JIMAT TALI MAYAT (The Series)
Written by David Khanz
Bagian (9)
----------------------- o0o -----------------------
Kepergian Basri seperti biasa untuk menunaikan tugasnya sebagai kepala rumah tangga, kali ini --tentu saja-- dengan tujuan tidak seperti biasa. Berpamitan hendak menjalankan bisnis dengan teman, nyatanya kali ini tidak demikian. Lelaki berbadan kurus kering tersebut mendatangi tempat-tempat perjudian di kota-kota besar. Berbekal seutas tali pengikat mayat yang tersimpan di dalam jahitan celana pangsinya, dia selalu optimis memenangkan taruhan demi taruhan setiap permainan yang diikuti. Namun untuk menjaga kecurigaan, Basri tidak pernah mengikuti pertaruhan di tempat yang sama. Selalu berpindah-pindah usai mendapatkan uang yang banyak. Begitu dan begitu seterusnya, dia melanglangbuana meraup keuntungan besar dalam sekali main. Itu pun tidak pernah berlama-lama, cukup beber
JIMAT TALI MAYAT (The Series) Written by David Khanz Bagian (10) --------------------- o0o --------------------- Basri dan kedua anaknya, Aryan dan Maryam, serempak mempercepat langkah sepulang dari musala. Mereka berlari-lari kecil begitu melihat kondisi rumah dalam keadaan gelap gulita. “Lho ... kok, lampu depan gak dinyalain, Pak?” tanya Aryan seraya menengok ke arah Basri yang berlari di belakang. “Apa Ibu lupa nyalain lampu?” Bukan hanya lampu depan, nyatanya begitu tiba di beranda rumah, hal yang sama pun terjadi di dalamnya. “Bapak sendiri gak tahu, Yan,” jawab lelaki tersebut sembari mengintip celah kain gorden jendela. Pekat menggulita. “Mungkin KWH-nya ngejepret atau Ibu ketiduran,” imbuhnya kembali was-was. Segera memeriksa meteran listrik yang berada tepat di samping atas pintu akses utama keluar-masuk rumah. Normal. Masih dalam kondisi semest
JIMAT TALI MAYAT (The Series) Written by David Khanz Bagian (11) --------------------- o0o --------------------- Alunan musik dangdut menggema hingar memenuhi ruangan temaram dengan cahaya warna-warni. Basri hanya duduk-duduk menatap layar televisi berukuran besar, ikut berdendang pelan sambil membaca rangkaian lirik lagu yang tersuguh. Sementara dua temannya asyik bernyanyi mengikuti ketukan irama, ditemani dua perempuan pemandu karaoke berpakaian minim dan ketat. Sesekali tangan-tangan mereka bergerilya menyentuh bagian-bagian tubuh sensitif masing-masing, lantas disambut cekikik nakal dari keempatnya. Belasan lagu sudah mereka lewati, tapi hanya beberapa yang benar-benar diikuti dengan saksama. Sisanya bercampur aktivitas lain sambil menikmati sajian minuman khas beraroma menyengat. Sesaat Basri menatap empat sosok di sampingnya sembari memijit-mijit kening. Sedikit te
JIMAT TALI MAYAT (The Series) Written by David Khanz Bagian (12) --------------------- o0o --------------------- Menjelang senja hari di sebuah warung makan di pinggiran kota, Basri dan kedua temannya, Juned dan Cemong, duduk-duduk santai usai menikmati santapan makan malam. Ketiga laki-laki tersebut asyik kemasuk memainkan kepulan asap rokok dari mulut sambil berbincang-bincang ringan. “Jadi elu yakin bakal pindah operasi dari kota ini, Bas? Mulai kapan?” tanya Juned di antara bubung asap nikotin terembus dari kedua lubang hidungnya. Yang ditanya celingukan sesaat memperhatikan ruangan sekitar tempat makan, terutama pada beberapa sosok pengunjung lain di dalam sana. Jawab Basri kemudian dengan suara pelan, ”Mungkin secepatnya, Ned.” Dia mengambil kembali sebatang rokok baru begitu yang awal tadi sudah nyaris memendek panas terjepit di jemari. “Keberadaan gua di kota ini
JIMAT TALI MAYAT (The Series) Written by David Khanz Bagian (13) --------------------- o0o --------------------- Hitam .... Sekeliling memandang semuanya berwarna sama. Pekat membutakan hingga tidak satu pun mampu terlihat, kecuali rasa dingin di sepanjang jejak langkah. Terus bergerak menyusuri bisikan hati, walau tidak tahu ke mana kelak akan berlabuh. Sosok itu tampak kian bingung di antara kehati-hatiannya. Merasa tersesat, tapi yakin bahwa hanya ada satu pilihan untuk memecah kebuntuan, yakni mengayun kaki ke depan secara terus menerus. Samar-samar suara isak pilu terdengar lirih menuntun benak. Di sana, entah di mana letak tepatnya. Masih jauh, tapi terasa kian mendekat. Lantas perlahan-lahan sosok itu pun meraba-raba melalui keyakinan diri, sumber itulah langkah tersebut akan berakhir. “Ayah ....” Sosok tersebut tercekat. Memutar badan
