“Tentu saja nggak salah. Tapi salahmu adalah menghasut istriku untuk cerai denganku. Apa Pak Mahendra nggak tahu betapa pentingnya reputasi dan moral seseorang? Kalau seseorang nggak peduli dengan itu semua, maka orang itu nggak akan punya batasan dalam hidup. Orang seperti itu nggak akan dihormati di mana pun.”Boris tersenyum dingin. Dia bicara dengan nada penuh ancaman. Kata-katanya bagaikan sebuah peringatan yang sangat mengerikan. Mahendra tersentak dan ketika dia membuka mulut hendak berbicara, suara Zola kembali terdengar.“Kalian sudah cukup? Kalau sudah, langsung keluar!”Emosinya memuncak dan nada suaranya terdengar dingin. Mungkin karena khawatir dia tidak didengarkan lagi, Zola langsung mengambil sebuah map dan membantingnya. Seketika ruangan tiba-tiba menjadi hening.Mereka bertiga saling berpandangan sejenak dan akhirnya Zola berkata, “Masih ada yang mau disampaikan? Kalau nggak ada, sudah boleh pergi. Aku mau kerja.”Mahendra mengerutkan keningnya dan menatap Zola seakan
Boris tidak menghindar dan menatap Zola dalam-dalam. Dengan suara tenang dia berkata, “Kalau karena kompetisi ini suasana hatimu terganggu dan memengaruhi hubungan kita, menurutku nggak ada gunanya kamu melanjutkannya.”“Jadi kamu sedang mengancamku?” tanya Zola dengan dingin.Boris hanya berkata, “Ini bukan ancaman, ini hanya pengingat. Sekarang kamu sedang hamil, kalau marah bisa memengaruhi perasaanmu, nggak baik untuk kamu dan bayinya. Jadi aku kasih kamu waktu untuk memikirkannya, oke?”“Nggak baik untuk bayinya atau nggak baik untuk aku dan bayinya?”Zola tersenyum tipis dan nyaris tidak terlihat.“Menurutmu aku memintamu keluar dari kompetisi hanya demi bayi?”“Memangnya bukan”“Zola, meski nggak ada anak ini, aku juga nggak akan setuju kamu ikut kompetisi kalau kamu seperti ini.”“Boris, kompetisi memang diadakan oleh Morrison Group. Tapi desainer yang ikut bersaing dengan kemampuan mereka sendiri. Kamu menyuruhku mundur sebelum aku memulainya. Apakah itu benar-benar demi kebai
Zola menuangkan minuman untuk Rosita dan megambil buah. Setelah itu dia kembali duduk di meja makan dan melanjutkan makannya. Boris menatap ibunya dengan kening berkerut, tetapi ibunya berkata, “Kamu temani Zola makan, nggak perlu melihatku terus.”Boris tidak menjawab. Meski dia merasa ibunya datang di waktu seperti ini, pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Namun, dia tidak buru-buru menanyakannya. Keduanya duduk kembali dan menghabiskan makan tanpa ada interaksi. Rosita juga merasakan ketegangan keduanya.Sambil menunggu mereka selesai makan, Rosita berkeliling singkat sejenak. Setelah Zola selesai, Boris memilih membereskan peralatan makan. Dia tersenyum dan berkata, “Boris, sekarang Zola hamil. Kamu harus menjaganya dengan baik. Pekerjaan rumah ini harus diambil alih, Jangan biarkan dia kelelahan, mengerti?”Boris tidak bersuara dan hanya menatap ibunya sekilas.Zola bersuara, “Mama, sekarang aku temani Mama lihat Nenek, ya?”“Oke.”Kemudian keduanya membawa hadiah yang disiap
Seiring dengan jawaban Zola, suasana menjadi hening. Bahkan terdengar suara napas setiap orang. Tidak ada yang bicara dan hanya menatap Zola. Namun, perempuan itu terlihat tidak peduli dan tenang.Setelah keheningan sesaat, Boris berkata, “Karena dia sudah putuskan, Anda jangan memaksa lagi, oke?”“Boris.” Rosita mengerutkan keningnya. Namun, sebelum dia berbicara, Boris sudah memotongnya.“Nenek, Nenek dan Mama bicara dulu, aku ada urusan kantor yang harus diselesaikan jadi nggak bisa menemanimu,” ujar Boris.“Oke, kamu sibuk saja,” jawab Nenek dengan cepat. Dia sendiri bisa melihat hubungan mereka berdua.Setelah Boris pergi, Rosita bertanya dengan suara pelan, “Zola, Boris melakukan sesuatu yang membuatmu marah? Kamu bilang sama Mama, Mama kasih dia pelajaran. Sekarang kamu nggak boleh marah. Keluarkan saja apa yang kamu rasakan. Tenang saja, kami semua akan membelamu apa pun itu alasannya.”Zola hanya tersenyum tipis dan menjawab, “Ma, Mama salah paham. Nggak ada yang membuatku mar
Boris yang diserang pertanyaan merasa jengah dan akhirnya berkata, “Mama jangan ikut campur urusan kami berdua. Mengenai pernikahan, aku ada rencana sendiri. Sekarang waktunya nggak tepat, Mama jangan ungkit lagi, ya?”“Kalau sekarang bukan waktu yang tepat, kamu kasih tahu kapan baru tepat? Harus tunggu sampai Zola nggak mau sama kamu lagi baru tepat?”“Mama merasa ada kemungkinan seperti itu?” tanya Boris sambil melirik ibunya.Zola sedang hamil anaknya dan dia memang bisa marah, tetapi tidak mungkin tidak mau bersama dengannya.Rosita mendengus dan berkata, “Kamu pikir semuanya sesuai dengan ucapanmu? Boris, jangan terlalu percaya diri. Kalau suatu hari Zola benar-benar meninggalkanmu, kamu akan menangis.”Ibunya dibuat marah hingga tidak ingin bicara dengan Boris lagi. Dia berkata, “Beberapa hari lagi bawa Zola pulang untuk makan bersama. Kakek rindu dengan dia. Keluarga Morrison nggak melakukan apa pun pada masalah yang menimpa keluarga Leonarto. Coba kamu pikirkan apakah Zola aka
Tatapan keduanya bertemu dan tidak ada yang mau mengalah. Beberapa detik kemudian, Boris mengulas senyum datar dan berkata, “Jadi kamu mengakui kalau kamu nggak mau resepsi karena tahu kalau mantan kekasihmu akan sedih dan kalian nggak akan ada kesempatan lagi?”Zola menyipitkan matanya dan menatap lelaki itu tanpa ekspresi. Dengan tenang dia berkata, “Kalau kamu merasa seperti itu, anggap saja benar. Apa pun yang aku katakan, kamu juga nggak akan percaya, ‘kan?”“Zola, apa sikapmu sekarang? Atau kamu sudah berhubungan dengan dia jadi sekarang kamu nggak takut dan memutuskan untuk pergi?”Perempuan itu tersentak dan seperti terdengar suara retakan di dalam hatinya. Ketidakpercayaan Boris sangat melukainya. Namun, dia tidak ingin menjelaskan apa pun. Tidak ada gunanya berbicara lebih banyak lagi. Jika dia sudah dianggap seperti itu, maka penjelasan apa pun akan percuma.Zola diam dan tidak bersuara. Lipatan di kening Boris makin mendalam. Ketika Zola ingin berbalik ke kamar, lelaki itu
“Aku keterlaluan? Boris, kamu menggunakan semua danamu untuk mendukung Tyara tanpa memberitahuku. Aku nggak percaya dengan kemampuan Morrison Group, kamu nggak bisa menemukan penyanyi berbakat lainnya. Kenapa harus dia?”Tidak komunikasi berarti benar-benar memutuskan semua komunikasi, baik itu telepon, pesan atau kerja sama dalam pekerjaan. Tapi sekarang Tyara sudah menandatangani kontrak dengan Morrison Group, apa itu bisa disebut tidak ada komunikasi dan hubungan lagi?Raut wajah Boris menggelap dan dengan suara rendah, dia berkata, “Ini nggak seperti yang kamu pikirkan. Tyara kerja sama dengan Morrison Group sebagai hubungan kerja sama biasa. Mengenai kenapa kami memilihnya, sekarang aku nggak bisa kasih tahu kamu. Yang bisa aku kasih tahu adalah, sekarang di hatiku hanya memikirkanmu, oke?”Dia bilang di hatinya hanya ada Zola saja. Kalimat ini dulu akan membuat Zola bahagia, sekarang sudah tidak lagi. Sekarang dirinya tidak akan terlena dengan sebuah kata-kata manis. Kelembutan B
“Belum, dia menutupinya dengan baik dan hanya bisa dipastikan kalau itu lelaki. Orang kita langsung mengikutinya, tetapi ternyata kehilangan jejak.”Dengan ekspresi yang sedikit serius, Boris melirik sekilas pada Zola dan kemudian bertanya, “Kalau orang itu berani ambil risiko ketemu dengannya, berarti identitasnya sangat penting. Kalau nggak, kenapa harus bertemu di saat kritis seperti ini?”Jesse juga sependapat, sehingga dia memutuskan untuk segera menghubungi Boris.“Pak Boris, apa kita masih harus terus memantaunya?”“Nggak perlu, karena sudah dijemput maka nggak akan kembali lagi lagi. Coba kamu cari tahu siapa saja yang sering berhubungan dengan istrinya Budi. Kalau nggak ketemu, nggak perlu ditelusuri lagi. Coba kirim juga videonya.”“Baik, Pak.”Setelah sambungan terputus, Jesse langsung mengirimkan video padanya. Zola juga mendengar Boris menyebut nama Budi. Tatapannya seketika terfokus pada lelaki itu. Keduanya saling berpandangan dan Boris berkata, “Istrinya Budi sudah diba
Zola mengerutkan bibirnya. Otaknya terus memikirkan apa yang baru saja Jeni katakan. Mahendra begitu hati-hati, bahkan polisi pun tidak berhasil menemukan petunjuk setelah melakukan penyelidikan selama berhari-hari. Lantas, mengapa Zola bisa tahu? Apakah ini hanya kebetulan? Ataukah karena Zola memang lebih beruntung?Semakin Zola memikirkannya, perasaannya semakin gelisah. Bagaimanapun juga, dia baru pertama kali mengikuti Mahendra, tapi sudah membuat kemajuan begitu besar. Rasanya sulit dipercaya.“Kita pulang saja,” kata Zola.Tidak ada gunanya terus mengikut. Sekarang Zola tidak yakin apakah Mahendra curiga kalau Zola mengikutinya. Jika Mahendra benar-benar curiga, tapi sengaja mengungkapkan semuanya kepada Zola, lalu apa maksud Mahendra? Apakah Mahendra ingin Zola memberitahu Boris?Zola tenggelam dalam rasa bingung dan tidak dapat menemukan jawaban. Setelah kembali ke perusahaan, Zola langsung pergi ke kantornya. Dia merasa lelah, pinggangnya juga sakit. Jadi, dia langsung baring
Setelah Jeni selesai bicara dengan sopir taksi, Zola juga melihat pintu belakang lokasi konstruksi terbuka. Setelah kejadian gedung runtuh, Zola dan Boris juga masuk ke tempat kejadian melalui pintu itu.Zola mengerutkan kening, bahkan tidak berani mengedipkan matanya. Seolah dia takut melewatkan petunjuk apa pun. Dia terus menatap ke arah pintu. Begitu dia melihat sosok pria yang keluar dari balik pintu, Zola langsung tercengang.Zola tidak berani percaya. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan membuka kameranya. Kemudian, dia mengarahkan kamera ke arah orang itu dan menggunakan mode zoom sampai maksimal. Setelah memastikan kalau dia tidak salah lihat, dia pun bergumam, “Kenapa dia?”Wajah Zola terlihat sangat serius dan kaget. “Siapa?” tanya Jeni.Sebelum Zola dapat menjawab, si sopir taksi bertanya, “Dik, kenapa yang keluar pria? Kamu nggak salah?”Jeni sedikit bingung, tapi dia segera menjawab, “Dia sengaja. Dia takut ketahuan sama aku dan aku dapatkan bukti. Sebenarnya pria atau pe
Zola mengerutkan kening. Matanya spontan melebar. Dia bahkan tidak berani bernapas. Kata-kata Mahendra membuat hati Zola langsung mencelos.Setelah mendengar Mahendra menutup telepon, Zola segera berjalan ke pojokan, lalu berdiri di sana cukup lama. Namun, dia tak kuasa menenangkan jantungnya yang masih berdetak kencang.Zola mendengar langkah kaki Mahendra keluar dari ruang pantry. Kemudian, Zola baru pergi ke toilet. Beberapa menit kemudian, dia baru keluar dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Akan tetapi, pikirannya dipenuhi dengan kata-kata yang Mahendra ucapkan barusan.Mahendra sedang bertelepon dengan siapa? Apakah dengan orang yang terlibat dalam insiden gedung runtuh? Apakah dalang di baliknya atau komplotan Mahendra?Zola memikirkan banyak hal, hingga dia merasa kepalanya seperti mengembang. Setelah keluar dari toilet, dia kembali ke kantornya. Baru saja masuk, dia melihat Mahendra ada di dalam. Begitu melihat Zola datang, Mahendra langsung bertanya, “Zola, kamu habis d
Zola mengirim pesan ke Jeni, “Masih tidur?”Jeni pasti tidur larut malam, jadi Zola tidak ingin mengganggunya. Jika Jeni tidak membalas pesannya, dia akan membiarkan Jeni istirahat di rumah. Hari ini tidak perlu pergi ke perusahaan. Siapa sangka, Jeni langsung membalas pesannya.“Nggak, baru saja selesai mandi. Kamu sudah bangun?” balas Jeni.“Iya, kalau begitu ayo ke sini sarapan.”Jeni pun membalas dengan satu kata oke. Beberapa menit kemudian, keduanya duduk berhadapan di meja makan.“La, aku pengen tanya sesuatu ke kamu,” kata Jeni.“Hmm?”“Kamu yang beritahu Boris soal mantan pacarmu?” tanya Jeni dengan hati-hati.Zola tertegun sejenak, lalu berkata, “Iya, aku yang beritahu.”“Jadi kamu sengaja bilang ke dia kalau alasan kamu menikah dengannya karena mantan pacarmu?”“Dia tanya sama kamu?”Jeni menganggukkan kepala. “Dia tanya sebenarnya siapa mantan pacarmu. Tapi kamu tenang saja, aku kasih jawaban ambigu. Jadi dia pasti nggak bisa tebak.”Jeni menceritakan percakapannya dengan B
Jeni tidak langsung menjawab. Sikap diam dan tercengangnya terlihat di mata Boris. Boris pun bertanya, “Kenapa? Ada sesuatu yang nggak bisa dikatakan?”“Kamu mau jawaban apa? Tentang siapa?”“Menurutmu?”Ekspresi wajah Boris tidak berubah. Dia menatap Jeni dengan acuh tak acuh, seolah sedang berkata kepada Jeni bukankah sudah jelas.Jeni mengerutkan bibirnya dan berkata, “Kamu ingin tahu soal apa?”“Sebenarnya siapa mantan pacar yang nggak pernah bisa dia lupakan itu?”Suara Boris berat dan serak, terdengar sedikit dingin. Kata-katanya membuat Jeni langsung diam tercengang.Mantan pacar Zola? Zola mana punya mantan pacar? Meskipun banyak orang yang mendekati Zola, Zola tidak pernah pacaran dengan pria lain. Bukankah di hati Zola hanya ada Boris?Jeni menatap Boris dengan bingung. Raut wajah dan sorot matanya seperti sedang bertanya, “Apakah kamu yakin ingin tanya soal mantan pacar Zola?”Boris memperhatikan sorot mata Jeni. Dia mengira Jeni merasa serba salah, jadi tidak tahu harus ber
“Kamu nggak tidur?”“Aku duduk sebentar, takut Tedy menggila.”Boris menundukkan kepalanya dan menyalakan sebatang rokok. Zola tahu kalau pria itu sedang dalam suasana hati yang buruk. Boris tidak hanya merokok, juga minum alkohol. Sejak tahu Zola hamil, Boris hampir tidak pernah merokok di depan Zola.Zola berdiri diam di tempat sambil menatap Boris dengan lekat. Suasana ruang tamu sangat sunyi, saking sunyinya mereka seolah bisa mendengar jelas suara napas satu sama lain.Boris menatap Zola dari balik asap putih. “Kenapa kamu nggak masuk ke kamar dan tidur?”“Boris, kamu marah sama aku, ya?”“Mana mungkin.” jawab Boris dengan acuh tak acuh.Jawaban Boris bukanlah “tidak” yang tegas, melainkan “mana mungkin”. Kalau bukan marah, apa namanya?Zola mengerutkan bibirnya dan berkata, “Aku sudah katakan berkali-kali. Aku nggak punya perasaan lain terhadap Mahendra. Juga nggak akan pernah ada. Baik itu dulu, sekarang atau di masa depan, nggak akan pernah ada.”“Kamu begitu yakin dengan sesua
Boris menyipitkan mata, seperti kebingungan. Raut wajahnya tidak selembut biasanya. Boleh dibilang, sorot matanya agak dingin.Boris bersandar pada sofa dan membuka dua kancing kemejanya, memperlihatkan dadanya yang putih.“Mungkin dia ikut aku naik. Tapi aku rasa masalah ini harus diserahkan ke Jeni, biar dia tangani sendiri. Tedy mabuk. Kalau kita usir dia dan terjadi sesuatu padanya, siapa yang akan tanggung jawab? Selain itu, sudah jam segini. Sopir dan sekretarisnya pasti sudah tidur. Suruh mereka datang juga akan makan waktu lama. Jadi kamu mending suruh Jeni bawa dia masuk saja.”Semakin lama Zola mendengarkan Boris bicara, dia semakin mengerutkan kening. “Kamu bisa bawa dia ke hotel terdekat, nggak? Dengar dari suara Jeni, dia cukup frustrasi. Bagaimanapun juga, Tedy orang yang punya tunangan. Nggak baik kalau sampai tersebar ....”“Kamu perhatian sekali sama Jeni. Kamu perhatikan sampai detail setiap masalahnya.” Boris berkata dengan acuh tak acuh. Usai berkata, dia berdiri da
Keduanya langsung terdiam. Kemudian, mereka membawa Tedy ke dalam lift tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Keempat orang itu berdiri di dalam lift, suasananya terasa agak aneh. Untung saja, saat ini sudah larut malam bahkan menjelang subuh. Jadi tidak ada siapa-siapa. Kalau tidak, mereka mungkin akan dikira penjahat atau apa pun itu.Setelah sampai di lantai tujuan, Boris menunjuk ke pintu di seberang unitnya. “Jeni tinggal di sana. Bilang padanya, kalau dia mau cari Jeni, ketuk pintu saja.”Usai berkata, Boris berbalik dan membuka pintu di depannya lalu langsung masuk. Sandy hanya bisa menghela napas tak berdaya.“Siapa yang suruh kamu provokasi dia,” kata Sandy kepada TedySetelah itu, Sandy menunjuk ke pintu di seberang dan mulai mencuci otak Tedy dengan gila-gilaan. Dia terus berkata kalau Tedy ingin bertemu Jeni, langsung ketuk pintu saja.Tedy yang minum terlalu banyak benar-benar sudah mabuk hingga menjadi linglung. Begitu mendengar nama Jeni, dia pun semakin menggila. Setelah m
Usai berkata, Boris mengalihkan pandangannya ke dua orang lainnya. Keduanya tidak berdaya, pada akhirnya hanya bisa mengangguk dan menyetujui kata-kata Boris.Tedy mengambil gelas dan menghabiskan minumannya dalam satu tegukan. Alkohol yang panas menyengat mengalir ke dalam tenggorokannya, tapi tidak bisa membuat hatinya mati rasa.Sementara itu, Sandy dan Rendi langsung pura-pura tidak tahu apa-apa dan segera membuang muka. Karena mereka takut Boris juga akan mengatai mereka.Kata-kata yang Boris ucapkan membuat suasana di dalam ruangan menjadi hening mencekam. Awalnya hanya dia sendiri yang minum, tapi sekarang ada dua orang. Sepertinya yang kedua lebih banyak minum.Mereka berada di klub hingga menjelang subuh. Boris minum beberapa gelas, tapi dia tidak mabuk. Yang mabuk justru Tedy. Mulutnya terus komat-kamit, terus berteriak ingin pergi mencari Jeni.Akan tetapi, tidak ada yang menanggapi kata-kata Tedy. Sandy dan Rendi memapahnya. Sopir membawa mobil ke depan pintu masuk, lalu me