Prita pulang dengan perasaan gamang, sebab Delon tetap bersikeras akan menjodohkan Zain dengan Joy setelah dirinya lulus dari SMA. Tinggal menghitung Minggu kelas 12 akan melaksanakan ujian akhir, yang artinya sebentar lagi Joy akan bertunangan dengan Zain.
Di sepanjang jalan Prita tetap terdiam dengan pikirannya. Ia tak menggubris Zeno yang entah berbicara apa. Saat ini Prita tak bisa menangkap suara di sekelilingnya.
Prita menghela napas, ia akan menghubungi Zain di ponselnya. Prita mengetik sebuah pesan pada anak itu.
[Zai, gue ada sesuatu yang harus dibicarakan.]
Setelah beberapa saat akhirnya Zain membalasnya.
[Ketemu di tempat biasa, nanti malam gue kabari lagi,] balas Zain.
Prita mengembuskan napas dan menutup ponselnya.
"Kenapa si, Zai?"
Zain mendelik.
"Gue gak apa-apa, Kak."
"Udahlah gak usah terlalu dipikirkan. Masa depan lo masih panjang gak mungkin juga lo bakal langsung nikah sama si Joy," ucap
"Zain tunggu!" teriak Prita, karena Zain terus saja berjalan menjauhi dari Prita. Seharusnya Zain tidak perlu sejarah itu, sebab cowok itu belum sepenuhnya mau mendengarkan penjelasan dari Prita."Zai, lo harus percaya!" teriak Prita untuk yang kesekian kalinya. Ia tidak menyerahkan mengejar langkah Zain sampai akhirnya ia berhasil menghafal pria itu."Gue harus percaya sama lo? Gak!" gertak Zain. Kini wajahnya berdalih ke arah lain. Rasanya tidak sudi harus melihat Prita. Ia benar-benar kesal pada gadis itu, karena sellau menjelek-jelekkan Zeno di depannya. Tentu saja Zain tidak percaya, karena menurutnya dirinyalah yang lebih mengenal siapa Zeno. Prita hanya orang baru yang kebetulan menjadi dekat dengan Zeno. Tidak sepantasnya Prita berkata seperti tadi."Tapi Zai, Zeno itu benar-benar—"Zain mengangkat tangannya di depan Prita agar cewek itu segera berhenti berbicara. Jujur saja Zain sudah muak mendengarnya."Stop! Sekali lagi lo je
Ketika semuanya sedang sibuk berbincang-bincang di ruang tamu. Zain kecil lebih memilih menyendiri di halaman belakang, sibuk dengan pikirannya sendiri.Setelah mendiang ibunya meninggal, Zain memang lebih sering menghabiskan waktu seorang diri. Rasanya ia sudah tidak punya kepercayaan pada siapa pun.Zain melihat layang-layang di atas natabasala sana. Layang-layang itu terbang tinggi. Namun setelah beberapa saat terputus membuatnya jatuh secara perlahan-lahan.Zain menyunggingkan senyuman nya, begitulah hidup, akan ada kalanya di atas—merasa bahagia—berdamai dengan segala keadaan. Dan ada kalanya berada di bawah—dijatuhkan—di tampar oleh kenyataan yang ada.Saat Zain benar-benar terfokus memandang ke depan, seseorang dari belakang secara tiba-tiba membekap mulut Zain dengan tangannya."Hmphh!" ronta Zain.Tubuh Zain langsung dipangku dengan cepat. Zain di masukan ke dalam mobil si pelaku penculikan itu.
