Share

Bab 69 : Perasaan Hero

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 13:51:29

Veline begitu gugup ketika Hero tiba-tiba mengikis jarak di antara mereka. Terlebih tangan Hero yang sudah meraba-raba tubuhnya.

"Ih, lo mau ngapain sih?" Veline cepat-cepat mendorong tubuh Hero. Gadis itu pun terlihat begitu kesal.

"Santai aja, gue cuma mau cari sesuatu buat dimakan," jawab Hero, sambil meraba-raba lagi saku jaketnya yang sedang Veline gunakan untuk menutupi tubuh.

"Emang di jaket lo ada makanan?" Veline bertanya, ia merasa curiga, mungkin lelaki itu berdusta, pikinya. Namun, rasa lapar mengalahkan keraguannya kini.

"Sepertinya ada." Setelah beberapa saat mencari, Hero akhirnya menemukan sesuatu. Ia membuka resleting jaket dan merogoh sesuatu di dalamnya. "Tinggal permen doang," katanya, sembari mengangkat permen itu dengan sedikit kecewa.

Veline mengerucutkan bibirnya. "Hah, cuma permen?"

"Ya, nih," jawab Hero sambil menyerahkan permen itu kepada Veline.

"Buat gue?"

"Iya."

"Makasih." Veline membuka bungkus permen itu, dan langsung memasukkannya k
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 70 : Perasaan yang Sama

    Hero menghela napas panjang, lalu perlahan menatap Veline dengan tatapan yang lebih dalam dari sebelumnya. Ada keraguan yang jelas terlihat di matanya, tapi juga keteguhan yang tak bisa dipungkiri. "Tutup mata lo," pinta Hero, suaranya terdengar rendah. "Kenapa gue harus tutup mata?" tanya Veline, ia begitu ragu, dan tak mengerti maksud dari Hero. "Nanti juga tahu." "Tapi lo nggak bakal macem-macem, kan?" Hero menggelengkan kepala, lalu berkata, "Nggak." Veline menghela napas, lalu perlahan mulai menutup matanya. Sebenarnya, ia merasa penasaran dengan apa yang ingin dilakukan Hero sampai ia disuruh menutup mata. Namun, beberapa saat kemudian, Veline merasakan sesuatu yang hangat dan kenyal menyentuh bibirnya. Ia pun langsung membuka mata dengan cepat, terbelalak kaget saat melihat Hero tengah menciumnya. Jantung Veline tiba-tiba berdetak begitu cepat, tatkala lelaki itu begitu dekat dengannya, bahkan sudah tidak ada lagi jarak di antara mereka. Hero hanya menempelka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 71 : Salah Tingkah

    Sinar matahari pagi mulai menerobos masuk melalui celah-celah ventilasi gubuk. Cahaya keemasan perlahan menerangi ruangan yang semalam gelap gulita, menandakan bahwa pagi telah tiba. Namun, dua manusia yang ada di dalamnya masih terlelap di atas ranjang kecil yang reyot. Merasa tangan kirinya sudah kebas karena semalaman suntuk Veline menggunakan tangannya sebagai bantalan. Hero pun menggeliat perlahan. Ia menghela napas ringan, tetapi sudut bibirnya melengkung membentuk sebuh ukiran manis. Matanya tertuju pada wajah Veline yang begitu tenang dalam tidurnya. Wajah oval gadis itu terlihat cantik, meski tanpa makeup. Alisnya yang tebal dan melengkung rapi menghiasi matanya yang tertutup. Hidungnya mancung mungil, sementara bibirnya yang tipis merekah terlihat memerah. Kulit putihnya memancarkan rona yang seakan selaras dengan sinar pagi yang menerangi ruangan. Hero mengelus helaian rambut hitam legam Veline yang sedikit berantakan sampai menutupi sebagian wajahnya. "Nyenyak banget

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 72 : Perasaan yang Tulus

    "Biarin juga kita tersesat di dunia lain, yang penting tersesatnya berdua sama lo," ujar Hero dengan santai. Mendengar itu Veline terkikik. "Haha .…" "Kenapa ketawa?" "Gue baru pertama kali digombalin sama lo." "Kenapa? Gak suka? Atau jangan-jangan ... lo lebih suka digombalin sama cowok lain?" Veline cepat-cepat menggeleng. "Suka," ujarnya sambil tersenyum lebar. Ia lalu membalikkan tubuhnya lagi menghadap Hero. "Gue suka kalau lo yang ngegombalin, tapi …." Veline sengaja menghentikan kalimatnya. "Tapi apa?" Hero bertanya, alisnya terangkat penasaran. "Tapi kayaknya gue cewek yang beruntung …." "Karena?" "Karena gue digombalin sama cowok dingin, galak, tukang marah, egois, keras kepala, nyebelin … dan—" "Oh, jadi di mata lo, gue gak ada baiknya sama sekali?" potong Hero, wajahnya terlihat agak kesal. Melihat ekspresi Hero yang seperti itu, Veline pun langsung tertawa, lalu menangkup wajah Hero agar melihat ke arahnya lagi. "Tapi lo lupa banyak hal." "Apa?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 73 : Pulang

    "Alhamdulillah. Ya Allah Gusti, bapak teh sudah nyari kalian ke mana-mana, tapi bapak seneng, akhirnya kalian ketemu juga." Pak Agus begitu bahagia saat Veline dan Hero sudah ditemukan. "Bapak udah gak sedih lagi, kan?" tanya Noval. "Ah, tidak. Pak Agus udah gak sedih lagi," jawab Pak Agus sambil tersenyum. Namun, pandangan Pak Agus kembali tertuju pada Veline yang masih digendong oleh Hero. "Veline, kamu teh kunaon?" "Ka-kaki saya sakit, Pak." "Mau kamu naik ke tandu saja?" tawar Pak Agus. "Gak mau .…" "Biar Veline saya gendong aja, Pak," timpal Hero. "Oh, iya. Ya udah atuh, hati-hati aja, ya, Hero." Mereka semua pun mulai berjalan lagi menuju perkemahan. Di tengah perjalanan, suasana kembali ramai dengan obrolan para siswa. Namun, Leona yang sedari tadi terdiam hanya memperhatikan Hero yang terus menggendong Veline. Alih-alih bahagia karena kedua sahabatnya sudah ditemukan, wajah Leona malah tidak terlihat bahagia. Adrian yang melihat Leona terdiam pun segera b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 74 : Pesan dari Leona

    Veline baru saja tiba di rumah setelah beberapa hari persami di Bandung bersama teman-temannya. Matahari sore sudah mulai menyapa hangat. Begitu membuka pintu rumah, aroma khas rumah yang sudah lama ia rindukan langsung menyergap. Di ruang tamu, Amanda, ibu mertuanya, tengah duduk santai di sofa sambil menonton acara favoritnya di televisi. "Kamu sudah pulang?" Amanda menoleh sambil tersenyum tipis. "Iya, Ma," jawab Veline sambil meletakkan ranselnya di lantai. Ia mengusap peluh di dahinya, tubuhnya terasa remuk setelah perjalanan panjang. "Bagaimana persaminya, Sayang?" "Melelahkan," gumam Veline sembari melepas sepatunya. Ia lalu berjalan perlahan menuju sofa. "Tapi seru, kan?" Veline menghela napas. "Iya sih, Ma. Seru juga, tapi capek banget. Lihat, kulit Veline jadi kering." Ia merengut sambil mengelus tangannya. Amanda hanya menggeleng dan tersenyum. "Wajar saja, kan cuacanya juga tak menentu. Nanti kalau sudah perawatan lagi kulitnya akan membaik." "Iya sih, Ma.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 75 : Ulah Veline

    "Seriusan lo? Lo lihat sendiri?" Noval bertanya dengan serius ketika mendengar penuturan Raka. Raka bilang ia melihat Hero dan Veline begitu mesra ketika di bus. "Serius lah, gue lihat sendiri dengan mata kepala gue kalau mereka itu begitu dekat, kayak orang pacaran," imbuh Raka. Sebenarnya, Raka ingin bertanya langsung pada Hero tentang bagaimana hubungannya dengan Veline, tapi sedari tadi ia belum melihat Hero. "Gue juga kayak ada yang aneh sih, akhir-akhir ini bukannya mereka lebih dekat?" ujar Adrian. "Kita harus tanya langsung sama Hero apa sebenarnya hubungannya dengan Veline," saran Noval. Adrian dan Raka mengangguk. Mereka pun kini tengah berada di lapangan yang tak jauh dari kelas mereka, untuk menunggu kedatangan Hero. Setelah beberapa saat menunggu, mereka melihat Hero yang tengah berjalan di koridor sekolah sambil membawa beberapa dokumen di tangannya. "Ro!" teriak Noval. Hero yang sedang bersama teman OSIS-nya pun segera melihat ke arah teman-temannya yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 76 : Booking

