Aku tiba-tiba berada di tengah-tengah hutan yang dipenuhi kabut. Dingin sekali rasanya. Aku tidak tahu berada di mana. Tangan arwah Aksana masih memegang tanganku dengan kuat. Aku mencoba berontak.
“Tolong lepasin aku, biarin aku kembali ke tubuhku,” pintaku padanya.“Tidak bisa, kau harus ikut aku,” pintanya.“Aku belum mau mati, aku masih ingin hidup,” pintaku padanya.“Aku tak bisa berbuat apa-apa, karena aku diutus oleh nama yang tak bisa kusebut kepada orang tuamu untuk menjadikan orang tuamu kaya dan sekarang aku harus membawamu ke dia,” ucap arwah Aksana.Aku kaget mendengarnya.“Maksudmu?” tanyaku.“Kau sudah dipersembahkan kedua orang tuamu kepadanya,” jawab arwah Aksana.“Orang tuaku menumbalkan aku?” ucapku tak percaya.“Secara tidak langsung begitu. Sejak orang tuamu menggunakan ilmu itu untuk kekayaan, otomatis kau yang akan ditumbalkan dan akan aku serahkan kepadanya,” ucap arwah Aksana.“Aku mau dis“Iya, tapi kamu tenang saja. Aku suka kamu, kamu akan jadi istriku jika Tuanku tidak ingin menjadikanmu istrinya,” jawan arwah Aksana.“Apa mereka yang dijadikan budak itu karena menggunakan ilmu kekayaan itu?” tanyaku lagi memastikan.“Iya, dan sebagian adalah mereka yang tidak berdosa. Mereka yang ditumbalkan seperti dirimu. Dan bukan hanya mereka yang menginginkan kekayaan saja, tapi semuanya, yang meminta bantuan kami untuk kesenangan mereka seperti ilmu pelet, ilmu kesaktian dan lainnya,” jawab arwah Aksana.Aku diam dan tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Aku tak menyangka kalau nasibku akan seperti ini.“Cepatlah! Tuanku sudah menunggumu!” pinta arwah Aksana padaku.Lalu dengan langkah lemah, kuikuti arwah Aksana. Tiba-tiba aku menyesali segala perbuatanku selama ini. Aku menyesal telah jauh dari Tuhan. Aku menyesal telah malukan perbuatan yang dilanggar Tuhan. Sekarang aku tak bisa berdoa lagi. Aku lupa semuanya karena dosa-dosaku sen
Aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Aku terpaksa mengabaikan permintaan tolong mereka yang terdengar memilukan itu. Akhirnya kami masuk ke dalam gua yang paling dalam. Di sana kulihat di dalamnya seperti isi rumah pada zaman dahulu. Di sana ada sofa dan pernak-pernik yang terbuat dari tembaga dan emas. Lalu aku melihat sebuah lubang yang menganga dipenuhi cahaya, seolah pintu rumah yang menghampar pemandangan luas di bawah sana. Aku seakan berada di atas pesawat melihat pemandangan di luar lubang itu. Ternyata keberadaanku sudah sangat tinggi. Kami seperti berada di atas gunung. “Kita di mana?” tanyaku. “Di atas sebuah gunung,” jawab arwah Aksana. “Gunung apa?” tanyaku. “Kau tak perlu tahu,” jawab arwah Aksana. Lalu kulihat di bawah sana ada sosok perempuan yang memiliki dua sayap seperti kupu-kupu yang terbang di atas pepohonan dan tubuhnya sangat kecil.
Tak lama kemudian, kulihat para peri beterbangan dengan panik. Aku tak tahu apa yang sudah terjadi. Mereka beterbangan menuju atas. Sesaat kemudian arwah Aksana datang dengan wujud manusia dengan kaki yang terluka tertusuk anak panah. Aku terkejut melihatnya.“Kau kenapa?” tanyaku penasaran.“Kita harus segera pergi dari sini, mereka sudah hampir sampai ke sini, kita harus masuk ke gerbang istana. Kalau tidak mereka akan membunuh kita,” pinta arwah Aksana padaku.“Mereka siapa?” tanyaku.“Musuh bangsa kami. Mereka sedang memerangi kami dan ingin merebut kerajaan kami. Ayo kita pergi.” Pinta Aksana.Akupun bergegas mengikuti arwah Aksana keluar dari gua. Saat hendak keluar gua, kulihat para arwah yang dirantai sudah tidak ada di sana.“Kemana mereka?” tanyaku pada Aksana dengan heran.“Mereka sudah dibawa oleh pasukan menuju gerbang istana,&rd
