10Tawa bercampur jeritan mengiringi acara jalan-jalan mengitari mini zoo di resor BPAGK di Lembang, Sabtu pagi menjelang siang. Kedua anak kecil begitu antusias melihat hewan-hewan berbagai jenis. Emris dan Sitha dengan sabar menjelaskan berbagai hal yang tercantum pada bagian informasi, yang didengarkan dengan serius oleh Inggrid serta Gyan. Sekali-sekali mereka berhenti untuk mengambil swa foto yang kebanyakan dipotret Asmi. Kayden yang berulang kali diangkat dari kereta bayi, merengek tidak mau dimasukkan kembali. Bayi berkaus biru bergambar dinosaurus akhirnya digendong Sitha, bergantian dengan sang pengasuh.Emris mengamati interaksi Sitha dan Kayden. Dia begitu senang melihat perempuan berambut panjang tampak begitu menyayangi putranya. Bahkan, Sitha tidak sungkan mengganti popok sekali pakai ketika Kayden buang hajat.Setelah letih berjalan-jalan, mereka akhirnya berhenti untuk duduk-duduk di taman luas dekat pepohonan teduh.. Mereka menikmati makanan yang dibeli saat perja
11"Ayah menyerahkan semua keputusan padamu, Sitha. Kamu sudah dewasa, pasti tahu mana lelaki yang tepat buatmu," ucap Ali, sesaat setelah putrinya menceritakan perihal lamaran Emris."Aku ... ehm, masih bingung, Yah," sahut Sitha. "Akang jujur kalau masih sayang almarhumah. Sedangkan aku masih agak takut buat nikah lagi. Apa kami bisa menjalani pernikahan dengan hati yang masih separuh kayak gitu?" tanyanya. Ali mengangguk paham. "Ayah mengerti. Sebagai perempuan kamu pasti ingin disayangi suami sepenuhnya. Tapi ingat juga, situasinya berbeda. Emris punya bayi yang sangat butuh kasih sayang Ibu yang tidak pernah dijumpainya. Dia melihatmu sangat sayang ke anaknya. Itu yang membuatnya berpikir bahwa kamu sosok paling tepat jadi Ibu sambung. Dan dari rasa itu, lambat laun dia bisa mencintaimu." "Tha, laki-laki dan perempuan cara berpikirnya berbeda. Laki-laki lebih praktis. Kamu sayang anaknya, itu sudah cukup membuatnya yakin, jika kamu akan menyayanginya juga." "Sedangkan perempua
12Suara orang mengobrol terdengar hingga ke kamar utama di bagian belakang rumah. Sitha yang baru bangun tidur siang menjelang sore, bangkit dan duduk sebentar untuk mengumpulkan nyawanya yang masih di awang-awang. Perempuan berdaster hijau motif bunga-bunga, menggapai meja samping tempat tidur untuk mengambil jepitan. Setelah rambutnya lebih rapi, Sitha menyempatkan diri bercermin untuk memastikan wajahnya tidak berminyak. Sekian menit berikutnya, Sitha sudah berada di kursi teras belakang bersama Riadi. Keheningan yang tercipta menyebabkan perempuan bermata besar bingung, dan akhirnya mengamati pria yang pernah dicintainya di masa lalu. Kumis tipis yang menghiasi bagian atas bibirnya menjadikan paras Riadi terlihat lebih dewasa. "Mas, ada apa datang ke sini?" tanya Sitha setelah lelah menunggu pria berkemeja putih pas badan berbicara terlebih dahulu. "Kamu pacaran dengan dia?" Alih-alih menjawab, Riadi justru balik bertanya. "Dia siapa?" "Duda itu." "Oh, Kang Emris." Sitha
