Deo memutuskan untuk pergi ke rumah Yudi. Ia mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan yang melewati batas maksimum.
Seperti nyawanya ada tujuh, Deo benar-benar tidak takut terpanting atau tiba-tiba menabrak kendaraan yang melintas di depannya.
Beberapa menit, cowok itu sampai di kediaman Yudi yang nampak sederhana, namun sangat memberi kenyamanan di dalamnya.
Tidak seperti rumahnya yang bertingkat tetapi tidak membuat Deo merasa tentram. Yang ada hanya suara bentakan, teriakan dan barang-barang yang di banting.
Deo memarkirkan motornya lalu melepas helmnya, ia mencantumkannya ke stang depan.
Deo masuk ke beranda rumah Yudi, mengetuk pintunya secara pelan-pelan.
Tok! Tok!
Beberapa saat, seorang wanita paruh baya membukanya. Wanita yang tampak familiar yang tak lain dan tak bukan adalah ibunda Yudi.
Wanita itu tersenyum melihat kedatangan Deo. Tutur bahasanya lembut, logatnya orang sunda, tepatnya Ci Anjur.
"Siapkan orang untuk neror Prita dan ibunya!""Satu lagi, jika ketahuan jangan sebut nama saya! Sebut saja Delon! Kamu mengerti?" final Liana pada orang di sebrang sana.Prita mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ingin rasanya saat ini ia menjambak Liana atau bila perlu mendorong nya dari jendela hingga tewas, tetapi Prita tidak bisa melakukan itu, karena akan berbahaya jika ia di ketahui orang.Liana memutus panggilan nya. Wanita mengambil sisir untuk menyisir rambutnya.Pada saat hendak duduk di depan cermin, kaki Liana tersandung kakinya sendiri, membuat sisir itu jatuh tepat di depan Prita.Prita terperanjat saat melihat sisir itu jatuh di dekat tangannya.Perlahan Liana membungkuk untuk mengambil sisir itu. Ia tidak bisa menjamahnya, dan badannya semakin membungkuk.Prita meneguk salivanya. Ia menggeser sisir itu secara gontai agar mendekati Liana, agar Liana lebih mudah menggapai sisir itu.Namun yang Liana ambil
Keadaan Jali sudah semakin stabil. Cowok itu kini sedang makan bubur—disuapi oleh sang ayah.Farah sudah tertidur pulas di sofa yang sudah tersedia di dalam ruangan Jali. Zain sengaja menempatkan ruangan ini khusus untuk Jali."Bapak gak mau kamu ikut-ikutan geng motor kayak kemarin lagi!" ucap Pak Dafa pada sang putra yang masih belum terlalu pulih."Iya, Pak, Iya. Jali gak ikut-ikutan lagi," balas Jali berusaha untuk tidak membuat sang ayah khawatir. Padahal ia tetap akan bergabung dengan klub Parpati."Bener yah! Awas aja kalo ketahuan. Bukan apa-apa Jal, bapak cuma khawatir," ungkap Pak Dafa pada sang putra."Iya, Pak. Bapak tenang aja," tukas Jali sambil melebarkan senyumnya.Atensi mata Jali teralihkan pada samg adik bungsunya yang tertidur di sofa."Mending bapak pulang aja, kasihan Farah," ucap Jali. Ia tidak tega melihat Farah tidur tanpa sepotong selimut."Lah kamu gimana? Biar bapak sama Farah nginep lagi di si
Deo terbangun dan memilih posisi duduk. Ia mengusap wajahnya.Prang!"Ini gara-gara kamu, brengsek!" teriak Mela di bawah."Akhhhh!" gerutu Deo yang lagi-lagi mendengar suara teriakan ibunya di bawah sana. Pasti sekarang ayahnya sudah pulang dan ibu mencari-cari kesalahan ayah hingga membuat keributan terjadi.***Anak-anak Parpati menjenguk Jali untuk yang kesekian kalinya ke rumah sakit. Semuanya tampak hadir kecuali Deo.Prita berjalan beriringan bersama Zain dan Joan. Kepala nya tampak di perban membuat orang bertanya-tanya."Kepala lo kenapa, Zai?" tanya Yudi ketika melihat Prita yang baru sampai.Sebelum Prita menjawab pertanyaan dari Yudi, Zain lebih dulu membuka suara."Anak Zaggar yang lakuin itu," sambar Zain mendahului Prita."Anak Zaggar? Zain di serang?""Lebih tepatnya dia di serang dari belakang," tutur Joan."Kurang ajar!" Yudi memukul telapak tangannya sendiri."Kita harus bal
Danu pulang dan nyelonong begitu saja, ia tidak tahu bahwa ada Delon di ruang tamu."Habis dari mana?" tanya Delon membuat langkah Danu terhenti. Danu memutar tubuhnya kembali."Danu habis main, Pah.""Apakah kamu bertemu dengan Zain?" tanya Delon yang mulai berdiri, sebelumnya ia meletakan tehnya ke meja.Mendengar nama itu membuat kekesalan Danu jadi bertambah. Danu tidak suka mendengar nama Zain dan anak-anak Parpati lainnya.Danu mencoba menahan rasa kesalnya. Sebisa mungkin ia menyembunyikan nya dari Delon."Danu tidak bertemu dengan Zain, Pah," sahut Danu berbohong.Delon merogoh kedua saku celananya."Pasti anak itu menemui anaknya Resti lagi," lirih DelonDanu masih berdiri patuh."Danu, besok tolong kamu intai Zain supaya tidak bertemu dengan gadis itu," perintah Delon yang membuat Danu mendongak. Rasa-rasanya ia diperlakukan layaknya pesuruh.Danu mengepal kedua tangannya kuat-kuat.Memangn
"Jadi kemarin lusa, Joy ngungkapin sesuatu rahasia yang amat besar!""Apa?" Zain kaget. Ia serius menatap Prita, cukup penasaran juga."Bokap Joy adalah pelaku pembunuhan nyokap lo, tapi–" Kalimat Prita langsung di potong dengan lancang oleh Zain. Pria itu memang hobi memotong pembicaraan Prita.Zain mengembuskan napasnya. Zain kira benar-benar sebuah rahasia. Ternyata hanya itu. Apa yang baru saja Prita ucapkan adalah hal yang sudah Zain ketahui bahkan sudah dari jauh-jauh hari."Kalo itu si gue udah tahu. Om Jeffry yang udah bunuh nyokap gue saat gue masih kecil. Ya udah, ya, gue mau pulang–""Ck, tunggu dulu! Gue belum selesai bicara!" Prita menahan Zain yang hendak pergi. Ia menarik nya dan mendudukkan pria itu kembali."Oke fine, gue dengerin sampe selesai. Kalo ngga penting awas lo!" Zain akhirnya duduk. Tanahnya menahan dagunya di meja memerhatikan Prita selesai berbicara."Dijamin penting. Jadi dalang d
Namanya Cinamon Cixie, biasa dipanggil Cici. Ia adalah sahabat Prita. Prita tahu bagaimana kehidupan Cici, sangat akrab dengan sebuah luka.Dari kecil, tepatnya setelah lima hari Cici lahir, ibu Cici sudah meninggalkan Cici dengan ayahnya.Cici berada di Indonesia bersama dengan sang ayah, sedangkan ibunya ada di Cina.Ibunda Cici menjatuhkan talak pada Glen–ayahnya Cici, alasannya karena Glen tidak bisa membuat hidup Xia menjadi seperti yang diinginkan nya. Bisa dikatakan ekonomi Glen saat itu sedang sulit-sulitnya. Xia tidak bisa menemani Glen di masa sulit itu, terlebih dia baru melahirkan dan kebutuhan pasti akan bertambah.Yang lebih parahnya Xia meninggalkan Glen dan anaknya begitu saja. Wanita itu tidak peduli dengan keadaan Cici yang masih bayi pada saat itu.Sampai akhirnya, Glen bisa membesarkan Cici tanpa Xia sampai sebesar sekarang. Meskipun Xia meninggalkan Cici tanpa sebuah alsan yang jelas, tetapi Cici terus bersemangat i