“Bawa dia ke dalam lalu hantarkan dia ke dunianya,” pinta lelaki penunggang tadi pada kedua lelaki berjubah yang barus datang itu.Setelahnya, lelaki penunggang burung itu kembali terbang bersama burungnya. Lalu aku dibawa menuju air terjun.“Aku mau dibawa kemana?” tanyaku.“Jangan takut, kami akan mengembalikanmu ke duniamu, karena kau masih hidup,” ucapnya padaku. Aku pun mengangguk lalu mengikuti langkah mereka menuju barisan arwah manusia yang mengantri memasuki air terjun itu.Aku dan para arwah manusia lainnya itu pun memasuki air terjun itu. Dapat kurasakan derasnya air berjatuhan ke tubuhku. Dingin air terjun itu pun bisa kurasakan. Akhirnya kamu memasuki lorong gua yang diterangi oleh cahaya-cahaya yang beterbangan seperti kunang-kunang. Namun cahaya-cahayanya itu cukup besar. Lalu tibalah kami ke dalam rongga gua yang cukup besar berdinding bebatuan hitam. Di ujung sana kulihat lelaki berjubah putih
“Siapa kamu?” tanyaku.“Aku yang menjaga Mas Bimomu,” ucapnya.“Pergi kamu dari dia, jangan ganggu dia lagi,” ucapku.Perempuan yang berpakaian pengantin itu tertawa padaku. Lalu entah kenapa, tangan kananku tiba-tiba seperti kesemutan, lalu tiba-tiba saja tangan kananku bergerak dan kuarahkan ke arwah yang berpakaian pengantin itu. Perempuan itu menjerit.“Tolong! Jangan lakukan itu! Berhenti!” teriaknya.Aku masih tak percaya akan apa yang aku lakukan. Telapak tanganku terbuka dan masih mengarah pada perempuan itu. Di telapak tanganku kurasakan seperti ada getaran yang keluar darinya. Tak lama kemudian arwah perempuan itu seperti tersedot ke arah dinding lalu dia menghilang. Tak lama kemudian tanganku lemas kembali. Lalu dengan tak percaya kuperhatikan tanganku yang tiba-tiba saja memunculkan kekuatan itu. Kenapa ini bisa terjadi? Apa gara-gara aku pergi ke dunia lain itu? Atau g
“Mas udah bilang ke Ayah dan Ibu. Mereka shock mendengarnya, tapi mereka sudah membuang batu yang mereka miliki yang diberikan seorang dukun pada mereka,” ucap Mas Bimo lagi.“Sudah dibuang?”“Iya, mereka membuangnya ke lautan, katanya jika dibuang kelautan itu artinya ilmu itu sudah dikembalikan ke yang memberinya,” jawab Mas Bimo.Aku lega mendengarnya. Tiba-tiba aku teringat akan Papah Mamahku.“Dimana papah sama mamah?” tanyaku.“Mereka juga sudah membuangnya ke lautan berbarengan sama papa dan mama. Ternyata kedua orang tua kita itu teman lama. Mereka sama-sama datang ke dukun yang sama.”Aku terkejut mendengar itu, darimana kedua orang tuaku tahu, apa kemarin aku juga bilang kepada mereka. Entahlah, yang penting sekarang aku sudah tenang kalau mereka sudah membuang batu itu, si Ilyas pasti tak akan bisa menemukannya lagi kalau sudah dibuang ke laut.
Dua bulan kemudian. Pernikahanku dengan Mas Bimo sebentar lagi akan dilangsungkan. Tapi ada kabar buruk yang datang sebelum pernikahan kami. Mendadak perusahaan papah dan ayah Mas Bimo bangkrut. Banyak penanam saham yang menarik sahamnya dari perusahan papah dan ayah Mas Bimo. Papah dan Mamah sangat sedih menghadapi itu, begitupun dengan kedua orang tua Mas Bimo. Aku yakin itu semua karena mereka telah melepas ilmu yang mereka lalukan dulu untuk kekayaan. Kini semua harta dan segala yang didapat dari bekerjasama dengan setan itu telah lenyap. Papa dan Mamah terpaksa membeli rumah sederhana di daerah Lebak Bulus. Kedua orang tua Mas Bimo pun sama. Mereka memilih tingga di rumah sederhana yang berdekatan dengan rumah kedua orang tuaku. Dan pernikahan aku dan Mas Bimo pun berlangsung sederhana di sana.Setelah kami selesai menikah, Mas Bimo kembali membawaku ke Sentul. Kembali ke rumah lamanya dulu yang belum dijualnya. Sementara rumahku yang lebih dulu kujual sudah ditempat
“Kenapa, Indah?” tanya Mas Bimo padaku.“Rangga?” ucapku.Rangga tersenyum padaku.“Iya, Indah. Sorry, tadi aku sengaja ngetuk rumah buat minta tolong sama Mas Bimo nembak burung itu,” ucap Rangga.Aku langsung menarik tangan Mas Bimo dan mengajaknya ke dalam. Ketika kami sudah tiba di dalam rumah, Mas Bimo heran.“Kenapa?”“Jangan deket-deket dia, dia itu psikopat,” pintaku pada Mas Bimo.Mas Bimo tertawa.“Kata Siapa?”“Aku udah tahu semuanya, Mas. Keluarganya itu gunain ilmu kekayaan gitu. Dan Nayara jadi inceranya selama ini,” jelasku pada Mas Bimo.“Kalo dia mau bunuh Nayara, kenapa Nayara udah jadi istrinya sekarang? Dia pindah ke sini, di depan rumah kita sama Nayara,” ucap Mas Bimo.Aku terbelalak mendengarnya.“Rangga sama Nayara udah nikah?&rd