Sean mengebrak mejanya kuat-kuat."Aku sudah muak dengan bualanmu, jadi pergi dari sini!" Sean mengusir David."Beneran nggak tertarik dengan foto ini, lihat istrimu berkencan kembali dengan masa lalunya." David menyerahkan foto tersebut, "Untuk kenang-kenangan ..." ujarnya menghina Sean dan meninggalkan Sean sendirian dalam ruangan kerja yang sempit.Sean nampak merah wajahnya , menahan amarah yang terkadang ingin memukul jwah David. Namun selalu diurungkannya. Lelaki macam David, bila di ladeni makin besar kepala.Sean melirik foto tersebut. Terlihat istrinya tampak sedang bercanda dengan dokter Rendi. Walau hatinya, terasa panas. Namun akal warasnya, masih bisa di kuasainya.Waktu berlalu. Kegiatan Dira cukup menyita waktu, kedekatan Dira dan Dewi lebih dekat. Perubahan sikap dan sifat Dewi terbentuk. Dewi tampak sudah terlihat lebih sopan dan beradab.Mbak Murni pun sudah terlihat tak terlalu banyak curiga pada Dewi. Malam ini, Sean pulang lebih awal. Dirinya ingin mengajak Dira
Brak! Tubuh Dira mundur sedikit, dan meringis menahan sakit di bahunya."Eh, maaf, kamu nggak apa-apa kan?" tanya lelaki bermasker hitam tersebut.Dira meringis tapi menangkis tangan lelaki yang hendak menyentuh lengannya.Dira, menatap lelaki itu."Dira! Kau, sedang apa di sini? " Lelaki itu membuka masker wajahnya, terlihatlah, Rendi dengan penampakan yang berbeda, hingga Dira pun pangling hampir tak mengenalinya. Tubuhnya semakin kurus, kumis dan jambang terlihat menghiasi wajahnya yang semakin tirus."Rendi ..." Desis Dira menyebut nama lelaki di depannya.Nampak Rendi tengok kanan kiri, terlihat dari wajahnya yang cemas."Aku datang sendirian, aku sedang di suruh salah satu temanku untuk mengantarkan berkas ini." jelas Dira, agar Rendi tak salah paham karena Dira mendatangj kantor pengadilan kota Batam."Aku pikir, kau akan ...""Tidak, rumah tanggaku baik-baik saja." Dira menjawabnya hati-hati. Melihat keadaan Rendi saat ini, rasanya Dira menjadi sedih. Pandangan mata Rendi pada
"Lepaskan!" Dira mencoba melepaskan cekalan tangan dari wanita yang tak dikenalnya. Tadinya, wanita bercadar itu meminta tolong, membetulkan bajunya, karena sesama wanita , Dira tak menaruh curiga saat diajak masuk berdua ke toilet khusus wanita. Ternyata, Dira tiba-tiba, ditarik paksa untuk masuk ke dalam sebuah kamar mandi."Lepaskan aku! " Dira menarik tangannya sendiri kuat-kuat, tapi pegangan tangan wanita misterius itu semakin kuat.Dira teringat, beberapa kali, Dewi memberi contoh untuk mempertahankan diri.Dira mencoba mendekat ke tubuh lawan, dan mendorong kuat tubuhnya sampai mepet ke tembok. Diinjaknya kaki wanita bercadar itu kuat-kuat. Terdengar, teriakan menggaduh.Pegangan tangan itu terlepas, Dira segera beranjak dari tempat itu secepatnya. Namun tangan itu, sudah menarik Dira kembali. Terjadi saling tarik menarik, spontan Dira menarik cadar yang menutupi wajah si lawan.Dengan punggung lengannya, Dira kembali mendorong wanita itu kuat, hingga wanita itu terhuyung jat
Plak! bunyi tamparan yang amat keras mengenai Pipi Tissa, dan itu didapatnya dari tangan Gibran, saat dirinya meminta pertanggung jawaban atas perbuatan lelaki itu, hingga dirinya menjadi hamil.Tissa, terdiam, rasa sakit di pipinya, hingga sudut bibirnya terlihat berdarah. Nyeri hatinya , semalam kakaknya menamparnya, k⁰ini Gibran pula melakukan hal yang sama."Sudah aku bilang, minum obat KB itu, atau kau sengaja tak meminumnya, hah?""Aku meminumnya." Tissa membela dirinya sendiri. "Kau - kau yang terlalu banyak meminta itu ..." Isak tangisnya kini terdengar. Bagaimanapun, dirinya adalah seorang wanita yang lemah, air mata adalah bagian dari lukanya."Ah! Sudahlah jangan menangis, lebih baik kau gugurkan saja." "Apa! Nggak! Aku nggak akan mengugurkannya!" teriaknya."Kau!"Isak tangis Tissa semakin keras."Baik, baik. Kau boleh tidak gugurkan, tapi ingat tugasmu, bawa wanita itu mendekat padaku, selanjutnya serahkan padaku. Aku hanya ingin menjadikan dirinya sebagai pancingan agar
"Aku tidak tahu hal ini, Pak!" teriakan Dewi membuat semua aparat polisi bergeleng-geleng, wanita ini alot dan keras kepala"Tapi kau kakak dari pelaku!""Dia, sudah bukan adik saya lagi! Kelakuan tak bisa aku kendalikan, bila memang dia harus dipenjara, silakan. Itu memang kesalahannya ."Dewi tidak akan salah ngomong, atau banyak bicara tentang Sonia dan tentang Gibran. Baginya bila salah bicara, maka, dirinya pun akan terlibat buruk.Semua terdiam."Saya boleh pulang, Pak. Adik saya pasti cemas menunggu saya." Dewi berkata lirih dan sedih, karena interogasi ini, memakan waktu hingga malam. Dewi khawatir dengan Tiara adiknya.Karena, tak ada lagi yang ditanyakan, Dewi di lepaskan. Dewi langsung pulang menuju rumahnya.Sonia mendengar penangkapan Gibran dan teman wanitanya. Rupanya, Sonia pun takut dan khawatir, bila namanya akan disebut oleh mereka. Sonia bertindak cepat, dan membayar beberapa preman untuk menangkap Dewi. Dalam perjalanan menuju rumahnya, Dewi di hadang dua preman
"Diam! Aku tidak akan mengikuti caramu! ""David, percayalah. Aku pasti akan kembali padamu. Tapi satu kali ini saja. Ya? Bawa aku ..." Sonia memeluk David erat. Dirinya hanya geleng-geleng kepala, saat dirinya gagal membuat foto mesum. Seolah-olah, Sean ada main dengan Sonia. Kali ini, Sonia memintanya lagi."Sebenarnya, kamu cinta tidak dengan aku, Sonia?" tanya David tiba-tiba dan membelai rambut Sonia. "Aku sayang denganmu, buat apa aku mau kau tiduri. Aku hanya benci pada wanita yang sudah merebut kekasihku itu. Aku tidak ingin melihatnya bahagia!" Dengkus Sonia kesal."Mengapa dendam itu semakin tebal?""Wanita itu, yang tiba-tiba hadir dalam hidup Sean, kekasihku pun dulu tak mencintai istrinya, mereka dipertemukan dalam sebuah perjodohan. Yang menyakitkan lagi, ternyata istrinya lah ... Anak kandung konglomerat itu." umpat Sonia masih kesal."Ah, ambisimu membuat dua orang masuk penjara. Gibran dan pacarnya, ingin memanfaatkan keadaan. Malah mereka kini yang di penjara. U
"Aku tak bermaksud jelek, ini." Rendi menunjukkan ampop berwarna putih di tangannya. "Dari Rumah Sakit, sengaja aku bawa sini, silakan baca, semoga semuanya baik-baik saja. Saya permisi." sambung Rendi lalu meletakkan amplop itu di atas meja tamu, dan dirinya langsung berbalik badan segera pergi secepatnya dari rumah Dira.Mbak Murni, hanya melongo saja ,melihat kejadian itu. "Lelaki macho itu siapa Bu?" bisik tanya dari Mbak Murni."Dokter Rendi." jawab Dira pelan. Dirinya masih tergugu dalam diamnya. Dira menunduk, "Tolong, ambilkan amplop tersebut, Mbak.""Iya, Bu." Wanita kepercayaan Dira, segera melaksanakan perintah majikannya, dan menyerahkan pada Dira.Dira menerimanya, "Jangan bilang sama Bapak, ya.""Iya, Bu."Dira, membuka pelan amplop tersebut, yang merupakan rekapan visum atas dirinya saat dirinya selamat dari penculikan tersebut.Yang seharusnya, Sean mengurusnya malah terlupakan hal tersebut.Dira membacanya pelan. Hasil tersebut menunjukkan hal yang tak terduga. Dira
"Lepaskan!" tangan Sonia sudah mulai menepis tangan David kuat-kuat."Jangan bertindak bodoh, Sonia! Aku mau bertanggung jawab! Itu anakku!""Tapi aku tidak mau! Aku tidak mau menikah denganmu!" Sonia menjerit tatkala David sudah mencubit lengannya."Lepas! Lepas obat itu, Sonia! Kau semakin tidak waras! Ulahmu tak kau pikir lagi!"Sonia akhirnya, melepaskan obat peluruh janin yang hendak diminumnya.Sonia menangis tersedu, keringat sudah membasahi seluruh tubuhnya."Aku lelah ... Lelah." desis Sonia perlahan."Aku mau, bertanggung jawab, aku akan menikahi kamu, Sonia. Walaupun orang tua mu tak setuju denganku,""Aku sudah tak punya orang tua, aku anak panti asuhan! Puas! Aku tak punya keluarga! Apa kau mau menerima semua kenyataan atas diriku!" teriak Sonia. David segera memeluk Sonia. "Apapun dirimu, aku mencintaimu, Sonia." bisik David."Tapi aku tidak! Aku hanya mencintai Sean!""Sean sudah menikah, kau! Kau betul keterlaluan Sonia! Pikirkan anakku yang ada dalam rahimmu."Sonia
Sean berlari di samping ranjang beroda milik sebuah Rumah sakit. Nampak, Dira terbaring, wajahnya pucat pasi. bibirnya membiru. Matanya terpejam rapat. Bila Aisyah tak menangis, mungkin Sean tak tahu, kalau Dira sudah pingsan di sudut nakas."Lebih baik, Bapak tunggu di sini, Pak. Silakan daftar pasien dahulu, percayalah, kami akan lakukan yang terbaik untuk pasien." ucap salah satu perawat yang mendorong, hingga ke ruangan gawat darurat.Dari jauh, Ilham dan Dewi berlari mengejar Sean."Pak, bagaimana Kak Dira?""Mereka sedang menanganinya," jawab Sean dalam kecemasan, "aku belum daftar pasien." sambungnya pada Ilham."Biar aku saja, Pak. " Dewi segera pergi ke bagian pendaftaran pasien.Sean terduduk, napasnya masih memburu. Dengan ditemani Ilham. Mereka menunggu kabar tentang Dira.Sepuluh menit kemudian, Dewi sudah datang kembali,. dengan membawa minuman, lalu menyerahkan pada Sean."Minumlah dulu, Pak. Tenangkan hati, Pak Sean.""Betul, Pak " Ilham pun menyerahkan minuman pada Se
"Boleh aku gabung dengan kalian?" tanya Dira, masih berdiri di depan Dewi.Segera wanita tomboy itu berdiri, dan memberikan kursi padanya. Dewi segera mengambil kursi yang lain, dan menjejeri kursi tadi."Bu Dira? apa yang dilakukan di sini?" tanya Ilham masih dalam kebingungan. Pasalnya Dira yang selama ada di Malang yang dia tahu selalu diam di rumah."Kalian ini kenapa sih? kok kaya lihat hantu saja. " Dira duduk pada kursi yang diberikan Dewi."Kak ..."Dira tersenyum pada mereka. " Mas Sean lagi ada di rumah sakit, menemani Tiara dan Papa yang sedang cek up."Ilham dan Dewi masih, terdiam sambil menatap Dira."Kalian ini? Mas Sean kesini pakai motor, aku bonceng saja. Nggak enak aku ikutan ke rumah sakit. biar Tiara saja yang mengantar Papa, toh, memang sudah terbiasa dengan Tiara 'kan?" jadi aku ... dan akhirnya, aku bisa menemukan kalian. tadinya aku ingin minum espresso dan sepiring roti." "Aku pesankan, Kak." Dewi segera bangkit dari duduknya dan menuju tempat pemesanan.Dir
Pagi ini, sinar matahari menyeruak dari sela dedaunan. Riaknya membuat bayangan pada lantai trotoar, hingga bayangan itu membuat bias cahaya.Seorang anak kecil, berlari bebas. Mendekati seseorang, berkerudung lebar dan bercadar."Subhanallah .... jangan berlarian, nanti kau jatuh!" teriak wanita itu, sambil mengejarnya. Bajunya melambai. warna hitam yang pekat. Di belakangnya, seorang lelaki berjenggot tebal, mengikutinya sambil menggendong seorang anak kecil sekitar berumur Lima tahunan."Umi, jangan berlari, nanti kau jatuh!" Seru lelaki tersebut pada wanita yang dipanggilnya Umi.Akhirnya gadis kecil yang berlari itu, sudah digandeng oleh wanita bercadar tersebut.Mereka adalah keluarga Gibran.Lelaki yang dulu pernah menjadi orang yang paling dekat dengan Sonia atau Miss Lola. Istri dari lelaki tersebut adalah adik kandung dari Dewi. Mereka dulu pernah berseteru dalam keluarga. Anak yang sudah dalam genggaman wanita itu adalah anak yang dulu pernah diiadopsi oleh Sonia. Tapi, k
"Mas, foto siapa ini?" tanya Dira pada suaminya, setelah dirinya naik lagi ke dalam truk.Sean memandang foto tersebut, dan mengerutkan dahinya."Foto, kekasih Firman, mungkin. kemarin firman yang bawa truk ini." "Oh, kupikir ...""Janganlah, berpikir yang aneh-aneh sayang, aku tak akan melakukan hal tersebut. Percayalah," ucap Sean menyakinkan istrinya.Dira, hanya tersenyum, lalu memandang Sean."Mas, tak bosen dengan aku?""Tidak, justru senyummu itu yang aku rindukan.""Tak inginkah Mas ... bercumbu?""Oh, pasti itu ada, tapi aku lebih suka mencumbui istriku, aku tipe setia, dulu sudah puas olehku berbuat don juan.""Benarkah?""Dengarlah Dira, saat ini yang aku impikan adalah membuatmu sehat, punya rumah, punya usaha, tinggal melihat anak-anak tumbuh dalam kebajikan. Kita menua bersama."Dira tersenyum dan menitikkan air matanya, segera diraihnya tangan suaminya, dikecupnya berulang kali punggung tangannya.Sean mengerti kesedihan Diri. diraihnya tubuh kurus itu, dan dipeluknya
"HAI! LEPASKAN ADIKKU!" teriak keras dari Dewi. Wanita gesit itu langsung berlari mendekati Tiara. Murni pun tergopoh-gopoh seraya membawa pentungan golf milik Papa Panji.Dua lelaki yang menarik tangan Tiara langsung melepaskan tangan Tiara. Mereka langsung berlari meninggalkan tempat tersebut."Kurang ajar! Wei! jangan lari." Murni sudah mengangkat tinggi-tinggi tongkat tersebut.Dewi, menatap tajam dua lelaki tanggung tersebut yang langsung hengkang dengan sepeda motornya. Namun, Dewi mengingat nomor plat itu dengan baik dalam ingatnya.Tiara , bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Kau kenal mereka, Tiara?""Iya kak, salah satunya adalah Wawan, dia yang terus mengejarku, aku sudah menolaknya, tapi dia masih main paksa saja. Siapa yang mau pacaran sama preman, kak," jelas Tiara."Oh, naksir sama Non Tiara, ya? tapi preman? jangan Non! enak aja, gadis cantik dan shaleh gini, sama preman." Murni sudah mencicit sebal pada lelaki yang belum dikenalnya."Sudahlah, Mbak, Nggak usah k
"Hai, kurang ajar!" Sonia berteriak, karena rambutnya ditarik dengan keras oleh Murni, Sonia tak tinggal diam, dia membalas tindakan Murni yang tiba-tiba tersebut. Wanita yang sudah dalam keadaan emosi itu menarik lengan Murni, dan membuatnya mengaduh karena kuku-kuku itu menghujam dalam lengannya.Murni menarik tangan Sonia membantingnya hingga tubuh wanita itu tersungkur keras ke lantai toko mainan siang itu.Banyak mata yang melihatnya, namun Murni tak pedulikan lagi, diinjaknya jari jemari Sonia. Otomatis dia berteriak sekencang-kencangnya, seraya menarik betis kaki Murni.Wanita setengah abad itu hampir tersungkur, tapi kakinya segera menahan tubuhnya agar tidak terjerembab. Sonia kaget, melihat kuku tangannya sudah patah, terlihat merah karena bekas injakan keras kaki Murni.Semua yang melihat, tak ada yang melerai. Tiara, segera menyingkir, dan memanggil satpam di depan toko.Terjadi pertengkaran lagi, kali ini lebih ekstrem, mereka sudah bergumul, saling tarik-menarik rambut,
Pagi cerah, mengiringi langkah Murni menuju rumah keluarga Dira. Rumah besar berpagar tinggi itu membuatnya melongo.Kemudian, segera masuk. Rasa kangen pada Aisyah begitu menggebu."Mbak Murni." Panggilan itu membuat Murni menghentikan langkahnya. ternyata, Dewi. Senyum merekah menyambutnya. Mereka saling berpelukan, teringat dulu, saat mereka sama-sama sebagai asisten Bu Dira. Selalu ada perselisihan antara mereka, tak ayal merekapun sering berantem."Dewi, ah bahagianya aku bisa bertemu denganmu lagi." "Ha ha, tentu saja, tapi saat ini kau akan jarang menemukan aku, mampirlah nanti ke rumahku ya?""Hah, kau tak tinggal di sini juga! lalu ...""Aku tinggal bersama kedua adikku, Mbak. Cuma setengah jam saja kok.""Bagaimana keadaan Bu Dira dan yang lainnya?""Sehat. tapi saat ini jaga perasaan Bu Dira. agak tidak stabil.""Oh, Apakah?""Sudahlah, ayo masuk. mereka sedang berkumpul, ada Ilham juga.""Wah, ada cowok ganteng juga."Dewi tersenyum, inilah Mbak Murni yang masih saja suk
Sudah hampir satu Minggu Sean sekeluarga berada di Malang. Sean mencoba berdamai dengan situasi. Beberapa anak perusahan armada milik Papa Panji diurus oleh Sean. Kali ini, terlihat Sean memakai kaus dan jins belel, ada handuk kecil melingkar di lehernya.Nampak, Papa Panji tersenyum melihat penampilan menantunya. Lelaki yang dulu pernah diasuhnya terlalu gagah dalam kostumnya pagi ini."Gantilah, bajumu. Nggak pantas, masa bendahara PO pakai baju kaya gitu," protes Papa."He he, Sean kali ini, mau mencoba truk yang baru, Pah. Tadi pagi, Fadli sudah bilang ada lima truk pengangkut pasir datang, semuanya dalam keadaan baru. Semoga bisnis aku kali ini sukses, Pah." Sean bersemangat dengan bisnis barunya."Oke, Papa paham dirimu, jangan terlena. Dira lebih butuh perhatianmu. Jangan lupa besok, jemput Marni, biar gajiannya Papa yang urus.""Baik, Pah."Sean merasa kini harus membuka peluang bisnis yang baru dan menjanjikan.Tiba-tiba, ada uluk salam dari luar. Terlihat Tiara datang bersam
Malam ini adalah malam terakhir di kata Batam. Kota yang pernah membesarkan bisnis Sean, kota impian yang ingin ditaklukkan oleh pria ganteng itu. Namun, kini semua hilang sudah. Sejak pernikahan dalam perjodohan dengan Dira, teman masa kecilnya, menjadikan impian itu kini terkubur dalam-dalam. Setelah mengalami banyak bertubi-tubi ujian dari Allah.Dua buah hati, Raska dan Aisyah menjadikan rumah tangganya menjadi lebih dewasa lagi.Cobaan hidup Dira tak berhenti sampai di sini saja. Dirinya harus melawan emosi dan rasa percaya dirinya yang hilang.Untung, Sean adalah lelaki yang tahan bantingan. type yang setia ada pada dirinya. Akan tetapi, lagi-lagi krisis percaya diri istrinya mencuat, bila hal tersebut hadir, Dira langsung terdiam, mengunci dirinya dalam kamar, hanya menangis sepanjang hari. Di hadapan Sean, ada sepuluh koper lebih, semua akan dibawa ke kota Malang, Kota kelahirannya. Kota di mana ada kenangan tersendiri."Mbak Murni, apa semua sudah siap? punya dedek juga?" ta