Share

Chapter. 12

Author: Vie Zebex
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Selamat ya, Ra. Semoga cepet cerai!" bisik Salsa saat ia menyalamiku. Mata genitnya melirik Dewa di sampingku yang terus memamerkan senyum pasta giginya pada para tamu undangan.

"Gila!" desisku melototi Salsa. Gadis ini sinting luar biasa, meski tidak suka dengan perjodohan ini tapi tak pernah terbersit sedikitpun untuk bercerai. Aku tidak suka menyakiti hati orang dengan kejam.

Salsa mengulum senyum. "Salsa cuma becanda atuh, dih baperan. Hihiii."

Aku memutar bola mata, malas menanggapi candaan Salsa. Aku kurang suka bergurau semacam itu. Melihatku cuek, dia akhirnya sadar diri untuk segera menyeret langkah menjauh dan mulai mengincar sesuatu untuk bisa ia kunyah.

Beruntung hanya Salsa yang hadir di resepsi pernikahan ini, itu pun Dewa yang mengundangnya secara langsung, seandainya semua teman-temanku dan Dewa ada, entah seperti apa pesta ini. Bisa kacau dengan segala celotehan tak mengenakkan. Jauh dar

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 13

    Di mana dia? Di mana pelukis itu!"Hyun Joon!" Aku berteriak sekuat tenaga, di depan lukisan dan di depan banyak orang."Hyun Joon!" panggilku kembali, "ini aku ...." Suaraku mulai melemah dan terasa serak.Tak ada tanda-tanda batang hidung laki-laki blasteran itu di sini. Ah, aku benar-benar gila. Bagaimana kalau Dewa melihatku? Aku segera tersadar dengan status baru sebagai istri anak dari sahabat Ayah. Dewa sudah sah menjadi suamiku saat ini.Segera kulap air mata dan berhenti menangisi sesuatu yang mustahil untuk bisa kuulang kembali. Berusaha tegar, dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Kutarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan.Huufth! Sudahi kegilaan ini, Aira!Orang-orang itu mulai bubar, satu persatu melangkah pergi meninggalkanku."Kakak cantik, lukisan itu benar-benar mirip Kakak." Seorang anak kecil sekitar umu

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 14

    "A-aku minta maaf atas kekacauan ini. Aku mengaku salah, Ayah. Seharusnya ini tidak terjadi." Aku menarik napas dalam. "Dewa, maafkan aku. Kamu boleh menghukumku jika mau, bukankah aku istrimu? Aku datang ke tempat itu hanya ingin meminta penjelasan kenapa ia pergi meninggalkanku. Kamu tahu aku mencintainya, Ayah dan Ibu tahu aku mengharapkannya, hanya Ayah dan Ibu mertua yang kurasa belum mengerti, bahwa Hyun Joon pernah datang melamarku dan Ayah menghinanya.""Aira!" seru Ayah, napasnya naik turun begitu cepat."Lanjutkan," perintah Ayah mertua, "saya ingin mendengar."Aku tersenyum getir, "Ayah mertua, inilah yang terjadi. Meski aku sebelumnya telah memiliki kekasih, dan berharap laki-laki itulah yang menjadi suamiku, tapi aku tak berdaya. Ayah lebih penting bagiku, Ayah segalanya ...." Tenggorokanku terasa ada yang menghalangi, "Hyun pergi tanpa kabar setelah luka yang ia terima, Aku sudah

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 15

    Bab. 15 Aku hanya menunggu selama 30 menit, seakan mereka tak ingin membiarkanku sendiri di sini meski ramai pengunjung. Waktu yang cukup singkat menurutku, tidakkah mereka terlalu terburu-buru dalam perbincangan serius?"Ra, aku senang Dewa bisa sama kamu, semoga bahagia, ya. Aku sampai lupa mengucapkan selamat atas kebersamaan kalian," ucap Hyun seakan dia adalah seorang teman biasa yang sedang mengucapkan kata kebahagiaan atas pernikahanku dengan Dewa. Padahal aku tahu untuk melepasku itu takkan mudah. Aku tahu cinta kami sangat kuat ikatannya."Aku tidak akan melupakanmu, Hyun. Kamu laki-laki terbaik yang pernah kukenal." Aku mengatakannya dengan sungguh-sungguh, walau Dewa menatapku dengan sorot yang entah. Aku tak peduli."Hei, berakhir gitu aja kisah cinta kalian? Receh. Nangis dong, Ra. Hahahaa," ceroco

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 16

    “Dewa, bangun!” Aku menepuk pundak Dewa yang tertidur dengan posisi menelungkup. Ia masih pulas, mungkin karena begadang main ponsel semalaman. Entah berbalas pesan atau bermain 'games' aku tak peduli. Hari ini aku ingin mengajaknya mencari kontrakan tempat kami tinggal.“Ya, ampun. Tidur kebo!” Kutepuk-tepuk lagi pundaknya, sampai ia menggeliat dan membuka matanya.“Berisik amat, sih?” Ia menepiskan tanganku. “Masih ngantuk juga,” desisnya dan kembali memejamkan mata.Aku memutar bola mata, jengah. Apa setiap pagi Dewa selalu susah bangun pagi? Astaga. Ya, aku tahu dia masih ada libur cuti nikah, tapi aku tak ingin setiap pagi melihatnya masih bergelung di atas kasur entah sampai kapan.“Mau ke mana udah rapi gitu?” tanya Dewa, suaranya serak khas orang bangun tidur.“Kita sudah sepakat akan tinggal di perkampungan. Cepat bangun dan bersiap-siap!”“Duh, males bang

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 17

    Aku pikir, kami akan pulang ke rumah, tapi ternyata ia mengajakku ke rumahnya di kompleks Tubagus.Satpam rumahnya cekatan membuka gerbang mempersilakan motor kami masuk, kemudia gerbang tertutup kembali. Aku segera turun, melepas helm dengan kasar.“Jangan harap aku mau bonceng kamu lagi, kalau kamu ngebut.” Aku membenahi rambutku yang sudah awut-awutan. Dewa sudah mirip ketua geng motor saat di jalanan. Bukannya sadar diri Dewa malah tersenyum geli.“Cewek segalak lo takut ngebut? Baru tau gua,” ledek Dewa menyebalkan. Ia memasukkan kunci motor di saku jaket. Lalu melenggang masuk ke rumahnya meninggalkanku.“Kenapa harus ke sini?” Aku menggumam sendiri, melangkah cepat menyusul Dewa.Untuk pertama kalinya aku ke sini. Menginjakkan kaki di rumah suamiku. Suami? Ah, rasanya masih terasa aneh menyebutnya sebagai suami dan aku istrinya. Pernikahan ini seperti lelucon atau drama yang dibuat-buat.Rumah mewah

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 18

    Dewa meninggalkanku untuk menemui Tiara. Aku memandang Televisi yang menampilkan acara lawak. Tapi kali ini aku sama sekali tidak merasa terhibur. Pandanganku lekat pada layar Televisi, namun pikiranku terus tertuju pada pertemuan Dewa dan Tiara.Rupanya cukup lama Dewa menemui wanita hamil itu, aku sudah menunggu selama tiga puluh menit. Dudukku sudah mulai gelisah, apa yang mereka bicarakan?“Ra, kita nginep di sini dulu ya, malam ini.” Tiba-tiba Dewa muncul dan mengatakan itu.Aku bergeming. Menginap? Bisa-bisa aku tak bisa tidur dengan nyenyak kalau menginap di sini.“Gimana? Besok sore sepulang dari cari kontrakan pulang deh ke rumahmu.”“Rumah orangtuaku, oke?” ralatku cepat, dan Dewa terkikik mendengarnya.Dewa menghempaskan badan di sofa, sangat dekat denganku. Ia melihat ke arahku dengan tatapan ... entah, aku malas beradu pandang dengannya.“Ra, b

