“Serius, kalau aku penasaran dengan seseorang maka aku akan banyak bertanya dan selalu ingin tahu tentangmu. Aku juga orangnya blak-blakan, nggak mau bicarain orang di belakang,” ujar Iskha. “Jadi aku ingin tahu sesuatu hal tentangmu.”
“Iya, tanya saja!” ucap Kayla.
“Aku agak merasa aneh dengan tiba-tibanya kau berada di komplek perumahanku. Itu yang pertama, yang kedua keluargamu yang nyentrik. Tidak biasa aku melihat keluarga seperti itu. Pekerjaan ayahmu juga sebenarnya masih belum jelas, tapi entah kenapa ada sesuatu yang menggelitikku,” ucap Iskha.
“Trus?”
Iskha menutup wajahnya sejenak. Ia lalu menaruh kedua tangannya di meja. “Mungkin kebetulan atau apa, tetapi cara menata rambutmu, sifatmu, kesukaanmu, bahkan juga cara berpakaianmu kenapa mirip aku? Kau seperti mengetahui banyak hal tentang diriku kemudian kamu meng-copy-nya.”
Untuk beberapa detik Kayla terdiam. Lalu di
Hari berikutnya sekolah ramai seperti biasa. Kayla pun mencoba untuk berangkat naik angkot. Saat ia berangkat buru-buru di pagi hari, ibunya langsung menegur, “Lho, pagi sekali?”“Harus berangkat pagi, bu. Mau coba naik angkot. Kemarin dikasih tahu ama Iskha kalau angkotnya jalannya lambat,” ujar Kayla.“Memang begitu kan?”“Aku tak pernah tahu,” ucap Kayla. “Oh ya, kasih tahu ayah dan ibu juga sih, jangan sembarangan copot kepala di luar rumah. Mengerti?”“Iya, ibu tahu kejadian kemarin,” jawab ibunya.“Kita cuma sementara di sini, jadi kasih kesan terbaik. Aku ingin ketika kembali nanti Iskha benar-benar tahu siapa aku,” ucap Kayla.“Iya, tapi ingat. Jangan melakukan kesalahan. Sekali kamu melakukan kesalahan maka kau sama saja menginjak sayap kupu-kupu dan itu tidak baik. Kau tak akan mau bukan membuat dunia paralel baru?” nasehat ibunya.
Iskha menepuk jidatnya. Dia sekarang berdiri di pinggir jalan menunggu angkot-angkot lainnya yang lewat. Tapi satu dua tiga angkot yang lewat semuanya penuh. Gadis ini makin tak sabaran, akhirnya dia pun mengambil keputusan terakhir, yaitu jalan kaki. Kalau kebetulan ada angkot lewat nanti ia akan mencegatnya. Sebelum itu ia mengirim pesan ke Lusi agar temannya itu tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Lus, aku telat nih kayaknya. Ban angkot yang aku tumpangi meletus,” tulisnya di pesan chat.“Kenapa aku jadi sial gini sih?” gerutunya. Dia berjalan sambil sesekali menengok ke belakang. Tetapi angkot yang lewat sekali lagi penuh. Sepertinya usahanya untuk bisa naik angkot tidak akan ada hasil.Sudah selama sepuluh menit Iskha berjalan tetapi hasilnya nihil. Untung saja dia tadi sarapan, kalau tidak sudah dipastikan ia akan pingsan di tengah jalan. Dia melihat ke jam tangannya, sudah jam tujuh lewat. Dia benar-benar terlambat. Saat itulah ia m
“Kalian ternyata di sini. Ngapain juga kau ada di luar?” tanya Kayla yang melongok dari dalam pagar. Dia lalu menoleh ke sekitar tempat ia berdiri. “Ini posisi strategis sih, nggak bakalan ada guru yang memergoki kalau ada muridnya yang telat trus lompat pagar di sini.”“Ayo, buruan naik!” desak Faiz agar Iskha segera menaiki tangga kecil tersebut.Iskha lalu menuruti saja. Kakinya satu persatu menaiki tangga yang terbuat dari bambu itu. Setelah itu dia melompat pagar. Ternyata di dalam pagar sudah ada tangga lagi yang serupa. Ia lalu menuruninya. Faiz bergerak menuruni tangga. Setelah itu mereka disambut Kayla.“Udah ada gurunya?” tanya Iskha.“Ya sudah dong, ini jam berapa?” ucap Kayla sambil berkacak pinggang.“Trus kamu juga ngapain ada di sini?” tanya Faiz.“Penasaran aja kalian bakalan masuk sekolah lewat mana, soalnya gerbang sudah digembok. Hehehe,” j
“Lho, kenapa aku juga dihukum seperti ini?” tanya Kayla. “Aku kan nggak terlambat.”“Tapi kamu ikut-ikutan kami,” ucap Faiz sambil meringis menatap tiang bendera yang ada di depannya.“Katanya kantin aman. Padahal Pak Bambang patroli untuk memeriksa apakah ada siswa yang membolos ataukah tidak. Tujuan utamanya tentu saja kantin. Dasar bodoh!” ucap Iskha.“Iya, iya, aku salah. Aku berhutang maaf kepada kalian,” ujar Faiz.“Eh, tapi enak juga yah berdiri sambil hormat bendera begini. Apalagi sambil ngobrol seperti ini. Tak terasa kita sudah setengah jam melakukannya,” terang Kayla.“Nggak usah diterangkan. Kita lagi apes. Ini semua salah Faiz. Ngapain juga kamu nyusul aku? Kayak orang kurang kerjaan aja,” keluh Iskha. “Lain kali nggak usah. Kamu juga Kay, ngapain juga nungguin aku lompat pagar segala?”“Tapi ini seru lho. Aku soalnya belum per