NZeno tersentak dan langsung menutup teleponnya. Ia memeriksa sumber suara yang membuat dirinya kaget.Setelah diperiksa tidak ada siapa pun di sana. Akan tetapi ada vas bunga yang telah menjadi pecahan kaca berserakan di lantai.Tak berapa lama seekor kucing berlarian di sekitar ruang tamu.Melihat kucing itu, Zeno jadi bernapas lega."Huft! Gue pikir siapa!" Zeno mengusap dadanya.Ia masuk ke dalam rumah dan duduk kembali dengan sepupunya itu. Zeno melihat Zain sedang asik menonton tivi, itu artinya yang tadi benar-benar kucing."Siapa yang tadi nelepon?" tanya Prita. Untung saja Prita diselamatkan oleh kedatangan seekor kucing di rumah ini. Jadi Zeno tidak akan curiga pada Prita bahwa dirinya sempat menguping saat Zano menerima telepon.Zeno mengalihkan pandangannya ke arah Prita. "Si Pink. Biasalah nanyain gue," jawab Zeno santai.Prita hanya ber oh ria. Ia pura-pura percaya saja. Padahal Prita yakin orang yang ada di
i malam gelap gulita jendela di kamar Prita tiba-tiba terbuka. Terdengar suara angin kencang—menyibak tirai berwarna putih keseluruhan.Prita dalam sekejap langsung terbangun dan menyadari bahwa jendela kamarnya sedang terbuka.Netra Prita beralih pada Jang Beker di sampingnya."Jam dua," kata Prita. Ia beranjak untuk menutup tirai serta jendela kamarnya yang terbuka oleh angin.Pada saat menutup jendela, Prita seperti melihat seseorang di bawah sana."Siapa di bawah?" Suara Prita memanggil orang itu.Set!Pintu kamar Prita tiba-tiba terbuka. Gadis itu secara spontan menoleh ke belakang."Siapa?"Prita berjalan keluar untuk menerima."Kak Zeno?""Bi Yem?"Prita celingak-celinguk, tetapi tidak ada satu batang hidung pun yang nongol.Lagi-lagi Prita dibuat kaget dengan sesosok bayangan hitam yang melintas ke arah dapur."Kak Zeno jangan bercanda!" panggil Prita seraya turun me
Zain sedang memandang ke depan, menyembunyikan wajahnya yang terlihat merah padam. Sebenarnya ia bosan dengan segala hal yang membuat dirinya merasa tidak berguna. Tidak layak untuk hidup di dunia berlama-lama.Prita berjalan sedikit demi sedikit ke arah Zain."Mau masa lalu lo kayak gimana pun, lo gak berhak dicap sebagai manusia rendahan Zai. Semua orang punya kedudukannya di mata Tuhan."Prita berdiri di samping Zain. Pria itu masing enggan menunjukkan wajahnya pada Prita."Gue juga gak minta dilahirkan menjadi anak haram! Gue juga gak minta buat dijadikan pewaris!" sengit Zain berbicara melawan arus angin di hadapannya.Prita menunduk lalu mendongak lagi. Inilah Zain, pria itu sebenarnya telah lama hidup dengan sebuah tekanan.Yang kelihatannya bahagia ternyata tidak selamanya bahagia. Tidak selamanya yang manusia lihat beranggapan 'iya'."Lo tahu siapa yang nyebarin ini?" tanya Prita."Siapa lagi kalo buk
Anak-anak Parpati berkumpul di ruangan di mana Tuan Varos di rawat.Joan sang cucu duduk di sebelah Tuan Varos. Memegang tangan beliau dengan penuh kelembutan.Secara gontai Tuan Varos membuka kelopak matanya."Kakek sudah sadar?" Sebuah senyum terukir dari sudut bibir Joan kala melihat Tuan Varos siuman."Kek, ini Joan? Gimana keadaan kakek? Apa yang kakek rasakan?" tanya Joan beranak-pinak."Aku baik-baik saja cucuku." Bibir Tuan Varos bergetar lirih."Mereka teman-temanku, apa kakek ingat?" tanya Joan untuk sekedar memastikan ingatan beliau, sebab Tuan Varos sudah beranjak usia, bisa saja pikun."Aku ingat, aku masih sadar belum mati." Tuan Varos tertawa."Ada yang kurang satu," kata Tuan Varos melihat teman-teman Joan yang sedang berdiri berjejeran."Di mana Zain?" Akhirnya Tuan Varos meningkat nama itu. Tentu saja karena dulu mereka sangat dekat, sering main catur bersama.Mereka saling memandang satu sama la
"Saya tidak akan membiarkan kamu berhubungan dengan anak itu lagi!" Ketus Delon pada sang putra yang terbilang selalu membangkang."Kau tahu, tadi sore pacarmu mendatangi rumah saya dan membuat keributan di sana. Dia itu anak yang tidak tahu sopan santun, Zai. Tidak jelas bebet dan bobotnya!" sarkasnya membuat kening Prita jadi berkerut.Prita tahu pria di depannya ini sangat membenci dirinya dan Resti, sebab sejak kejadian itu Delon jadi berubah sikapnya.Prita juga tidak minta untuk disukai. Akan tetapi, seharusnya Delon tidak sebegitu marahnya. Karena orang yang Delon benci sedang ada di depannya. Prita mendengar sendiri dan menerima cacian itu langsung di hadapannya."Dia datang ke sana? Untuk apa?" imbuh Prita menyahuti. Zain tidak mengabari Prita jika dia telah membuat keributan di sana. Entah kenapa, dia ia dan Zain benar-benar sudah bertukar hidup."Anak itu memang tidak pernah di ajarkan tata Krama—""Pah, ada apa?
