Bayu sedang mengobrol di teras rumah Arlen sembari minum es teh manis yang disuguhkan oleh Arlen.
“Kamu sendirian saja di rumah , Len?” Tanya Bayu.
“Yah, ayahku berlayar, Kakakku sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Yah, beginilah aku, selalu sendirian di rumah sejak aku masih SMA.” Jawab Arlen riang.
“Len, aku mau minta pendapatmu.” Kata Bayu sambil meluruskan punggungnya.
“Silakan saja, selama aku bisa membantu.” Jawab Arlen santai.
“Kalau misalnya, kamu punya seorang Paman, dia itu seorang pembunuh keji dan kebetulan kamu menjadi saksi pada saat dia membunuh, apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Bayu serius.
“Wah, pertanyaanmu berat banget,Yu. Memangnya ada apa, Yu?” Ujar Arlen lalu bertanya kembali dengan sedikit bingung.
“Sudahlah, jawab saja pertanyaanku kalau bisa.” Kata Bayu mengabaikan pertanyaan Arlen.
&l
Bayu mengangkat ponselnya dan berkata, “Ya Pak, hari Minggu sore jam 4 saya serahkan semuanya. Jangan kuatir, Pak. Ya, ya. Sama-sama, Pak.”“Yah, semoga semuanya lancar.” Bayu berharap di dalam hatinya.“June sedang apa ya, sekarang?” Pikiran Bayu melayang kemana-mana.Bayu duduk melamun di ruang depan kamar kontrakannya.Tangan Bayu secara tidak sadar membuka buku telepon di ponselnya dan melihat nomor June. Dia menekan tombol ‘Telepon’.“Halo, Bayu, tumben telepon aku. Ada apa?” June menjawab telepon Bayu.“Tidak apa-apa, June, aku hanya ingin dengar suaramu.” Jawab Bayu canggung.“Haha, baru beberapa hari nggak ketemu, kamu sudah kangen sama aku.” Canda June senang.“Iya, nih. Habisnya jenuh di rumah.” Jawab Bayu ringan.“Kenapa, pengen main? Jalan yuk sama Lina dan Ambar. K
Beberapa saat kemudian, Bayu dan Santoso sampai di tempat tujuan. Bayu mengamati rumah tua milik keluarga Arlen. Sesaat kemudian, Bayu melihat Arlen melambaikan tangan kepadanya dari lantai dua rumah tua itu.Bayu berjalan diikuti Santoso di belakangnya.“Yu, ini rumah teman kamu, ya? Rumah ini masih bergaya kolonial.” Kata Santoso mengamati rumah Arlen.Sampai di depan pagar rumah tua keluarga Arlen, Bayu melihat bahwa pintu pagar tidak terkunci. Dia mendorong pintu dan masuk bersama Pamannya.Arlen keluar dari rumah dan menyambut kedatangan Bayu dan Pamannya di teras rumah.“Len, kenalkan ini Paman saya, Santoso.” Kata Bayu memperkenalkan.“Halo Paman. Saya Arlen teman kuliah Bayu.” Jawab Arlen meperkenalkan diri.“Hai, Arlen.” Sapa Santoso singkat.“Ayo masuk ke dalam.” Ajak Arlen.Santoso dan Bayu duduk di kursi tamu yang terbuat dari kayu j
Hari Minggu siang jam 13.00. Bayu sedang duduk di Kedai Es Garut di jalan Pondok Kelapa yang cukup ramai. Dia sedang menunggu Burhanduddin. Beberapa menit kemudian, Bayu melihat Burhanuddin memasuki kedai. Bayu melambaikan tangannya ke arah Burhanuddin. “Sudah lama menunggu?” Tanya Burhanuddin sembari menarik kursi di depan Bayu. Mereka lalu duduk berhadap-hadapan. “Tidak, saya baru datang sekitar sepuluh menit yang lalu.” Jawab Bayu. Bayu mengeluarkan USB Flashdisk1 dari sakunya dan memberikannya kepada Burhanuddin. “Sesuai kesepakatan kita, saya berharap Pak Burhan menepati janji. Yang pertama, saya tidak ingin dilibatkan, Yang kedua, tersangka jangan ditangkap di rumah. Di dalam disk ini, selain bukti video rekaman, ada dokumen yang menejelaskan secara detail.” Bayu berkata dengan serius. “Baik, Saya akan berusaha untuk menepati janji.”Jawab Burhanuddin. “Kalau begitu, saya menunggu kabar
Pagi hari jam enam.Bayu bangun terlambat. Kepalanya terasa pusing.Bayu melompat dari kasurnya dan mencuci muka. Bayu mulai membersihkan halaman rumah kontrakan, Membersihkan kamar kosong lalu mandi.Bayu sarapan di rumah Bibinya, Paramita dengan suasana canggung. Kesedihan Paramita masih dirasakan oleh Bayu.“Bayu, sebentar lagi, jam 8 pagi, aku dan Ibumu pergi ke kantor Polisi menggunakan kendaraan Ibumu. Kalau kamu mau pergi gunakan kendaraan matik yang biasa kamu gunakan. Ingat, kunci rumah sebelum pergi.” Perintah Paramita.“Iya, Bi.” Jawab Bayu menganggukkan kepalanya.Bayu meneruskan sarapannya yang terasa hambar di lidahnya. Bukan karena menu sarapannya yang tidak enak, tetapi hati Bayu yang sedang enak.Tidak lama kemudian, Anti, Ibu Bayu datang menjemput Paramita dengan Kendaraannya. Bayu pergi ke Warkop Asep untuk minum kopi karena hatinya sedang gelisah.Bayu diam dan menyes
Bayu terburu-buru memasukkan kendaraannya ke dalam garasi di rumah Paramita, Bibinya. Kemudian dia bergegas menuju ruang tamu rumah Bibinya.Ketika Bayu hendak masuk ruang tamu, dia mendengar suara sirene. Bayu berbalik dan melihat tiga mobil berhenti di depan rumah kontrakan.Satu mobil van pribadi, satu mobil bak terbuka milik kepolisian dan satu Mobil jenazah. Bayu bergegas membuka pagar rumah kontrakan.Lima orang berseragam Polisi, tiga orang berpakaian preman dan dua orang berseragam rumah sakit masuk. Paramita dan Anti keluar dari ruang tamu dan berjalan menghampiri kerumunan yang datang.“Selamat siang, saya petugas Andri dari Polres Metro Jakarta Timur bersama tim koroner dari rumah sakit Bhayangkara meminta tuan rumah mengijinkan kami melaksanakan tugas.” Kata Petugas berseragam bernama Andri tegas.“Silakan, Pak.” Paramita mempersilahkan para petugasa menjalankan tugasnya.“Dimana kam
Di kampus, Bayu tidak bisa fokus. Dia termenung sepanjang pagi hingga siang. Arlen, sahabat Bayu yang duduk di kursi sebelah Bayu merasa prihatin. “Bayu kamu kenapa?” Bisik Arlen. “Tidak apa-apa. Aku hanya kurang tidur saja, Len.” Jawab Bayu lesu. “Jangan bohong. Kamu biasanya tidak seperti ini.” Bantah Arlen. Danu, teman sekelas Bayu yang duduk di kursi depan Bayu menoleh ke belakang dan menyerahkan kertas yang terlipat rapi kepada Bayu. Bayu menerima lipatan kertas dan membukanya. ‘Bayu, saat makan siang, ayo ke kantin. June.’ Isi kertas yang bertuliskan tangan June. Bayu melipat kertas dan memasukkan ke dalam sakunya lalu melihat ke barisan kursi dimana June duduk. Dia melihat June mengedipkan mata kepadanya. Bayu tersenyum dan mengangguk kepada June. “Surat dari ayang June, ya.” Bisik Arlen menggoda. Bayu menganggukkan kepalanya dan tersenyum sedikit. Bayu mengikuti
Bayu berlari ke lantai dua rumah kontrakan. Dia menuju kamar 205 yang ditinggali oleh kelaurga kecil yang beranggotakan tiga orang, seorang ayah berusia relatif muda berusia 28 tahun yang saat ini sedang tidak di tempat karena pergi bekerja, seorang Ibu muda berusia 24 tahun dan seorang anak balita perempuan berusia dua tahun.Ketika bayu hampir sampai di kamar 205, dia mengaktifkan kemampuan ‘penglihatannya’. Bayu melihat pintu kamar 205 terbuka dan bergegas masuk ke dalam ruang tamu di kamar tersebut.Bayu melihat seorang wanita berambut panjang tergerai sedang membungkuk. Kepalanya berada di dekat kepala balita yang menangis tampakkeskitan dan mengejang. Bayu berlari dan mengaktifkan doa penakluk jin.“Pergi kau, Jin Keji!” bayu berteriak dan menendang kepala Wanita berambut panjang yang ternyata sedang mengisap darah balita yang terbaring.“Sialan kamu Bocah! Kamu mengganggu kesenanganku!” Kembaran Dina mengut
Bayu menelepon Burhanuddin dan sepakat untuk bertemu keesokan sorenya. Untuk menyelesaikan kasus Dina, Bayu bahkan siap mengekspos kemampuannya kepada Burhanuddin karena dia kehabisan akal untuk mamberikan alasan bagaimana caranya dia mengetahui kejahatan Dina.Bayu sedang mencari cara bagaimana agar dia bisa membuat Dina tertidur sehingga dia merekam Kembaran Dina bersaksi. Dia berpikir bahwa Dina tidak mudah dikelabui seperti halnya Santoso.***Keesokan harinya, jam 4 sore.Bayu tiba di kedai Es Garut lebih awal dari Burhanuddin. Untuk informasi, Burhanuddin adalah Ketua Team Satuan Reserse dari Kepolisian Sektor (Polsek) Duren Sawit, Jakarta Timur yang Bayu kenal pada saat awal dia datang ke Jakarta. Pada saat itu Burhanuddin masih bertugas di Kepolisian Metro Jakarta Pusat sebelum dipindahkan ke Polsek Duren Sawit.Bayu duduk menunggu Burhanuddin sambil minum es teler yang dijual di kedai Es Garut. Beberapa menit kemudian, Bur