Jesse merangkum apa yang terjadi di internet dengan menyebut “Para tokoh sukses dari berbagai industri” meskipun sebenarnya yang terjadi lebih besar daripada itu.Dia menyerahkan tangkapan layar yang dikirimkan dari departemen humas kepada Boris. Totalnya ada puluhan akun resmi yang mengunggah pernyataan dukungan.Di antara perusahaan dan tokoh sukses tersebut, tidak semuanya memiliki hubungan kerjasama dengan Morrison Group, bahkan beberapa tidak pernah berhubungan sama sekali, termasuk beberapa yang berasal di luar negeri, yang jelas-jelas tidak ada kaitannya.Melihat kejadian ini, Boris tenggelam dalam pikirannya. Apa sebenarnya yang terjadi? Siapa yang mengendalikan ini semua? Lelaki itu termenung cukup lama, tetapi tidak dapat memikirkan siapa yang mungkin terlibat dalam hal ini.Dia menatap Jesse dengan serius dan bertanya, “Apakah kamu tahu siapa yang melakukannya?”“Nggak tahu, saya sudah cek satu per satu perusahaan dan tokoh yang mengeluarkan pernyataan dukungan. Tidak ada ke
Boris menatap Jesse dengan datar bertanya, "Bagaimana?"Lelaki itu menyerahkan laporan pemeriksaan yang dia dapat dari pihak medis kepada Boris dan menjawab, “Sama dengan dugaan Anda."Boris mengambilnya dan melirik sekilas pada laporan tersebut. Di laporan tersebut tertulis jelas, bahwa si korban menderita kanker lambung dan diperkirakan hanya memiliki waktu hidup lebih dari satu bulan. Jadi, semuanya menjadi jelas.Karena korban memiliki penyakit ganas, keluarganya pun sudah menyadari hal ini. Alasan mereka menolak autopsi adalah karena takut Boris dan polisi akan menemukan fakta tersebut. Kini terlihat, semuanya sudah direncanakan sebelumnya.Boris menyipitkan matanya dan memasang raut dingin sambil berkata, “Biarkan Pak Jodi yang menunjukkan laporan ini pada mereka. Saya ingin tahu bagaimana mereka akan membela diri."Jesse mengangguk dan turun untuk masuk ke kantor polisi. Dia menyerahkan laporan itu kepada Jodi. Melihat laporan tersebut, Jodi bertanya, "Apakah situasi ini benar?"
Ketika berhadapan dengan permohonan dari keluarga korban, Jesse segera meminta petunjuk dari Boris, “Pak Boris, menurut Anda apakah kita masih perlu menuntut pertanggungjawaban mereka?”Boris terdiam sejenak, kemudian dengan nada datar berkata, “Biar mereka menerima wawancara media dan mengungkapkan semuanya. Meskipun mereka sebagai keluarga inti mungkin bukan dalang dari rencana ini, keinginan mereka untuk meraih keuntungan sudah jelas.”“Kalau Morrison Group mengalah, itu berarti mereka berhasil. Jadi, tanggung jawab yang harus mereka pikul nggak akan dibatalkan. Sedangkan untuk kompensasi, urusan mereka mau menerimanya atau nggak. Kita biarkan pihak polisi yang menentukan jumlah kompensasi yang sesuai.”Dalang utama dalam insiden ini adalah sepupu korban, jadi sudah sewajarnya dia bertanggung jawab penuh atas akibatnya. Namun, sebelum itu, Boris ingin mendapatkan pengakuan dari mulutnya. Jadi setelah berpikir sejenak, dia memberi instruksi pada Jesse, “Cari cara untuk membawa orang
Pria itu tidak menjawab dan berkata, “Apa yang kalian lakukan ini melanggar hukum! Aku akan melaporkan kalian sudah berkolusi dengan polisi untuk menindas orang, ini melanggar hukum … Ah!”Salah satu pengawal yang berdiri di dekatnya langsung menendang lelaki itu ketika melihat sikapnya. Tatapan dingin Boris sekilas mengarah ke pengawal itu, lalu dengan tenang dia berkata, “Biarkan dia duduk untuk berbicara denganku.”Pengawal itu segera mengerti dan menarik lelaki tersebut. Dia mendudukannya di sofa yang ada di hadapan Boris. Suara lelaki itu sudah serak, mungkin karena terus berteriak sejak keluar dari kantor polisi.Boris menatapnya dengan dingin dan berkata, “Menurutmu, kalau aku bisa membawamu keluar dari kantor polisi, aku akan membiarkanmu melaporkan bahwa aku berkolusi dengan pihak kepolisian?”“Apa yang mau kamu lakukan? Kuberi tahu, kamu nggak boleh sembarangan, kalau nggak ….”“Kalau nggak kenapa?” Boris tertawa sinis. “Kamu mau meminta orang yang memerintahmu untuk melapork
