Beranda / CEO / Jerat Tuan Pebinor / 46. Keputusan Yang Tepat.

Share

46. Keputusan Yang Tepat.

Penulis: Butiran_Debu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-30 07:04:00

Kini semua pasangan mata tertuju padaku. Aku yakin itu, meski aku masih tetap menunduk seperti ini. Mereka tentunya ingin mendengar jawaban dari ajakan Ferdy.

"Nara, apa yang kamu pikirkan, Sayang? Ayo pulang sama aku, kumohon," pinta Ferdy lagi, suara serak itu membuat hatiku terenyuh.

Jika aku menyetujui ajakannya, benarkah Ferdy akan kembali menjadi baik? Dan kalau pun dia baik, bagaimana dengan Arsen ke depannya? Dia mungkin akan membenciku. 

"Pulang ke mana?" 

Kupaksa suara itu keluar dari mulutku. Nada yang gemetar dan serak membuatku terdengar seperti seekor kodok. Ferdy mengerut keningnya dan melihatku dalam.

"Ke rumah kita. Memangnya ke mana lagi?" 

Hatiku mencelus mendengar kalimat terakhirnya. Ya, suaranya memang terdengar lembut, tapi kalimat itu sangat tak enak di telingaku.

"Rumah kita?" Aku terkekeh miris. "Kamu sendiri yang usir aku dari sana, kan? Kamu mukul aku demi istri ke dua kamu. Kamu juga hina aku, maki

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Viel
episode ter baper
goodnovel comment avatar
Foodies Can's
semingit Thor... sering Up kayak gini ya bnyk episode ny
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Jerat Tuan Pebinor   47. Salah Mendidik

    Alarm di atas kepala berbunyi nyaring membangunkanku dari tidur lelap. Kudapati tangan Arsen melingkar di atas perut, yang lantas menghadirkan senyum di bibirku. Sepanjang malam dia selalu memelukku dalam tidur, dan itu selalu membuat hatiku menghangat.Mengangkat wajah mendongak, aku bisa melihat wajah tampannya yang sedang terlelap itu di atasku. Alis tebal dan bulu halus di sekitar wajahnya begitu indah dipandang mataku.Jika sedang terlelap seperti ini, wajah itu terlihat sangat polos bagaikan bayi tanpa dosa. Tak kutemukan Arsen yang dulu pemarah dan suka berlaku kasar.Kenapa dia sangat tampan? Senyumku semakin mengembang melihatnya. Apalagi jika kuingat tak pernah lagi dia meledak-ledak seperti kebiasaannya dulu. Ini seperti surga baru yang kutemukan, aku sudah membuat keputusan yang tepat, aku menyukai itu.Bibir itu sedikit mengerucut, mungkin dia bermimpi buruk? Tanganku refleks terangkat untuk meraba sebelah pipinya. Lembut dan nyaman di perm

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • Jerat Tuan Pebinor   48. Kau Tak Mengerti Hatiku.

    "Bunda, Nara akan jelaskan nanti," kataku terpaksa. Kulihat Arsen mengerut kening di ketika aku mendatanginya ke ambang pintu. Lantas kutarik pergelangannya dan berkata, "Kita perlu bicara."Arsen menatapku lama. "Kenapa?" katanya.Kendati aku selalu takut dia akan menjadi kasar lagi, kali ini kuberanikan menatapnya denga melotot. Rahangku mengetat pertanda aku tak bisa menjelaskan di depan bunda.Dia menggerdik bahu dan mengikutiku akhirnya.Di luar bangunan panti kulihat mobil Arsen terparkir. "Buka," kataku yang lantas diturutinya.Beberapa orang anak dan pengurus panti melihat bingung ketika aku dan Arsen masuk ke dalam mobil itu."Kenapa harus di sini? Bukannya orang tua itu ingin tau anak siapa yang kau kandung?" cecar Arsen acuh.Ya Tuhan ... aku tahu aku mencintainya sangat dalam. Aku pun paham, aku lah yang mengemis memohon tempat di hati lelaki ini. Tapi sekali saja, kumohon hanya sekali dia bisa memberiku kesempa

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-31
  • Jerat Tuan Pebinor   49. Karena Aku Peduli Padamu.

    Isi hatinya?Aku selalu mengulang-ulang kata yang dia ucapkan. Isi hatinya yang mana maksud Arsen? Kupikir bahkan dia tak punya hati.Sekian menit Arsen mendekapku dekat di dadannya. Dia menarik tubuhnya menjauh dan menatapku sangat dalam. Kemarahan yang tadi menguasainya sudah berangsur hilang dari wajah Arsen."Arsen, kumohon sekali ini bantu aku," kataku, mengingat lagi wajah kecewa bunda panti."Membahas itu lagi?" katanya seketika kulihat Arsen tak senang di wajahnya. "Jangan meminta yang tidak-tidak. Sampai mati pun, aku tak akan pernah menyakiti hati bayi itu.""Menyakiti hatinya? Apa dia sudah dewasa sampai kau pikir bayi ini paham hal seperti itu, Arsen? Kau tak tahu bagaimana bunda membesarkanku, dia selalu memperlakukan aku seperti purti yang dilahirkannya sendiri. Aku tak tega membuatnya kecewa."Arsen menyalakan mesin mobilnya."Persetan dengan perasaan orang lain!" Kemudian mengendara membaw

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • Jerat Tuan Pebinor   50. Kami Akan Menikah!

    "Kita akan ke mana?" tanyaku, melihat Arsen yang hanya diam sambil menyetir.Dia melirik sekejap dan kembali fokus menatap ke depan."Diam lah, Nara, jangan banyak bertanya," katanya.Kugigit bibir bawahku untuk tidak bertanya lagi seperti perintah Arsen. Tapi otakku, jangan diragukan. Sudah pasti pikiran ini berputar dan membuat banyak pertanyaan dan dugaan di dalam sana.Ke mana kami? Ada apa dengan Arsen? Apakah dia akan mengajakku ke sebuah tempat yang indah seperti saat itu? Ke mana kali ini? Mungkin ke pantai, pusat perbelanjaan, atau jangan-jangan memanjat tebing? Oke, otakku ini sudah keterlaluan.Tapi bagaimana, ya. Namanya juga aku sangat penasaran. Tadi dia menyuruh aku bangun cepat-cepat, mandi juga cepat, dan Arsen juga membawaku ke sebuah salon kecantikan. Aku dikenakan pakaian yang sangat bagus, wajahku diberi riasan tipis tapi memang cantik, lalu ... sekarang kami berada di dalam mobil dan aku tahu ini bukan jalan pulan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • Jerat Tuan Pebinor   51. Tak Ada Pilihan.

    "Apa yang salah? Aku hanya bertanya."Kembali Arsen melempar tatapan tajamnya pada wanita itu. Tapi entah apa pun yang dia pikirkan sekarang, sungguh aku tidak terlalu menghiraukannya. Aku hanya terjebak dengan kekhawatiranku bahwa ternyata Arsen melihat aku sebagai Nara yang ada di dalam foto. Bukankah itu sangat menyedihkan?"Bisa Bibi menghentikannya?""Kau sangat pemarah, Arsen. Apa wanita itu akan kuat menjadi istrimu? Kulihat dia wanita yang lemah.""Elia, hentikan itu. Ini hari bahagia keluarga kita, kau tak sepatutnya memancing keributan di sini. Jika kau tidak merasa senang, kau boleh pulang lebih dulu." Tante Riana ikut mengangkat suara.Dan setelahnya, semua kembali diam seperti tadi. Bibi Elia pun hanya menggerakkan bibir atasnya sambil menunduk."Kapan kalian akan menikah?" tanya Neneknya Arsen menghapus hening yang terjadi. Wanita tua itu kini sudah kembali tersenyum seperti sebelumnya."Se

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03
  • Jerat Tuan Pebinor   52. Tunggu Aku Membalas Perasaanmu.

    Aku terduduk di sisi ranjang di kamar kami. Pernyataan Arsen tentang cinta sangat menyakitiku sampai ke relung hatiku yang terdalam. Meski kuakui bahwa cinta memang sangatlah menyakitkan, tapi tetap saja aku masih tak mampu membayangkan pernikahan tanpa cinta.Maksudku ... jika hubungan yang didasari dengan cinta saja bisa berakhir menyedihkan, bagaimana jadinya pernikahan kami nanti? Meski aku sangat menginginkan Arsen, tapi aku tetap berharap dia mencintaiku lebih dulu."Ada apa lagi?"Arsen tengah mengenakan pakaian di sebelahku. Tak ada minat sedikit pun untuk melihat wajahnya. Mataku fokus menatap kedua kaki yang berjuntai di atas lantai. Aku lelah, capek berbicara dengan orang yang ingin seenaknya."Jangan membenani pikiranmu, pernikahan kita sudah ditentukan minggu depan."Spontan kuputar kepala untuk melihat orang yang kini juga tengah melihatku. Arsen tersenyum sangat lebar seakan dia bangga atas pernikahan kami, tapi senyum itu tentu saja

