Tyara segera menjelaskan, “Aku nggak ancam kamu. Aku hanya terlalu takut. Boris, aku takut mamaku kenapa-napa. Aku juga takut dengan suasana sepi di rumah sakit. Jadi, kamu datang ke sini temani aku, ya?”“Kalau aku nggak mau pergi ke sana, kamu akan ancam aku dengan nyawamu?”“Nggak, aku hanya ....”“Tyara, kalau kamu berharap bisa menemukan jantung yang cocok untuk mamamu secepatnya, dengarkan aku. Aku akan suruh Jesse ke sana. Kalau butuh apa-apa, katakan saja padanya.”Usai berkata, Boris langsung menutup telepon. Dia meletakkan ponselnya dengan wajah tanpa ekspresi. Selang beberapa detik, Zola keluar dari kamar mandi. Keduanya diam saja, tidak ada yang bicara. Zola duduk di tempat tidur, lalu mengangkat selimut dan berbaring.Boris menatap Zola lekat-lekat, melihat wajahnya yang cantik tidak menunjukkan emosi. Hanya raut wajah datar yang terkesan dingin. Sorot mata Boris spontan menjadi gelap.Boris mengirim pesan kepada Jesse dan menyuruhnya pergi ke rumah sakit sebentar. Setelah
Jesse menatap Tyara dengan kesal, tapi dia tidak melakukan apa yang Tyara minta. Melihat Jesse diam saja, Tyara pun bertanya, “Aku suruh kamu telepon Boris. Kamu nggak dengar?”“Bu Tyara terburu-buru pun nggak ada gunanya.”“Apa-apaan kamu ini? Kamu itu hanya seorang bawahan. Ada hak apa kamu bicara seperti itu denganku? Kalau aku suruh kamu telepon ya telepon. Nggak usah banyak bacot. Awas saja kamu, aku akan suruh Boris pecat kamu. Kamu ....”Tyara menunjuk Jesse dengan arogan sembari menaikkan nada suaranya. Namun, sebelum menyelesaikan perkataannya, seseorang membuka pintu kamar pasien dari luar.Wajah Tyara seketika memucat ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu. Dia segera menurunkan tangannya yang sedang menunjuk Jesse. Wajahnya yang penuh amarah seketika berubah menjadi wajah yang lembut dan memelas.“Boris ....”Setelah melihat reaksi Tyara, Jesse ikut menoleh ke belakang dan melihat Boris yang melangkah masuk ke ruangan.“Pak Boris,” sapa Jesse yang tampak sedikit t
Rasa sakit di hati Tyara seperti dihujam bertubi-tubi oleh belati membuatnya tidak bisa bernapas. Tyara sudah bertanya untuk kesekian kalinya kepada Boris apakah dia tidak ingin bercerai. Namun, Boris hanya diam saja, tidak ada niat menjawab pertanyaan Tyara.Namun sekarang, Tyara hanya ingin meminta janji Boris untuk menikahinya diganti menjadi permohonan lain. Entah mengapa, Boris tiba-tiba menjadi antusias untuk menjawab. Lantas, apakah Boris benar-benar tidak memiliki sedikitpun perasaan terhadapnya lagi? Ataukah sedari awal Boris memang menunggu kesempatan ini?Tyara berusaha bersikap tetap tenang. “Iya, aku sudah pikir matang-matang. Jadi Boris, kamu akan penuhi permintaanku?”“Kamu ingin ganti dengan permintaan apa?”“Aku ingin Perusahaan Morrison dukung dan bantu aku sepenuhnya agar aku bisa mendapat gelar Ratu Diva tahun ini.”“Hanya itu?” tanya Boris yang mengangkat salah satu alisnya heran.“Itu saja sudah sangat berarti bagiku. Paling nggak sebelum kita benar-benar nggak a
Sang nenek tersenyum tipis, tapi cukup untuk membungkam Boris. Boris selalu merasa ada sesuatu yang ditutupi oleh sang nenek, tapi dia tidak yakin. Jadi dia tidak banyak bertanya lagi.Sementara di unit seberang, Zola juga sudah bangun. Dia langsung menyadari kalau Boris tidak pulang semalaman. Ada rasa kesal yang mengganjal di hatinya. Pada saat yang sama, dia juga mengingatkan dirinya untuk tidak membiarkan siapa pun memengaruhi suasana hatinya. Setelah itu, Zola pergi mencari neneknya.Zola agak terkejut ketik melihat Boris sedang bersama neneknya. Boris meniup bubur yang masih mengepulkan asap itu. Dia juga membantu sang nenek duduk sembari berkata, “Waktu aku pulang dan sampai di sini, ternyata sudah jam tiga subuh. Aku takut bangunkan kamu, jadi aku tidur saja di mobil.”Zola spontan mengerutkan kening, tidak mengerti maksud perkataan Boris. Apakah Boris sedang memberikan penjelasan kepadanya?Zola menatap Boris dalam diam, kemudian duduk dan mulai menyantap sarapan. Selesai sa
Saat Zola hendak membuka pintu dan masuk ke mobil, seorang pria datang dan bertanya padanya, “Bu Zola, malam-malam begini baru pulang?”Zola tidak kenal pria itu. Namun, pria itu tahu namanya. Mungkin salah satu karyawan di lokasi. Jadi Zola pun mengangguk sopan. Sebelum Zola sempat bicara, Zola tiba-tiba merasa kepalanya ditutup dengan sesuatu.Semua cahaya di depan Zola tiba-tiba menghilang. Zola sudah dibawa ke dalam sebuah mobil tanpa sempat bereaksi.Dari suara langkah kaki, Zola tahu ada dua orang pria. Setelah masuk ke dalam mobil, tangan Zola langsung diikat ke pegangan di dalam mobil.Saat ini, dia mendengar pria yang menyapanya tadi bertanya, “Kita langsung bawa dia ke tempat Pak Juan?”“Nggak usah banyak tahu. Kamu akan tahu saat kita sampai di sana.”Zola telah mendengar kata “Pak Juan”. Satu-satunya orang bernama Juan yang dia kenal adalah Juan dari Stonerise, yang kebetulan memiliki konflik dengannya soal proyek. Zola justru menjadi lebih tenang.Dia tetap diam dan tidak
Juan seperti kerasukan iblis. Dia mengangkat ponselnya untuk mengambil foto Zola. Setelah melihat Juan yang seperti itu, Zola tahu kalau Juan tidak main-main atau mencoba menakut-nakutinya. Pria itu benar-benar akan melakukannya.Zola terus meronta, tapi tak berdaya melawan kekuatan dua pria. Dia hanya bisa terus berteriak, “Juan, aku akan telepon. Aku telepon Boris. Aku akan bujuk Boris.”“Huh, bukannya tadi kamu bilang kamu nggak bisa apa-apa? Aku rasa kamu sengaja permainkan aku.”Juan tidak mau berhenti. Zola pun semakin panik. Tiba-tiba ponsel Zola berdering. Mata semua orang tertuju pada benda berbentuk segi panjang yang tergeletak di atas meja itu. Juan melihat sekilas, lalu mengambil ponsel itu. “Telepon dari Pak Boris. Tapi sayang sekali, dia nggak tahu kalau kamu ada di sini,” kata Juan.Kemudian, Boris langsung mematikan ponsel Zola. Pakaian Zola ditarik hingga memperlihatkan bahunya. Zola menggertakkan gigi dan berteriak panik, “Juan, kamu akan bayar harga atas semua perbua
Juan dipukuli begitu keras oleh Boris sehingga tidak bisa melawan. Sedangkan kedua anak buahnya juga sudah dilumpuhkan oleh Jesse.Juan ingin meminta ampun, tapi Boris sama sekali tidak mau mendengarkannya, apalagi memberinya kessempatan. Pada akhirnya, Juan terbaring di lantai tak bergerak seperti orang mati.Boris keluar dari vila sambil menggendong Zola dan berkata dengan dingin, “Besok pagi aku mau lihat Stonerise menghilang dari Kota Binru. Kalau dia, cari alasan yang masuk akal untuk buat dia nggak bisa bangkit lagi selamanya.”Jesse menganggukkan kepala. “Mengerti.”Adapun alasannya, besok juga akan tahu.***Boris langsung membawa Zola ke rumah sakit. Saat sadarkan diri, Zola mendapati dirinya terbaring di ranjang rumah sakit. Ini sudah kedua kalinya dia masuk rumah sakit hanya dalam beberapa hari terakhir. Mungkin karena akhir-akhir ini dia sedang sial.Zola menoleh dan melihat Boris duduk di samping. Belum sempat dia berkata apa-apa, pria itu sudah bertanya dengan suara pelan
Pikiran Tyara sedang kacau. Semakin memikirkannya semakin kacau. Dia mengerutkan kening, lalu duduk tegak dan menjauh sedikit dari Samuel.“Apa benar semua yang kamu katakan barusan? Kamu dengar dari siapa?” tanya Tyara dengan berbagai perasaan berkecamuk di dadanya.Awalnya Samuel juga hanya berniat menguji apakah Tyara benar-benar tidak tahu. Setelah memastikan perempuan itu memang tidak tahu, dia baru menjawab dengan jujur, “Boris langsung bawa Zola ke rumah sakit. Aku suruh orang cari info dan sudah dipastikan Zola lagi hamil. Selain itu, Boris jelas bukan baru tahu soal itu.”Tyara mengatupkan bibir rapat-rapat. Wajahnya sepucat kertas. Samuel berkata lagi, “Tyara, dia nggak akan nikahi kamu lagi. Jadi, kamu tetap mau terus tunggu dia? Kamu lihat saja, sekarang dia bahkan sudah punya anak dengan Zola. Ini sudah jelas kalau di hatinya nggak ada kamu. Untuk apa kamu masih tunggu dia?”Tyara menggertakkan giginya dengan keras. Seiring dengan ucapan yang terlontar dari mulut Samuel, s
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum