Sudah hampir tiga minggu ini Kayla hanya bisa bertemu dengan William di pagi hari. Saat Kayla bangun, William masih tertidur di sebelahnya. Ketika Kayla selesai menyiapkan sarapan, William sudah rapi dengan setelan kerja. Mereka jarang punya waktu untuk berbicara, membuat Kayla merasa kesepian di tengah rutinitas yang monoton. “Kay, melamun lagi?” Deswita mencolek bahunya, membuyarkan lamunannya. Kayla yang tengah menopang dagu di depan layar monitor langsung tersentak. “Ah, ngagetin aja,” jawabnya singkat, tanpa banyak ekspresi. “Belakangan ini kamu sering bengong. Ada masalah?” tanya Deswita, suaranya penuh rasa ingin tahu. Kayla diam sejenak, mencoba memutuskan apakah dia harus berbagi cerita. Namun, ini masalah rumah tangga. Tidak seharusnya orang luar tahu, pikirnya. Sebelum dia sempat menjawab, Nindy tiba-tiba menepuk pundaknya. “Ayo makan siang dulu aja!” ajak Nindy ceria. Kayla mengangguk. “Iya, oke,” jawabnya lemah. Nindy dan Deswita saling bertukar pandang, tampak khaw
Suasana ballroom malam itu dipenuhi dengan kemewahan. Lampu kristal yang menggantung di langit-langit memantulkan cahaya gemerlap, menambah kesan eksklusif acara pengukuhan CEO Ellysium Indonesia. Kayla melangkah masuk bersama William, mengenakan gaun elegan berwarna peach. Rambutnya ditata sederhana namun anggun, menonjolkan kecantikannya yang natural. William berjalan di sampingnya, mengenakan setelan formal yang membuat auranya semakin memikat perhatian.“Apa kamu gugup?” bisik William pada KaylaKayla mengangguk dan tersenyum kaku. “Apa terlalu terlihat?” William hanya tersenyum menanggapinya. Sebagai orang yang tidak terbiasa dengan acara formal seperti ini, jelas Kayla merasa gugup. Namun, saat William melepaskan tangan Kayla yang saat ini sedang menggamit lengannya dan beralih merangkul pinggangnya, membuatnya menjadi lebih tenang.William dan Kayla diarahkan ke meja utama. Di meja itu ada rekan bisnis Ellysium dan juga tokoh penting pemerintahan.“Semua baik-baik saja,” ucap
“Kenapa …? Kenapa?!” Anastasia tampak marah, kecewa, dan sakit hati. Dia tidak menyangka kalau orang-orang yang dia harapkan sebagai pembelanya malah datang untuk menghakiminya!Dengan air mata menggenang di pelupuk mata dan ekspresi tidak terima, Anastasia menatap Kayla dengan marah. “Aku hanya mengatakan kenyataannya! Bahwa wanita itu adalah wanita murahan yang pernah tidur dengan sembarang pria!”Kalimat Anastasia membuat seisi ruangan berbisik, menatap Kayla dan membicarakannya diam-diam.“Apa itu benar? Dia tidur sembarangan dengan banyak pria?”“Wah, mukanya saja yang terlihat polos. Ternyata, perilakunya ….”Komentar itu membuat tangan Kayla mengepal dan ekspresinya terluka. Hal itu membuat Anastasia sangat senang.“Kenapa menatapku seperti itu? Tidak terima aku membongkar kenyataannya di depan suamimu? Takut ditinggalkan seperti terakhir kali karena tubuh kotor menjijikkanmu itu?!”Wajah William menjadi sangat gelap! Dia seperti akan memakan Anastasia hidup-hidup!Namun, keti
Ucapan William membuat hati Damar mencelos. Jelas, William tidak bercanda. Kalau hari ini permintaan maaf untuk Kayla tidak diberikan, maka masalah ini tidak akan selesai, malah menjadi semakin buruk!Cepat, Damar menoleh ke arah putrinya. “Minta maaflah dengan Nyonya Kayla sekarang!”Hal ini membuat Anastasia terkejut, dia tidak menyangka kalau ayahnya sangat tunduk dengan pria yang bernama William ini. “Tapi, Pa … aku ti–”Tanpa basa-basi maupun menunggu kalimat sang putri selesai, Damar langsung menekan kepala putrinya ke bawah.Anastasia terperangah, ayahnya … memaksanya menunduk kepada Kayla!Dipermalukan seperti ini, ini baru yang pertama kali!!!!“Cepat katakan!” Suara Damar terdengar sangat dingin saat kembali menegaskan perintahnya kepada sang putri.Tidak punya kekuatan untuk melawan dan sudah terlanjur malu, Anastasia pun menutup mata kuat, membiarkan air mata mengalir deras menuruni wajahnya saat dirinya berkata, “Maaf ….”Alis William tertaut. “Apa dia sungguh berniat memi
Mendengar pengakuan Kayla, seluruh tubuh Daniel bergetar. Dia merasa hatinya hancur dan dunianya runtuh.Dengan wajah tidak percaya, Daniel menggelengkan kepalanya berkali-kali. “Tidak, tidak, tidak!” seru pria tersebut. “Itu tidak mungkin! Kau hanya mengatakan ini karena kau ingin membuatku merasa lebih buruk, Kay! Kau hanya ingin membuatku sakit hati!”Kayla meremas tangannya sendiri. Dia sudah tahu reaksi ini yang akan didapatkan dari Daniel.Namun, Kayla tetap tegar. “Tidak, Dan,” kata Kayla, suaranya lembut tapi tajam. “Alasanku mengatakan ini bukan untuk membuatmu sakit hati, tapi … agar kamu tahu kebenarannya.” Dia menutup mata sesaat. “Maaf … kamu boleh menganggapku wanita rendahan ataupun kurang ajar, tapi … kenyataannya adalah aku tidak pernah memiliki perasaan kepada orang lain selain cinta pertamaku … sekaligus suamiku saat ini.”Daniel tampak begitu terpukul, sampai-sampai dia terhuyung mundur hingga punggungnya menabrak tiang balkon. Seumur-umur, Daniel selalu dihujani k
Setelah acara pesta yang cukup melelahkan ini, William memilih menyetir kendaraannya sendiri untuk pulang bersama dengan Kayla. Dia hanya tidak ingin ada orang lain diantara mereka saat ini. Baginya kebersamaan dengan Kayla sekarang sangat membuatnya merasa nyaman, setelah sebelumnya sangat sibuk mengurus pekerjaannya yang sangat padat dan jarang bertemu dengan istrinya sendiri.“Aku sempat tidak melihat Kak Will waktu aku bicara dengan Stella tadi,” kata Kayla tiba-tiba, memecah keheningan. “Kakak ke mana?”William tersenyum tipis, hampir tidak terlihat di bawah cahaya redup lampu jalan. “Kamu … apa terlalu merindukanku sampai terus memantauku dari kejauhan?” goda William pada Kayla.“Ih, Kak Will apaan sih!” Kayla berkata sambil memukul pelan lengan William.“Aku tidak kemana-mana, hanya sedikit … membereskan masalah kecil.” William menjawab santai, namun hal itu membuat tanya untuk Kayla.“Masalah kecil? Ada masalah apa memangnya?” Kayla penasaran.“Tidak penting untuk dibicarakan.
Anastasia kembali ke rumahnya dalam keadaan berantakan, dirinya benar-benar tidak menyangka kalau perbuatannya malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Dia memeluk lututnya di atas tempat tidur dengan terisak. Semua orang berbalik menjatuhkannya. Seumur hidupnya ini kali pertama semua orang mendorongnya ke dalam jurang yang sangat dalam.Pintu kamarnya terbuka, Damar muncul di baliknya.“Ana, kenapa kamu melakukan hal yang sangat konyol itu?” Damar berkata dengan nada rendah mendekati Anastasia.“Konyol?!” Anastasia menjawab dengan nada sinis. “Papa yang konyol! Bisa-bisanya tunduk dengan pria yang bernama William itu!” Anastasia berkata dengan sangat kesal.“Ana, apa kamu tidak tahu siapa yang sedang kamu lawan?!” Damar meninggikan suaranya.Sementara, Anastasia tidak terlalu menghiraukannya.“Dia adalah Kaisar William Drake, Cucu tunggal dari Walter Drake, pemilik Ellysium Luminar Group! Apa informasi sepenting ini kamu tidak mengetahuinya? Apa kamu tidak bisa memeriksa identita
Cahaya matahari menyusup melalui sela-sela tirai kamar, menerangi wajah Kayla yang sedang menatap William. Suaminya masih terlelap di sebelahnya, napasnya teratur dan tenang. Melihat wajah William yang polos dalam tidurnya, Kayla tak kuasa menahan senyum. Tapi itu bukan hanya karena wajah William—melainkan kejadian semalam yang begitu melekat dalam ingatannya.Kayla teringat dengan jelas momen mereka. Semuanya berjalan begitu cepat, sampai akhirnya dia memberanikan diri menghentikan William di tengah gairah yang mulai membara.“Kak Will, berhenti,” katanya dengan suara gemetar, hampir tertelan oleh detak jantungnya sendiri.William, yang napasnya berat dan penuh hasrat, langsung menghentikan gerakannya. Tatapannya lembut, penuh pengertian. “Apa aku terlalu terburu-buru?” tanyanya dengan nada pelan.“Bukan begitu… hanya saja…” Kayla tergagap, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Mungkin… kita bersih-bersih dulu?”Sejenak William terdiam sebelum akhirnya tersenyum kecil. “Baiklah. Aku
Di ruang tunggu yang cukup ramai ini, William duduk dengan gelisah, jarinya mengetuk-ngetuk paha tanpa sadar. Pria yang biasanya memancarkan ketenangan seperti batu kini terlihat tidak sabar. Matanya terus melirik ke arah pintu ruangan dokter, lalu kembali ke Kayla yang tampak sibuk mengunyah camilannya.“Ini, minum dulu. Sebentar lagi giliran kita,” ujar William dengan nada pelan, hampir seperti bisikan. Tangannya menyodorkan botol air mineral ke arah Kayla, dia berkata dengan sangat hati-hati.Kayla menerima botol itu, menatap William sejenak sebelum tersenyum tipis. “Santai saja, Kak Will. Aku baik-baik saja.” Nada santainya membuat William sedikit lega, meski pikirannya tetap penuh dengan kekhawatiran, takut kalau-kalau nanti Kayla kembali meraung seperti di dalam mobil tadi.Bukan tanpa alasan dia khawatir, karena barusan saja, saat berjalan menuju ruang tunggu ini, Kayla hampir menangis hanya karena William berjalan mendahuluinya. Dia tidak mengira istrinya bisa sesensitif itu. B
Wajah Daisy dan Risda terlihat senang, dari cara William dan Kayla menatap ini seperti menunjukkan hal-hal bahagia yang sebentar lagi akan datang ke keluarga ini.“Bagaimana? Apa itu sudah cukup lama?” desak Daisy, sementara Risda, Ibu William lebih kalem dengan tidak banyak bicara.“Itu ….” Kayla diam dan menatap William.“Apa itu terakhir saat awal pernikahan kita?” tanya William cepat.Pernyataan yang dilontarkan William barusan membuat Kayla mengangguk malu-malu.“Ah! Sepertinya kita akan kedatangan tamu besar di keluarga kita.” Daisy berkata dengan penuh semangat lalu melihat ke arah Risda dengan senyum merekah.“Sebaiknya Will, coba kamu bawa Kayla ke dokter sekarang.” Giliran Risda yang penuh semangat kali ini menyuruh anaknya untuk segera mencari kepastian yang tentunya lebih akurat.“Nah, benar, cepatlah Will, nenek yakin kita pasti akan ada anggota baru di keluarga kita.”Lalu, kedua orang ini menyuruh William dan mendesak keduanya untuk segera pergi ke dokter.Sebelum Willi
Suasana sore di kediaman keluarga Drake dipenuhi canda tawa yang hangat. Walter, yang baru saja pulang dari rumah sakit, duduk di sofa ruang tengah dengan senyum lembut di wajahnya. Anthony, Risda, Daisy dan Kayla duduk di sekitarnya, berbagi cerita ringan yang menghangatkan hati. Ruangan itu dipenuhi aura nostalgia dan kebahagiaan.Kayla, yang biasanya lebih pendiam di hadapan anggota keluarga Drake lainnya, hari itu terlihat lebih santai. Senyumnya tak pernah lepas saat mendengarkan cerita-cerita Walter tentang masa mudanya. Ia sesekali melontarkan komentar yang membuat semuanya tertawa.“Jadi, Kakek benar-benar sempat mencoba drifting dengan mobil antik hanya untuk menghindari nenek yang sedang marah?” Kayla tertawa, membayangkan adegan yang diceritakan Walter.“Tentu saja,” Walter menjawab dengan nada bercanda. “Saat itu nenekmu benar-benar mengerikan jika sudah marah. Tapi lihat, aku masih hidup sampai sekarang, bukan?”Anthony dan Risda ikut tertawa. Rasanya sudah lama sekali mer
Kondisi Walter mulai membaik, tetapi tubuhnya masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Cahaya matahari yang lembut menerobos tirai jendela, menciptakan pola hangat di lantai marmer putih. William duduk di sampingnya, menjaga dengan setia. Suara napas Walter yang pelan dan teratur menjadi latar yang menenangkan, sementara William sesekali memeriksa jam tangannya, memastikan semuanya berjalan lancar.Di tengah ketenangan itu, pintu kamar perlahan terbuka. Anthony, ayah William, muncul di ambang pintu. Wajahnya memancarkan kerinduan dan rasa lega. Anthony berhenti sejenak, mengamati ayahnya yang terbaring, sebelum melangkah masuk dengan hati-hati.William melihat sosok Ayahnya tersenyum sekilas, dia melihat ada pancaran kerinduan di mata ayahnya itu. Perseteruan keduanya di masa lalu membuat keduanya tidak pernah bertemu dalam waktu yang cukup lama, bahkan sebelum William lahir.Walter masih dalam keadaan tidur, wajahnya terlihat tenang dan penuh kedamaian."Papa," sapa William
Daisy menatap layar ponsel dengan dingin, tetapi tangan yang menggenggamnya sedikit bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Kayla, yang duduk tak jauh darinya dengan wajah penuh tanda tanya. Ketika panggilan tersambung, suara lembut namun menusuk terdengar dari seberang, membuat udara di ruangan itu terasa lebih berat.“Ada apa, Nona Laura?” Daisy langsung membuka percakapan tanpa basa-basi. Nada bicaranya tegas, nyaris seperti perintah. Kayla diam, memperhatikan setiap gerak-gerik Daisy dengan rasa penasaran yang tak bisa disembunyikan. Ia ingin tahu, tetapi tak berani bertanya.Di ujung sana, suara Laura terdengar lirih namun tidak jelas di telinga Kayla. Meski begitu, setiap ekspresi yang muncul di wajah Daisy membuat Kayla semakin penasaran. Tatapan Daisy berubah tajam, seperti pisau yang siap menghujam.“Maaf, aku tidak punya waktu untuk meladeni permainanmu, Nona Laura. Lagipula, kakek William yang masuk rumah sakit seharusnya tidak perlu membuatmu peduli, bukan?” ucap Daisy d
Raut wajah Daisy yang sedih membuat Kayla tak mampu menahan dirinya untuk kembali menggenggam tangan wanita tua itu. Ada sesuatu yang berat, terlalu berat, yang tergambar di balik sorot mata keriput namun tajam milik Daisy. Kayla dapat merasakan jari-jari Daisy sedikit gemetar saat disentuhnya, seolah menahan beban yang tak terlihat.“Nek, jangan bersedih lagi. Kak Will tidak akan meninggalkan nenek, dan aku juga akan bertahan, walau kakek belum memberikan restunya,” Kayla berkata pelan, berusaha menenangkan. Senyum hangat melengkung di bibirnya, meski hatinya ikut tersayat melihat kesedihan Daisy. “Aku yakin suatu saat kakek akan mengakui keberadaanku.”Daisy menatapnya dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. Mata itu seperti menyimpan berjuta rahasia, terlalu dalam untuk dipahami sepenuhnya. Ada jejak keraguan, sekaligus kekaguman, bercampur dengan luka lama yang sepertinya masih menganga.“Kayla,” suara Daisy terdengar serak, “nenek berterima kasih karena, setelah segala ujian yan
William berusaha menghubungi ayahnya untuk memberitahukan keadaan sang kakek, dia tahu walau ayahnya tidak berhubungan lagi dengan keluarga Drake, tetapi diam-diam ayahnya sering mencari tahu informasi tentang kedua orang tuanya melalui salah satu pelayan yang ada di kediaman Drake ini.“Papa, Kakek dalam–”“Aku dan mamamu sudah ada di bandara dan menunggu jadwal penerbangan. Bagaimana keadaan Kakekmu? Apa sudah jauh lebih baik dari sebelumnya?” Terdengar nada khawatir di sana.“Masih terkendali. Baiklah kalau begitu, kabari kalau kalian sudah berangkat, aku akan menyuruh orang untuk menjemput kalian nanti di bandara.” William berkata pada ayahnya dengan suara pelan.“Baiklah,” jawabnya dengan singkat, lalu panggilan telepon terputus.“Will, ada berita kurang baik.” Gabriel mendekati William dengan sedikit ragu.“Ada apa?” tanya William, sebenarnya dia sudah bisa menebak berita yang dimaksud dan perkiraannya ternyata tidak meleset.“Grup keluarga Dyson saat ini sedang mengajukan pemba
Malam sebelumnya.Di sebuah ruangan private yang hangat namun penuh dengan nuansa formal, Simon Dyson berdiri dengan wajah tegang. Baru saja acara amal Ellysium Luminar selesai, tetapi suasana malam itu sama sekali tidak memberikan ketenangan bagi pria ini. Tatapannya tajam mengarah pada Walter Drake, yang duduk dengan sikap tenang di kursi kulit mewah.“Walter, kau tahu kenapa aku di sini?” suara Simon pecah dalam keheningan, penuh nada emosi yang terpendam.Walter mendongak perlahan, matanya menatap Simon dengan pandangan datar. “Aku bisa menebak. Apa ini tentang William?” jawabnya tanpa basa-basi.Simon mendengus keras. “Tentang William, tentu saja. Di mana dia? Mengapa dia tidak hadir di acara penting seperti ini? Aku sudah cukup bersabar, Walter. Aku memutuskan untuk menjodohkan Laura dengannya karena aku percaya pada keluargamu. Tapi apa yang aku dapatkan? William tidak ada di sini, dan aku mendapatkan laporan dari putriku kalau dia dipermalukan oleh… istri William!”Walter meneg
Suara deru mesin pesawat pribadi terdengar halus, namun cukup untuk mengisi keheningan di dalam kabin. William duduk di dekat jendela, pandangannya kosong menatap awan yang berarak di luar. Tangannya menggenggam erat tangan William yang duduk di sampingnya, Kayla mencoba memberi kekuatan, meski pikirannya sendiri juga dihantui kekhawatiran yang mendalam. Di seberang mereka, Ghafa duduk bersandar dengan tangan terlipat, sesekali melirik ke arah William. Tatapannya tertuju pada adiknya, seolah mencoba membaca apa yang ada di pikiran Kayla, tetapi tetap diam tanpa komentar.“Aku masih tidak percaya ini terjadi,” gumam Kayla akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menoleh ke arah William yang masih menampakkan wajah tenangnya. Namun, Kayla tahu persis kalau saat ini jelas William sangat Khawatir.Kemudian, Kayla kembali berkata, “Kakek memang selalu terlihat tegas dan kuat. Tapi kupikir sejak pernikahan kita, dia menyimpan rasa kecewa yang mungkin memengaruhi kesehatannya.” Nada bicar