“Ayolah, apakah kalian sudah baikan? Sudah dekat lagi atau malah canggung?”
“Oh itu, tenang aja. Aku dan Faiz baik-baik saja kok. Tampaknya Faiz mulai kembali ke dia yang dulu. Aku senang melihat dia menjadi anak yang lebih terlihat bersinar,” puji Iskha. “Dia juga sudah mulai tak tidur di kelas. Ah, meskipun tidur tapi sepertinya dia menyimak pelajaran dengan cara yang lain. Heran saja bagaimana ia bisa mendapatkan nilai sempurna pada pelajaran sejarah yang bahkan aku sendiri ngantuk untuk mengikutinya.”
“Bisa dibilang ia sekarang sedang fokus untuk masa depannya. Sebagaimana juga aku sedang fokus untuk masa depan juga,” kata Kayla. Dia meregangkan otot lengannya. “Agaknya aku harus bersemangat juga seperti kamu hari ini.”
“Yup, yuk! Udah mau telat nih,” ucap Iskha sambil menggandeng tangan Kayla.
Mereka naik angkot bersama, lalu sampai di sekolah pun bersamaan. Pagi yang cerah denga
Faiz dan Kayla berada di atap. Atap sekolah ini sebenarnya ada di atas ruang gym. Di tempat ini biasanya ada anak-anak ekstrakurikuler yang juga melakukan kegiatannya seperti karate maupun juijitsu. Angin bertiup kencang, membuat rambut Kayla berkibar-kibar. Dari tempat tersebut ia bisa melihat semua halaman sekolah dari gerbang sampai ke gedung tempat mereka belajar.“Ada yang ingin kau bicarakan?” tanya Faiz.“Kau tahu kalau dua hari lagi Iskha ulang tahun?” tanya Kayla.“Oh ya?” Faiz agak terkejut.“Halah, jangan bego. Kau pasti tahu, cuma pura-pura saja nggak tahu,” ucap Kayla.Faiz mengerutkan bibirnya. Sepertinya ada sesuatu yang aneh di sini. Sejak awal Kayla selalu mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain. Bahkan yang lebih aneh lagi kenapa dia memiliki sifat, perilaku dan kebiasaan yang mirip sekali dengan sahabatnya itu.“Aku lupa,” ucap Faiz.“Kau t
Dia kemudian mencoba mengambil buku yang lain. Buku-buku tentang teori-teori, teori relativitas, fisika kuantum, elektronika, listrik, ensiklopedia tempat-tempat bersejarah dan lain-lain. Bahkan Iskha juga sampai mengumpulkan buku-buku itu ke atas meja. Dia tumpuk buku-buku itu tak peduli buku apa saja yang dia ambil. Satu per satu kemudian dia mulai memeriksa kartu peminjamnya. Satu buku, dua buku, sepuluh, seratus, entah sudah berapa banyak buku yang dia ambil untuk diperiksa kartu peminjamnya. Dia pun menutup mulutnya tak percaya. Hampir semua buku ini dibaca Faiz? Bagaimana dia bisa? Padahal di kelas ia pekerjaannya tidur melulu.Iskha menutup wajahnya. Ia berusaha memahami apa yang terjadi selama ini. Apakah selama ini Faiz pura-pura jadi anak pemalas? Apakah selama ini dia pura-pura jadi anak bodoh agar tidak diperhatikan? Kenapa dia memendam perasaannya seperti itu? Apa yang sebenarnya dipikirkan anak itu? Dia tidak bodoh! Ia bahkan jenius. Otaknya encer, lalu kenapa d
Tak terasa sekolah hari ini sudah selesai. Murid-murid sudah beranjak dari bangku mereka untuk pulang ke rumah masing-masing. Arief bahkan membawa tempat bekal milik Lusi. Gadis itu sangat senang ketika tempat bekalnya dibawa Arief. Lusi buru-buru menggandeng Iskha, tampak sekali hatinya berbunga-bunga.“Lho, tumben gandeng-gandeng ini sambil senyum-senyum,” ucap Iskha menggoda sahabatnya.“Hehehe, ada deh,” ucap Lusi nyengir.“Cieehh, yang mulai pedekate. Gimana? Sukses belom?” tanya Iskha.“Sejauh ini sih aman-aman saja. Dia suka lho masakan buatanku,” jawab Lusi.“Kenapa? Kamu kasih mantra-mantra cinta gitu? Hihihihi,” goda Iskha.“Yaaahh, sejuta harapan sih ada. Kalau mantra cinta nggak ada. Paling juga kalau pas masak dikasih perasaan biar kesannya mendalam,” jelas Lusi.“Sok romantis. Biasanya aja nggak,” ledek Iskha.“Pokoknya hari
Setelah menyusun rencana untuk ulang tahun Iskha, Arief kemudian segera pergi ke tempat parkir untuk mengambil sepeda motornya. Sepeda motornya merupakan sepeda motor cowok merk Honda CBR-250-RR. Sepeda motor canggih yang paling keren di kelasnya. Suaranya yang menderu, warnanya yang kelabu, membuat makin gagah saja penunggangnya. Arief memasukkan tempat bekal yang diberikan Lusi tadi ke dalam ranselnya. Sebenarnya dia menghargai siapapun bahkan ketika ada orang yang berbuat baik kepadanya. Ia pasti akan membalasnya dengan berbuat baik. Sebenarnya pula, ia tak menaruh perasaan apapun ketika menerima bekal buatan Lusi, baginya Lusi melakukan itu karena sebagai teman, tidak ada yang lebih. Meskipun mungkin Lusi punya maksud lain yang tidak bisa diungkapkannya.Arief langsung pulang. Dia tidak pernah mampir ke mana-mana setelah memang tak ada urusan lagi di sekolah. Urusannya di sekolah sudah padat sehingga ia tak pernah mencoba berharap untuk bisa main ke sana kemari. Dengan se
“Assalaamu’alaykum,” sapa seseorang dari luar pagar.Penasaran, akhirnya Iskha pun keluar dari rumah. Dia sangat terkejut melihat siapa yang datang. Faiz? Cowok itu kembali dengan model rambut landak berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana jinsnya. Sementara itu kepalanya melongok dari atas pagar. Dasar cowok tiang listrik, tingginya benar-benar membuat Iskha nggak percaya kalau dulu dia dan Faiz sepantaran. Kedatangan Faiz ini cukup mengejutkan, karena dia jarang sekali datang ke rumahnya.“Wa’alaykum salam.... Faiz?” jawab Iskha. Iskha segera pergi ke pagar lalu membukanya. “Ada apa? Masuk dulu!”“Jalan-jalan yuk?!” ajak Faiz.“Hah? Jalan-jalan?” tanya Iskha tak yakin.“Iyalah, di deket sini kan ada taman kan? Aku ingin jalan-jalan sambil ngobrol ama kamu kalau boleh,” ucap Faiz.“Sekarang?”“Tahun
Iskha segera beringsut menuju ke ayunan yang berada di bagian taman berpasir putih. Desain taman ini cukup unik. Ada banyak mainan anak-anak seperti prosotan, ayunan dan jungkat-jungkit. Selain itu juga ada macam alat-alat senam seperti yang menggunakan tuas dan pedal yang bisa digunakan untuk bergerak. Terkadang orang-orang menggunakan alat-alat ini ketika mereka sedang berolahraga di taman. Tak cuma itu taman ini juga membentuk rute yang cocok digunakan untuk jogging, karena rindang dan ditumbuhi berbagai macam tanaman yang membuat siapapun betah untuk berolaharga di sini. Selain itu tempat sampahnya juga tersedia di berbagai sudut taman sehingga kebersihannya tetap terjaga.Gadis itu pun duduk di ayunan tersebut. Rambutnya bergerak-gerak ketika ayunan itu cukup cepat bergerak. Faiz berdiri di sebelahnya sambil memegangi ayunan itu agar tak terlalu cepat. Dia jadi teringat lagi sewaktu kecil juga melakukan hal ini. Dia menjaga agar ayunan itu tidak terlalu cepat berayun unt
Faiz sudah berada di rumah Iskha. Dia tampak berada di ruang tamu dengan Iskha yang mengobatinya dengan antiseptic. Perlahan-lahan gadis itu menuangkan cairan anti kuman ke kapas setelah itu dibasuh ke lukanya Faiz. Dengan telaten Iskha melakukannya. Dia bahkan sesekali meniup luka itu seolah-olah sangat sayang sekali luka itu bisa ada di sana. Terakhir ia mengambil plester bergambar kucing lucu, setelah itu ditempelkannya plester itu di siku. Dia tersenyum, seolah-olah karyanya sangat cantik dan imut.“Iskha?!” panggil Faiz yang membuyarkan gadis itu dari dunia khayalannya.“Hah? Apa?” tanya Iskha.“Serius?”“Maksudnya?”“Serius pake plester ini? Aku ini cowok. Orangnya macho, jago silat. Masa’ dikasih plester gambar kartun kucing lucu gini sih? Hilang dong kemachoanku,” keluh Faiz.Iskha ngikik. “Itu cocok kok buatmu.”“Tapi kan...!” Faiz prote
Ibu dan anak sibuk di dapur, sementara Faiz menunggu sambil bermain-main dengan ponselnya. Dia memulai chatting dengan Kayla. Faiz memastikan kalau dia nanti tidak dikejutkan dengan kedatangan Iskha yang datang tiba-tiba karena memang namanya juga kejutan. Kalau bocor ya berarti gagal dong ngasih kejutan ke Iskha.Faiz: Kay, aku sudah tahu apa keinginan Iskha.Kayla: Ya? Apa emangnya?Faiz: Dia ingin punya iPod. Gitu sih katanya. Alasannya karena tidak suka saja dengerin musik pakai ponsel.Kayla: Nah, gitu dong. OK, aku akan usahakan cari iPod. Pasti dia bakalan suka nantinya.Faiz: Trus, uangnya? Emang kamu punya uang?Kayla: Halah, itu nggak masalah. Kalau cuma iPod mah aku bisa beli. Ngomong-ngomong hadiahnya kamu yang kasih ya nanti. Anggap itu hadiah darimu.Faiz: Hah? Koq aku?Kayla: Woi
Arief menurutinya lalu duduk di kursi yang ada di seberang Ihsan. Dia melihat kiri kanan, ada banyak anak buahnya di sini. Apakah mereka orang suruhan pamannya? Dia tak tahu bagaimana cara pamannya berbisnis, yang jelas ia tahu pamannya orang yang sangat berpengaruh di Wijaya Group. Hampir sebagian besar usaha di Wijaya Group ini dikuasai oleh pamannya.“Aku ingin tahu dimana Kayla?” tanya Arief.Ihsan memberi isyarat menunjuk ke papan catur. “Kalau kau bisa mengalahkanku dalam permainan ini aku akan memberitahu dimana dia.”“Om, hentikan semua ini kalau ayah tahu, maka Om tahu apa yang akan terjadi,” ancam Arief.“Arief, kau itu masih naif. Kau kira aku menyuruhmu kemari tanpa persiapan? Bahkan ayahmu tak akan mampu berbuat apa-apa,” jawab Ihsan.Arief mengamati papan catur yang ada di hadapannya. Papan catur itu sudah dimainkan, posisi bidak putih tampak lebih unggul daripada bidak hitam. Tetapi bid
“Arief! Arief!? Arief!?” panggil Faiz. Dia menampar-nampar pipi saudaranya itu.Arief yang setengah sadar membuka matanya lalu tiba-tiba langsung terbangun. Dia menerkam Faiz, hampir saja ia kalap kalau Faiz bukan seorang ahli bela diri pasti sudah terjerembab oleh terjangan Arief tadi. “Kayla! Kayla!”“Woy! Sadar! Ini aku Faiz!” ucap Faiz. Segera ia mendorong Arief. Cowok itu pun berusaha berdiri.“Mana? Mana Kayla?!” tanya Arief.“Woy! Sadar! Kamu barusan pingsan di tengah lapangan basket,” jawab Faiz.Arief melihat sekelilingnya. Ada Faiz, ada Iskha dan Lusi. Dia tak melihat Kayla. Kemudian di dekat tempat dia berdiri ada ponsel yang tadi diberikan oleh orang berbaju hitam. Segera dia mengambil ponsel itu. Arief membuka kontak yang ada di dalam ponsel tersebut. Hanya ada satu nomor. Nomor itu bernama BOSS.“Kayla diculik,” ucap Arief.“Iya, kami tahu dia