Akhirnya semua anak-anak pun terdiam. Mereka melihat ke depan. Saat itulah Faiz baru masuk dari pintu dengan santainya. Arief hanya melirik saja ke arahnya tanpa peduli ia darimana. Faiz dan Arief terkenal tidak akur, entah karena apa, yang jelas Faiz tidak suka kalau dipasangkan dengan Arief. Bahkan ketika Faiz kembali duduk di tempatnya pun ia tak peduli.“Ada apa?” tanya salah satu murid kepada Arief.“Jadi bulan depan akan ada festival sekolah, yang mana masing-masing kelas akan mengadakan stand. Stand-stand ini akan dibuka di beberapa tempat yang ada di sekitar halaman sekolah. Terserah sih temanya, bebas asalkan tidak melanggar peraturan sekolah. Jadi jangan harap ada jual beli atau persewaan DVD bajakan,” jawab Arief.“Festival sekolah ya? Hmmm oh iya, bulan depan ulang tahun sekolah kita. Pantes aja sih,” ujar murid yang lain.Kayla menaikkan alisnya. Dia merasa bersemangat mendengar kata “Festival Sekolah
Sayup-sayup terdengar suara musik di headset yang dipasang di telinga Arief. Diskusi dengan teman sekelasnya tadi stuck, karena tak ada sepakat. Bahkan mereka masih bingung apa yang akan dibawakan nanti di festival sekolah, sementara acaranya bulan depan. Dia sedang mendengarkan musik lagu-lagu RnB yang ngebeat, padahal saat itu ia sedang berada di tempat duduk para pemain yang sedang beristirahat. Dia ada acara ekstrakurikuler hari ini setelah jam pelajaran sekolah berakhir. Sebagai seorang murid teladan, ia punya banyak agenda yang mungkin murid-murid biasa akan merasa kecil karenanya. Sejak dari bangun pagi sampai tidur lagi hidupnya telah teratur. Bangun pagi dia sudah mempersiapkan segala yang ia butuhkan untuk bersekolah. Setelah itu ia mandi, membersihkan diri dengan berbagai macam sabun. Ritual mandinya lumayan lama ditambah ia terkadang bersenandung. Di mandi terkadang pula sempatkan untuk menata rambutnya, entah gaya mohawk, punk, stylish, harajuku ataupun
Faiz tiba di rumah dengan lesu. Hari ini terlalu banyak kejadian yang membuatnya berpikir keras tentang dirinya. Ketika mendengar nama Saphira barulah ia mulai teringat lagi ketika dia, Iskha dan Saphira masih bermain bersama di lingkungan ia tinggal sekarang. Itu jauh sebelum Iskha pindah dari tempat ini. Kabar terarkhir Saphira pindah ke luar negeri setelah itu tak ada kabar sama sekali. Apa yang terjadi dengan Saphira tak ada yang tahu, bahkan orang tuanya pun tak pernah mengabarinya.“Sudah pulang Faiz?” tanya sang ibu yang masih sibuk menjahit. “Koq nggak salam sih?”“Maaf. Assalaamu’alaykum,” ucap Faiz.“Wa’alaykumussalam. Ganti baju trus makan siang. Kamu pasti lapar,” ucap sang ibu.Faiz hanya mengangguk pelan. Sudah menjadi kebiasaan kalau dia menyembunyikan apapun yang dia rasakan. Dia menengok ke ibunya sebentar sebelum masuk ke kamar yang menjadi dunianya.&ld
Iskha masih menangis di gendongan bocah laki-laki itu. Tampaknya ia tak peduli, yang penting ia pulang dalam keadaan bersih dari lumpur karena pasti orangtuanya bakalan marah kalau melihat ia kotor seperti sekarang ini.“Iskha, diem dong. Masa’ nangis melulu dari tadi?” bujuk Faiz. “Ntar aku kasih pisang goreng deh.”Iskha menggeleng. “Nggak mau.”“Trus apa dong biar kamu diem. Kita udah dapet kedelai nih, ntar kita bakar sama-sama,” bujuk Faiz sekali lagi.Iskha menggeleng-geleng. “Nggak mau.”“Halah, makin bawel aja sih kau ini,” gerutu Faiz.“Bakso, semangkok. Baksonya Pak Udin,” ucap Iskha.Faiz terkejut. “Lho, kok bakso?”“Pokoknya bakso kalau nggak kita nggak temenan lagi,” ancam Iskha. “Faiz jahat!”Saphira tertawa. “Ayo, aku juga minta bakso. Dasar anak iseng, kalau nggak awas besok!