Zain akan pergi ke basecamp, sebab Jali sudah keluar dari rumah sakit. Katanya anak-anak akan merayakan kepulihan Jali.Ia membawa kendaraan roda duanya dengan santai. Menikmati angin sore memanglah membuat candu. Anginnya sepoi-sepoi, semilir menyentuh kulit di tambah kendaraan sudah mulai renggang. Ya, hanya ada beberapa saja.Saat Zain melewati jalanan sepi, ia melihat mobil yang sedang berhenti, sepertinya mogok.Zain semakin memelankan laju kendaraannya, ia mendelik sepintas pada orang yang tengah berdiri di depan mobilnya. Orang itu sedang menerima telepon. Ternyata pria itu adalah Delon.Delon pun secara refleks melihat ke arah Zain, tetapi pria itu terlihat acuh tak acuh melihat gadis yang tidak disukainya.Zain pun memilih melewatinya saja, ia tidak mau memedulikan sang ayah yang tidak mau memedulikan nya juga.Tetapi Zain teringat kata-kata Prita yang memberi tahukan bahwa pelaku yang telah menghancurkan rumah Resti bukanlah Delon,
Tinggal satu langkah lagi rencana Zeno akan berjalan mulus tanpa kendala apa pun. Hanya satu yang kurang, yaitu sejumlah uang untuk menyewa penculik.Bagaimana Zeno akan berhasil menangkap Zain dan membawanya ke gedung itu jika tidak ada yang membantunya. Ya, Zeno harus membayar beberapa orang untuk membantunya menculik Zain.Dan Zeno akan meminta uang itu dalam jumlah yang sangat banyak kepada Zain. Rasanya unik sekali jika Zain mengetahui bahwasanya Zeno meminta uang untuk membayar orang yang akan menculiknya.Zeno tertawa sendiri seperti orang gila kala memikirkan itu.Saat ini pria itu sedang menunggu kedatangan Zain–sepupunya.Biasanya Zain sudah tiba sebelum jam lima. Akan tetapi, kali ini anak itu lebih sering menghabiskan waktunya di luar.Zeno kembali bermain ponsel seraya menunggu kedatangan Zain.Bi Yem mendelik sinis, tak suka sebenarnya dengan Zeno, sebab yang Bisa Yem tahu Zeno ke mari hanya untuk memanfaatka
Joan melangkah masuk ke bandara. Setalah kejadian pertunangan Zain dan Joy yang gagal, Joan memilih meninggalkan Indonesia bersama kakeknya. Tepatnya Joan akan kuliah di luar negeri. Ia membawa kakeknya sekalian untuk dititipkan di rumah tantenya yang ada di Belanda selama Joan sibuk kuliah.Varos juga akan mendapat perawatan yang lebih baik di sana. Joan sudah menyiapkan semuanya.Joan memilih akan menjalani hidup baru. Keputusannya sudah bulat dan akan dijalankannya."Ayo, Kek," ucap Joan lalu membawa Varos masuk ke dalam pesawat.***Malam ini adalah malam yang berpengaruh bagi nyawa Prita. Sebab saat ini mereka bertiga sudah memegang pistol untuk melenyapkan Prita begitu saja jika Prita tidak menuruti apa yang mereka perintahkan.Seperti yang dikatakan Cici bahwa malam ini bertepatan dengan malam gerhana bulan Merah, malam yang langka bagi Prita dan Zain, namun agaknya akan terlewatkan sia-sia sebab Prita akan segara dileny
Zain menghela napas berat seolah mengeluarkan beban.Merasa gagal, karena belum juga menemukan Prita–ia menangis, menitipkan air matanya di rumah pohon."Seharusnya gue yang diculik! Bukan lo, Pri," kata Zain sembari memandang ke arah rumah tua yang dulu Prita lihat."Kenapa lo yang ngalamin ini?" Zain kembali menunduk dengan air mata yang mulai bercucuran.Tiba-tiba Zain teringat apa yang dulu Prita katakan mengenai Zeno yang akan membunuhnya. Zain teringat dengan kedatangan Misha. Zain mulai mengerti kemana Prita pergi. Mereka telah mengukir Prita."Zeno berniat membunuh lo!" kata Prita waktu itu.Zain bangkit untuk segera mencari keberadaan Zeno di rumahnya. Ia harap Zeno masih ada di sana. Zain akan meminta Zeno memberitahu padanya di mana keberadaan Prita. Zain tidak akan membiarkan Zeno menyakiti Prita.Zain lekas naik ke motornya–motor mewahnya yang ia ambil di pinggir jalan. Motonya yang ditinggalkan Prita begi
