditya yang sudah enggak perjaka, hai, Raditya yang sudah enggak perjaka. Tanpa uang aku susah, tet tet tet tet ..."Suara sumbang itu memenuhi tiap sudut rumah tanpa memedulikan tetangga yang bisa saja terganggu karena mendengarnya. Apalagi Valentina mengubah lirik penuh percaya diri seakan-akan dialah vokalis utama selanjutnya menggerakkan bahu bak aktor Bollywood sambil terus mendendangkan lagu Rhoma Irama. Dia melempar begitu saja sepatu pantofel ke atas rak, mengabaikan salah satu sepatunya terjatuh ke teras lalu berputar bagai balerina kala mendapati Raditya sedang duduk dan membaca buku kedokteran di ruang tamu. Dia mencolek dagu suaminya dengan kerlingan lantas bergegas ke kamar untuk ganti baju sebelum membersihkan rumah, namu
"Ketan susu meses satu sama sekoteng satu," kata Valentina kepada seorang laki-laki berusia sekitar 20-an mengenakan seragam hijau dan kuning mencolok. "Sayang, kamu mau apa?""Ketan nangka keju sama susu jahe, Mas," titah Raditya. "Makan di sini atau bungkus?" tanya si lelaki."Makan di sini, Mas," jawab Valentina. "Ini uangnya.""Uangnya 50 ribu, total 38 ribu. Ini kembaliannya 12 ribu, silakan ditunggu di dalam, Mbak," ujar si lelaki menyilakan Valentina dan Raditya duduk di kursi selagi menunggu menu mereka disiapkan. "Makasih."Tidak afdal rasanya kalau ke alun-alun kota Batu tidak mengunjungi Pos Ketan yang sudah berdiri sejak 1967. Apalagi ini langganan Raditya sedari jaman-jaman kuliah ketika punya waktu untuk ke Cangar atau sebatas ngopi sambil haha-hihi. Tapi, dia tidak akan bercerita kepada Valentina kalau dulu Raditya pergi bersama Julia dan beberapa anak lain. Dia bersumpah untuk menyimpan rahasia itu seorang diri. Daripada perang dunia nggak dikasih jatah? Siapa yang
Our First and Re-honeymoonSenyum yang mengembang bagai roti kelebihan bahan tidak dapat lenyap begitu saja dari bibir bergincu merah menyala itu. Valentina mematut diri di depan cermin, menyisir rambut tebal nan hitam legam tersebut kemudian mengikatnya ala ekor kuda. Dia bersiul sebentar, memuji diri sendiri betapa cantik dirinya saat ini. Kemudian mengerling mata bagai remaja dilanda kasmaran lantas membenarkan posisi bra agar terkesan penuh dan seksi di depan suami.Baru sadar kalau habis punya anak, dadaku agak gedean dikit. Kalau gini kan dadaku agak mirip sama mantannya Radit si dokter Julia itu. Bawa lingerie yang modelnya kelinci nggak ya?Valentina terkikik sendiri membayangkan dirinya berkamuflase menjadi kelinci genit yang menjamu pria-pria nakal di kelab malam. Dia menggeleng keras mengurungkan niat untuk menggoda Raditya dengan cara seperti itu. Walau tanpa baju-baju cosplay menggiurkan mata, Valentina tahu di mana titik kelemahan Raditya. Di sisi lain, setelah sekian l
"Halo, Siang, Bu Siska," sapa Valentina melalui sambungan telepon. "Maaf, saya boleh titip Salsa sebentar? Ini saya masih di perjalanan, baru selesai rawat luka pasien.""Oh iya enggak apa-apa kok Mamanya Salsa," kata Siska--guru TK."Maaf ya, Bu Siska ... Salsa enggak nakal kan?" tanya Valentina menyalakan mesin motor. "Soalnya lusa kemarin habis bertengkar sama temennya sampai nangis.""Enggak, ini anaknya masih menggambar sama Tio," ucap Siska. "Mamanya Tio juag titip sebentar karena masih di Posyandu.""Salsa enggak borong jajan tanpa uang kan? Saya sungkan loh sama Bu Sri kantin, anak saya selalu minta jajan bayar belakangan," keluh Valentina. "Iya kalau satu buah, satu kresek penuh itu loh Bu
Lima tahun kemudian..."Mama ... Mama ..." teriak bocah kecil yang mengenakan kaus kutang bermotif stroberi juga celana pendek senada. Dia berlari seraya membawa es krim di tangan kanan sementara di tangan kiri menenteng plastik berlogo Indoapril berisi makanan ringan. Mulut anak perempuan berambut pendek itu terkena es krim cokelat yang sesekali dia makan begitu lahap tanpa takut giginya ompong."Tante ..." teriak beberapa anak bersamaan mengekori bocah kecil itu. "Tante! Salsa beli jajan enggak bawa uang lagi!"Valentina yang baru saja mensterilkan alat-alat rawat luka di mesin sterilizer, buru-buru menghampiri sumber suara dan bola matanya nyaris menggelinding mendapati penampilan anaknya sudah tak karuan. Seketika gelombang amarah langsung naik ke ubun