"Kita sudah terlalu lama menunda-nunda. Lo pun terlalu banyak bersandiwara dengan masih saja pura-pura baik pada anak haram itu!" cerca Pink pada sang kakak yang baru saja pulang setelah satu Minggu lamanya tidak pulang. Pink tahu Zeno sangat dekat dengan Zain, sehingga kedekatan mereka membuat Pink menjadi iri. Meskipun kedekatan yang Zeno lakukan hanyalah untuk memanfaatkan Zain semata."Pink, lo tahu kan gue baik sama Zain karena gue cuma manfaatin dia doang. Gue cuma pengen uangnya buat bayar keperluan gue!" Semenjak kepergian ayahnya, Zeno dan Pink kehilangan segalanya. Mereka bukan lagi bagian dari keluarga Amartha, sebab sang ibu telah menikah lagi dengan pria miskin nan kejam itu. Pink sendiri pun dihidupi oleh Zeno. Pria itu diam-diam menyewa apartemen untuk sang adik menggunakan uang Zain yang berlimpah ruah itu. Baginya mendekati Zain hanya untuk menjadi seorang perampok yang cerdas. Zeno sering memakai uang Zain tanpa izin selebihnya ia mengaku menggunakan uang it
Joan melangkah masuk ke bandara. Setalah kejadian pertunangan Zain dan Joy yang gagal, Joan memilih meninggalkan Indonesia bersama kakeknya. Tepatnya Joan akan kuliah di luar negeri. Ia membawa kakeknya sekalian untuk dititipkan di rumah tantenya yang ada di Belanda selama Joan sibuk kuliah.Varos juga akan mendapat perawatan yang lebih baik di sana. Joan sudah menyiapkan semuanya.Joan memilih akan menjalani hidup baru. Keputusannya sudah bulat dan akan dijalankannya."Ayo, Kek," ucap Joan lalu membawa Varos masuk ke dalam pesawat.***Malam ini adalah malam yang berpengaruh bagi nyawa Prita. Sebab saat ini mereka bertiga sudah memegang pistol untuk melenyapkan Prita begitu saja jika Prita tidak menuruti apa yang mereka perintahkan.Seperti yang dikatakan Cici bahwa malam ini bertepatan dengan malam gerhana bulan Merah, malam yang langka bagi Prita dan Zain, namun agaknya akan terlewatkan sia-sia sebab Prita akan segara dileny
Zain menghela napas berat seolah mengeluarkan beban.Merasa gagal, karena belum juga menemukan Prita–ia menangis, menitipkan air matanya di rumah pohon."Seharusnya gue yang diculik! Bukan lo, Pri," kata Zain sembari memandang ke arah rumah tua yang dulu Prita lihat."Kenapa lo yang ngalamin ini?" Zain kembali menunduk dengan air mata yang mulai bercucuran.Tiba-tiba Zain teringat apa yang dulu Prita katakan mengenai Zeno yang akan membunuhnya. Zain teringat dengan kedatangan Misha. Zain mulai mengerti kemana Prita pergi. Mereka telah mengukir Prita."Zeno berniat membunuh lo!" kata Prita waktu itu.Zain bangkit untuk segera mencari keberadaan Zeno di rumahnya. Ia harap Zeno masih ada di sana. Zain akan meminta Zeno memberitahu padanya di mana keberadaan Prita. Zain tidak akan membiarkan Zeno menyakiti Prita.Zain lekas naik ke motornya–motor mewahnya yang ia ambil di pinggir jalan. Motonya yang ditinggalkan Prita begi