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (14)--------------------- o0o ---------------------Tiga sosok lelaki berjalan perlahan-lahan seraya melihat-lihat keadaan sekeliling perumahan yang dilalui. Sebentar-sebentar mereka berbisik satu dengan lainnya ketika melewati rumah demi rumah, sampai kemudian berhenti persis di depan sebuah warung di Kampung Cijengkol.“Cari siapa, Pak?” tanya seorang wanita tua sekonyong-konyong keluar dari dalam warung. Sosok ini tidak lain adalah Bariah.Salah seorang di antara lelaki tadi menoleh ke samping. “Bagaimana,
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (15)--------------------- o0o ---------------------Sosok perempuan itu berlari-lari dari ruangan karaoke menuju pelataran parkir. Sebelum memutuskan keluar, dia berhenti sejenak di dekat jendela kaca gedung. Mengintip sebentar, memperhatikan tiga sosok lelaki berbadan besar sedang beradu mulut di sana. ’Itu, ‘kan, anak buahnya Bos Brutus,’ gumamnya ragu hendak mendekat dan melihat secara langsung, terutama untuk menemui tiga orang lainnya. Mereka adalah pengunjung tempat hiburan tersebut barusan. &
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (16)--------------------- o0o ---------------------“Astaghfirullah, Nak!” jerit Lastri kian panik melihat kondisi Aryan. Anak lelaki sulung Basri itu tampak tergagap-gagap, kesulitan untuk bicara. Namun sorot matanya seperti tengah dilanda ketakutan menunjuk-nunjuk ke luar rumah. “Cepet tutup pintu dan jendelanya, Pak!” serunya pada Basri. Laki-laki ceking tersebut, sesaat hanya diam termangu. Kaget. Tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Dia pikir istrinya itu mampu melihat sosok menyeramkan yang berdiri di ambang pintu. “Tunggu apalagi, Pak? Cepetan tutup pintu dan kain gordennya! Ini waktunya sanekala!”“O-oh, i-iya, Bu!” ujar Basri turut panik, lantas buru-buru menutup pintu rumah serta kain gorden jendela yang masih terbuka lebar. ‘Iblis sialan! Awas kau kalau sampai ter
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian (17)--------------------- o0o ---------------------Sesosok lelaki tua mengendap-endap di balik rerumputan liar. Berjongkok sedemikian rendah menyembunyikan tinggi badan di bawah tingginya batang serta dedaunan ilalang. Sebentar-sebentar merah mata itu mengintip ke depan, ke arah saung di tengah sebuah perkebunan, dimana di sana terdapat dua sosok berlainan jenis sedang duduk berduaan. ‘Sadam ....’ membatin lelaki tua berambut putih memanjang hingga sebahu tersebut, seraya memperhatikan dengan saksama. ‘Dan juga ... bukannya itu Asih? Mengapa perempuan itu bersama dia? Apa yang mereka l
BUAH CINTA BERDARAH Written by David Khanz ---------- o0o ---------- Unti menyeka air mata yang terus mengalir membasahi pipi. Sesekali, isak tangis gadis cantik itu terdengar di antara desiran bayu yang bertiup, membelai lembut panjang rambutnya yang tergerai hingga panggul. Dengan bola mata indah berkaca-kaca, menatap hampa jauh ke depan tanpa tujuan. Seakan tengah berpikir untuk mencari tambatan, dari gelayut perih dalam hati yang masih terasa. Perlahan Unti meraih sisa kain penutup tubuh yang berserak di atas rerumputan. Sebagian sudah koyak direnggut paksa oleh laki-laki bergajul bernama Uwok, sesaat sebelum gadis itu hilang kesadaran dan juga kesucian. Ya, laki-laki durjana itu telah merampas mahkota kebanggaan yang seharusnya Unti persembahkan untuk kekasih pujaan hati, Ocong. Namun apalah daya, kini semuanya telah musnah berganti nestapa. Uwok tiba-tiba datang menghancurkan impian yang selama ini menjadi bunga-bunga kehidupan Unti dan Ocong yang penuh cinta. "Demi langit