Kepergian Danu sudah seminggu lebih, tetapi Liana masih banyak melamun. Liana teringat Danu yang suka mengeluh karena selama ini ia belum mendapatkan apa yang ia mau. Anak itu ingin menjadi pewarisnya Delon, tetapi Delon sama sekali tidak mau membuat Danu menjadi senang. Yang Delon pikirkan hanyalah Zain. Zain si anak haram itu. "Bi, tolong buatkan saya kopi!" seru Delon para pekerja di rumahnya. Mendengar suara Delon, Liana jadi tertegun. Dulu ia pernah berusaha meracuni Delon. Akan tetapi, berhasil digagalkan oleh Zain. Dan sekarang adat kesempatan emas bagi Liana untuk meracuni Delon. Karena tidak ada harapan lagi, Danu sudah tiada, Liana hanya tinggal mengakhiri kisahnya dengan membunuh Delon dan Liana akan berusaha melenyapkan Zain juga dan dengan begitu semua harta dan kekuasaan Delon akan jatuh ke tangan Liana. Liana segera beranjak dari kursi dan secepat kilat menuju dapur. "Biar saya aja, Bi!" cegah Liana pada Bi Ina. "Baik, N
Semua anak-anak Parpati sedang berada di depan ruangan Deo. Mereka dikabari oleh Yudi, sebab ketika Yudi mengunjungi kediaman Deo, pembantuan memberi tahu bahwa Deo masuk ke rumah sakit usai tertusuk pisau."Kita berdoa aja semoga Deo selamat," imbuh Zain."Iya, Zai, lebih baik kita banyak-banyak ini doa supaya Deo segera siuman," tambah Jali yang terlihat paling khawatir.Di sudut kursi, Mela masih mengiringi keadaan Deo dengan tangisannya. Sementara Rino menundukkan kepalanya menunggu dokter keluar.Yudi beranjak menghampiri mereka berdua."Tante, Om," panggil Yudi sehingga mereka mendongak ke arahnya."Saya Yudi, temannya Deo," sapa Yudi memperkenalkan diri.Mela menghapus air matanya dan menerima tangan Yudi dan ingin bersalaman dengannya."Deo, sering ke rumah Yudi. Dia sering curhat masalah kalian," gumam Yudi membuat Rino dan Mela saling memandang satu sama lain."Dia curhat mengenai kami?" tanya Mela.
Cici sedang asik menonton acara. Namun tiba-tiba sang ayah malah memindahkan channel-nya dengan seenaknya. Glen memindahkan channel-nya ke siaran berita. "Ih, ayah! Ganggu aja si!" protes Cici melirik ke sang ayah di sampingnya yang baru duduk. Glen tak menggubris Cici dan tetap melihat ke arah televisi. Pada saat Cici melihat siaran berita itu, Cici kaget saat membaca tulisan di layar tivi mengenai gerhana bulan merah. Glen merasa tidak tertarik dengan beritanya, lalu ia memindahkan nya lagi. Akan tetapi segera Cici cegah. "Eh, tunggu!" tahan Cici. "Hah, nanti akan ada gerhana bulan?" gumam gadis itu di dalam hati. "Gue harus cepet-cepet kasih tahu Prita," ucap Cici. Dan segera bangkit dari duduknya lalu melenggang ke luar memakai sepatu nya. "Eh, kamu mau kemana malam-malam begini?" teriak Glen melihat sang anak dengan tiba-tiba terbirit ke luar. "Mau ke rumah Prita, Yah. Ayah silakan saja tonton beritanya!" s
Joy keluar dengan gaun mewah dan indah. Gadis itu terlihat sangat cantik memakai gaun putih itu.Para tamu terhipnotis dengan aura kecantikan Joy. Mereka bertepuk tangan saat Joy memasuki mimbar dan berdiri di sebelah anaknya Delon.Acara tiup lilin sebentar lagi dan Zain belum juga datang. Prita dibuat cemas, kemana sebetulnya Zain?MC sudah mengatakan agar Prita meniup lilin. Para tamu masih bernyanyi untuknya. Namun Prita tak kunjung meniupnya, ia ingin melihat Zain lebih dulu."Silakan Tuan Muda, tiup lilinnya," ulang MC berseru.Prita hanya bisa menghela napas dan meniup lilin itu. Gemuruh tepuk tangan menghadiahi telinga Prita.Selanjutnya acara potong kue. MC kembali meminta Prita agar memotong kuenya. Tetapi Prita tidak melakukannya, ia meminta Delon agar menunggu seseorang sebenar saja."Pah, kita tunggu teman aku satu lagi yah," ucap Prita berbisik pada telinga Delon."Lho siapa? Memangnya ada teman kamu yang belum sa
Ternyata Zeno membawa Prita ke kediaman Delon. Pria itu sudah menipunya.Prita memerhatikan jalan, ia sudah. Bapak betul jalan ke arah ini ini."Ini kan jalan kerumah bokap?" terka Prita membuat Zeno tersenyum miring.Zeno berpikir sepupunya itu memang benar-benar tidak ingat hari ulang tahunnya. Sesekali Zeno mendelik sepintas, melihat wajah sepupunya yang kecut."Kak, lo bohongin gue yah?" gumam Prita. Namun tak mendapat respon dari Zeno."Kak!" panggil Prita mengguncang sedikit tangan Zeno dari samping. Tidak mungkin juga Zeno berniat jahat saat ini, sebab pakaian Zeno sangatlah rapi."Gue gak bohongin lo! Ini emang hari ulang tahun anaknya Tuan Delon, yaitu lo!" Akhirnya Zeno memberitahu Prita. Sayang sekali padahal jika tidak diberi tahu maka ini akan menjadi suprise bagi Prita."Hah, gue?" Prita menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi wajah terkejut."G–gue ulang tahun?" tanya Prita sekali lagi. Hanya untuk sek
Prita dan Zain sedang duduk-duduk menikmati angin sore, tepatnya di taman yang tak jauh dari bascamp.Prita melirik ke arah Zain yang sedang memandang langit. Ia berkata,"Sorry, ya, gue cuma bisa jadi peringkat ketiga. Apalagi ini pelulusan lo." Prota membuat Zain menurunkan pandangannya dan menoleh padanya."Ya mau gimana lagi," lirih Zain. Sebenarnya ia tak ambil pusing, toh rangking bukan sebuah patokan baginya. Justru skill yang bisa membuktikan bagaimana nanti Zain kedepannya."Oh iya, lo sama gue belum lanjutin yang kemarin," ucap Zain membuka topik baru. Jujur saja Zain ketagihan dengan hal yang terjadi pada waktu itu."Yang kemarin?" Kening Prita berkerut."Yang di rumah pohon itu!" tukas Zain mencoba mengingatkan Prita."Astaga, lo mesum!" sentak Prita segera menjauh dari Zain. Namun Zain sepertinya tidak mau berada jauh dari Prita. Cowok itu menarik Prita hingga posisi mereka benar-benar intim."Lo kan ud
"Kalian pikir gua takut, hah!" Resti memasang badan melarang orang-orang itu masuk ke dalam rumahnya. Resti tidak akan membiarkan mereka merusak rumahnya lagi. Orang-orang yang ada di depannya ini adalah orang-orang yang sama yang merusak rumahnya pada waktu ini. Bedanya jumlah mereka saat ini lebih banyak."Udahlah kita masuk aja, lagian cuma perempuan satu ini masa takut," oceh orang itu.Buk!Resti melayangkan sapu tepat di wajahnya."Mau ngapain kalian ke rumah gue!" sentak Zain tiba-tiba. Ia datang bersama Prita. Prita sudah memberi tahu Zain bahwa mereka adalah orang-orang suruhan Liana."Mereka-mereka ini sebenarnya adalah orang-orang suruhan Liana!" imbuh Prita tajam."Jangan so tau kamu bocah ingusan!" bantah si kepala pelontos. Kulitnya hitam seperti orang Afrika."Gue gak so tau, mending kalian ngaku aja deh!" sergah Prita."Kami ini suruhannya Tuan Delon!" ungkap laki-laki bertubuh besar, pria itu memiliki leh