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 19

    Sudah pukul sepuluh lewat sepuluh menit, Dewa belum juga pulang. Sedangkan ia sudah berjanji hanya menemani Tiara sebentar. Huh!Aku sudah mulai bosan menunggu. Dua jam lalu aku sudah mandi dan sarapan. Menonton acara Televisi sendirian membuatku kembali menguap. Tidak ada pilihan lain selain tidur. Melanjutkan perjalanan ke alam mimpi. Kurebahkan tubuh di atas sofa dan memejamkan mata. Berharap saat terjaga nanti Dewa sudah di rumah.Sialnya, aku sama sekali tidak bisa tidur!Aku mengecek ponsel, tidak ada pesan apa pun dari Dewa. Seketika aku 'iseng' melihat nomor kontak Hyun, rindu untuk mengiriminya pesan. Tapi aku takut Dewa berpikir buruk jika mengetahui aku mencoba kembali menjalin komunikasi. Memangnya apa salah kalau aku hanya bertanya kabar?“Hai, apa kabar?” tanyaku melaui pesan singkat. Terkirim. Dadaku berdebar menunggu jawaban.Tidak ada balasan dalam beberapa menit, hingga lebih dari lima belas menit aku menunggu ponselku

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 20

    Aku mengerutkan dahi. Duduk di samping Ayah. Pikiranku mulai ke mana-mana, apa mungkin Dewa menceritakan keributan kecil beberapa jam lalu? Tapi rasanya tak mungkin.“Aira, apa benar kamu mau tinggal di rumah kontrakan di perkampungan?” tanya Ayah dengan suara beratnya.Syukurlah, bukan soal Dewa yang ia bicarakan.“Benar, Yah. Aku ingin hidup mandiri. Lagipula, tak ada salahnya kan tinggal di rumah sewaan?”Ayah terkekeh. “Ya, jelas tidak salah. Tapi lucu. Nak Dewa itu kan sudah punya rumah sendiri. Besar, mewah, kok kamu malah milih rumah di perkampungan? Memangnya tidak senang diboyong ke sana?” Ayah mencari manik mataku, ia seperti mencari jawaban di sana. Aku menggigit bibir.“Aku ... aku hanya ingin suasana baru saja, Yah. Berbaur dengan masyarakat. Sepertinya akan lebih menyenangkan dibanding harus tinggal di kompleks, di balik tembok tinggi di dalam rumah mewah yang serba ada.”

Latest chapter

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 22

    Pagi-pagi sekali aku dan Dewa bermaksud untuk mencari kontrakan lagi. Aku pikir, menyewa rumah itu mudah, ternyata cukup sulit. Tak semudah yang dibayangkan. Aku jadk tahu bagaimana perasaan mereka yang masih belum memiliki hunian, dan harus terus berpindah-pindah tempat tinggal.Kami memasuki sebuah perkampungan yang tak jauh dari pasar tradisional. Aku berpikir, betapa menyenangkannya bila aku berbelanja di pasar itu, mengubah pola hidup yang tadinya senang belanja ke supermarket, berpindah ke pasar tradisional.“Semoga kali ini kita berhasil,” kataku pada Dewa, Dewa hanya bergumam sebagai respon.Motor kami memasuki gang-gang perkampungan. Mataku terus melihat kanan-kiri melihat barangkali ada rumah kosong yang bertuliskan 'dikontrakkan'.“Coba ke sini.” Aku menunjukk ke sebuah gang yang cukup lebar. Dewa tak banyak bicara seperti biasa. Dan aku senang dengan sikapnya kali ini.Dewa membelokkan

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 21

    “Tak masalah. Pastikan ia baik-baik saja. Aku pikir ia memang sengaja menjebakmu untuk kenikmatan dirinya sendiri.”“Mungkin lo bener, Ra. Tapi gua nggak berpikir begitu. Tiara adalah anak orang nggak mampu. Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan. Seandainya ia norak, matre, ya memang karena hidupnya begitu, serba kekurangan. Beda kayak lo yang memang terlahir dari keluarga berada. Bedanya, lo belum ngerasain yang namanya hidup melarat. Gua sendiri, pernah diposisi Tiara di masa kecil gua. Hidup serba kekurangan.” Dewa memasukkan kedua tangannya ke saku celana.Aku merasa tertohok. Kata-kata Dewa benar adanya. Mungkin aku tidak pernah merasakan kekurangan seperti itu. Tapi bukan itu maksudku, aku hanya tak ingin Dewa dimanfaatkan oleh Tiara.Aku tak menimpalinya lagi, tanganku mulai memerik beberapa tangkai mawar merah. Kucium wangi bunga itu, sambil memejamkan mata. Aku teringat banyak kata mutiara yang sering kudengar, bahwa seorang wan