Setelah minum, dia meletakkan gelas dan bangkit berdiri sambil berkata, “Sudahlah, serahkan saja ke pihak polisi. Biarkan mereka menanganinya sesuai aturan, satu-satunya permintaanku adalah segera disidang dan biarkan aku yang memutuskan apa konsekuensi fisiknya.”Lelaki itu memahami maksud perkataan Boris. Meski Boris tidak bisa sepenuhnya mengontrol prosedur kepolisian, situasi di dalam penjara bisa saja berbeda. Semua karena di sana ada berbagai macam orang dan apa pun bisa terjadi.Lelaki itu mengerti ancaman tersebut dan segera bangkit untuk mengadang Boris. Karena tangannya diborgol, dia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai.Sambil mendongak, lelaki itu berkata, “Pak Boris, aku akan bicara, aku akan bicara. Meski aku nggak sempat melihat wajahnya secara jelas, aku merekam video saat dia memberikan instruksi. Dia memakai topi dan masker, berpakaian serba hitam. Mungkin kamu bisa menemukan petunjuk dari sini.”Boris berhenti sejenak dan menoleh sembari berkata, “Kamu tahu ko
Dia berkata dengan tenang, “Boris, aku mengerti apa yang kamu katakan, tapi menurutku, kalau ada yang mendukung Morrison Grup apalagi di saat genting seperti ini, itu lebih baik daripada nggak ada yang mendukung sama sekali, bukan?”“Tentu saja. Tapi sampai sekarang aku belum menemukan siapa sebenarnya dalang yang mengatur dukungan dari orang-orang dan perusahaan-perusahaan itu untuk Morrison Group,” suara lelaki itu terdengar jelas tetapi membuat Zola menggigit bibirnya secara refleks.Dengan suara pelan, dia bertanya, “Lalu menurutmu siapa yang paling mungkin?”Boris berpikir sejenak. “Sebenarnya siapa pun bisa saja, tapi nggak ada yang benar-benar terlihat jelas. Mengumpulkan begitu banyak orang dan perusahaan itu nggak mudah, tapi hanya ada sedikit orang yang mungkin mampu melakukannya.”“Di antara orang-orang yang kita kenal, nggak ada seorang pun yang bisa bertindak secara anonim seperti ini. Jadi, untuk sementara, aku belum tahu siapa pelakunya.”Zola mengangguk pelan, pandangan
Sikap Zola sangat tegas. Dia sedang memberi tahu Mahendra dengan cara ini untuk tidak mencampuri urusannya dengan dalih peduli dan berpura-pura demi kebaikannya. Lelaki itu sudah melampaui batas.Terutama akhir-akhir ini, kata-katanya membuat Zola merasa dia sudah tidak mengenali orang ini lagi. Terasa sangat asing hingga membatnya tidak nyaman.Keduanya saling menatap terdiam. Setelah hampir setengah menit, Zola akhirnya berkata, “Kalau nggak ada hal lain, aku mau pergi kerja dulu.” “Zola.” Mahendra langsung menahannya dengan berkata “Apakah kamu mencintainya sebegitu dalam?” Zola tidak menjawab dan hanya menatapnya dengan datar. Dia selalu berpikir Mahendra cukup mengenalnya sehingga tidak perlu bertanya banyak hal. Namun, sekarang terlihat jelas bahwa Mahendra sama sekali tidak mengerti dirinya. Lelaki itu tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkannya. Zola tetap diam, dan kebetulan ponsel Mahendra berdering. Dia mengambil ponselnya dan meliriknya sekilas. Matanya sedikit membes
Jawabannya tentu saja tidak. Dia tahu bahwa Boris sudah curiga, dan beberapa hal pasti akan lelaki itu selidiki hingga tuntas. Oleh karena itu, Mahendra telah bersiap sejak awal agar tidak meninggalkan informasi apa punbagi Boris. Namun, apakah kenyataannya memang demikian?Morrison Group.Jesse Kembali ke Morrison Group setelah mengantarkan kakak sepupunya korban ke Morrison Group. Lelaki itu langsung ke kantor Boris dan berkata, “Pak Boris, Anda sudah melihat videonya?”“Iya, lelaki ini sama dengan yang bawa istrinya Budi.”"Saya juga berpikir begitu. Jadi, saya berencana untuk memeriksa tempat di mana video tersebut diambil dan area taman di sekitarnya untuk melihat apakah ada CCTV yang dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang lelaki ini." Boris mengangguk menyetujuinya, dan dia menambahkan, "Jangan sampai ada orang ketiga yang tahu tentang hal ini. Untuk sementara, cukup kita berdua yang tahu." Di masa krisis seperti ini, ada yang harus ditangani dengan sangat hati-hati.
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum