“Arrgghh, heekkk, hikkk!” Hanya suara tercekik yang keluar dari mulut Bayu.
Tangan putih pucat yang terdiri dari kulit dan tulang terjulur ke leher Bayu. Kuku-kuku tajam mencengkeram kulit bagian tengkuk Bayu.
Wanita yang mencekiknya, melotot menatapnya dengan mata berwarna merah darah. Mata itu mengatakan kepada Bayu, bahwa dia ingin membunuhnya. Wajah dengan seringai kejam dan hembusan bau busuk dari mulut dengan gigi taring yang sangat tajam.
Dingin dan kering, itulah yang Bayu rasakan dari tangan itu di lehernya.
Tiba-tiba, tangan pucat panjang dan berlumur darah meraih tangan pucat yang mencekik Bayu. Menariknya sekuat tenaga dan menghentaknya, membuat Bayu terkejut.
“Haah, haah, haah.” Napas Bayu tersengal-sengal, meskipun udara segar baru saja masuk ke paru-paru Bayu. Bayu merasakan lega sesaat, kemudian dia menatap wanita mengerikan yang telah mencekiknya, sedang dijambak rambutnya dan diseret masuk ke dalam kamar de
Jam 00.00 Bayu terbangun di ruang tamu. Gelap dan suram. Kenop pintu kamarnya digoncang dari luar. Seakan ada yang memaksa masuk, untungnya pintu terkunci. Bayu menegang, sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Dia memandang kenop yang masih terguncang. “Kriek.” Suara engsel pintu yang jarang diminyaki terdengar. Pintu dibuka perlahan dari luar. Sesosok bayangan hitam terlihat di depan pintu. Bayangan hitam tanpa wajah hanya menyisakan mulut dengan lidah merah darah dan gigi-gigi putih tajam menyeringai serta mata merah menatap Bayu. Udara dingin malam hari berhembus dari luar ke dalam ruangan. Membuat Bayu bergidik sesaat. Mendadak, bayangan hitam berlari menerkam Bayu yang duduk tertegun di kasurnya. Seketika, Bayu menghindari dengan berguling ke samping dan secara refleks berdiri kemudian berlari kencang keluar kamar. Bayu berlari menuju pintu pagar kecil yang memisahkan antar rumah kontrakan dengan rumah Bibinya, Param
“Hei, Ini minuman dinginnya, Bayu.” Kata Dina sambil memberikan minuman teh dalam kemasan botol plastik.“Terima kasih, tidak usah repot-repot!” Jawab Bayu menolak dan langsung keluar dari kamar Dina.Bayu berjalan menuju kembali kamarnya ketika ponselnya bergetar.“Halo, Pak Burhan, ya besok lusa saya akan memberitahukan semuanya kepada bapak. Tidak, tidak saya tidak mengulur waktu atau alasan yang lain. Saya sedang meyakinkan teman saya. Yakinlah, Pak. Baik, terima kasih banyak, Pak Burhan.” Bayu memutuskan telepon.“Sigh, masalah bertambah lagi. Bukan hanya kasus Paman tapi juga Dina. Aku harus bersiap!” Pikir Bayu bertekad.Bayu kembali ke kamarnya. Dia duduk di ruang tamu kamarnya.“Aku harus mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah-masalah ini. Tapi minta bantuan siapa?” Bayu memutar otaknya.“kalau saja aku bisa menghipnotis orang, aku bisa membuat mereka meng
Bayu sedang mengobrol di teras rumah Arlen sembari minum es teh manis yang disuguhkan oleh Arlen.“Kamu sendirian saja di rumah , Len?” Tanya Bayu.“Yah, ayahku berlayar, Kakakku sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Yah, beginilah aku, selalu sendirian di rumah sejak aku masih SMA.” Jawab Arlen riang.“Len, aku mau minta pendapatmu.” Kata Bayu sambil meluruskan punggungnya.“Silakan saja, selama aku bisa membantu.” Jawab Arlen santai.“Kalau misalnya, kamu punya seorang Paman, dia itu seorang pembunuh keji dan kebetulan kamu menjadi saksi pada saat dia membunuh, apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Bayu serius.“Wah, pertanyaanmu berat banget,Yu. Memangnya ada apa, Yu?” Ujar Arlen lalu bertanya kembali dengan sedikit bingung.“Sudahlah, jawab saja pertanyaanku kalau bisa.” Kata Bayu mengabaikan pertanyaan Arlen.&l
Bayu mengangkat ponselnya dan berkata, “Ya Pak, hari Minggu sore jam 4 saya serahkan semuanya. Jangan kuatir, Pak. Ya, ya. Sama-sama, Pak.”“Yah, semoga semuanya lancar.” Bayu berharap di dalam hatinya.“June sedang apa ya, sekarang?” Pikiran Bayu melayang kemana-mana.Bayu duduk melamun di ruang depan kamar kontrakannya.Tangan Bayu secara tidak sadar membuka buku telepon di ponselnya dan melihat nomor June. Dia menekan tombol ‘Telepon’.“Halo, Bayu, tumben telepon aku. Ada apa?” June menjawab telepon Bayu.“Tidak apa-apa, June, aku hanya ingin dengar suaramu.” Jawab Bayu canggung.“Haha, baru beberapa hari nggak ketemu, kamu sudah kangen sama aku.” Canda June senang.“Iya, nih. Habisnya jenuh di rumah.” Jawab Bayu ringan.“Kenapa, pengen main? Jalan yuk sama Lina dan Ambar. K
Beberapa saat kemudian, Bayu dan Santoso sampai di tempat tujuan. Bayu mengamati rumah tua milik keluarga Arlen. Sesaat kemudian, Bayu melihat Arlen melambaikan tangan kepadanya dari lantai dua rumah tua itu.Bayu berjalan diikuti Santoso di belakangnya.“Yu, ini rumah teman kamu, ya? Rumah ini masih bergaya kolonial.” Kata Santoso mengamati rumah Arlen.Sampai di depan pagar rumah tua keluarga Arlen, Bayu melihat bahwa pintu pagar tidak terkunci. Dia mendorong pintu dan masuk bersama Pamannya.Arlen keluar dari rumah dan menyambut kedatangan Bayu dan Pamannya di teras rumah.“Len, kenalkan ini Paman saya, Santoso.” Kata Bayu memperkenalkan.“Halo Paman. Saya Arlen teman kuliah Bayu.” Jawab Arlen meperkenalkan diri.“Hai, Arlen.” Sapa Santoso singkat.“Ayo masuk ke dalam.” Ajak Arlen.Santoso dan Bayu duduk di kursi tamu yang terbuat dari kayu j
Hari Minggu siang jam 13.00. Bayu sedang duduk di Kedai Es Garut di jalan Pondok Kelapa yang cukup ramai. Dia sedang menunggu Burhanduddin. Beberapa menit kemudian, Bayu melihat Burhanuddin memasuki kedai. Bayu melambaikan tangannya ke arah Burhanuddin. “Sudah lama menunggu?” Tanya Burhanuddin sembari menarik kursi di depan Bayu. Mereka lalu duduk berhadap-hadapan. “Tidak, saya baru datang sekitar sepuluh menit yang lalu.” Jawab Bayu. Bayu mengeluarkan USB Flashdisk1 dari sakunya dan memberikannya kepada Burhanuddin. “Sesuai kesepakatan kita, saya berharap Pak Burhan menepati janji. Yang pertama, saya tidak ingin dilibatkan, Yang kedua, tersangka jangan ditangkap di rumah. Di dalam disk ini, selain bukti video rekaman, ada dokumen yang menejelaskan secara detail.” Bayu berkata dengan serius. “Baik, Saya akan berusaha untuk menepati janji.”Jawab Burhanuddin. “Kalau begitu, saya menunggu kabar
Pagi hari jam enam.Bayu bangun terlambat. Kepalanya terasa pusing.Bayu melompat dari kasurnya dan mencuci muka. Bayu mulai membersihkan halaman rumah kontrakan, Membersihkan kamar kosong lalu mandi.Bayu sarapan di rumah Bibinya, Paramita dengan suasana canggung. Kesedihan Paramita masih dirasakan oleh Bayu.“Bayu, sebentar lagi, jam 8 pagi, aku dan Ibumu pergi ke kantor Polisi menggunakan kendaraan Ibumu. Kalau kamu mau pergi gunakan kendaraan matik yang biasa kamu gunakan. Ingat, kunci rumah sebelum pergi.” Perintah Paramita.“Iya, Bi.” Jawab Bayu menganggukkan kepalanya.Bayu meneruskan sarapannya yang terasa hambar di lidahnya. Bukan karena menu sarapannya yang tidak enak, tetapi hati Bayu yang sedang enak.Tidak lama kemudian, Anti, Ibu Bayu datang menjemput Paramita dengan Kendaraannya. Bayu pergi ke Warkop Asep untuk minum kopi karena hatinya sedang gelisah.Bayu diam dan menyes
Bayu terburu-buru memasukkan kendaraannya ke dalam garasi di rumah Paramita, Bibinya. Kemudian dia bergegas menuju ruang tamu rumah Bibinya.Ketika Bayu hendak masuk ruang tamu, dia mendengar suara sirene. Bayu berbalik dan melihat tiga mobil berhenti di depan rumah kontrakan.Satu mobil van pribadi, satu mobil bak terbuka milik kepolisian dan satu Mobil jenazah. Bayu bergegas membuka pagar rumah kontrakan.Lima orang berseragam Polisi, tiga orang berpakaian preman dan dua orang berseragam rumah sakit masuk. Paramita dan Anti keluar dari ruang tamu dan berjalan menghampiri kerumunan yang datang.“Selamat siang, saya petugas Andri dari Polres Metro Jakarta Timur bersama tim koroner dari rumah sakit Bhayangkara meminta tuan rumah mengijinkan kami melaksanakan tugas.” Kata Petugas berseragam bernama Andri tegas.“Silakan, Pak.” Paramita mempersilahkan para petugasa menjalankan tugasnya.“Dimana kam