###Suara sirene menggaung keras manakala mobil ambulance melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan padat merayap menuju rumah sakit. Mobil darurat tersebut membawa Valentina yang sedang mengerang kesakitan di bagian perut. Hingga peluh keringat sebesar biji jagung membasahi sekujur tubuh bersamaan napas cepat akibat tak bisa menahan lebih lama sensasi nyeri bagai tulang yang diremukkan bersamaan. Dia menangis seraya memanggil nama Raditya juga mamanya, memohon agar rasa ngilu tanpa ujung ini segera berakhir.Petugas medis yang mendampingi Valentina menyuruh gadis itu untuk menarik napas dalam dan jangan mengejan dulu karena pembukaan belum lengkap. Valentina menggeleng, panik bercampur nyeri, tidak bisa berpikir jernih akibat kontraksi yang menyayat-nyayat setiap lapisan kulit menuju bagian dalam perut. Sementar
Hal paling menyenangkan setelah menyelesaikan ujian akhir semester dua adalah mereka tidak perlu lagi ke lahan praktik, mengejar-ngejar dosen dan pembimbing klinik untuk minta nilai atau tanda tangan, tidak ada jam begadang untuk menulis laporan kasus di buku jurnal maupun presentasi besar sampai adu debat teori, tidak ada pula ujian-ujian yang menguras pikiran, tidak ada juga tumpukan buku yang menghiasi. Walaupun panggilan kebangsaan 'dek siswa' beserta semua kegiatanhecticdi tempat magang bakal dirindukan.Jujur saja, selama masa praktik, mereka bisa bertemu dengan mahasiswa dari kampus lain baik sesama mahasiswa perawat, dokter muda, farmasi, hingga bidan. Mereka saling tukar ilmu, tukar nomor telepon untuk mempererat pertemanan, hingga follow akun media sosial. Tak jarang pula cinta lokasi lintas jurusan maupun satu kelompok sering terjadi.
'Jangan berisik!''Sedang mengerjakan KTI''Ners ngenes garai duwek ambles!''OTW wisuda langsung ahh!!!'"Ambigu bener tulisannya," gumam Raditya mendapati deretan tulisan di atas kertas yang tertempel di pintu kamar istrinya. "Tin!" teriaknya sambil mengetuk pintu."Selamat datang Bapak Raditya yang terhormat," ucap Valentina melaluispeaker bluetoothyang sengaja ditaruh di atas laci dekat bersebelahan di antara bingkai foto pernikahan mereka dan vas bunga palsu. Raditya nyaris terperanjat kaget karena tidak menyadari sejak kapan laci itu dipindah dari ruang tamu ke samping pintu
"Saya mendapat kasus sepsis neonatorum, Bu, atas nama bayi Ny. S usia empat puluh hari," kata Valentina saat berhadapan dengan pembimbing klinik. "Maaf, Bu, untuk data subjektifnya saya agak kesusahan karena orang tua pasien jarang datang ke sini. Jadi, saya pakai data yang ada di rekam medis.""Masa enggak datang sama sekali?" tanya Bu Dewi tanpa memandang Valentina karena fokus mengoreksi hasil pekerjaan tangan gadis itu."Sungguh, Bu, saya sampai titip ke teman saya sama buattakenkontrak kalau ketemu keluarga pasien," jawab Valentina mengacungkan tangan kanan membentuk huruf V."Ini di pemeriksaan B1 kok tidak sesak tapi ada retraksi dinding dada?" tanya Bu Dewi menunjuk bagian pemeriksaan fisik B1--sistem pernapasan. "Ciri-ciri sesak napas
Maju-mundur seperti undur-undur yang hendak menggali jebakan di tanah ketika iris mata bulat nan lentik itu mengamati boks bayi cukup lama. Suasana hati yang biasanya antusias terhadap hal-hal baru di setiap stase kini mendadak luruh tanpa bekas. Menguap entah ke mana meski dia berusaha mencari sisa-sisa jejaknya. Menggenggam erat botol susu hangat yang sudah disiapkan untuk jadwal pemberian nutrisi bayi, Valentina malah mematung seakan-akan sandal khusus ruang Nicu memiliki perekat bagai lem tikus super.Justru matanya malah berkaca-kaca membayangkan bagaimana jika anaknya berada di dalam kotak itu? Bagaimana jika nanti saat dia melahirkan ada kelainan yang dialami sang jabang bayi? Bagaimana jika makanan dan minuman yang dia konsumsi selama ini tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya? Bagaimana?Kemarin saja ada salah