13Seorang pria berkemeja putih membuka pintu kaca dan jalan ke luar. Dia berdiri di pinggir balkon sambil memegangi beton pembatas. Sudut bibirnya melengkungkan senyuman saat menyaksikan keindahan panorama alam Bali di sore hari. Angin pantai berembus kencang menerpa tubuh, dibiarkan lelaki berlesung pipi. Dia bertahan berdiri selama belasan menit sebelum akhirnya berpindah ke dalam. Seorang lelaki lainnya yang tengah membongkar koper, menoleh sesaat pada rekannya, sebelum melanjutkan aktivitas. Pria berkemeja putih berbaring telentang dan memejamkan mata. Rasa rindu pada sang putra menyebabkannya ingin menelepon. Namun, belum sempat dia melakukan niat, ponselnya berdering dan segera diangkatnya. "Al, Cipta ngajakin keluar habis magrib," tutur Emris setelah menutup sambungan telepon. "Ke mana?" tanya Aldi sembari berpindah dan berbaring di kasur kedua. "Muter-muter aja. Karena besok kita sudah full kerja, bakal susah jalan-jalan." "Oke, tapi kalau ke kelab, aku nggak mau." "K
14Emris termangu sambil memandangi foto Kayden di layar ponselnya. Entah kenapa dia merasa seakan-akan ada sesuatu hal yang tengah terjadi di Bandung. Emris sudah menghubungi ayahnya, yang mengatakan tidak terjadi apa-apa. Namun, rasa tidak nyaman tetap menggelayuti hati lelaki berhidung mancung tersebut, sepanjang hari. Waktu terus bergulir, Emris tiba di kamarnya kala waktu sudah menunjukkan jam 9 malam. Dia teramat lelah dan ingin segera tidur, tetapi perut yang mulas memaksanya ke kamar mandi. Kala dia keluar belasan menit kemudian, Aldi tengah mengobrol dengan seseorang melalui sambungan telepon. Emris mengenakan kausnya dan hendak memakai celana pendek ketika Aldi memanggilnya. "Ris, barusan Fitri telepon. Dia dapat kabar dari temannya yang tinggal dekat rumahmu, kalau Kayden lagi dirawat di rumah sakit," papar Aldi yang menyebabkan Emris terhenyak. "Rumah sakit?" tanya Emris untuk memastikan pendengaran. "Ya." Emris terduduk di kursi dekat meja. "Ayah nyembunyiin ini d
15Sore itu Hana dan beberapa kerabat datang menjenguk Kayden. Mereka sudah mengenal Sitha, tetapi kehadiran perempuan bermata besar di ruangan tersebut menimbulkan tanda tanya. Emris dan Sitha sama-sama tutup mulut tentang hubungan mereka. Namun, semuanya terkuak ketika Rahmi dan Purwa datang untuk menggantikan mereka menjaga Kayden. "Akhirnya. Selamat, Sayang," ucap Hana sembari memeluk sahabatnya yang tampak malu-malu. Sementara kerabat yang lain sudah pulang."Jangan disebarkan dulu, Na. Nanti aku yang umumin ke orang kantor, sekalian ngundang mereka ke acara akad nikah," sahut Sitha sambil mengurai dekapan. "Sip. Bersamaku, rahasiamu aman." Hana menjentikkan jemarinya. "Jadi, kapan tanggal akadnya?" tanyanya. "Belum tahu," imbuh Sitha."Secepatnya, Tha. Kalau bisa, dua minggu lagi," sela Emris. "Enggak bisa, Kang. Walaupun cuma akad, aku juga pengen mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna," cakap Sitha."Kalau gitu, maksimal bulan depan," timpal Purwa yang sejak tadi
16Sepasang mata beriris hitam milik Riadi menatap tajam pada pasangan yang duduk berdampingan di kursi seberang. Dia kesal karena Sitha ternyata telah menerima lamaran Emris. Selain itu, permintaannya untuk menginap di rumah perempuan tersebut pun ditolak, dengan alasan menjaga nama baik Sitha. Riadi mengeraskan rahang. Dia ingin memaki keduanya, tetapi ditahan karena akan didengar Inggrid dan Gyan yang berada di ruang tengah. Riadi menarik napas panjang dan mengembuskannya sekali waktu. Dia berpikir cepat menemukan kata untuk mengungkapkan kekesalannya. "Kenapa kamu memilih dia, Tha?" tanya Riadi tanpa memandangi saingannya dan hanya fokus pada perempuan berbibir tipis. "Karena aku merasa nyaman bersamanya," jawab Sitha. "Selain itu, dia menyayangiku dan anak-anak," lanjutnya. "Sayang, hah?" sindir Riadi. "Kenapa kamu nggak berpikir kalau dia hanya mencari pengasuh gratis buat anaknya?" cibirnya yang menyebabkan Emris menatapnya tajam. "Mohon maaf. Ucapanmu barusan sama sekali
