“Iya. By the way kamu ngapain kemari?” tanya Tora yang memanggil Rena barusan.
Gadis itu mendesah pelan, “Tugas dari pak GM. Nganterin buket bunga plus parsel buah.”
“What??” Tora mengerutkan dahinya.
“Udah ah. Lagian panjang ceritanya kalau dijelasin. Dua bulan lagi aku juga resign dari sana kok, Kak,” jelas Rena yang malah membuat ucapannya semakin ambigu.
Sadar bahwa sang kakak tingkat masih berkutat dengan tanda tanya di otaknya, Rena berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Aku minta maaf ya, Kak. Waktu itu kebawa emosi. Kak Tita jelas enggak suka banget ya sama aku. Dia benar-benar percaya sama rumor jelek yang didengarnya,” keluh Rena.
Kekehan kecil lolos dari Tora, “Ya jelaslah dia percaya. Kamu cantik, seksi, cerdas. Perfect deh. Wajar aja kalau disebut penggoda atasan. Tapi mereka se
Bara menyugar rambutnya ke arah belakang. Gadis itu sudah terbaring tak berdaya di atas lantai. Bahkan betapa bodoh dirinya saat tak menyadari wajah pucat sang mantan sedari tadi. Tak berapa lama David— sang asisten GM pun sudah berada di ruangan.“Panggil dokterku sekarang!!” titah Bara. David mengerjapkan matanya berkali-kali. Memastikan bahwa indera pendengarannya tak bermasalah sedikit pun.“Dokter Anda?”“Iya. Cepat!!” Bara sudah berkacak pinggang hampir frustrasi.‘Ternyata Rena benar-benar penting di hati pria seperti Bara. Apa dia lupa kalau di hotel ini ada bagian tim medis?’ gumam David saat menyadari memang sedari awal perlakuan sang atasan begitu berbeda pada seorang Rena.&
Sang dokter mengerutkan dahinya sejenak, “Kenapa harus tes DNA, Pak? Dengan pemeriksaan darah saja sudah bisa mendiagnosa kalau pasien memang terserang tifus.” Bara hampir tersedak salivanya sendiri. Hanya karena dokter menjelaskan kata ambigu berupa pernyataan positif, sang GM itu lantas menciptakan alibinya sendiri. Setidaknya dia bisa bernapas lega karena harapan Rena tidak terjadi.“Pasien akan dirawat inap setidaknya sampai hasil pemeriksaan kembali normal,” papar dokter berkaca mata itu.“Lakukan yang terbaik, Dok.” Usai mendengar penjelasan dari dokter, Bara segera menuju ke ruangan Rena. Memastikan kondisinya baik-baik saja melalui perawat khusus yang dibayarnya.“Kabari saya perkembangan kesehatan pasien itu. Jangan kat
“Maksudnya ... Lupakan apa yang saya katakan tadi,” kata David yang segera membalikkan tubuhnya. Sungguh dia ingin menanyakan pendapat Rena tentang sang kekasih, namun dia lagi-lagi meragu.“Tak ada yang tak mungkin di dunia ini,” pekik Rena mengeraskan sedikit suaranya. Sang asisten GM itu berhenti sejenak. Bukan untuk menoleh, melainkan memikirkan ucapan Rena yang sudah terulang sebanyak dua kali. Kedua sudut bibirnya segera membentuk lengkungan. Sementara Rena yang baru saja kembali ke istana mungilnya segera melompat kegirangan di atas ranjang. Dia benar-benar merindukan aroma peppermint yang ada di kamar. Ya, aroma yang sama dengan parfum yang dimiliki oleh sang mantan yang selalu bersarang di hatinya sampai detik ini.***
Wanita yang masih berada di ruangan sang GM menampakkan senyum devil-nya. Bahkan sekarang tubuhnya tak berjarak satu sentimeter pun dari tubuh pria yang merupakan mantan Rena itu. Tangannya bergelayut manja pada sang GM.“Kekacauan apa yang kau lakukan??” bentak Bara pada sang mantan yang sudah berada di hadapannya.“Aku hanya melakukan tugas,” jawab gadis itu tanpa merasa bersalah.“Bohong, dia sengaja mendorongku,” rengek wanita yang masih tak melepas tangannya dari lengan sang GM.Rena hanya berdecih pelan menanggapi aduan yang tak benar tadi. Jelas sekali memang apa yang dikatakan hanya omong kosong belaka. Sementara sang wanita yang melihat belum adanya tindakan dari pria disampingnya, memilih untuk mengambil inisiatif. Lagi tangannya segera mendorong tubuh Rena. Beruntung gadis itu tak sempat terhuyung ke lantai karena mampu
Tubuh Rena seketika mematung saat melihat seorang pria tampan yang sudah dihiasi dengan bercak darah. Gadis itu menatap iba pada perempuan yang tak berdaya di sudut ruangan.“Ren, tolongin dia, hiks hiks,” isak Lidya—salah satu teman malam Rena. Kedua matanya melihat ke arah sosok yang ternyata dia kenali.“Okay, Lid. Dengerin aku ya, mending kamu pura-pura enggak peduli. Hapus air matamu, jangan sampek ketahuan madam Onci,” tukas Rena yang segera diiyakan oleh Lidya.BUGH!! BUGH!! Pukulan bertubi-tubi terus saja menyentuh pria tadi. Rena mendesis pelan membayangkan jika serangan itu mengenai wajah mulusnya. Beruntung dia mendapatkan kaca mata hitam d
[“Apa?? Percobaan pembunuhan katamu?”][“Iya, Pak.”][“Tunggu aku di ruangan beberapa saat lagi.”]Tuut ...Tuut ... Percakapan via udara itu berhenti seketika. Bella yang baru saja membersihkan tubuhnya langsung menatap nyalang ke arah Bara. Tentu saja dengan tatapan kebencian karena ucapan tak sengaja yang masih membekas di hati wanita itu.“Bel, aku ...”“Keep your tongue! Aku enggak butuh semua omong kosongmu. Aku terlalu bodoh karena mengharapkan hatimu. Berharaplah lukaku sembuh setelah ini. Karena kalau aku masih menyimpan dendam, jangan harap kau akan menemukan kebahagiaan.”“Where are you going?”“It’s none of your business, Adibara Erlangga.” Se
Anggukan kepala dari Lidya membuat Rena segera menghela napasnya. Sejenak kedua perempuan itu tertawa lepas secara bersamaan.“Ini lucu loh, Ren. Tahu nggak sih?” kekeh Lidya yang segera menutup mulutnya yang sudah menganga.Rena mengulas senyum tipisnya. Kedua bola mata gadis itu mulai berotasi seolah sedang memikirkan sesuatu. Perlahan senyum di wajahnya memudar saat melihat raut wajah keraguan dari sang teman.“Aku tahu apa yang kamu pikirin. Kami sempat bahas ini di taman malam itu.”“Jadi gimana? Enggak mungkin ‘kan Ren buat kami bersama?” kata Lidya yang terdengar menyerah bahkan sebelum berusaha.“Lid, kamu enggak sendirian. Aku akan cari cara untuk ini,” sambar Rena yang segera menyunggingkan senyumnya.TING!! Pandangan Rena segera beralih pada ponselnya. Ada pesan masuk yang sedari tadi ditunggu oleh gadis itu.“Aku balik dulu, Lid. Tetap blokir kontak si doi sebelum semuanya kelar ya,” bisiknya sembari menepuk pelan bahu Lidya.
[“Apa maksudmu??”] David menghela napas pelan. Pria itu menyugar rambutnya ke belakang. Tak ada pilihan lain selain memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi.[“Halo, apa kau mendengarkanku?”][“Aku tak peduli apapun yang terjadi dengannya.”][“Baiklah kalau memang begitu.”]Tuut ...Tuut... Pembicaraan itu terputus secara sepihak oleh David. Senyum tipisnya terbit usai menyudahi panggilan tadi.“Kita lihat kawan, seberapa besar cinta dan rasa bencimu,” gumam David bermonolog ria. Di waktu yang bersamaan Rena dan ketiga pria itu sudah tiba di tempat tujuan. Gedung tinggi berlantai empat dengan nuansa gelap sudah berada di hadapan mereka.Rena membasahi bibirnya sembari menetralisir rasa gugupnya sendiri. Setelah mendapatkan isyarat dari salah satu pria tadi, dia melangkah dengan anggun menuju pintu utama.“Apa kau yakin? Bagaimana jika dia menginginkan tubuhmu?”“Jen, kalaupun iya milik kotornya itu takkan mampu menembus selaput daraku,”
Rena tampak begitu anggun mengenakan kebaya putih dengan desain yang terlihat elegan membungkus tubuhnya. Sang Mami menuntunnya berjalan menuruni gundukan anak tangga tanpa melepas tangannya sama sekali. Gugup. Itulah yang tengah dirasakan oleh gadis cantik tersebut. Dirinya didudukkan tak jauh dari sang pria yang sebentar lagi akan melaksanakan ijab kabul dalam hitungan menit. Tak ubahnya dengan Rena, Bara bahkan tak berani menatap sang calon istrinya itu karena sibuk mengingat lafal yang dikatakan Pak Penghulu tadi. Jelas dia tak mau mengulang kesalahan saat melangsungkan ikrar suci pernikahannya nanti. Jadilah sang GM Erlangga Hotel tersebut memilih untuk menundukkan pandangan.“Bagaimana? Apa ada lagi yang mau ditunggu?” tanya Pak Penghulu. Kedua pihak calon mempelai pengantin sepakat untuk memulai proses akad nikah. Karena tak ada keluarga dari pihak sang Papi yang tersisa, jadilah wali hakim ditunjuk untuk menjadi perantaranya.
Singkat, padat dan jelas. Itulah yang diutarakan Tita barusan. Istri Tora yang semula bersifat kasar dan egois itu menggenggam tangan Rena lalu membawanya menyentuh perut yang sedikit membuncit. “Kita besarkan anak ini sama-sama ya, Ren.” Rena masih bergeming. Kedua matanya berkaca-kaca karena tak tahu harus mengatakan apa untuk membalas permintaan sang calon Kakak Iparnya. “Kamu mau ‘kan? Anak ini akan punya dua orang ibu dan ayah. Dia pasti senang sekali,” gumam Tita. “I-iya, Kak,” jawab Rena akhirnya. Lantas keduanya saling berpelukan untuk menyalurkan perasaan kasih antar sesama wanita. Tak berapa lama Bara pun datang untuk memisahkan mereka. “Cepatlah, Sayang. Nanti kamu akan terlambat,” bisik Bara kemudian. Rena mengangguk pelan. Senyumnya mengembang sempurna ketika menuruni eskalator yang menjadi fasilitas menuju langkahnya ke arah gate maskapai penerbangan. Sang Mami mengusap pelan lengannya untuk memberikan ketenangan. *** [“Lihat nih! Kakak udah bisa main
“Aku percayakan semua sama Kakak aja ya.” “Enggak. Pokoknya Kakak mau kita yang urus sendiri untuk itu,” putus Bara yang sama sekali tak ingin mendengar adanya bantahan. “Please, Sayang!” Wajah puppy eyes dan penuh harap dari seorang Adibara Erlangga membuat Rena mengangguk sambil mengulum senyum. Tak pelak dia bergerak untuk melepaskan sabuk pengaman yang masih melekat di tubuh sang tunangan. CUP! “Makasih, Sayang,” gumam Bara tepat setelah gadisnya hendak beringsut mundur. “Enggak mau balas hemm?” “Enggak,” tolak Rena cepat. “Yang ada nanti kita enggak masuk-masuk. Tuh lihat Papa udah berdiri di balkon sana!” “Alasan saja,” cibir Bara. Rena seolah menulikan indera pendengarannya. Lantas membuka pintu mobilnya dengan segera. Pemandangan yang pertama kali dilihat membuatnya mengerling malas. Ada Tita yang tengah duduk bersantai di ruang tamu sembari menikmati susu hamilnya. “Jangan hiraukan dia. Ayo masuk!” “Enggak, Kak. Aku pulang saja ya.
Pemandangan hijau nan asri membuat senyum Rena merekah sempurna. Gadis itu memapah sang tunangan dengan tangan kiri yang menenteng sebuah keranjang berisi kotak bekal yang dibawanya dari rumah. Parfum dengan aroma citrus blossom yang menguar dari tubuh tunangan Bara tersebut seolah menyatu dengan alam. Segar dan membuat perasaan yang menghidunya jadi menumbuhkan kesan positif. “Anaknya Tante Cintya itu emang top kasih terapi ke Kakak. Buktinya bisa terapi,” gumam Rena sambil tersenyum. “Suaranya mirip nyamuk. Melengking dan menyebalkan. Makanya mau tak mau Kakak terpaksa menurut saja,” kekeh Bara yang kini sedang menaik-turunkan pergelangan tangan kanannya. “Kalau enggak kayak gitu aku yakin Kakak pasti sembuhnya lama. Entar kalau kita nikah mana bisa gendong aku untuk photo shoot,” kata Rena sambil menahan tawanya. “Bisa. Harus bisa dong,” kata Bara dengan penuh keyakinan tingkat tinggi. “Dalam waktu dua bulan ke depan kamu akan lihat Kakak bisa kembali seperti dulu
Istri Tora yang merasa tersinggung itu hendak maju untuk menyerang Sandra, akan tetapi langkahnya terhenti ketika mengingat pengalaman pahit kehilangan bayinya beberapa bulan yang lalu.“Lebih baik Kakak fokus pada kehamilan saja. Sudah mau jadi ibu tetapi kelakuannya sama sekali tak berubah,” ketus Sandra yang segera menghilang dari pandangan Tita. Napasnya masih memburu hingga kembali menghampiri Jason yang masih tetap dalam posisi semula. Bahkan saking kesalnya dia merebut gelas pria itu dan menenggak isinya hingga tak bersisa.“Kenapa?” tanya sandra begitu melihat tatapan sinis Jason.“Kau mengambil gelasku,” cibir sang pria.Sandra langsung mengerjap cepat. Lantas memandang gelas kaca miliknya yang masih bersisi setengah. Jelas dia merasa malu bukan main. “Maaf. Aku akan gantikan gelasmu yang lain.”“Tak usah,” ketus Jason segera. Tak pelak dia menatap Sandra yang tampak seperti kehabisan tenaga. “Kau habis cakar-cakaran?” tanyanya kemudian. Sa
Rena segera menoleh ketika mendengar suara ketukan dari arah luar. Lantas dia pun mengangguk seolah memberikan kode pada tim penatas rias yang baru saja memperindah penampilannya.“Kau cantik,” gumam Jason sambil tersenyum. “Papi pasti senang kalau dia berada di sini sekarang.”“Ya. Mungkin saja dia akan menghentikan acara ini. Apalagi kalau Papi tahu akan menikah dengan anak musuh bebuyutannya.”Ucapan barusan membuat Jason terkekeh. “Kau memang sok tahu. Papi mana begitu. Dia akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Bahkan ketika tahu bahwa kau pacaran dengan Bara waktu itu.”Alis Rena langsung naik sebelah. Merasa heran dengan penuturan Jason beberapa detik yang lalu. Lantas Abang angkatnya tersebut menarik kursi agar bisa berbicara lebih lama lagi. Tak pelak
“Jangan membantah. Atau aku culik kamu sekarang,” gumam Bara dengan sorotan mata tajamnya. “Siapkan dirimu, Sayang. Lusa acara tunangan kita akan digelar di hotel Erlangga jam 7 malam.” Setelahnya pria itu mengecup singkat pipi Rena lalu bergerak ke luar dari mobil. Memanggil sopir Rena sebelum akhirnya melambaikan tangan sambil mengerdipkan mata. Baru saja menghempaskan diri atas ranjang, gadis itu kembali dikejutkan dengan panggilan video dari sang kekasih. Senyumnya mengembang sempurna usai membersihkan diri pulang dari acara tadi.[“Hai, Cantik. Sedang apa?”] Rena tak menjawab. Hanya menunjukkan deretan gigi putihnya yang bersih dan rapi.[“Kamu cosplay jadi iklan pasta gigi ya?”]
Acara utama syukuran tujuh bulanan untuk kehamilan Fina sudah berakhir. Para tamu dipersilakan berbaur dan mencicipi hidangan yang telah tersedia.“Selamat ya, Fin. Semoga kamu sehat sampai lahiran nanti,” gumam Rena sambil mengelus lembut perut buncit sahabat karibnya itu. Ada perasaan gembira bercampur iri yang sedang dipendamnya sendiri. Sedangkan Fina yang paham betul bagaimana perubahan raut wajah sendu tersebut segera menggenggam tangannya.“Anak aku akan jadi anak kamu juga. Dia akan manggil kamu Mama juga, Ren. Ini hanya perkara mengandung dan melahirkan. Kamu juga akan dianggap sebagai ibunya,” ucap Fina dengan air mata yang sudah menggenang. Keduanya saling berpelukan erat. Tak ada yang berbicara hingga suami Fina menghampiri mereka.“Cemburu nih aku sama kalian. Udah kayak Kakak Adik aja.”Buru-buru Fina menyeka air matanya, lalu menyikut pelan lengan sang suami. “Anak kita bakalan punya dua Mama. Iya ‘kan, Mas?”Suami Fina yang tahu bagaimana kondis
CUP! Bukannya menjawab pertanyaan Rena, Bara malah mendaratkan kecupannya di bibir ranum mantan cantiknya itu. Jelas membuat sang empu terkejut bukan main.“Kau!!”CUP! CUP!! Sontak kedua manik mata kecokelatan milik gadis cantiknya sukses membelalak dengan sempurna. Bibirnya menganga hendak mengucapkan sesuatu, namun sayangnya lidah pun mendadak kelu.“Aku tak sabar menghabiskan sisa hidup denganmu. Makanya ayo cepat-cepat menikah,” gumam Bara kemudian. Sang gadis berubah manyun sambil mengubah posisi duduknya menjadi lurus ke depan. Tak lagi saling berhadapan dengan sang mantan yang akhir-akhir ini selalu bisa membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Sementara Nyonya Adhisty yang hendak memanggil Putrinya turut menghentikan langkah di ambang pintu. Sadar bahwa keduanya sedang terlibat percakapan serius, dia pun kembali mengurungkan niat tadi. Bara mendekat, mengikis jarak di antara mereka. Tak lagi pedulikan bagian klaviku