Semua orang tahu siapa Resti. Dia adalah preman sekolah. Semua siswa takut kepadanya. Apabila ada Resti pasti mereka memilih jalan lain. Mereka akan menghindari keberadaan Resti dan kedua teman prianya—sebut saja Ucup dan Henri. Keduanya adalah sahabat Resti. Sejak kecil mereka sudah hidup bersama—tepatnya di panti asuhan.
Dengan gaya ala preman, Resti bersandar di tembok lorong sekolah, biasanya ada saja yang lewat ke sana, sebab jalan menuju kelas terkhusus anak IPA hanya satu. Maka dari itu anak-anak IPA akan masuk ke kelas sebelum ada Resti.
Berbeda dengan siswa yang sedang berjalan santai hendak melewati Resti dan kedua temannya. Pria itu bernama Delon—anaknya Pak Amartha yang terkenal kaya raya namun arogan.
Melihat ada mangsa yang sedang berjalan menghampirinya, Resti segera menghadang langkah Delon dengan meloncat dan berdiri di depan pria itu.
"Bayar kalo mau lewat sini!" gertak Resti membuat Delon terhenyak dan mendongak.
Kejadian di masa lalu membuat mereka masih bermusuhan hingga sekarang. Api itu tak pernah padam meski sudah bertahun-tahun lamanya.Saat ini Resti dan Delon saling membelakangi seraya menyilang kan tangan mereka ke depan dada.Sesekali saling mencuri pandang. Menatap tajam nan mematikan.Zain dan Prita yang baru datang awalnya terkejut melihat rumah seperti habis di bom bandir. Barang-barang yang tadinya tertata rapi sekarang tidak ada lagi kata rapi.Foto-foto hingga vas bunga juga ikut berserakan di lantai. Entahlah mereka benar-benar sudah berperang atau hanya bermain saja selayaknya anak bocah.Rambut Delon seperti sudah kena setrum listrik. Wajahnya juga banyak yang bengkak terutama di bagian pipi dan pelipisnya, bahkan hidungnya juga terlihat mengeluarkan darah, meski hanya sedikit.Sementara Resti, wanita itu pun sama. Hidungnya terlihat mengeluarkan darah dan dahinya tampak membiru. Jika di rasa pasti sakit dan ngilu.Zain dan
"Intinya kamu gak usah nerima bantuan dari dia lagi, apalagi sekarang kamu tahu kan ibu sama bapaknya si Zain itu musuh bebuyutan," pesan Resti pada sang anak. Sebetulnya Prita ini adalah anak yang penurut, tetapi entah kenapa semenjak berkawan dengan anaknya si Delon menjadi pembangkang."Bu ... Ibu kan udah bukan anak kecil lagi, udah ngga seharusnya musuh-musuhan. Kita berhak nerima bantuan dari mereka, karena mereka harus tanggung jawab," usul Zain."Udahlah Pri, kamu nurut aja sama ibu, gak usah banyak nyingnyong!""Huft!" Zain hanya bisa menghela napas. Mulai saat ini ia akan secara sembunyi-sembunyi bertemu dengan Prita.***"Kalo bukan Pak Delon, jadi siapa dong?" pikir Prita. Tidak mungkin Delon berbohong."Gue harus cari tahu siapa dalang dari semuanya!"Prita beranjak mengambil kunci motor.Di sisi lain, Liana tampak bahagia melihat kepulangan Delon dengan wajah kusut seperti itu. Ia mengira Delon susah bertengkar he
Wilo berlari tertatih-tatih ke basecamp Parpati. Tubuhnya babak belur di pipi dan yang paling parah rahangnya sampai membengkak."Tolong!""Tolong!" teriak Wilo di depan bascsmp Parpati."Kayak ada yang minta tolong," kata salah satu anak Parpati yang ada di dalam bascsmp. Ia melihat kanan kiri ke setiap sudut ruangan."Kayaknya di luar!" imbuh Nana.Nana mengajak temannya itu untuk memeriksa ke luar. Basecamp memang sedang sepi, karena separuh dari anak-anak Parpati sedang menjenguk Jali."Wah, anak Zaggar!" Nana kaget."Gue bukan anak Zaggar lagi!" imbuh Wilo dengan wajah memelas.Nana dan Mirdad saling memandang. Yang akhirnya mereka berdua membuat keputusan untuk menolong Wilo. Mereka membawa Wilo masuk ke dalam bascsmp."Gue mau dibunuh sama Danu.""Dibunuh? Kok bisa?" tanya Mirdad."Jadi ceritanya ...."Wilo menceritakan apa yang terjadi pada mereka. Dari mulai Danu menuduhnya hingga bern
Deo memutuskan untuk pergi ke rumah Yudi. Ia mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan yang melewati batas maksimum.Seperti nyawanya ada tujuh, Deo benar-benar tidak takut terpanting atau tiba-tiba menabrak kendaraan yang melintas di depannya.Beberapa menit, cowok itu sampai di kediaman Yudi yang nampak sederhana, namun sangat memberi kenyamanan di dalamnya.Tidak seperti rumahnya yang bertingkat tetapi tidak membuat Deo merasa tentram. Yang ada hanya suara bentakan, teriakan dan barang-barang yang di banting.Deo memarkirkan motornya lalu melepas helmnya, ia mencantumkannya ke stang depan.Deo masuk ke beranda rumah Yudi, mengetuk pintunya secara pelan-pelan.Tok! Tok!Beberapa saat, seorang wanita paruh baya membukanya. Wanita yang tampak familiar yang tak lain dan tak bukan adalah ibunda Yudi.Wanita itu tersenyum melihat kedatangan Deo. Tutur bahasanya lembut, logatnya orang sunda, tepatnya Ci Anjur.
"Siapkan orang untuk neror Prita dan ibunya!""Satu lagi, jika ketahuan jangan sebut nama saya! Sebut saja Delon! Kamu mengerti?" final Liana pada orang di sebrang sana.Prita mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ingin rasanya saat ini ia menjambak Liana atau bila perlu mendorong nya dari jendela hingga tewas, tetapi Prita tidak bisa melakukan itu, karena akan berbahaya jika ia di ketahui orang.Liana memutus panggilan nya. Wanita mengambil sisir untuk menyisir rambutnya.Pada saat hendak duduk di depan cermin, kaki Liana tersandung kakinya sendiri, membuat sisir itu jatuh tepat di depan Prita.Prita terperanjat saat melihat sisir itu jatuh di dekat tangannya.Perlahan Liana membungkuk untuk mengambil sisir itu. Ia tidak bisa menjamahnya, dan badannya semakin membungkuk.Prita meneguk salivanya. Ia menggeser sisir itu secara gontai agar mendekati Liana, agar Liana lebih mudah menggapai sisir itu.Namun yang Liana ambil
Keadaan Jali sudah semakin stabil. Cowok itu kini sedang makan bubur—disuapi oleh sang ayah.Farah sudah tertidur pulas di sofa yang sudah tersedia di dalam ruangan Jali. Zain sengaja menempatkan ruangan ini khusus untuk Jali."Bapak gak mau kamu ikut-ikutan geng motor kayak kemarin lagi!" ucap Pak Dafa pada sang putra yang masih belum terlalu pulih."Iya, Pak, Iya. Jali gak ikut-ikutan lagi," balas Jali berusaha untuk tidak membuat sang ayah khawatir. Padahal ia tetap akan bergabung dengan klub Parpati."Bener yah! Awas aja kalo ketahuan. Bukan apa-apa Jal, bapak cuma khawatir," ungkap Pak Dafa pada sang putra."Iya, Pak. Bapak tenang aja," tukas Jali sambil melebarkan senyumnya.Atensi mata Jali teralihkan pada samg adik bungsunya yang tertidur di sofa."Mending bapak pulang aja, kasihan Farah," ucap Jali. Ia tidak tega melihat Farah tidur tanpa sepotong selimut."Lah kamu gimana? Biar bapak sama Farah nginep lagi di si
Deo terbangun dan memilih posisi duduk. Ia mengusap wajahnya.Prang!"Ini gara-gara kamu, brengsek!" teriak Mela di bawah."Akhhhh!" gerutu Deo yang lagi-lagi mendengar suara teriakan ibunya di bawah sana. Pasti sekarang ayahnya sudah pulang dan ibu mencari-cari kesalahan ayah hingga membuat keributan terjadi.***Anak-anak Parpati menjenguk Jali untuk yang kesekian kalinya ke rumah sakit. Semuanya tampak hadir kecuali Deo.Prita berjalan beriringan bersama Zain dan Joan. Kepala nya tampak di perban membuat orang bertanya-tanya."Kepala lo kenapa, Zai?" tanya Yudi ketika melihat Prita yang baru sampai.Sebelum Prita menjawab pertanyaan dari Yudi, Zain lebih dulu membuka suara."Anak Zaggar yang lakuin itu," sambar Zain mendahului Prita."Anak Zaggar? Zain di serang?""Lebih tepatnya dia di serang dari belakang," tutur Joan."Kurang ajar!" Yudi memukul telapak tangannya sendiri."Kita harus bal
Danu pulang dan nyelonong begitu saja, ia tidak tahu bahwa ada Delon di ruang tamu."Habis dari mana?" tanya Delon membuat langkah Danu terhenti. Danu memutar tubuhnya kembali."Danu habis main, Pah.""Apakah kamu bertemu dengan Zain?" tanya Delon yang mulai berdiri, sebelumnya ia meletakan tehnya ke meja.Mendengar nama itu membuat kekesalan Danu jadi bertambah. Danu tidak suka mendengar nama Zain dan anak-anak Parpati lainnya.Danu mencoba menahan rasa kesalnya. Sebisa mungkin ia menyembunyikan nya dari Delon."Danu tidak bertemu dengan Zain, Pah," sahut Danu berbohong.Delon merogoh kedua saku celananya."Pasti anak itu menemui anaknya Resti lagi," lirih DelonDanu masih berdiri patuh."Danu, besok tolong kamu intai Zain supaya tidak bertemu dengan gadis itu," perintah Delon yang membuat Danu mendongak. Rasa-rasanya ia diperlakukan layaknya pesuruh.Danu mengepal kedua tangannya kuat-kuat.Memangn