    "Ya ampun, Sa, lo ngapain sih ngajak gue ke perpus," keluh Veline sambil melipat tangan di depan dada. Alyssa hanya tersenyum kecil mendengar protes sahabatnya itu. Setelah selesai makan di kantin, ia memang tiba-tiba menyeret Veline ke perpustakaan, padahal Veline sudah berencana tidur di kelas. Maklum, semalaman ia tak bisa tidur dengan nyenyak. "Ya buat belajar lah, Vel. Kita kan udah kelas 12. Bentar lagi ujian, lo nggak boleh leha-leha terus. Harus rajin biar bisa lulus," jawab Alyssa sambil menatap Veline dengan serius. "Hm, males banget, gue, kalo soal belajar." "Ya, makanya lo harus hilangin dulu tuh rasa malasnya." "Iya, iya, deh, Bu Alyssa yang bawel." Mereka berdua pun berjalan menuju perpustakaan, melewati lorong-lorong sekolah yang mulai sepi karena jam istirahat hampir usai. Sesampainya di depan perpustakaan, Alyssa melirik ke arah Veline yang terlihat sedang memegang sebatang coklat. Ia pun langsung menegur sahabatnya. "Vel, kalau ke perpus itu nggak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 77 : Cuma Teman

    Hero menghentikan motornya di depan toko percetakan, tepat di dekat Veline yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Motor sport hitam mengkilap yang ditungganginya terlihat gagah, begitu juga dengan helm full-face hitam yang Hero kenakan membuatnya tampak semakin keren. Sementara itu, Veline berdiri dengan ekspresi sedikit terkejut saat melihat Hero. "Ojek, Mbak?" tawar Hero. "Saya lagi nunggu suami saya, Mas." "Suaminya ke mana, Mbak?" "Gak tahu." "Ya udah, ikut sama saya aja, Mbak." "Boleh deh, kalau gitu." "Emang Mbaknya mau ke mana?" "Ke KUA aja deh, Mas." "KUA? Ngapain ke KUA?" Hero bertanya sambil mengernyitkan dahi, sampai kedua alis tebalnya bertautan. "Mau daftar nikah." "Mau nikah lagi, Mbak?" "Iya." "Sama siapa?" "Sama Mas aja, mau gak?" Sebuah senyuman terukir jelas di wajah Hero. "Ayo, gas!" Veline memukul bahu Hero, mereka berdua pun tertawa bersama sebelum akhirnya Veline memutuskan untuk naik ke motor. Namun, karena motor sport

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17

Bab terbaru

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 108 : Unboxing

    Perkataan Veline jelas membuat tubuh Hero membeku. Lelaki itu tak bergerak sedikit pun, hanya terdiam sambil menatap Veline dengan sorot mata yang terlihat bingung. Pasalnya, ia tak tahu mengapa Veline tiba-tiba berkata seperti itu? Hero juga tak tahu apa kesalahannya yang membuat Veline bisa berkata demikian? Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar di tengah hari, menghantam hingga ke ulu hatinya. Hero tidak pernah sekalipun membayangkan, bahkan dalam mimpinya sekalipun, bahwa kalimat seperti itu akan keluar dari mulut Veline. Ia hanya berpikir, mungkinkah Veline hanya bercanda? Berbagai pertanyaan berputar liar di kepalanya, membuat dadanya terasa sesak. Ia mencoba tetap tenang, meskipun suara hatinya bergemuruh hebat. "Kamu bercanda, kan, Sayang?" "Tidak, aku serius." "Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan? Apa yang membuatmu berkata seperti itu?" selidik Hero, ia segera berdiri menghampiri Veline. Aura dingin sudah terpancar di wajahnya, rahang kokohnya sudah

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 107 : Keputusan Veline

    "Apa? Lo bilang apa barusan?!" Serpihan beling yang ada di tangannya semakin erat Leona genggam, hingga darah mengalir lebih deras dari pergelangan tangannya. "Ngebesar-besarin masalah, gue?" Leona menatap Veline nanar. "Lo pikir gue ngebesar-besarin masalah? Vel, lo bahkan gak tahu apa yang gue rasain selama ini! Lo tahu berapa lama gue bertahan nunggu Hero? Sepuluh tahun, Vel! Sepuluh tahun gue pendam perasaan gue ke dia!" Veline menelan ludah, hatinya mencelos mendengar pernyataan itu, tapi ia segera menegarkan diri. "Gue ngerti, Leona. Tapi rasa suka lo itu gak pernah jadi alasan buat lo ngerebut Hero dari gue! Hero sekarang suami gue, dan gue gak akan pernah melepaskan dia, apa pun yang lo lakuin!" "Lo gak ngerti, Vel! Kalau lo ngerti, lo gak akan ngomong kayak gitu!" Napas Leona tersengal, matanya menatap lurus ke arah Veline dengan pandangan yang sulit diartikan. "Hero itu segalanya buat gue!" lanjut Leona. "Dia adalah alasan gue terus bertahan selama ini. Lo gak tah