“Kayla? Itu kau kan?” sekali lagi Arief memanggilnya.“Iya, ini aku,” jawab Kayla.“Ah, syukurlah. Kau membuatku gila. Kau mengerti? Kau membuatku gila. Aku kira kau itu tidak ada tetapi perasaanku mengatakan lain, kau itu ada,” ucap Arief.Kayla tersenyum. “Iya, beberapa saat lalu aku memang menghilang, tetapi sekarang aku kembali.”“Aku ingin kau ikut denganku!” pinta Arief.“Ikut kemana?” tanya Kayla.Arief tiba-tiba menggandeng tangan Kayla. Dia menarik lengan gadis itu sehingga Kayla tak bisa melawannya. Cowok itu mengajak Kayla menjauh dari keramaian, hingga akhirnya mereka sampai di lapangan basket. Suasana di lapangan itu gelap karena tak ada cahaya. Cahaya yang ada di lapangan itu hanya didapat dari koridor kelas yang ada di sekitar pinggir lapangan. Malam makin larut dan bintang-bintang mulai muncul menghiasi langit.Tangan Kayla di lepaskan. Kayla tahu
“Kau mengambilnya, sebab itulah aku bisa kembali ada,” ujar Kayla. “Aku tak percaya bisa bertemu nenek lagi.”“Kau mengatakan aku nenekmu?” tanya Iskha.“Iya, kau nenekku, kau juga sahabatku yang terbaik yang pernah ada. Aku melakukan kesalahan sebelum akhirnya kau pergi untuk selamanya. Aku kemudian ingat pesanmu ada seorang sahabat yang namanya mirip seperti namaku yang memberikan arloji itu kepadamu. Aku menyelidikinya dan tak kutemukan orang dengan nama seperti namaku di masa ini, di tempat ini. Dari situ aku sadar akulah yang kamu maksud, aku dari masa depan,” jelas Kayla. “Misiku hampir gagal. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku tak mengerti kenapa aku sampai menghilang?”“Mungkin saja, itu karena hal itu. Waktu itu...aku mendengar Faiz mengucapkan perasaannya kepadamu. Aku kira, aku kira Faiz menyukaimu,” terang Iskha. “Tetapi benarkah kau cucuku dari masa depan?”&ldq
“Kau belum menjawabku,” lanjut cowok itu.Iskha lalu mendorong pemuda itu sambil berusaha merebut coklatnya. “Itu coklat milikku, balikin!”Faiz mengangkat sebungkus coklat itu tinggi-tinggi. Lucu saja melihat kedua tingkah polah dua insan ini. Iskha berusaha meraih coklatnya, tetapi Faiz yang lebih tinggi mengangkat tangannya tinggi-tinggi akhirnya Iskha seperti kucing melompat-lompat ingin meraih sesuatu. Teman-temannya tertawa melihat hal itu.“Kalau melihat mereka kok rasanya dejavu ya?” gumam Sandi.“Oh, jangan-jangan kertas ini...,” Reno menunjuk gulungan ke kertas yang ada di ransel mereka.“AAHHHH!!” keempat anggota band berseru bersamaan.Lusi terkejut ketika keempat orang itu berseru. Dia tak mengerti apa yang terjadi. Tiba-tiba keempat anggota band tadi tertawa terbahak-bahak.“Oh, jadi begitu ceritanya. Baiklah,” gelak Ucup.“Tapi boleh ju
Arief mendesah lagi. Dia masih berada di sekolahan bersama dengan pengurus OSIS lainnya sedang mengatur dekorasi panggung. Tetapi pekerjaannya sudah selesai malam itu. Dia dan teman-temannya sedang beristirahat sambil makan-makan dari nasi kotak yang sudah disediakan untuk panitia. Meskipun makanannya tak begitu mewah, hanya berupa ayam bumbu rujak dengan sambal lalu nasi putih plus acar itu saja sudah membuatnya kenyang. Setelah makan dia duduk di sudut panggung sambil melihat teman-temannya yang asyik berkelakar di antara kursi-kursi yang sudah diatur. Dia menebak, kursi-kursi itu tak akan ada gunanya besok, karena para penonton lebih suka melihat pertunjukan itu sambil berdiri.“Pastikan ya gaes sebelum pulang, tak ada kesalahan. Sound system, lighting dan lain-lain!” ujar Arief dari kejauhan.“Sudah pasti, tenang aja! Pulang aja, Rief. Kamu sudah dari pagi di sini. Biar yang lain gantiin!” ucap salah satu panitia yang juga beristirahat.
Malam itu Iskha senyum-senyum sendiri. Setidaknya sekarang ia lega kalau Faiz memang menyukainya. Semua pertanyaannya selama ini telah terjawab. Tetapi masih ada misteri yang belum terpecahkan. Di mana Kayla? Bagaimana ia bisa menghilang begitu saja? Kenapa juga semua orang tak ingat dengan Kayla dan hanya dia sendiri yang bisa mengingatnya? Misteri ini memang belum terjawab, namun pasti ada jawabannya. Sementara itu ponsel Iskha berkali-kali berdering, serta Faiz yang mengiriminya chat dengan pertanyaan berkali-kali agar Iskha menjawabnya. Tetapi Iskha membalasnya dengan balasan yang singkat, “besok aja”.Dia merasa menang telak kali ini membuat Faiz was-was. Pasti sekarang ini Faiz tidak bisa tidur memikirkan jawaban yang akan diberikannya besok. Melihat ekspresi wajah Faiz sejak kembali ke kelasnya membuat dia senang sekali. Lusi saja sampai bingung dengan tingkah polah dua orang ini. Iskha tampak senang dengan ekspresi penuh kemenangan, sedangkan Faiz seperti
Faiz menatap mata Iskha. Dia bingung ingin mengekspresikan perasaannya. Kedua insan itu hanya terdiam sambil saling menatap mata. Tetapi Faiz yang mengalah, “Ah, sudahlah. Ngomong-ngomong besok kamu mau tampil?”Iskha benci hal ini. Kenapa Faiz tak menjawabnya. Dia mendengus kesal. “Iya.”“Kalau misalnya aku pergi, kau kehilangan tidak?” tanya Faiz tiba-tiba membahas sesuatu yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.“Pergi? Pergi kemana?” tanya Iskha.“Yah, ke tempat yang jauh gitu,” jawab Faiz. “Kira-kira kau akan merasa kehilangan tidak?”“Tempat yang jauh itu banyak, emangnya kau mau kemana? Ada kompetisi di luar kota?” tanya Iskha yang mengetahui kalau ekstrakurikuler pencak silat di sekolahnya mengikuti kompetisi di luar kota.Faiz menggeleng. “Bukan itu, kalau itu semua juga tahu.”“Lalu apa?”“Aku mau kuliah d
Ternyata Iskha membawa Faiz ke ruang UKS. Di sana ia segera masuk dan meminta minyak kayu putih untuk dioleskan di tempat yang gosong tadi. Faiz dipaksa duduk di kursi sementara Iskha mengambil minyak lalu menaruh sedikit di tangannya, setelah itu dia mengoleskan minyak itu ke luka gosong yang ada di perut Faiz. Berkali-kali Iskha menelan ludah saat mengolesinya. Ini pertama kali ia melihat perut seorang lelaki dan entah kenapa jantungnya berdegup lebih kencang.“Hati-hati! Sakit tahu!” ucap Faiz.“Kalau kamu berisik aku tambah lagi,” ancam Iskha.“Iya, iya. Nggak, nggak kok,” ucap Faiz sambil mengangkat kedua tangannya. Dia kapok mengusili Iskah lagi.“Nah, cukup!” ucap Iskha setelah selesai mengolesinya. Matanya menatap tajam ke arah Faiz. Faiz merinding melihat tatapan itu. Dia mengembalikan minyak tersebut ke tempatnya sambil berterima kasih kepada penjaga UKS.“Hei, mau kemana?” tanya