Boris masih mengenakan pakaian rumah, dengan sedikit bercak-bercak darah. Dia juga hanya memakai sandal rumah, benar-benar berbeda dari dirinya yang biasa selalu berpenampilan rapi dan keren. Di ruang IGD, selang oksigen terpasang di hidung Zola. Dia perlahan-lahan sadar kembali. Begitu sadar, dia langsung meraih tangan dokter yang berada di dekatnya dan berkata dengan suara lemah, “Aku mau cari Lucia ....”Zola bersikeras mau mencari Lucia. Jika tidak, dia tidak akan menerima perawatan. Dokter tak berdaya, hanya bisa meminta perawat untuk pergi mencari Lucia. Sesaat kemudian, Lucia datang ke IGD. Dia tampak kaget ketika melihat kondisi Zola. Zola meraih tangannya dan berkata, “Lucia, tolong aku. Kamu harus bantu aku lindungi anakku. Harus ....”“Zola, kamu tenang saja. Percayakan pada dokter. Kalian pasti akan baik-baik saja. Kamu yang tenang, biarkan kami rawat kamu dulu, oke?”Lucia menggenggam tangan Zola untuk menenangkannya. Setelah Zola lebih tenang, dia baru menjelaskan situasi
“Aku temani kamu di sini. Aku nggak akan ganggu kamu. Aku diam saja, nggak akan lakukan apa pun,” kata Boris.Usai berkata, Boris mengulurkan tangannya untuk merapikan rambut di pipi Zola. Namun, ujung jarinya belum sempat menyentuh pipi Zola, perempuan itu sudah menghindar lebih dulu. Tangan Boris berhenti di udara. Wajah Zola begitu pucat, bibirnya tidak berwarna. Bahkan matanya pun tampak sayu.Boris mengepalkan tangannya erat-erat, lalu menurunkannya. Setelah membantu Zola menaikkan tempat tidur, dia mengambil bubur dan berkata pada Zola, “Aku suapi kamu. Makan sedikit untuk ganjal perut dulu, oke?”Bubur polos, ditambah sedikit garam sebagai penambah rasa. Namun, sekarang Zola tidak bisa makan apa pun.“Aku nggak mau makan,” kata Zola.“Kamu mau makan apa? Biar aku suruh orang siapkan.”“Aku nggak mau makan apa pun. Kamu pergi saja, oke?”“Zola, tadi malam aku yang salah. Aku nggak pertimbangkan perasaan kamu. Aku janji nggak akan terjadi lagi, oke?” Boris memilih mengalah, suaran
Zola terlihat sedikit kebingungan, tapi dia tidak enak hati menolak niat baik sang kakek. Jadi dia hanya bisa bersikap kooperatif. Zola melihat selembar foto yang diberikan Hartono. Pria yang ada di dalam foto memiliki penampilan yang tampan dan bersih.“Kakek, kelihatannya yang ini oke juga. Berapa umurnya?” tanya Zola.“Yang ini, ya? Namanya Sandy, anaknya Dokter Guntur, dari keluarga kedokteran. Dia benar-benar anak yang pintar, satu tahun lebih muda dari kamu.”“Lebih muda dari aku? Kalau begitu nggak cocok.” Zola menggelengkan kepalanya.“Loh, kenapa nggak cocok? Sekarang bukannya lagi tren punya pacar lebih muda, ya? Aku akan segera atur semuanya. Pokoknya kamu tinggal terima bersih. Besok kamu temui Sandy dan coba ngobrol dulu dengannya.”Tak ingin berlama-lama, Hartono segera mengambil keputusan. Zola hanya bisa mengerutkan bibir, tidak berkomentar. Rosita yang melihat foto itu pun ikut menimpali, “Sandy memang lebih muda dari kamu, tapi dia sangat bijaksana, pengertian lagi. A
Sebelum itu, Boris sudah berkata lebih dulu, “Kakek, aku dan Zola belum bercerai. Tapi Kakek mau jodohkan dia dengan pria lain. Kalau hal ini sampai tersebar, bukan hanya akan buat aku kehilangan muka. Tapi seluruh keluarga Morrison akan kehilangan muka.”“Huh, kamu sedang ancam aku?” tukas Hartono.“Aku hanya katakan faktanya.”Boris berkata dengan nada bersungguh-sungguh. Alisnya sedikit berkerut, dengan sedikit ketidakberdayaan.“Nggak usah ancam aku dengan ini. Keluarga Morrison nggak akan mudah kehilangan muka.”“Kakek benar. Tapi kalau terlalu banyak rumor juga akan mengacaukan pikiran orang. Apalagi sekarang proyek baru Morrison Group sudah resmi dimulai. Banyak orang yang perhatikan proyek ini. Di atas ada, di bawah juga banyak yang ingin menjatuhkan kita. Di saat seperti ini kita harus hati-hati dalam bertindak. Bagaimana menurut Kakek?”Wajah dan sorot mata Boris terlihat sangat serius. Dia mengatakan hal itu bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk Morrison Group.Boris
Kebetulan Zola juga bisa memanfaatkan waktu ini untuk menyelesaikan proyek yang ada di tangannya. Zola tidak menunggu Boris datang untuk menjemputnya. Dia meminta sopir di rumahnya untuk datang dan membawanya pulang ke Bansan Mansion.Hartono bahkan mengantar Zola sampai ke mobil. Sebelum pergi, Hartono berbisik padanya, “Zola, kalau perasaanmu terhadap Boris berubah selama perceraian kalian ditunda, kalian berdua juga sepakat untuk melanjutkan pernikahan kalian, berilah dia satu kesempatan lagi. Juga berikan satu kesempatan pada keluarga Morrison. Kita berikan keluarga yang lengkap untuk anakmu tanpa membuat dirimu sendiri menderita, oke?”Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di telinga Zola. Terus berlanjut sampai dia tiba di Bansan Mansion. Zola berulang kali bertanya pada dirinya sendiri. Jika hari itu benar-benar tiba, apakah dia akan setuju? Akankah Boris bersedia?Karena dirawat selama dua hari di rumah sakit, wajah Zola masih terlihat sangat pucat. Namun, itu tidak mengurangi k
“Boris, aku hanya punya kamu. Kalau kamu nggak inginkan aku lagi, lebih baik aku mati saja.”Semakin lama suara Tyara semakin pelan. Pada akhirnya, dia langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban Boris. Setelah itu, dia membawa mobil dan meninggalkan Bansan Mansion. Dia ingin pergi ke rumah keluarga Morrison untuk bertanya mengapa mereka memperlakukannya seperti ini.Boris hanya berpikir kalau Tyara belum bisa menerima hal ini. Jadi dia berencana untuk menjelaskan alasannya nanti setelah dia pulang ke Bansan Mansion. Hanya saja, Tyara tak kunjung kembali. Boris meneleponnya, tapi tidak ada yang angkat. Boris juga menghubungi manajer Tyara, tapi si manajer mengatakan kalau dia tidak bertemu Tyara.Tyara tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Ditambah lagi, cuaca di Kota Binru tidak begitu bagus akhir-akhir ini. Saat ini di luar sudah hujan deras.Sudah pukul sepuluh malam. Boris mengerutkan keningnya, aura dingin terpancar dari kedua matanya. Pada akhirnya, dia mengambil ponsel dan menghub
Zola mengerutkan bibirnya. Ada rasa gelisah di hatinya, yang membuatnya tidak nyaman. Entah berapa lama kemudian, dia yang baru saja tidur terbangun oleh dering ponselnya.Panggilan dari nomor tidak dikenal. Zola langsung menjawab, hatinya tiba-tiba menjadi tegang saat dia berkata, “Halo?”“Bu Zola, ini saya. Bu Zola bisa datang ke rumah sakit sekarang? Pak Boris mengalami kecelakaan. Sekarang Pak Boris sedang di ruang operasi ....”Itu telepon dari Jesse. Otak Zola seketika menjadi kosong. Dia sudah tidak mendengar apa pun yang Jesse ucapkan. Seluruh tubuhnya jadi dingin dan membeku.“Apa yang terjadi padanya?” tanya Zola dengan suara bergetar.“Pak Boris mengalami kecelakaan di jalan ....”Tangan Zola yang memegang ponsel tiba-tiba menjadi lemas. Ponselnya jatuh, dia pun segera duduk. Kedua matanya bergetar. Dia mengambil ponselnya dan berkata dengan suara yang jelas bergetar, “Oke, aku akan segera ke sana ....”Zola mengganti pakaiannya secepat mungkin dan turun ke bawah. Sekarang s
“Bu Tyara sudah ditemukan, tapi dia masuk angin dan demam tinggi. Sekarang masih diinfus,” jawab Jesse.“Oke, aku mengerti. Kalau begitu, kamu bantu jaga di sini saja. Untuk masalah lainnya, tunggu sampai dia sadar baru bicarakan lagi.”Setelah mengatur semuanya, Zola meninggalkan bangsal. Sebenarnya dia ingin langsung pergi menemui Tyara dan bertanya padanya, tapi Zola cepat-cepat mengurungkan niatnya tersebut. Boris menerobos hujan lebat di tengah malam untuk mencari Tyara. Bukan Tyara yang paksa Boris dengan menaruh pisau di lehernya. Jadi atas dasar apa Zola mencarinya?Zola langsung kembali ke Bansan Mansion dengan mobilnya. Selesai cuci muka, dia sarapan dulu. Kemudian, dia mandi dan mengganti pakaiannya. Setelah itu, dia baru kembali ke kamarnya untuk tidur.***Di rumah sakit.Boris sadar sekitar pukul delapan pagi. Saat itu, Zola sudah lebih dari satu jam meninggalkan rumah sakit. Begitu membuka matanya, Boris melihat seorang perempuan duduk di sampingnya dengan tangan menopan