Kepergian Danu sudah seminggu lebih, tetapi Liana masih banyak melamun. Liana teringat Danu yang suka mengeluh karena selama ini ia belum mendapatkan apa yang ia mau. Anak itu ingin menjadi pewarisnya Delon, tetapi Delon sama sekali tidak mau membuat Danu menjadi senang. Yang Delon pikirkan hanyalah Zain. Zain si anak haram itu. "Bi, tolong buatkan saya kopi!" seru Delon para pekerja di rumahnya. Mendengar suara Delon, Liana jadi tertegun. Dulu ia pernah berusaha meracuni Delon. Akan tetapi, berhasil digagalkan oleh Zain. Dan sekarang adat kesempatan emas bagi Liana untuk meracuni Delon. Karena tidak ada harapan lagi, Danu sudah tiada, Liana hanya tinggal mengakhiri kisahnya dengan membunuh Delon dan Liana akan berusaha melenyapkan Zain juga dan dengan begitu semua harta dan kekuasaan Delon akan jatuh ke tangan Liana. Liana segera beranjak dari kursi dan secepat kilat menuju dapur. "Biar saya aja, Bi!" cegah Liana pada Bi Ina. "Baik, N
Semua anak-anak Parpati sedang berada di depan ruangan Deo. Mereka dikabari oleh Yudi, sebab ketika Yudi mengunjungi kediaman Deo, pembantuan memberi tahu bahwa Deo masuk ke rumah sakit usai tertusuk pisau."Kita berdoa aja semoga Deo selamat," imbuh Zain."Iya, Zai, lebih baik kita banyak-banyak ini doa supaya Deo segera siuman," tambah Jali yang terlihat paling khawatir.Di sudut kursi, Mela masih mengiringi keadaan Deo dengan tangisannya. Sementara Rino menundukkan kepalanya menunggu dokter keluar.Yudi beranjak menghampiri mereka berdua."Tante, Om," panggil Yudi sehingga mereka mendongak ke arahnya."Saya Yudi, temannya Deo," sapa Yudi memperkenalkan diri.Mela menghapus air matanya dan menerima tangan Yudi dan ingin bersalaman dengannya."Deo, sering ke rumah Yudi. Dia sering curhat masalah kalian," gumam Yudi membuat Rino dan Mela saling memandang satu sama lain."Dia curhat mengenai kami?" tanya Mela.
Cici sedang asik menonton acara. Namun tiba-tiba sang ayah malah memindahkan channel-nya dengan seenaknya. Glen memindahkan channel-nya ke siaran berita. "Ih, ayah! Ganggu aja si!" protes Cici melirik ke sang ayah di sampingnya yang baru duduk. Glen tak menggubris Cici dan tetap melihat ke arah televisi. Pada saat Cici melihat siaran berita itu, Cici kaget saat membaca tulisan di layar tivi mengenai gerhana bulan merah. Glen merasa tidak tertarik dengan beritanya, lalu ia memindahkan nya lagi. Akan tetapi segera Cici cegah. "Eh, tunggu!" tahan Cici. "Hah, nanti akan ada gerhana bulan?" gumam gadis itu di dalam hati. "Gue harus cepet-cepet kasih tahu Prita," ucap Cici. Dan segera bangkit dari duduknya lalu melenggang ke luar memakai sepatu nya. "Eh, kamu mau kemana malam-malam begini?" teriak Glen melihat sang anak dengan tiba-tiba terbirit ke luar. "Mau ke rumah Prita, Yah. Ayah silakan saja tonton beritanya!" s
Joy keluar dengan gaun mewah dan indah. Gadis itu terlihat sangat cantik memakai gaun putih itu.Para tamu terhipnotis dengan aura kecantikan Joy. Mereka bertepuk tangan saat Joy memasuki mimbar dan berdiri di sebelah anaknya Delon.Acara tiup lilin sebentar lagi dan Zain belum juga datang. Prita dibuat cemas, kemana sebetulnya Zain?MC sudah mengatakan agar Prita meniup lilin. Para tamu masih bernyanyi untuknya. Namun Prita tak kunjung meniupnya, ia ingin melihat Zain lebih dulu."Silakan Tuan Muda, tiup lilinnya," ulang MC berseru.Prita hanya bisa menghela napas dan meniup lilin itu. Gemuruh tepuk tangan menghadiahi telinga Prita.Selanjutnya acara potong kue. MC kembali meminta Prita agar memotong kuenya. Tetapi Prita tidak melakukannya, ia meminta Delon agar menunggu seseorang sebenar saja."Pah, kita tunggu teman aku satu lagi yah," ucap Prita berbisik pada telinga Delon."Lho siapa? Memangnya ada teman kamu yang belum sa
Ternyata Zeno membawa Prita ke kediaman Delon. Pria itu sudah menipunya.Prita memerhatikan jalan, ia sudah. Bapak betul jalan ke arah ini ini."Ini kan jalan kerumah bokap?" terka Prita membuat Zeno tersenyum miring.Zeno berpikir sepupunya itu memang benar-benar tidak ingat hari ulang tahunnya. Sesekali Zeno mendelik sepintas, melihat wajah sepupunya yang kecut."Kak, lo bohongin gue yah?" gumam Prita. Namun tak mendapat respon dari Zeno."Kak!" panggil Prita mengguncang sedikit tangan Zeno dari samping. Tidak mungkin juga Zeno berniat jahat saat ini, sebab pakaian Zeno sangatlah rapi."Gue gak bohongin lo! Ini emang hari ulang tahun anaknya Tuan Delon, yaitu lo!" Akhirnya Zeno memberitahu Prita. Sayang sekali padahal jika tidak diberi tahu maka ini akan menjadi suprise bagi Prita."Hah, gue?" Prita menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi wajah terkejut."G–gue ulang tahun?" tanya Prita sekali lagi. Hanya untuk sek
Prita dan Zain sedang duduk-duduk menikmati angin sore, tepatnya di taman yang tak jauh dari bascamp.Prita melirik ke arah Zain yang sedang memandang langit. Ia berkata,"Sorry, ya, gue cuma bisa jadi peringkat ketiga. Apalagi ini pelulusan lo." Prota membuat Zain menurunkan pandangannya dan menoleh padanya."Ya mau gimana lagi," lirih Zain. Sebenarnya ia tak ambil pusing, toh rangking bukan sebuah patokan baginya. Justru skill yang bisa membuktikan bagaimana nanti Zain kedepannya."Oh iya, lo sama gue belum lanjutin yang kemarin," ucap Zain membuka topik baru. Jujur saja Zain ketagihan dengan hal yang terjadi pada waktu itu."Yang kemarin?" Kening Prita berkerut."Yang di rumah pohon itu!" tukas Zain mencoba mengingatkan Prita."Astaga, lo mesum!" sentak Prita segera menjauh dari Zain. Namun Zain sepertinya tidak mau berada jauh dari Prita. Cowok itu menarik Prita hingga posisi mereka benar-benar intim."Lo kan ud
"Kalian pikir gua takut, hah!" Resti memasang badan melarang orang-orang itu masuk ke dalam rumahnya. Resti tidak akan membiarkan mereka merusak rumahnya lagi. Orang-orang yang ada di depannya ini adalah orang-orang yang sama yang merusak rumahnya pada waktu ini. Bedanya jumlah mereka saat ini lebih banyak."Udahlah kita masuk aja, lagian cuma perempuan satu ini masa takut," oceh orang itu.Buk!Resti melayangkan sapu tepat di wajahnya."Mau ngapain kalian ke rumah gue!" sentak Zain tiba-tiba. Ia datang bersama Prita. Prita sudah memberi tahu Zain bahwa mereka adalah orang-orang suruhan Liana."Mereka-mereka ini sebenarnya adalah orang-orang suruhan Liana!" imbuh Prita tajam."Jangan so tau kamu bocah ingusan!" bantah si kepala pelontos. Kulitnya hitam seperti orang Afrika."Gue gak so tau, mending kalian ngaku aja deh!" sergah Prita."Kami ini suruhannya Tuan Delon!" ungkap laki-laki bertubuh besar, pria itu memiliki leh