"Siapa kamu?" tanya sosok penjembut dengan suaranya yang begitu menakutkan."Dia belum selesai di dunia ini. Kamu tidak boleh menjemputnya!" kesal sosok yang ternyata adalah Dumadi. Pria yang sejak awal begitu berharap pada Jaka yang kini tergeletak di atas lantai dengan nyawa yang hampir lepas dari tubuhnya."Apa yang kamu katakan?" sosok berwajah menakutkan itu langsung memutar wajahnya ke arah lalu menatap wajah pria yang sudah kehilangan banyak darah itu dengan iba. "Jadi kamu belum bisa pulang?"Ya!Dumadi mengangguk cepat agar sosok ini segera pergi. "Dia masih punya urusan denganku, jadi biarkan dia di sini,"Jaka menoleh ke arah Dumadi lalu menghela nafasnya merasa kalau percuma jika dia tetap hidup padahal dia tidak memiliki keakinan lagi untuk bangkit. "Apa tidak bisa kau pergi saja?" tanyanya dengan penuh harap teman ayahnya itu akan membiarkan semua ini terjadi tanpa perlawanan."Jaka, kami sangat berharap padamu. Irawan sudah hampir menyerah dan itu karena kamu. Jadi apa
Saat Irawan dan Marni masih sibuk memikirkan cara untuk membalas Jaka, pria itu malah sudah bangkit dari keterpurukannya. Seakan tak ada masalah yang menimpa dirinya kemarin sehingga Jaka bisa kembali ke pabrik peti mati tempatnya bekerja yang sempat dia tinggalkan.Kembalinya Jaka ternyata membuat Danu sangat senang sehingga atasannya itu menyambutnya dengan suka cita. Tak ada rasa benci atau kekecewaan, melainkan kebahagiaan menyambut kepulangan Jaka, pria yang sangat dia andalkan selama ini."Jadi Bapak tidak marah aku pergi beberapa lama?" tanya Jaka dengan polosnya dan segera ditimpali Danu dengan tawa."Tentu saja tidak! Aku tau kemana kamu pergi, karena itu aku tidak akan mempermasalahkan semua itu," ucap Danu lalu memeluk Jaka."Memangnya Bapak tau dari mana saya kemana?" tanya Jaka bingung tapi sekali lagi Danu hanya tertawa mendengar perkataan supir andalannya itu.Tentu bangkitnya Jaka menunjukkan betapa tangguhnya suami Roro ini. Ia tak larut dalam kesedihan atau amarah, me
Astaga!Jaka terperanjak karena matanya jelas melihat sebuah paku berukuran besar yang tertancap di sebuah bilah kayu menembus badan ban mobilnya. Dengan cepat dia menariknya dan....Apa ini?Bowo semakin kaget saat tangan Jaka malah berlumuran darah setelah menarik kuat bilah kayu itu. Kernet muda itu kemudian menatap mata Jaka dalam untuk memahami apa sebenarnya yang sedang mereka alami siang ini. "Ini darah," lirih Bowo dengan mata yang terbelalak karena rasa takut seketika memenuhi kepalanya."Ba---gaimana bisa ada darah di..." Jaka memutar bilah kayu itu untuk melihat apa gerangan yang sempat tertancap di bilah kayu ini hingga mengucur deras darah segera dari ujung paku yang mustahil tiba-tiba berdarah."Apa mungkin..." Bowo menelan anak katanya sebelum memutar kepalanya ke arah ban yang kempes karena paku besar ini. "Tidak mungkin," jawabnya sendiri."Apanya yang tidak mungkin?" tanya Jaka yang masih belum paham tentang kejadian ini.Bowo lalu mangkit dari tempatnya jongkok meme
Jaka masih menatap wajah Bowo yang begitu kaget dengan kabar yang baru saja dia terima. Supir tampan itu terus saja mengamati wajah itu meski tidak kunjung mendapatkan jawaban.Bowo sebenarnya ingin sekali menjelaskan kepada Jaka apa yang terjadi jika pemilik rumah duka meninggal seperti cerita yang selama ini dia percaya, tapi dia takut cerita ini malah jadi kenyataan dan tentunya itu akan berdampak pada pengiriman peti ke kota ini.Setelah lama terdiam, Jaka akhirnya mengikuti petugas rumah duka untuk menyelesaikan tugasnya yaitu mendapatkan tanda terima dari kantor, bukti dia telah mengirim peti dalam keadaan baik selama perjalanan.Seorang pegawai wanita kemudian membubuhkan stempel di surat jalan yang dibawa Jaka lalu mem-fotocopy 2x kali sebagai arsib bagi rumah duka."Jadi ini sudah selesai?" tanya Jaka setelah surat jalannya dikembalikan pegawai bagian administrasi rumah duka.Wanita itu kemudian berdiri lalu dengan ramah berkata. "Sudah, Mas. Tapi makan siang dulu, ya,"Ahay!
Jaka tidak bergeming dari tempat duduknya saat menyadari kalau panggilan itu berasal dari mahluk astral yang ada di ruangan tempatnya berada saat ini. Begitupun Bowo, dia juga terdiam sambil berdoa dalam hati agar tidak kembali bertemu sosok menakutkan seperti yang biasa dia lihat sebelumnya. "Ma--as...." Bowo meraih tangan Jaka lalu menatap mata Jaka begitu dalam. "Mas liat apa?"Melihat mata Bowo yang begitu ketakutan, Jaka kemudian terkekeh sendiri menutupi rasa takutnya. "Aku tidak tau, Bowo. Jangan tanya aku. Itu sosok yang ada suaranya tapi nggak ada wujudnya," bisik Jaka memperjelas apa yang dia rasakan sekarang."Kita gimana dong?" ucap Bowo masih dalam raut wajah yang sama."Lari!" Jaka yang ketakutan segera beranjak dari tempat duduknya kemudian berlari sekencangnya untuk menghindari apa yang sangat dia takuti. Dia terus berlari hingga akhirnya tiba di depan mobil pick up butut yang dia kendarai."Mas!" Bowo berlari sekencangnya menyusul Bowo yang sudah tiba lebih dulu.Waj
Hust!Jaka dengan marah menghentikan perkataan adik iparnya itu lalu terkekeh agar Darma tidak jadi pergi dari rumah kontrakannya. Dia lalu menyalakan lagi ujung rokoknya yang padam lalu kembali berbincang dengan Darma mengalihkan rasa takut yang masih menggunung di kepalanya."Kamu jadi tidur di sini, kan?" pinta Jaka sekali lagi ketika Darma mulai mengantuk karena kekenyangan.Darma mengangguk pelan. "Ok! Aku di sini. Tapi janji satu hal," Wajah Darma yang tadinya begitu santai tiba-tiba jadi tegang membuat Jaka bertanya-tanya apa gerangan yang akan dikatakan bocah tengil satu ini."Apa?" tanya Jaka dengan gaya menantang adiknya agar segera mengucap anak kata yang sudah ada di ujung lidahnya."Kalau sampai aku mendengar sesuatu yang aneh, Mas harus antar aku pulang, ya,"Jaka mengangguk tanda setuju kemudian mulai menyiapkan alat tidur yang akan digunakan oleh Darma.Mereka kemudian tidur di ruang tengah rumah kontrakan itu dengan lelap dan baru terbangun sebelum adzan subuh berkuma
Jaka berlari sekencangnya dengan seluruh kekuatan yang dia miliki. Kakinya sempat beberapa kali tersandung kerikil tapi dia buru-buru menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh di saat yang genting ini.Sama seperti kakak iparnya. Darma juga berlari dibelakang Jaka tanpa mau menoleh ke belakang dan baru berhenti saat akhirnya mereka berdua tiba di depan halaman masjid."Alhamdulillah," Jaka yang terengah-engah langsung duduk di tangga masjid yang mulai dipadati para jamaah. "Kamu dengar kan tadi itu, Ma?" tanya Jaka pada Darma yang mengikutinya duduk di tangga."Iya, Mas. Jelas banget. Udah kita sholat aja. Jangan pikirin yang tadi,"Keduanya kemudian kompak berdiri dan melangkah masuk ke dalam masjid. Setelah mendapat posisi sholat yang mereka rasa paling tepat, Jaka dan Darma perlahan khusuk dalam ibadah pagi mereka.Selama sholat hingga melantunkan doa, Jaka dan Darma terlihat tidak sedikitpun menoleh ke belakang. Mereka masih takut kalau sosok asing itu akan mendekati mereka meski me
Setelah perbincangan panjang pagi itu, Jaka kembali ke pabrik untuk memulai aktifitasnya. Dia melupakan sejenak masalah adik iparnya untuk fokus dengan tugas yang diberikan Danu hari ini.Tugasnya tidak berat, hanya mengantarkan dua buah peti mati ke Surabaya tepatnya di daerah Waru dekat Terminal Bungurasih. Untuk urusan antar peti ke Surabaya memang baru bagi Jaka tapi tidak untuk Bowo yang nampak begitu siap duduk di samping Jaka yang terlihat bingung akan memilih jalan yang mana mengingat jalan menuju Surabaya adalah hal asing baginya.Karena merasa Jaka tidak akan mampu menyetir hingga tujuan dan terlalu riskan memberikan tugas ini pada Jaka akhirnya Bowo sepakat untuk memengang kemudi sembari Jaka mengingat-ingat jalan ke titik tujuan.Sepakat duduk di samping kemudi, Jaka mulai terlihat nyaman dengan joknya. Dia juga mengeluarkan sekotak rokok pemberian rumah duka di Kediri agar tidak mengantuk saat mobil mulai melaju."Mas, tadi kata Mas kan mau sarapan dulu. Jadi nggak nih?"