“Congratulation!!” Arsha berseru dengan nada ceria sangat tulus untuk Rachel yang berada di ujung sambungan telepon. Ia ikut bahagia mengetahui kehamilan sahabat yang merangkap Kakak iparnya itu. Namun mata Arsha yang kini menatap kaca besar di depannya tampak sendu. “Jadi udah berapa bulan?” Ars
“Bukan gitu, Ca!” Kama menggeram. “Trus apa? Kayanya di sini Caca doank yang ingin punya anak ... Abang kayanya enggak kepikiran punya anak ya?” “Kenapa kamu mikir kaya gitu?” “Buktinya, di saat kita seharusnya berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan anak, Abang malah nyuruh Caca pulang.” A
Kama menepati janjinya yang akan mengajak Arsha bertemu dokter kandungan meski sudah beberapa hari berlalu sang suami akhirnya bisa meluangkan waktu. Mau bagaimana lagi, suaminya super sibuk. Tapi Arsha menghargai usaha Kama yang memperlihatkan kesungguhannya ingin mendapat momongan. Kama memberit
“Enggak boleh bikin dede sering-sering ... enggak boleh lembur ... makan-makanan sehat ... jauhin minuman beralkohol ... trus apalagi tadi?” Arsha mengulang apa yang disarankan dokter kandungan kemudian menoleh menatap suaminya yang sibuk dengan macbook. “Enggak boleh terlalu lama terpapar radiasi
Kama mengembuskan napas, menundukan pandangannya sekilas dan kembali tersenyum simpul. “Apa lag—“ Kalimat Kama terjeda oleh seruan seorang pria. “Maheswari?” Evan menyapa, tampilannya begitu elegan dengan stelan jas dan kemeja putih yang dua kancing bagian atasnya sengaja dibuka. “Evan?” balas Ar
Malam ini Kama pulang lebih awal, bukan hanya karena tuntutan Arsha saja tapi juga ada sesuatu yang harus ia siapkan. “Ca, besok Abang harus ke luar kota beberapa hari ... biasanya Kalila yang –“ Kama tidak sanggup melanjutkan kalimatnya setelah mendapat sorot mata tajam sang istri. “Kamu mau ik
Sentuhan yang diberikan Kama seperti menghantarkan sengatan listrik berdaya rendah, usapan lembut seringan bulu dari telapak tangan kokoh itu selalu mampu memunculkan bintik-bintik di permukaan kulit Arsha, tanda bila dirinya meremang. Sudah sering Kama melakukannya namun getaran itu semakin lama k
Luar biasa bukan, para pria Gunadhya memang selalu bisa menempatkan hasratnya berbanding lurus dengan pekerjaan. *** “Ngapain?” Kama terlonjak ketika Arsha tiba-tiba bergerak setelah ronde kedua mereka sampai pada puncak kenikmatan. Arsha merubah posisi tidur terbalik, menempatkan kakinya luru
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang