"Perasaan gue sudah pergi jauh, tapi kenapa dari sekian ribu orang di muka bumi ini, gue mesti ketemunya elo lagi elo lagi!"
"Idih, pede banget gue mau ketemu situ, mimpi lo ketinggian, Li."
"Ck, ngapain sih lo di disi?"
"Li, berhenti ngoceh sebentar bisa? Gue masih ingin berbincang dengan Ellea," memberi kode untuk Ale diam dengan menempelkan telapak tangannya di mulut Ale, yang sedari tadi tidak berhenti bicara.
"El, gimana kabar kamu?"
"Nggak usah basa-basi, jelas-jelas lo lihat dengan mata kepala lo sendiri gimana keadaan Ellea sekarang," Ale tidak mengindahkan perkataan orang di sampingnya untuk berdiam diri.
"Tuhan nu gusti! Ellea, kenapa bisa-bisanya kamu tahan tinggal bareng sama manusia jadi-jadian ini, sih." Sosok tersebut merasa frustasi menghadapi keceriwisan Ale, yang menurutnya tidak berubah dari jaman sekolah dulu. Malah tingkat keceriwisannya meningkat dan itu sangat menyebalkan baginya.
Esta, teman sekelas Ale
"Jadi lo kerja di sini?" Esta mengangguk membenarkan, dia tidak menyangka jika mantan teman sekelasnya ini akan datang ke tempatnya bekerja. Perasaan Esta tidak memberi alamat tempat kerjanya pada siapapun, termasuk Ale. "Gue nggak mau basa-basi Es, sorry bukan maksud gue ngerendahin pekerjaan lo tapi ini demi masa depan lo. Gimana kalau lo ikut gue, kebetulan ada posisi di kantor dan gue yakin lo sangat menguasai bidang ini." "Gue gak yakin bisa Li, lo tahu kalau gue nggak ada pengalaman untuk itu." "Pasti bisa, ini pekerjaan bisa lo kerjakan di mana pun dan kapanpun, jadi lo juga bisa kembali kuliah dan mewujudkan cita-cita lo yang tertunda untuk menjadi seorang dokter. Tolong pikirkan betul-betul tawaran gue." Esta ingin namun masih bimbang. Apalagi ini kesempatan bagus agar dia bisa melanjutkan kembali pendidikannya. Menjadi seorang dokter seperti yang sudah Esta impikan
"Ellea Pramadisti!" Suasana aula yang semula hening berubah menjadi riuh, sesaat setelah nama Ellea dipanggil. Suara sorak-sorai seketika memenuhi ruangan tempat terselenggaranya acara wisuda yang diadakan oleh pihak kampus, dimana Ellea mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Ucapan selamat terdengar saling bersahutan antara satu dan yang lainnya, semua tertuju pada satu nama yaitu Ellea, sang primadona kampus yang berhasil meraih nilai tertinggi dari seluruh mahasiswa angkatannya. Suara gaduh pun tak terelakkan lagi, kala gadis yang sudah beranjak dewasa itu, perlahan melangkahkan kaki jenjangnya menuju podium. Parasnya yang ayu, berikut pakaian kebaya modern yang melekat pas ditubuhnya manjadi salah satu penunjang atas eloknya penampilan Ellea siang ini. Seluruh pasang mata seakan terpana melihat wujud nyata dari sang peraih gelar cumlaude tahun ini. Dengan langkah pasti, serta seulas senyum tipis ya
"Aku juga setuju kalau kamu lanjut kuliah lagi, El." "Dasar kepala batu, kagak bisa banget nurut sama kami yang lebih tua." "Apa salahnya kalau aku kerja, Kak!" "Salah, karena lo bekerja untuk orang lain. Sedangkan gue sudah mempersiapkan lo tempat di perusahaan nantinya setelah lo lulus S2." "Kak Al," rengek Ellea pada Ale. "No, El," Ale menggeleng tegas, " jangan tunjukkan wajah memelasmu lagi. Gue akan tetap pada keputusan ini." "Aku nggak mau lanjut kuliah Kak," kekeh Ellea yang juga tetap pada pendiriannya. "Bodo amat, yang jelas lo harus lanjut kuliah lagi. Lo harus punya bekal yang cukup El, karena dunia kerja tidak semudah yang lo bayangkan." "Yang dikatakan Ali benar, El, apalagi kamu perempuan. Setidaknya dengan latar pendidikan yang kamu punya, kecil kemungkinan jika nantinya ada orang yang berusaha untuk menjat
"Dari mana saja sih baru balik, perasaan sejak belum selesai acara lo sudah pamit undur diri." "Ada urusan penting." "Sepenting apa? Sampai lo bela-belain menolak ajakan para senior untuk makan siang bersama." "Penting bangat, sudahlah yang penting gue sudah kembali." "Nanti malam mereka juga ngundang kita party, datang yuk itung-itung bersenang-senang sebelum balik ke Surabaya." "Lo aja deh, gue mau istirahat Dim, capek banget rasanya." "Lo mah gak asik banget Lang, mumpung masih di sini juga." Tidak menyahuti perkataan temannya, Elang memilih untuk segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Pikirannya masih tertuju pada adik semata wayangnya, Ellea. Akhirnya setelah pertemuan satu bulan lalu yang secara tidak sengaja Elang menjumpai Ellea berada di kampus di mana Elang melakukan tugasnya sebagai dosen pengganti di salah satu universitas tersohor di kota Bandung tempat Ellea berkuliah. Hari ini, tepatnya saat acara wisuda yan
Posesif Sementara Ellea, sejak dirinya mendapati kedekatan antara Ale dan Esta yang semakin dekat merasa khawatir jika keduanya benar-benar akan bertindak di luar batas. Tidak ingin melihat kedekatan Ale dan Esta yang terlewat intens, Ellea menjadi posesif terhadap keduanya. Hal itu membuat Ale sebal dengan tinggkah Ellea yang menurutnya terlalu berlebihan, sebab setiap tindak tanduknya selalu diawasi oleh gadis yang sekarang sudah resmi menjadi mahasiswa pasca sarjana di tempatnya kuliah dulu. Pada akhirnya Ellea menerima tawaran pihak kampus yang bersedia memberi beasiswa penuh untuk yang kedua kali, lagi, Ellea bisa berkuliah tanpa pusing memikirkan soalan biaya. Walaupun tanpa beasiswa itu, Ale sudah sangat mampu untuk membiayai semuanya. Tapi Ellea menolak sebab sudah cukup dengan dia menggantungkan hidupnya secara cuma-cuma, dan tidak untuk biaya pendidikannya. "El, lo rusuh banget sumpah!" Prote
CEO Tiga bulan berlalu setelah Ellea mengetahui fakta yang sempat dirahasiakan oleh Ale darinya. Ellea merasa biasa saja dan tidak menunjukkan ekspresi apapun. Ale sempat takut jika Ellea tidak bisa mengendalikan emosinya namun ketakutannya tidak menjadi kenyataan. Ale lega dan bisa sedikit tenang karena Ellea sudah tidak seperti dulu jika mendengar nama dari bagian masa lalunya. Tapi siapa yang tahu jika sesungguhnya Ellea masih memendam rasa traumanya seorang diri. Ellea menanyakan pada Ale dimana Elang tinggal, karena setahu Ellea tidak ada sanak keluarganya yang tinggal di kota ini. Lalu jika Elang bisa sampai di sini, bisa dipastikan jika itu bukan urusan keluarga, melainkan urusan yang lain. Dan Ellea pun tidak yakin jika itu menyangkut tentang dirinya. Untuk apa? Karena Ellea sendiri merasa dirinya tidak seberharga itu untuk dicari-cari keberadaannya. Lalu Ale menceritakan padanya jika Elang merupakan dosen tamu
"Nggak ada yang lucu Es, pergi sana! gue nggak butuh bantuan lo." "Yakin gak butuh bantuan gue? Oke deh gue balik kalau gitu, selamat beristirahat Bapak CEO yang terhormat." Hanya sampai ujung pintu, gerakan tangan Esta yang akan menggapai handle terhenti kala mendengar seruan dari Ale bernada sebuah ancaman. Esta berbalik dan mengurungkan niatnya untuk pergi. "Gini nih, kalau orang sudah kelebihan uang, ngancamnya gak main-main. Apa dayaku yang rakyat jelata ini," gerutu Esta, mau tidak mau dia harus kembali menghampiri sahabatnya yang masih berbaring di atas brangkar. Dengan seorang perempuan yang keadaannya jauh lebih mengenaskan dari Ale sendiri. Bagaimana bisa Ale yang tidak ada luka sedikitpun tergeletak tak berdaya di atas brangkar UGD, sementara perempuan di sampingnya dengan kondisi cukup parah duduk menungguinya yang tidak sadarkan diri. Benar-benar definisi tersangka yang membagongkan. Esta terkejut bukan main ketika tiba-tiba ada yang meng
"Lagi? Bukanya tiga bulan yang lalu Kakak juga dari sana?" "Ini sudah jadi tugasku sebagai dosen, Zi, mau tidak mau, suka tidak suka aku memang harus berangkat. Apalagi ini awal aku mulai meniti karir, jadi aku akan melakukan tugasku dengan sebaik mungkin." "Kenapa tidak terima saja tawaran papa, seenggaknya Kakak tidak perlu bersusah payah memulai semua dari awal." "Dan menjadi bahan omongan orang sekantor? Karena telah melakukan nepotisme kedudukan! Maaf Zi, aku bukan orang seperti itu." "Apa salahnya sih Kak, lagian juga ...." "Stop Zi, tolong hargai keputusan yang sudah kubuat." Elang dibuat kesal dengan gadis dihadapannya ini, Zia, sosok gadis pemaksa yang sialnya sudah menyandang status sebagai tunangannya. Itu juga dari hasil memaksa dari kedua belah pihak keluarga, Elang bisa apa selain menuruti kemauan keluarganya yang meninta dia menerima Zia
"Non Ellea kami di suruh Tuan Abraham untuk membantu Nona berkemas." Dua pelayan memasuki kamar Ellea dengan menyeret satu koper berukuran sedang."Memang saya mau di suruh kemana?" tanya Ellea yang dibalas gelengan kepala oleh dua pelayan tersebut.'Apa Pria tua itu sungguh-sungguh ingin mengirimku ke Bandung? Dan kembali bersama Kak Ale?' Ellea menduga-duga.'Ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimana mungkin pria itu bisa bertindak semaunya seperti ini kepada dirinya.'Dan saking penasarannya ia bangkit dari atas tempat tidurnya untuk menemui Abraham langsung. Sayang aksinya itu terhalang oleh bodyguard yang berjaga di depan kamar pribadi Abraham."Ada perlu apa, Nona? Tuan sedang tidak bisa diganggu.""Aku ingin bertemu dan bicara dengannya. Jadi, buka pintu dan biarkan aku masuk.""Maaf Nona, saya hanya menjalankan perintah dari Tuan jika tidak ada yang boleh masuk ke kamar beliau.""Tapi aku calon istrinya, bukan orang lain lagi bagi Tuanmu itu!" Ellea tetap kekeh dan berusaha membuka
Tiga jari menjelang hari pernikahannya tanpa alasan yang jelas Abraham tiba-tiba membatalkan niatannya untuk menikahi Ellea. Hal itu membuat Ellea berang, entah apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh Ellea sekaligus pria tua itu. Yang awalnya Abraham bernapsu sekali ingin sesegera mungkin menikahi Ellea, tapi mendekati hari H Abraham justru membatalkan niatannya. Pun dengan Ellea yang semula menolak keras bahkan sampai pada insiden kabur dari rumah, lalu diselamatkan oleh Alano dan berakhir dirinya yang tertangkap oleh anak buah Abraham. Namun kini tidak ada yang tahu akan rencana apa yang ada di kepala Ellea. Keadaan seolah terbalik bahwa kini justru Ellea lah yang begitu ingin segera dinikahi oleh pria tua julukannya.Di saat Ale dan Esta yang mendapat kabar itu merasa senang bukan main tapi tidak bagi Ellea. Gadis itu terlihat tidak suka dengan keputusan Abraham yang menurutnya tidak masuk akal olehnya.Bahkan Abraham t
Sementara di lantai dasar sebuah butik yang didatangi oleh Ellea, dua wanita yang masih tidak menyangka jika Ellea mampu mendapatkan keistinewaan dari pria tua yang sialnya terlihat begitu memuja Ellea. Keduanya jelas merasa iri, karena sampai kapan pun keduanya tidak akan pernah bisa mendapatkan perlakuan seperti yang Ellea dapatkan."Kak, jangan diam saja lah. Kita juga ingin menemui desainernya langsung seperti jalang kecil itu.""Tutup mulut sialanmu itu, Zia! Kau, segera selesaikan urusanmu di sini karena waktuku terbuang sia-sia demi untuk menuruti kemauanmu yang tidak penting ini.""Kenapa kamu marah? Bukan kah apa yang aku ucapkan itu kenyataanya, Kak. Buktinya adik kesayangan Kakak itu berbuat seperti itu, 'kan? Apa masih kurang jelas apa yang terlihat saat ini?"Tidak ingin meladeni bualan Zia, Elang memutuskan untuk kembali ke tempat semula dan disusul juga dengan Alano. Menun
"Apa bos premanmu sedang tidak di tempat?""Bu Didi ada di ruangnya, Tuan."Tanpa membalas ucapan si pegawai butik, Abraham membawa Ellea memasuki ruangan si pemilik butik. Mengabaikan dua pasang manusia yang masih berdiam diri di tempat. Dan Abraham tentu tidak sebaik itu untuk mengajak serta mereka semua.Dengan lancangnya Abraham sengaja menggunakan lift khusus untuk mengantarkannya ke ruangan yang dituju. Tidak dihiraukan larangan akan pengunjung yang tidak diperbolehkan menggunakan lift pribadi tersebut. Karena hanya sang pemiliknya lah yang punya akses untuk itu. Abraham tidak perduli, dia hanya ingin secepatnya sampai dan menemui desainer preman yang sialnya sangat terkenal itu.Ini kali pertama seorang Abraham menemui seseorang, sebab biasanya Abraham lah yang memungkinkan untuk ditemui bukan menemui. Siapa lagi kalau bukan Ellea yang perlahan tapi pasti dapat merobohkan dinding keangkuhan seorang
"Apa itu artinya kau akan menunda pernikahan lagi, Pak Tua?" "Dan kenapa jadi kamu yang ngebet ingin saya nikahi, Penggoda Cilik!" balas Abraham. "Tentu saja bukan kah itu juga yang kau tunggu dari delapan tahun yang lalu Pria Tua untuk bisa menikahiku?" Entah apa yang sebenarnya direncanakan oleh Ellea, sejak Abraham membatalkan acara pernikahan mereka yang seharusnya dilangsungkan tiga hari yang lalu. Ellea terlihat semakin gencar sekali mendekatkan diri pada sosok Abraham Smith. Pria tua yang sudah sepantasnya menjadi ayah bagi Ellea karena jarak usia mereka yang teramat jauh. "Ah, aku jadi batal pakai gaun rancangan dari Diandra Salim. Kau tahu Pak Tua dia adalah desainer terkenal yang diidolakan setiap wanita." "Jadi kamu ngebet pengen cepat-cepat saya nikahi hanya karena ingin pakai pembungkus badan dari butik wanita preman itu?" "Wanita preman siap
"Kebaikan apa yang dulu aku perbuat, sehingga kedatangan tamu dari pewaris Ryder, juga Hartono Grup." "Berhenti membual Abraham Smith, sebutkan berapa yang kau butuhkan untuk membebaskan Ellea." "Jadi kalian juga mengincarnya? Cukup menarik, rasanya untuk seorang gadis yang sangat banyak peminatnya saya tidak ingin rugi. Karena sudah selapan tahun lamanya saya menanti dirinya. Tapi jika tawaran yang kalian ajukan menguntungkan saya bisa saja menyeragkan gadis itu untuk kalian." Emosi Ale terpatik mendengar itu, tapi berusaha diredamnya. Terlebih dia datang untuk sebuah misi penyelamatan. Salah sedikit akan berakibat fatal, dan, Ale tidak inhin jika Ellea yang akan menanggung akibatnya. "30 persen saham keluarga Ryder." Ucap Ale lantang. Dia tidak memikirkan dampak apa yang akan terjadi dengan keluarga itu, mau hancur pun Ale sudah tidak perduli lagi. Yang terpenting dia bisa menyelama
"Terima kasih." Ucap Ellea tulus. "Silahkan dinikmati nona, maaf jika tidak sesuai dengan selera anda." "Jangan terlalu formal, aku tidak seningrat itu untuk anda panggil nona. Panggil Ellea, hanya Ellea tanpa embel-embel apapun di depannya." "Maaf Nona, saya tidak bisa melakukan itu. Anda calon Nyonya di rumah ini, sudah sepantasnya bagi kami untuk memperlakukan anda dengan sebaik mungkin." "Apa pria tua itu yang menyuruh mu?" "Tidak, dan jangan panggil beliau dengan sebutan itu. Saya tahu mungkin tuan sudah bersikap kurang baik terhadap anda, tapi bagaimana pun beliau tetap tuan kami." "Meski pun orang itu telah berbuat jahat, apa kalian akan tetap membelanya?" Orang itu terdiam mungkin meresapi kata yang diucapkam Ellea, sedangkan Ellea menatap penuh iba sosok wanita yang sudah sepantasnya beristirahat dimasa tuanya. Namun dia masih sibuk mencari
"Makan, El. Kamu pikir dengan mogok makan aku akan langsung membebaskanmu? Jangan mimpi!""Sebenaranya apa mau Kakak? Jika itu uang aku akan berikan itu, berapa pun Kakak minta.""Lebih dari itu, Ellea. Apa kamu sanggup untuk memberikannya padaku?""Katakan!""Aku ingin kejujuran darimu, Ellea. Seperti yang sudah aku katakan sejak awal bertemu, apa dulu pernah terjadi sesuatu antara kita? Sumpah aku benar-benar tersiksa, El. Hidup dengan dihantui rasa bersalah tapi aku sendiri tidak tahu tentang apa itu, yang nampak hanya bayangan wajahmu yang berteriak minta tolong. Sebenarnya apa yang sedang aku alami?""Mungkin otak Kakak yang bermasalah, mending cepat diobati sebelum bertambah parah.""Ya, kamu benar, El. Sudah lama aku berobat dan dari semua dokter yang menanganiku tidak ada satu pun dari mereka yang bisa menyembuhkannya.""Hah! Jadi benar otak Kakak
Setelah mengirim pesan kepada Genta, untuk lebih dulu menuju markas. Ale memilih mengikuti sang ayah pulang. Sesuai permintaannya, dan yang pasti dengan sebuah tujuan. Ale memang tidak dekat dengan sang kakek dulu, karena kesibukannya yang sangat jarang berada di rumah. Hanya sang nenek lah, yang dulu sering menjaga dan menemani Ale kecil saat orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Memilih untuk tetap diam dan menatap manik sayu pria yang sudah teramat ringkih, jauh berbeda sekali saat terakhir Ale melihatnya. Sosok di depannya ini, sudah nampak renta dimakan usia. Rambutnya pun sudah memutih, dengan kulit yang juga mulai mengisut. Hanya satu yang masih melekat pada diri Rustam, yakni tatapan elang yang dimiliki masih mampu membuat lawan bicaranya tak berkutik. "Tidak kah kau rindu dengan laki-laki tua ini, cucuku?" Melihat Ale yang hanya diam, membuat Rustam berinisiatif menyapanya t