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 20

    Aku mengerutkan dahi. Duduk di samping Ayah. Pikiranku mulai ke mana-mana, apa mungkin Dewa menceritakan keributan kecil beberapa jam lalu? Tapi rasanya tak mungkin.“Aira, apa benar kamu mau tinggal di rumah kontrakan di perkampungan?” tanya Ayah dengan suara beratnya.Syukurlah, bukan soal Dewa yang ia bicarakan.“Benar, Yah. Aku ingin hidup mandiri. Lagipula, tak ada salahnya kan tinggal di rumah sewaan?”Ayah terkekeh. “Ya, jelas tidak salah. Tapi lucu. Nak Dewa itu kan sudah punya rumah sendiri. Besar, mewah, kok kamu malah milih rumah di perkampungan? Memangnya tidak senang diboyong ke sana?” Ayah mencari manik mataku, ia seperti mencari jawaban di sana. Aku menggigit bibir.“Aku ... aku hanya ingin suasana baru saja, Yah. Berbaur dengan masyarakat. Sepertinya akan lebih menyenangkan dibanding harus tinggal di kompleks, di balik tembok tinggi di dalam rumah mewah yang serba ada.”

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 19

    Sudah pukul sepuluh lewat sepuluh menit, Dewa belum juga pulang. Sedangkan ia sudah berjanji hanya menemani Tiara sebentar. Huh!Aku sudah mulai bosan menunggu. Dua jam lalu aku sudah mandi dan sarapan. Menonton acara Televisi sendirian membuatku kembali menguap. Tidak ada pilihan lain selain tidur. Melanjutkan perjalanan ke alam mimpi. Kurebahkan tubuh di atas sofa dan memejamkan mata. Berharap saat terjaga nanti Dewa sudah di rumah.Sialnya, aku sama sekali tidak bisa tidur!Aku mengecek ponsel, tidak ada pesan apa pun dari Dewa. Seketika aku 'iseng' melihat nomor kontak Hyun, rindu untuk mengiriminya pesan. Tapi aku takut Dewa berpikir buruk jika mengetahui aku mencoba kembali menjalin komunikasi. Memangnya apa salah kalau aku hanya bertanya kabar?“Hai, apa kabar?” tanyaku melaui pesan singkat. Terkirim. Dadaku berdebar menunggu jawaban.Tidak ada balasan dalam beberapa menit, hingga lebih dari lima belas menit aku menunggu ponselku

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 18

    Dewa meninggalkanku untuk menemui Tiara. Aku memandang Televisi yang menampilkan acara lawak. Tapi kali ini aku sama sekali tidak merasa terhibur. Pandanganku lekat pada layar Televisi, namun pikiranku terus tertuju pada pertemuan Dewa dan Tiara.Rupanya cukup lama Dewa menemui wanita hamil itu, aku sudah menunggu selama tiga puluh menit. Dudukku sudah mulai gelisah, apa yang mereka bicarakan?“Ra, kita nginep di sini dulu ya, malam ini.” Tiba-tiba Dewa muncul dan mengatakan itu.Aku bergeming. Menginap? Bisa-bisa aku tak bisa tidur dengan nyenyak kalau menginap di sini.“Gimana? Besok sore sepulang dari cari kontrakan pulang deh ke rumahmu.”“Rumah orangtuaku, oke?” ralatku cepat, dan Dewa terkikik mendengarnya.Dewa menghempaskan badan di sofa, sangat dekat denganku. Ia melihat ke arahku dengan tatapan ... entah, aku malas beradu pandang dengannya.“Ra, b

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 17

    Aku pikir, kami akan pulang ke rumah, tapi ternyata ia mengajakku ke rumahnya di kompleks Tubagus.Satpam rumahnya cekatan membuka gerbang mempersilakan motor kami masuk, kemudia gerbang tertutup kembali. Aku segera turun, melepas helm dengan kasar.“Jangan harap aku mau bonceng kamu lagi, kalau kamu ngebut.” Aku membenahi rambutku yang sudah awut-awutan. Dewa sudah mirip ketua geng motor saat di jalanan. Bukannya sadar diri Dewa malah tersenyum geli.“Cewek segalak lo takut ngebut? Baru tau gua,” ledek Dewa menyebalkan. Ia memasukkan kunci motor di saku jaket. Lalu melenggang masuk ke rumahnya meninggalkanku.“Kenapa harus ke sini?” Aku menggumam sendiri, melangkah cepat menyusul Dewa.Untuk pertama kalinya aku ke sini. Menginjakkan kaki di rumah suamiku. Suami? Ah, rasanya masih terasa aneh menyebutnya sebagai suami dan aku istrinya. Pernikahan ini seperti lelucon atau drama yang dibuat-buat.Rumah mewah

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 16

    “Dewa, bangun!” Aku menepuk pundak Dewa yang tertidur dengan posisi menelungkup. Ia masih pulas, mungkin karena begadang main ponsel semalaman. Entah berbalas pesan atau bermain 'games' aku tak peduli. Hari ini aku ingin mengajaknya mencari kontrakan tempat kami tinggal.“Ya, ampun. Tidur kebo!” Kutepuk-tepuk lagi pundaknya, sampai ia menggeliat dan membuka matanya.“Berisik amat, sih?” Ia menepiskan tanganku. “Masih ngantuk juga,” desisnya dan kembali memejamkan mata.Aku memutar bola mata, jengah. Apa setiap pagi Dewa selalu susah bangun pagi? Astaga. Ya, aku tahu dia masih ada libur cuti nikah, tapi aku tak ingin setiap pagi melihatnya masih bergelung di atas kasur entah sampai kapan.“Mau ke mana udah rapi gitu?” tanya Dewa, suaranya serak khas orang bangun tidur.“Kita sudah sepakat akan tinggal di perkampungan. Cepat bangun dan bersiap-siap!”“Duh, males bang

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 15

    Bab. 15 Aku hanya menunggu selama 30 menit, seakan mereka tak ingin membiarkanku sendiri di sini meski ramai pengunjung. Waktu yang cukup singkat menurutku, tidakkah mereka terlalu terburu-buru dalam perbincangan serius?"Ra, aku senang Dewa bisa sama kamu, semoga bahagia, ya. Aku sampai lupa mengucapkan selamat atas kebersamaan kalian," ucap Hyun seakan dia adalah seorang teman biasa yang sedang mengucapkan kata kebahagiaan atas pernikahanku dengan Dewa. Padahal aku tahu untuk melepasku itu takkan mudah. Aku tahu cinta kami sangat kuat ikatannya."Aku tidak akan melupakanmu, Hyun. Kamu laki-laki terbaik yang pernah kukenal." Aku mengatakannya dengan sungguh-sungguh, walau Dewa menatapku dengan sorot yang entah. Aku tak peduli."Hei, berakhir gitu aja kisah cinta kalian? Receh. Nangis dong, Ra. Hahahaa," ceroco

  • Jodoh untuk Aira   Chapter. 14

    "A-aku minta maaf atas kekacauan ini. Aku mengaku salah, Ayah. Seharusnya ini tidak terjadi." Aku menarik napas dalam. "Dewa, maafkan aku. Kamu boleh menghukumku jika mau, bukankah aku istrimu? Aku datang ke tempat itu hanya ingin meminta penjelasan kenapa ia pergi meninggalkanku. Kamu tahu aku mencintainya, Ayah dan Ibu tahu aku mengharapkannya, hanya Ayah dan Ibu mertua yang kurasa belum mengerti, bahwa Hyun Joon pernah datang melamarku dan Ayah menghinanya.""Aira!" seru Ayah, napasnya naik turun begitu cepat."Lanjutkan," perintah Ayah mertua, "saya ingin mendengar."Aku tersenyum getir, "Ayah mertua, inilah yang terjadi. Meski aku sebelumnya telah memiliki kekasih, dan berharap laki-laki itulah yang menjadi suamiku, tapi aku tak berdaya. Ayah lebih penting bagiku, Ayah segalanya ...." Tenggorokanku terasa ada yang menghalangi, "Hyun pergi tanpa kabar setelah luka yang ia terima, Aku sudah

DMCA.com Protection Status