17Puluhan pesan dan panggilan yang dilakukan Emris sama sekali tidak disahut Sitha. Hal itu menyebabkan pria berlesung pipi benar-benar gelisah dan tidak bisa tidur. Emris ingin sekali berangkat malam itu, tetapi kemudian dia tersadar bila mungkin saja Sitha telah tidur sejak awal malam. Lelaki berkulit kecokelatan menyabarkan diri dan memaksakan untuk tidur, meskipun tidak nyenyak. Akan tetapi, pagi itu akhirnya Emris jadi berangkat setelah Sitha meneleponnya sambil menangis. Pria berkaus putih lengan panjang, mengajak Imran, Adik Sitha karena Emris membutuhkan bantuan untuk menenangkan calon istrinya yang sempat histeris. Perjalanan hampir dua jam terasa sangat lama dan panjang bagi Emris. Padahal Imran sudah melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi. Kedua pria berbeda tampilan nyaris tidak mengobrol dan larut dalam pikiran masing-masing, hingga tiba di hotel tempat Sitha menginap. Perempuan berambut panjang membuka pintu kamarnya, kemudian menghambur memeluk Emris sambil me
40Jalinan waktu terus bergulir. Minggu berganti menjadi bulan dengan kecepatan maksimal. Sabtu pagi, kediaman Emris yang sudah disatukan dengan rumah Sitha, dipenuhi banyak orang. Tenda putih campur hijau memenuhi pekarangan kedua bangunan yang menjadi luas, setelah tembok pembatasnya diruntuhkan. Sitha tidak jadi mengontrakkan rumahnya dan menuruti permintaan Emris untuk membongkar sekat antara 2 bangunan. Dengan begitu, ruang tamu dan ruang tengah menjadi lebih luas, dan mampu menampung puluhan orang dalam satu kesempatan. Persatuan istri anggota PC bergotong-royong menjadi panitia khusus bagian prasmanan. Sementara di area jalanan yang juga ditutupi tenda, hampir seratus pria duduk bersila untuk mendengarkan tausiah yang diberikan seorang Ustaz yang cukup terkenal di kota kembang. Emris dan Sitha duduk berdampingan di ruang tamu. Inggrid dan Gyan berada di ruang tengah bersama kedua Nenek dan Kakek. Sedangkan Kayden diungsikan ke lantai atas, karena sejak awal acara pengajian d
39Malam itu, Emris tiba di rumah dengan raut wajah tegang. Dia baru mendapat kabar dari Inggrid, jika Sitha tengah sakit. Pria berlesung pipi akhirnya mempercepat kepulangannya dari Yogyakarta yang harusnya 2 hari lagi, menjadi saat itu. Emris memasuki rumah sembari mengucapkan salam. Dia disambut pekikan Kayden yang langsung mengangkat tangan hendak minta digendong. Seusai menciumi pipi putranya, Emris menyalami Inggrid, Gyan dan kedua pengasuh Sang ayah menanyakan kondisi Sitha yang dijelaskan Asmi dengan separuh kebenaran. Asmi yang sudah mengetahui kondisi Sitha, sengaja merahasiakan hal itu, sesuai dengan permintaan bosnya. Demikian pula dengan Nisa. Dia juga tutup mulut dan hanya tersenyum-senyum ketika Emris meletakkan Kayden ke sofa, lalu bergegas menaiki tangga untuk menuju kamar tidur utama. "Ma," panggil Emris, sesaat setelah menutup pintu kamar. Sitha yang tengah duduk menyandar ke tumpukan bantal, sontak membulatkan mata menyaksikan suaminya telah tiba. "Loh, kok, A
38"Aku merinding," tutur Emris, sesaat setelah menonton video dari laptop milik Izra, yang menayangkan video kejadian kemarin malam di rumah Linda."Aku juga. Nyaris ngompol," keluh Riaz yang langsung diteriaki rekan-rekannya. "Bang, jadi ada berapa jin yang dipanggil?" tanya Fazwan. "Tiga. Ludwig, Haghen dan Rima," jelas Zein. "Mereka dari satu lokasi?" "Enggak. Dua tentara Belanda itu dari Sukabumi. Mess tempat aku kerja, dulu. Kalau Rima, dari Bandung sini. Tempat kos pertama, setelah aku mulai kerja." "Bentuk Rima, kayak gimana?" "Perempuan pakai gaun pengantin. Dia ditusuk laki-laki yang marah karena dia nikah sama tunangannya.""Maksudnya, Rima mendua?" Zein menggeleng. "Dia sudah tunangan sama Irwan selama setahun, lalu dia kenal Eric yang ternyata jadi suka sama dia. Rima sebetulnya sudah bilang ke Eric kalau dia mau nikah, tapi cowok itu ngotot mepet." "Pernikahan Rima sama Irwan akhirnya dimajukan dan dilakukan di tempat tersembunyi. Tapi, nggak tahu gimana caranya
37Suasana gelap menyambut kedatangan Linda di rumahnya. Perempuan bersweter biru memasuki bangunan dari pintu depan, lalu dia menyalakan lampu teras dan carport, sebelum jalan ke toilet. Perutnya masih terasa tidak nyaman, meskipun sudah diobati sang guru. Linda menuntaskan hajat, kemudian membuka pakaiannya dan mandi sebersih mungkin. Jerawat yang muncul di wajah dan leher sudah berkurang. Namun, nyerinya masih terasa, terutama di jerawat terbesar yang berada di bawah rahang kiri. Sekian menit berlalu, Linda telah berada di kamarnya. Tidak ada lampu lain yang dinyalakan, kecuali yang di depan dan di toilet. Linda menjalankan arahan gurunya, supaya perlindungan magis bisa dimaksimalkan.Malam kian larut. Linda tidur sambil mengenakan pakaian lengkap. Hal itu dilakukannya supaya bisa langsung melaksanakan aksi lanjutannya beberapa jam lagi. Suasana hening di sekitar kediaman Linda, nyaris tidak terganggu dengan kehadiran lima orang pria berpakaian serba hitam. Mereka memakai topi
36Izra tiba di kediaman Emris, saat matahari sudah hampir mencapai puncak kepala. Dia langsung ditanyai sang pemilik rumah dan keempat pengawal. "Rumah dukunnya sudah kufoto dan dikirim ke Bang Zein yang lagi di tempat guru," jelas Izra. "Semoga bisa segera dihancurkan semua teluh mereka. Pusing aku. Kerja juga jadi nggak tenang," cakap Emris. "Ya, Pak. Kami paham. Terutama, ngeri jika serangan itu kena ke anak-anak." "Ehm, Iz, aku penasaran. Apa reaksinya saat lihat teluh kirimannya dikembalikan ke mobil, ya?" "Ah, ya! Aku lupa ngambil kamera yang kuselipin di dekat pot bunga." Izra berdiri, kemudian dia mengalihkan pandangan ke Fazwan. "Antar aku ke sana pakai motor, Wan. Kalau pakai mobil, susah mutarnya. Jalan di sana kecil," bebernya. Tanpa menyahut, Fazwan langsung berdiri dan jalan keluar. Tidak berselang lama terdengar bunyi motor menjauh. Riaz mengambil ponselnya dari meja dan menghubungi Abang angkatnya untuk melaporkan situasi. Wirya memberikan instruksi lanjutan, y
35Waktu terus merambat naik. Beberapa menit sebelum hari berganti, seunit mobil melintas di jalan blok kediaman Emris. Pengemudi tidak menyalakan lampu dan hanya mengandalkan penerangan dari lampu jalan, serta cahaya dari teras ataupun carport setiap rumah. Mobil sedan itu tidak berhenti di depan rumah Emris. Pengemudinya berbelok ke kanan, lalu terus melajukan kendaraan ke blok D. Dia sedang mengintai situasi untuk memastikan informasi dari orang yang dibayarnya tadi sore. Tidak berselang lama mobil itu kembali melewati blok C. Beberapa meter sebelum rumah Emris, sopir menghentikan kendaraan dan mematikan mesin. Dia mengecek penampilan di cermin, kemudian dia keluar sambil membawa bungkus plastik hitam, dan jalan cepat menuju kediaman Emris. Tiba di sudut kiri pagar rumah, orang yang mengenakan tutup kepala itu melemparkan bungkusan ke halaman. Saat benda itu pecah, bau busuk seketika menguar. Orang itu berbalik dan lari hingga tiba di dekat mobil. Dia memasuki kendaraan dan men
34Jalinan waktu terus bergulir. Emris dan Sitha menjalankan aktivitas seperti biasa. Meskipun mereka masih was-was akan ada serangan lanjutan, tetapi keduanya tetap berusaha tenang. Jumat pagi, Emris berpamitan pada istrinya untuk berangkat ke Jakarta demi mengikuti rapat bersama anggota PC. Padahal sebetulnya itu cuma trik untuk memancing pelaku pengerusakan mobil Emris tempo hari. Pria berlesung pipi pergi ke kantor dan melalukan tugasnya sebagai direktur utama. Sekali-sekali Emris akan mengecek layar tabletnya yang terhubung dengan kamera tersembunyi di pohon jambu air, yang berada di rumah sebelah kiri. Dia mengamati depan rumah, ketika seunit motor berhenti dan penumpangnya turun. Emris menghela napas lega, saat sang tamu membuka helm dan ternyata itu adalah Bilal. Sitha yang sedang bermain dengan Kayden di ruang tengah, meminta Nisa mengecek ke depan. Sitha menggendong putranya untuk mengintip dari balik jendela, kemudian dia membuka pintu dan mengajak para tamu masuk. "S
33Emris memukul kemudi sambil mengumpat. Sudah hampir 30 menit dia dan kedua pengawal mengitari area cluster yang ditempati. Namun, mobil sedan itu seakan-akan lenyap ditelan bumi. Yusuf yang berada di samping sopir, masih memindai sekitar. Dia penasaran bagaimana caranya kendaraan sebesar itu menghilang dalam waktu singkat. Padahal Emris telah mengebut saat mengejar pengemudi sedan. Jauhari yang duduk di kursi tengah, sedang berbincang dengan seseorang yang ditebak Emris sebagai Wirya. Tidak berselang lama, Jauhari menerangkan arahan sang bos yang akhirnya diikuti Emris. Setibanya di rumah, Emris bingung ketika Yusuf memindahkan mobil operasional ke garasi rumahnya di sebelah kiri. Emris hendak bertanya, tetapi diurungkan karena 2 pengawal itu sedang berdiskusi. "Bapak, silakan istirahat," tukas Yusuf sembari mendatangi Emris. "Aku mau nunggu di sini. Mungkin aja orang itu datang lagi," tolak Emris. "Kayaknya nggak, Pak. Kupikir dia saat ini lagi deg-degan, karena tadi nyaris
32Pagi itu, Emris baru tiba di kantor, ketika sekretarisnya menerangkan jika ada tamu yang telah menunggu sejak tadi. Emris bergegas memasuki ruang kerjanya dan seketika terpaku melihat siapa yang telah datang. Sang direktur utama memaksakan senyuman. Emris menutup pintu, kemudian menyambangi tamunya yang tengah duduk di sofa panjang hitam. Dia menyalami pria berkumis tipis, sambil bertanya-tanya dalam hati penyebab lelaki itu berkunjung. "Apa kabar?" tanya Emris sembari duduk di kursi tunggal. "Cukup baik," balas Riadi. "Boleh saya tahu, kenapa Mas datang ke sini?" Riadi mengambil tas kerja dan mengeluarkan lembaran kertas. "Ini, penawaran dari komisaris perusahaan." "Penawaran?" "Ya, silakan dibaca. Semuanya tertera di sana." Emris mengalihkan pandangan pada kertas di tangannya. Pria berkemeja krem membaca semua kalimat panjang dengan teliti. Emris mengerutkan dahi, karena sepenggal kalimat di bagian tengah membuatnya terkejut. "Hmm, jadi ini semacam barter proyek, betul?