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Jerat Tuan Pebinor   53. Calon Nyonya Muda

    Selepas mencoba gaun pengantin, aku dan Arsen duduk di sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari kantornya. Ada beberapa urusan mendadak yang harus dia selesaikan. Katanya, agar pernikahan kami nanti tidak terganggu oleh urusan kantor."Aku akan meminta Arlan menjemputmu." Dia mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan langsung melakukan panggilan. Setelahnya kudengar dia berbicara di dalam telepon seperti yang dia katakan padaku tadi."Kenapa?"Alisnya mengerut. Aku yakin ada ucapan Arlan yang tidak dia senangi."Ck! Ya sudah. Kau urus lah pekerjaanmu," tutupnya kemudian. Dia melihat aku lagi dan Arsen kembali mendecih."Ada apa?" tanyaku, memecah rasa gugup yang masih aku bawa dari rumah. Jujur, perkataannya untuk mencoba membalas perasaanku, sampai detik ini membuat aku sedikit merasa malu menatap matanya."Arlan tak bisa. Dia ada jadwal operasi dadakan. Waktuku sudah sangat sempit, Nara, seharusnya aku langsung mengantarmu se

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05
  • Jerat Tuan Pebinor   54. Rahasia Yang Terungkap.

    Arsen sudah pergi menghadiri rapat di tempat lain. Aku merasa bosan hanya duduk di ruangannya, apalagi ketika sekretaris wanita itu masuk untuk meletakkan beberapa berkas di meja Arsen. Matanya yang tajam menusukku, membuat aku tak nyaman lebih lama di sana. Jadi, kuputuskan keluar untuk mencari Yunita, sebab kami sudah sangat lama tak bertemu.Di lorong ketika melewati ruangan Pak Sudrajat, aku berpapasan dengan pemilik perusahaan ini. Pak Sudrajat memanggilku untuk masuk ke ruangannya. Dan di sini lah aku sekarang berdiri di atas kakiku. Rasa gugup tentu saja sudah meliputiku sejak tadi."Kau mencintainya?" tanya Pak Sudrajat, memecah hening di antara kami. Dia duduk di meja kebanggaannya, sedangkan aku berdiri tepat di balik meja itu."Arsen orang yang keras, dia juga tak suka dengan perempuan cerewet. Aku ragu, kau mungkin tak akan tahan berada di sisinya," lanjutnya, ketika aku hanya mengunci bibir.Jika hanya sikap kerasnya,

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06

Bab terbaru

  • Jerat Tuan Pebinor   128. Happy Ending

    Setelah membersihkan diri lebih dulu, kududukkan diri di depan meja rias yang besar itu. Hari ini Arsen akan kembali dari luar kota, dan kupikir ingin menyambut suamiku dengan dandanan yang sedikit menarik. Dia pasti merindukanku, dan akan semakin senang dia melihatku nanti dengan riasan ini. Setelahnya, tak lupa kuganti pakaian dengan gaun yang baru kubeli siang tadi, memang sengaja aku membelinya demi menyambut Arsen kembali.Tepat setelah kupikir siap, pintu kamar diketuk dari luar sana. Hatiku melambung seketika itu juga, menduga suamiku akhirnya kembali. Dengan sedikit berjingkrak, kubuka handel pintu sembari menyambut suamiku dengan kedua tangan melintang.“Selamat datang suamiku ...!” seruku sangat girang.Tapi apa ini? Bukannya wajah Arsen, tapi Bi Ratna lah yang berdiri di depanku. Sedikit malu aku dengan tatapan lurusnya yang tertuju pada penampilanku.“Eh, Bi Ratna. Ada apa, Bi?” tanyaku menghilangkan rasa gugup.

  • Jerat Tuan Pebinor   127. Roda Itu Berputar.

    Sudah tiga hari ini Arsen harus pergi ke luar kota untuk mengurus beberapa pekerjaan yang diminta oleh papanya. Jujur, aku sudah sangat merindukan suami yang sangat manja dan bawel itu, sampai-sampai ketika menyusukan Joseph pun hanya wajahnya lah yang terbayang di mataku. Mungkinkah ini yang disebut dengan jatuh cinta sangat dalam? Seperti aku tidak bisa mengendalikan diriku dari rasa rindu yang menggetarkan jiwa.Ketika baru saja kuletakkan Joseph di atas boks tidurnya, ponselku sudah berbunyi di atas nakas. Beruntung suara nyaring itu tidak mengganggu tidur putraku. Hanya menepuk bokongnya beberapa kali, Joseph sudah kembali terlelap. Ah ... itu ulah Arsen. Ketika dia akan berangkat tempo hari, Arsen membuat nada ponselku sangat besar. Katanya agar aku tidak beralasan tidak mendengar suara ponsel ketika dia menghubungiku.Dan lihat siapa yang menelepon sekarang? Siapa lagi jika bukan dia. Lantas kugeser layar ponselku pada posisi menerima, dan wajahnya segera terlih

  • Jerat Tuan Pebinor   126. Mereka Pelayanmu.

    "Ini, makan lah yang banyak."Arsen meletakkan sangat banyak potongan daging dan sayuran di atas piringku.

  • Jerat Tuan Pebinor   125. Sayang, Aku belum ....

    “Sayang, aku tidak melihat gelas kopinya!”Arsen berseru dari dapur, menghentikanku yang baru saja akan membuka baju.“Itu ada di laci atas kepalamu, Sayang. Mendongak lah dan buka lacinya!” balasku tak kalah kencang.“Laci yang mana? Aku tidak melihatnya!”Ini tidak akan berhasil. Jika aku terus berteriak, Joseph akan terbangun dari tidurnya yang belum lima belas menit. Lantas kubenarkan lagi letak pakaianku sembari mendatanginya ke dapur.Dia memang selalu begitu. Apa pun tak pernah terlihat oleh matanya. Entah karena malas mencari atau memang dia tak bisa menemukan sebuah barang dengan benar, hanya dia dan Tuhan lah yang tahu.“Di mana itu? Di mana gelas kopinya?”Kulihat Arsen tengah membuka-buka laci di atas kepalanya tapi tidak juga melihat gelas yang dia cari. Astaga ....Mengambil posisi berdiri di sebelahnya, kuraih salah satu gelas dari dalam laci dan menyera

  • Jerat Tuan Pebinor   124. Joseph-ku Bahagiaku. END

    Sejak pagi masih terbilang samar, semua orang sudah sibuk mempersiapkan diri untuk menjemput Joseph ke rumah sakit. Ini terlalu membahagiakan sampai kami tidak sabar menunggu hari sedikit lebih siang.Lihat lah Papa Sudrajat yang sangat bersemangat menuruni anak tangga. Beliau lah yang lebih sibuk sejak tadi dan beliau pula yang lebih lama berbenah, seakan cucunya sudah bisa menilai penampilan seseorang.Aku tersenyum melihat papa mertua yang biasanya tak pernah absen berangkat ke kantor itu, kini seperti seorang anak kecil yang tidak menunggu diajak jalan-jalan.“Kalian belum siap? Sudah pukul sebelas, kita harus berangkat sekarang.”“Siapa yang sangat lama turun dari kamarnya? Kurasa kami sudah menunggu tiga puluh menit di sini,” sahut Mama Riana menimpali perkataan suaminya.“Kenapa tidak memanggilku jika begitu? Aku pikir kalian belum siap.”Aku dan Arsen hanya tertawa mendengar perbincangan dua orang

  • Jerat Tuan Pebinor   123. Aku Sangat Bahagia.

    Tak dapat kuhindarkan pacuan jantung yang memicu sangat cepat kala mendengar perkataan dari papa mertua. Telapak tangan segera berkeringat dan dudukku tak bisa tenang sekarang. Bayangan buruk segera menghampiri kepala ini, membuat dugaan-dugaan buruk di dalam sana. Apakah Joseph mengalami penurunan? Tak sabar aku ingin mendengar penjelasan dari Papa Sudrajat. Dengan sedikit memajukan tubuh, aku lantas bertanya pada beliau. “Jo-Joseph? Apa yang terjadi pada Joseph?” Arsen segera memeluk dan memberikan kata-kata penenang untukku. Tapi suaranya seakan menghilang oleh pikiran buruk yang sudah lebih dulu merasuki pikiran ini. Tak sabar kutunggu papa mertua melanjutkan perkataannya yang tertunda. “Papa Mertua, katakan ada apa dengan Joseph-ku?” “Sayang, tenangkan dirimu. Kau tidak boleh seperti ini,” peringat Arsen, meremas pundakku tempat tangannya bertengger. Kemudian dia berbicara pada papanya. “Biar aku antar Nara ke atas, nanti papa bisa berbic

  • Jerat Tuan Pebinor   122. Kau Lelaki Yang Baik Hati.

    “Nara ....” Dia memanggil namaku pelan. Tangannya semakin dekat ke wajah, sehingga bisa aku rasakan udara yang dibawanya. Berusaha untuk tidak terpengaruh, aku kembali mengingatkannya meski suaraku terdengar bergetar. “Aku adik iparmu, Arlan. Kau tidak boleh melakukannya,” kataku, tapi Arlan tidak mengindahkan kalimat itu. Punggung jarinya menyentuh permukaan kulitku sehingga kaki di bawah sana semakin gemetar. Tidak. Jika seseorang berpikir aku menikmati perlakuannya, jelas itu salah. Aku hanya ingin menunjukkan pada lelaki ini bahwa aku tidak setakut yang dia bayangkan. Aku tidak ingin Arlan merasa diriku melihat dirinya seperti monster yang menakutkan dan harus dijauhi. Aku tidak ingin dia merasa dirinya tidak diinginkan oleh kami. Maksudku ... keluarga. Ya, karena sekarang aku adalah menantu di keluarganya, jadi aku juga menempatkan diri sebagai keluarga baginya. Harus kulihat, sejauh apa dia sebenarnya ingin dimengerti. Beberapa detik dia s

  • Jerat Tuan Pebinor   121.

    Arsen tahu Arlan memiliki perasaan padaku, sebab itu dia tak pernah merasa rela membiarkan aku pergi untuk menemui saudaranya. Dia tentunya takut jika masalah ini akan merembet lebih jauh lagi, sehingga membuat kegaduhan ke depannya. Tapi setelah kuyakinkan Arsen bahwa aku pasti bisa menjaga diri, dia hanya mengangguk ketika melepaskan aku pergi menemui saudaranya.“Hati-hati, Sayang. Ingat, kau harus segera menghubungiku jika sesuatu terjadi. Dan berusaha lah membuat Arlan tidak marah,” pesannya. Dia mengecup puncak kepalaku berkali-kali dan mengatakan dia sangat mencintai diriku.Ah ... aku sendiri juga merasa gemetar ketika memasuki apartemen milik Arlan, membayangkan mungkin dia akan semakin marah melihat kedatanganku.Ketika kutekan bell di sebelah pintu, seseorang lantas membukanya dan mengatakan Arlan berpesan tidak ingin diganggu.“Tapi ini sangat penting, Bi. Tolong biarkan aku masuk,” ucapku pada asisten rumah yang sudah

  • Jerat Tuan Pebinor   120. Mari Kita Luruskan.

    “Aku akan gila dengan semua ini.” Mama Riana tertunduk lemas. Sedangkan aku hanya bisa diam mengusap pundak mama mertua yang pastinya sedang sangat tertekan. Beliau memegangi wajah di atas kedua telapak tangannya dengan mulut yang terus saja mengoceh tentang kelakuan dua putranya yang ... memang sangat keterlaluan. “Bagaimana jika Naomi benar melakukan aborsi? Aku akan membunuh Arsen yang dengan bodohnya menyarankan hal gila itu padanya!” Beliau mengangkat wajah dan menatapku. “Lihat lah, Nara, aku adalah ibu yang gagal mendidik putra-putranya, sampai kalian harus menderita karena itu. Aku sangat menyesal yang selalu menuruti keinginan dua anak itu,” ucapnya lagi. Setiap kata yang beliau ucapkan adalah penyesalan dan menyalahkan diri sendiri. Rasanya sangat tak adil, padahal bukan beliau yang bersalah. Semua ini adalah kesalahan Arlan dan juga Arsen yang sangat tidak tahu diri. “Jangan membeb

DMCA.com Protection Status