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 106 : Keteguhan Veline

    Tepat saat pintu terbuka, mata Leona membulat sempurna. Tubuhnya menegang ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Alih-alih Hero yang sedang ia tunggu sedari tadi, tapi nyatanya bukan. Leona menggenggam ujung bajunya erat-erat, tanpa sadar kuku-kukunya yang panjang menancap ke kulit tangannya sendiri hingga buku-buku jarinya memutih. Tatapan matanya yang semula teduh kini berubah menjadi dingin, bahkan ada rasa kecewa dan juga benci. "Ngapain lo ke sini?" Ia bertanya dengan dingin, suaranya sedikit bergetar menahan emosi. Bukannya menjawab, orang yang ada di depannya hanya tersenyum smirk. Sebuah senyum yang membuat darah Leona berdesir. "Gue cuma ingin mengunjungi rumah sahabat gue," ujar Veline dengan santai, tapi tatapan matanya begitu tajam seperti seekor serigala yang hendak memangsa mangsanya. Saat melihat notifikasi di ponsel Hero beberapa waktu lalu, Veline sempat tertegun ketika melihat pesan itu dari Leona. Karena penasaran, ia pun langsung melihat p

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 105 : Tempat Peristirahatan

    Langit berwarna kelabu menggantung di atas sana. Angin sepoi-sepoi menerpa pepohonan, sampai membuat daun-daun berguguran, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan wangi bunga tabur. Di bawah sebuah pohon rindang, Veline berdiri di depan makam ayahnya, dengan seikat bunga mawar putih. Perlahan, Veline berlutut, meletakkan bunga di atas gundukan tanah yang telah lama menjadi tempat peristirahatan terakhir ayahnya. Tangannya gemetar saat ia merapikan bunga-bunga itu agar terlihat rapi. Di sisi lain, Hero sedang membersihkan makam ibunda Veline. Tangannya cekatan mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar batu nisan, lalu ia menaburkan bunga-bunga di atasnya. Setelah semuanya selesai, Veline menyeka peluh di dahinya. Ia memandang batu nisan ayahnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan—ada kerinduan, kesedihan, dan harapan yang bercampur menjadi satu. Tangannya terulur, menyentuh permukaan dingin batu nisan itu. Jari-jarinya menelusuri nama ayahnya yang terukir di

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 104 : Ujian Akhir

    Beberapa bulan telah berlalu, dan seluruh siswa kelas 12 akhirnya menyelesaikan ujian nasional mereka. Hari-hari panjang yang penuh tekanan, belajar hingga larut malam, dan berlatih soal demi soal kini telah usai. Namun, meskipun perjuangan mereka di ruang ujian sudah selesai, perjalanan mereka masih belum berakhir di sini. Bagi sebagian siswa, ini adalah awal dari babak baru untuk mengejar mimpi mereka, baik itu melanjutkan pendidikan ke universitas impian, mengikuti pelatihan kejuruan, atau bahkan memulai karier lebih awal. Sementara itu, ada juga yang masih bimbang dengan arah yang akan mereka ambil setelah ini. Sekolah yang biasanya dipenuhi suara riuh kini terasa lebih sunyi. Ruang-ruang kelas tampak lengang, meja dan kursi tertata rapi seperti menanti penghuninya kembali. Sementara seorang lelaki tengah berjalan sendirian menuju kantin, langkahnya terus diiringi dengan berbagai hal dalam benaknya. Ujian yang baru saja selesai terasa seperti beban berat yang terangkat. N

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 103 : Bekas Gudang

    "Anjir! Mata gue ternodai," seru Noval kaget. Sontak Veline dan Hero saling menjauh karena kaget juga. Veline langsung terduduk di sofa, wajahnya merah padam karena malu. Sementara Hero masih terlihat santai, kini ia pun duduk di samping Veline dengan wajah masam. "Lo semua gak bisa ketuk pintu dulu apa?" ujar Hero kesal. "Lah, buat apa, anjir? Biasanya juga kita langsung masuk," kilah Noval. Sementara Raka hanya menaruh kantong kresek ke atas meja. "Itu apa?" tanya Veline, sambil menunjuk ke kantong kresek tersebut. "Nasi Padang," jawab Raka, yang langsung membongkar isi di dalam kresek itu. "Cuma beli dua doang?" "Enggak kok, beli banyak." Tangan Raka masih sibuk mengeluarkan bungkus makanan itu satu per satu. "Oh." Raka meluruskan tubuhnya dulu sebelum berkata, "Gue ambil piring dulu." Ia lalu berjalan ke arah dapur. "Ikut, deh." Noval buru-buru mengekor di belakang Raka. "Gue gak mau jadi obat nyamuk di sini." Sebelum pergi, ia menepuk pelan bahu The

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 102 : Cinta Tak Terbalas

    Dua pria itu kini sudah berdara di balkon yang ada di basecamp, Hero berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaket, pandangannya terpaku pada langit malam yang gelap. Sementara itu, Adrian bersandar pada pagar balkon, matanya menatap kendaraan yang masih ramai berlalu lalang di jalanan yang ada di bawah mereka. "Jadi ... Leona udah tahu dari dulu tentang pernikahan gue sama Veline?" Hero menghela napas panjang, matanya tetap terpaku pada gedung-gedung tinggi di kejauhan. Ketika Adrian memberitahu Hero bahwa Leona sebenarnya sudah mengetahui tentang pernikahannya dengan Veline sudah lama, Hero pun merasa kaget. Pasalnya, selama ini sikap Leona seakan biasa-biasa saja. Adrian juga menjelaskan bahwa waktu itu, Leona mengetahui pernikahan mereka tepat ketika mendengar pertengkaran Hero dan Veline di dalam kelas. Dari pertengkaran itu, Leona mendengar semua hal yang diucapkan oleh mereka. Meskipun Leona sudah mengetahui segalanya, ia berpura-pura tidak tahu dan be

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 101 : Berhenti Berharap

    Langit malam ini begitu gelap. Namun, gelapnya malam ini terlihat begitu indah saat berbagai bintang menghiasi langit. Gedung-gedung tinggi berdiri megah, dikelilingi lampu-lampu yang berkelip seperti berlian. Udara malam ini memang begitu dingin, tapi dinginnya tak mampu membuat dua insan yang berdiri di atas jembatan tak urung pergi. Hanya sebuah pagar jembatan yang kini mampu menopang tubuh Leona, ia bersandar di sana, seakan hanya itu yang ia miliki untuk bersandar saat ini. Pemandangan dari atas jembatan terlihat begitu cantik, ia dapat melihat kendaraan yang berlalu lalang di bawah. Sesekali ia menyesap soda dari kaleng yang ada di tangannya. Sementara itu, seorang lelaki tengah berdiri di sampingnya. Ia juga tengah termenung memikirkan sesuatu yang ada dalam benaknya. Adrian menyanggah tubuh, menggenggam pembatas jembatan dengan erat sambil memcoba menghela napas dalam sebelum berkata, "Gue lihat malam ini, lo nggak baik-baik saja." Mendengar perkataan itu, Leon

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 100 : Tahun Baru

    Hero yang sedari tadi duduk diam sambil menatap buku di tangannya, akhirnya berkata, "Kita mau mulai belajar kapan?" "Ah, sekarang aja, Ro. Ngapain nunggu tahun depan, kelamaan," sahut Raka. Tentu saja, hal itu mendapatkan cibiran dari Noval. "Anjir, tahun depan tinggal beberapa jam lagi, pea! Lagian, ngapain sih kita harus belajar di tahun baru? Yang ada, tuh, ya, yang lain pada asyik tahun baruan. Lah, kita? Masa belajar." Adrian yang mendengar ocehan Noval langsung meremas sebuah tisu dan memasukannya ke mulut lelaki itu. "Anjir!" Noval gegas membuang tisu yang ada di mulutnya. "Somplak, lo!" hardiknya kesal, menatap ke arah Adrian dengan tajam. Helaan napas Hero terdengar berat ketika melihat temannya selalu saja bertengkar. "Ya udah, mau mulai dari pelajaran apa dulu?" Raka yang duduk santai dengan tangan disandarkan di belakang kepala, menyahut tanpa terburu-buru. "Yang gampang-gampang dulu aja, Ro. Jangan yang bikin pusing kepala." "Yang gampang gimana maksudnya?"

DMCA.com Protection Status