JIMAT TALI MAYAT(Cerpen version)Written by David Khanz---------- o0o ----------Saat kutiba di rumah pagi itu, Kesih sudah terlihat bugar. Wajah berseri, segar, dengan rambut basah beraroma wangi."Udah bangun juga, Bang?" tanya perempuan itu dengan balutan handuk masih melilit di setengah badan. "Kok, udah rapih?"Kutatap Kesih tajam. "Tumben kamu juga udah mandi, Dek? Mau ke mana sepagi ini?"Dia tersenyum. Menghampiriku dan bergelayut manja. "Abang ini gimana, sih? Lupa semalaman kita abis ngapain?" katanya genit. Kemudian mengendus tubuhku sesaat. "Abang gak mandi? Udah rapi, kok, masih bau asem?"Semalam? Kita? Aku dan dia? Apa yang kulakukan sepanjang malam bersamanya? Dari kemarin petang tak ada di rumah. Baru pagi ini pulang."Kesih ... kamu?" Kuperhatikan leher perempuan itu penuh bercak merah. Seperti bekas gigitan. Dia mencubit hidung ini, diiringi senyum semringah nan menggoda. Kemudian ujarnya, "Ah, Abang ini paling bisa, deh, bikin aku klepek-klepek. Permainan Abang s
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian 31-------------------- o0o --------------------Rasa kecewa karena telah dikhianati oleh kawan sendiri, membuat batin Basri merasa sakit laksana ditancapi ribuan jarum berkarat di paru-paru. Sakit dan akan terus terasa sakit setiap kali menarik nafas. Tidak menyangka bahwa perjalanan hidupnya akan sepahit ini. Kemarin merasa jauh lebih bangga karena genggaman harta dengan mudah di dapat, hari ini justru berbalik perih seperti tengah meregang sekarat.Ingatan akan sosok terkasih di rumah kian membayangi, akan tetapi entah apa yang akan dijawab jika kondisi dirinya seperti ini. Basri enggan kembali sebelum dapat mengembalikan kejayaannya seperti semula.‘Aku harus mendapatkan jimat itu kembali. Apa pun caranya,’ ujarnya bertekad. Karena hanya dengan benda dan caranya selama itulah, kehidupan keluarga akan terus terjamin. ‘Aku tidak mau hidup miskin lagi. Menjadi bahan gunjingan dan hinaan orang-orang sekitar. Bahkan dari pandangan sebelah
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian 30-------------------- o0o --------------------Di waktu siang hari, Mbah Jarwo pontang-panting keluar-masuk rumah mencari-cari istrinya, Emak Sari. Di dapur tidak ditemukan, di kamar dalam apalagi. Gurat gusar seketika tertampak dari raut wajah tuanya. “Ke mana istriku? Enggak biasanya dia menghilang begitu saja dari rumah,” gumam lelaki tua tersebut sibuk bertanya-tanya sendiri. “Apakah dia ke kebun? Sawah? Ah, rasanya enggak mungkin. Sudah lama istriku itu gak pernah lagi ke sana.”“ ... Atau mungkinkah dia pergi karena perselisihannya denganku tempo hari? Ah, mengapa harus pergi? Tadi pagi dia bersikap biasa-biasa saja. Terus ke mana, dong?”Hampir seharian itu Mbah Jarwo menunggu di depan rumah. Berharap Emak Sari muncul atau pulang. Hingga kemudian deru kendaraan bermotor mengalihkan fokus lelaki tersebut pada asal sumber suara yang ada.Benar saja, Emak Sari pulang ke rumah menaiki kendaraan ojek kampung. Begitu turun, langsung di
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian 29-------------------- o0o --------------------Basri menggeliat layaknya cacing kepanasan. Meluruskan sedikit persendian serta urat di tubuhnya yang terasa kaku. Sejenak dia menguap lebar, lantas perlahan-lahan membuka kelopak mata yang masih dirasa berat.‘Sudah pagikah atau ini siang hari?’ Bertanya lelaki bertubuh kurus kering itu begitu merasakan silau menusuk bola mata dari cahaya terang melalui singkapan jendela terbuka.Masih dengan sisa kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, tangannya bergerak-gerak ke samping hendak menyentuh sosok perempuan semalam. Lilis. Kosong. Tidak tersentuh apa pun di sana, terkecuali sprei putih dan selimut yang masih acak-acakan disertai bantal teronggok kesepian.“Lis?”Basri celingukan memutari sudut kamar. Sama. Tidak tampak siapa pun di dalam sana, terkecuali dirinya sendiri. Dengan kening berkerut, lelaki itu bangkit, menyingkap dekapan selimut tebal yang menutupi sekujur tubuh polosnya.“Lis?
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian 28---------- o0o ----------“Kita makan dulu ya, Kang,” ujar Lilis sembari menyiapkan pesanan makanan di atas meja kamar. “Habis itu, kita terusin lagi ngobrol-ngobrolnya.”Basri menarik napas dalam-dalam. Rasa penasaran yang sejak tadi tersimpan, untuk sementara terpaksa harus kembali dia jaga. Lantas melirik ke atas meja dimana teronggok bungkusan makanan yang sudah siap dinikmati. ‘Huh, sialan!’ rutuk lelaki itu begitu mengetahui, gerangan menu apa yang tersaji di sana. Ayam goreng. ‘Gua lupa ngasih tahu Lilis, kalo gua gak boleh makan makanan enak-enak.’ Sesaat dia mengelus perut. Lagipula saat itu Basri tidak terlalu merasa lapar. Sajian khusus di bibir jalan menuju tempat kediaman Ki Jarok tadi, rasanya masih cukup mengganjalnya hingga kini.Burung hantu?
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian 27---------- o0o ----------Rintik hujan masih turun mengepul di udara. Memberi nuansa dingin menyelimuti di sepanjang langkah Basri menuruni terjal jalanan tanah dari lereng Gunung Halimun. Langit sebelah barat kian mengelabu di antara bentangan sempurna sekumpulan awan di sana menutupi sinar mentari penutup hari. Sejenak lelaki itu melirik jam di tangan. Telah menunjukkan waktu hampir pukul lima petang.‘Sialan,’ rutuk Basri memaki-maki sendiri seraya membetulkan letak ransel di punggung. ‘Kalo sampai kemalaman kayak begini, lebih baik aku menunda kepulanganku ke rumah hingga besok hari saja. Sangat riskan rasanya kalo memaksakan pulang selarut sekarang. Huh! Mana hapeku mati lagi.’Jejak sepatunya dipijak kuat-kuat agar tidak sampai jatuh terpeleset di atas jalanan licin. Sesekali matanya
JIMAT TALI MAYAT Written by David Khanz Bagian 26 ---------- o0o ---------- “Apa?!” Mata tua Mbah Jarwo kembali membelalak kaget usai mendengar penuturan dari Sarkim perihal Asih. Lelaki muda tersebut menatap tajam sosok tetua di depannya dengan perasaan takut. “Iya, Mbah, Ceu Asih pergi dari rumah Juragan Juanda. Dia gak lagi terlihat di sana sejak pagi kemarin,” tutur kembali Sarkim mengulang ceritanya beberapa saat barusan. Mbah Jarwo mendengkus. Ada gurat kesal tertampak dari bias wajah tua tersebut. Lantas berucap seraya entakkan kaki ke tanah, “Aneh ... kenapa si Juanda gak ngasih tahu saya? Biasanya tiap kali ada sesuatu, dia akan segera memanggil buat datang ke rumahnya.” Berkali-kali dia menggeleng seakan belum sepenuhnya memercayai apa yang baru saja diketahui. “Terus ... dari mana kamu tahu kalau si Asih kabur?” “Bukan kabur, Mbah. Tapi
JIMAT TALI MAYATWritten by David KhanzBagian 25----------------- o0o -----------------Entah sudah yang keberapa kali Basri dipinta untuk terus menuruti permintaan Ratu Galimaya. Bergumul memenuhi hasrat gila perempuan cantik tersebut secara berulang-ulang semalaman penuh. Hampir seluruh persendian lelaki bertubuh kurus itu seperti remuk redam, terkuras habis semua tenaga yang ada, hingga terkapar lelah di atas pembaringan empuk besar beraroma wangi bebungaan. Anehnya, walaupun dalam hati berusaha untuk menolak, tapi entakkan syahwat itu kembali muncul begitu cumbu itu kembali menyentuh area pribadinya.Basri tidak sadar sepenuhnya. Dalam penglihatan lelaki tersebut, Ratu Galimaya adalah istri dia sendiri, Lastri. Otaknya sudah dibekukan sejak meminum isi cawan antik yang diberikan perempuan itu tadi. Bahkan baru saja beberapa saat lalu menuntaskan pergumulan hebat di atas pe