Ressy terbangun pukul 01.00 pagi.
Mana pernah dia terbangun sampai siang hari atau ketika matahari terbit malu-malu.Merasakan belitan pada pinggangnya, Ressy tidak terkejut saat menemukan Valeri tengah memeluk dirinya dalam tidur seolah takut kehilangannya.Melepaskan perlahan pelukan Valeri lalu menaikkan bedcover sampai ke bawah dagunya. Ressi beranjak menuju lemari kaca tempat dia menyimpan whisky, terlalu sering meminumnya membuat Ressi kebal akan efek dari minuman beralkohol tersebut.Atau bisa dikatakan whisky masih bisa ditoleransi oleh tubuhnya, tapi tidak jika itu vodka. Sekali meminum cairan laknat itu maka dia akan langsung kehilangan kendali atas isi pikirannya.Mengambil gelas pendek wanita itu membawa minumannya menuju mimbar yang dia buat di balik rak buku. Tempatnya menikmati rasa sesak dan sakit seorang diri.Menuang whisky dari botol ke dalam gelas. Ressi tergoda untuk menenggaknya langsung dari botol, tapi tidBukan seseorang melainkan dua orang yang tidak pernah Ressy harapkan kehadirannya disatu-satunya tempat yang dia anggap miliknya. Nyatanya dia juga salah perihal rumah yang diklaim sebagai satu-satunya tempat yang tidak akan diinjak oleh jalang sialan yang membayanginya selama ini.Bram dan Rossy membelalak ngeri dan juga merinding antara harus menggeram murka atau memberi aplaus kepada Arcala yang berani membawa musuh utama keluarga Ragananta masuk ke dalam kawanan yang siap menelannya mentah-mentah."Selamat pagi. Silahkan masuk kami akan sarapan. Mari ikut bergabung," tatapan dan suara Ressi memang ramah. Akan tetapi, mereka tidak buta akan muatan amarah yang terkandung pada wajah datar itu.Namun, sekali lagi. Jika, kamu berakting buta maka lakukan dengan total. Seperti yang dilakukan oleh Arcala dan Sissy yang tersenyum lembut menuju ruang makan."Valeri mau ikut Aunty?" tanya Sissy manis.Valeri yang mendengarnya hanya menggeleng de
"Untuk apa kalian ke mari?"Genderang perang sudah ditabuh. Bram yang menjadi garda paling depan untuk menghadapi para musuh bahkan jika itu anaknya sendiri.Bersusah payah menelan makanan yang terlanjur setengah jalan. Arcala mendorong makan itu dengan air satu gelas.Sepertinya Bram tidak rela membiarkan seorang Arcala bisa dengan tidak tahu malu makan dengan rakus sedangkan yang lain tidak mampu makan dengan benar."Ingin mengajak Valeri jalan-jalan," jawab Arcala tanpa rasa bersalah."Oh benarkah?" Kali ini Rossy yang bertanya diselubungi keceriaan yang dibuat-buat."Valeri sudah berangkat ke sekolah. Banyak kegiatan yang akan dia lakukan, mungkin dia akan pulang malam." Ressi menambah dengan ringan sambil berpura-pura menikmati makanannya."Mana mungkin dia sekolah sampai malam Re?" tanya Arcala tidak terima sekaligus mengerutkan dahi nampak mengingat-ingat. "Sepertinya jadwalnya tidak sepadat itu," tambahnya ragu.
Begitu sampai di ruang tertutup lain yang penuh dengan lukisan yang Arcala baru tahu keberadaannya. Mereka mulai perbincangan dalam tanda kutip menurut Ressi."Apa mau kalian?" suara Ressi lembut, tapi baik Arcala maupun Sissylia tahu jika nada yang wanita itu gunakan menandakan bahaya."Kembalikan apa yang kamu rebut dariku," tidak gentar Sissylia menjawab apa yang Ressi tanyakan.Tertawa penuh rasa jijik Ressi seolah bukan dirinya ketika menjawab,"apa yang aku rebut?""Semuanya. Kamu mengambil semuanya dariku," jawab Sissy lagi. Inilah perang para wanita yang sesungguhnya, Arcala terdiam dan mengamati belum memiliki kesempatan untuk mendapatkan celah."Bukankah kamu yang meninggalkan semuanya di belakangmu?" tanya Ressi mencemooh.Sissylia memucat. Benar, dia yang meninggalkan semuanya di belakangnya hanya demi apa yang menjadi tujuannya."Dia tidak meninggalkan apa pun!" desis Arcala membela kekasihnya. Membuat Sissy
Bram melihat sisi lain dari menantunya. Wanita pilihannya memang tegar dari segala sisi sayangnya dia juga rapuh di saat bersamaan. Ressi membuat benteng sekuat yang dia mampu, tapi dia lupa jika benteng itu tersemat dua nama yang akan selalu menghancurkan dirinya dalam kondisi apa pun, Valeri dan Arcala.Setelah menyaksikan Arcala dan Sissylia keluar dari ruangan tersebut sekaligus dari tumah Ragananta dalam keadaan tidak lebih buruk dari Ressi.Bram hanya terdiam tanpa ingin menegur padahal dirinya sudah duduk di ruang keluarga sedari mereka masuk ke dalam ruangan tersebut.Bahkan Rossy pun tidak sudi menunggu mereka dan memilih menyendiri di taman belakang."Yongky," panggil Bram pada penjaga rumah Ragananta sekaligus pegawai kesayangan menantunya."Iya Pak." Yongky menatap datar mertua dari putrinya."Hancurkan ruangan itu! Bersihkan sampai tidak tersisa apa pun." Sama seperti Yongky, tatapan Bram pun datar dan mengerikan.
Di sana, di selasar sekolah Valeri sepasang laki-laki dan perempuan yang baru saja membuat Ressi membakar studio lukis di rumahnya.Tengah berbincang dengan wali kelas Valeri sedangkan gadis kecil itu tidak nampak di sekitar mereka. Setidaknya hal itu cukup membuat Ressi bernafas sedikit lega.Baru saja Ressi turun dari mobilnya dan akan berjalan menuju kelas Valeri. Sesosok pria sudah menggandeng tangan putrinya dengan bahagia.Berjalan sedikit cepat dengan senyum mengembang, Ressi menghampiri Arga dan Valeri."Papa, kita mau ke mana?" Valeri bertanya pada Arga yang sedari tadi bersamanya.Sebenarnya Valeri tidak ada kelas tambahan. Dia hanya meminta pada miss Laila supaya bekerja sama dengan mengatakan hal demikian. Alasannya karena Valeri tidak ingin pulang cepat.Bersamaan dengan Arga dan Valeri yang mulai dekat pada Ressi, Arcala dan Sissylia pun menoleh pada keduanya.Kalau dikatakan sengaja. Arga memang sengaja datang ke sekolah Valeri selain karena m
Dengan penuh perasaan bahagia, Arcala dan Sissylia membawa Valeri memasuki restoran tersebut."Valeri suka makan sushi?" tanya Sissy mencoba mendekatkan diri pada Valeri.Tidak begitu semangat menjawab gadis kecil itu hanya mengangguk tanpa ekspresi."Aunty juga suka," ucap Sissy bersemangat."Ayo, kalian mau pesan apa saja? biar Daddy yang pesan ya. Seperti biasa kan?" usul Arcala.Valeri tetap diam tidak ingin menjawab atau menolak. Dia memiliki tujuan saat mengikuti mereka berdua.Mengingat mommy-nya perasaan bersalah semakin menekan Valeri membuatnya menggumamkan maaf berkali-kali di dalam hatinya. Hanya saja dia merasa memang harus melakukan ini. Menyakiti atau tidak kenyataannya Ressi sudah tersakiti sejak sadar jika dia tidak bisa menggapai seorang Arcala.Beberapa saat kemudian, Arcala sudah kembali dengan nampan berisi berbagai jenis sushi yang biasanya mampu membuat Valeri tersenyum bahagia.
"Ayo bangun Re. Kamu harus kuat demi Valeri," ucap Arga menenangkan Ressi yang masih bersimpuh dan terdiam.Mendengar bujukan Arga, dia menatap pria itu dengan pandangan tersesat."Valeri meninggalkanku Ga. Putriku pergi dariku mereka mengambil putriku," gumam Ressi linglung."Tidak Re. Tidak ada yang merebut putrimu dia milikmu," ujar Arga menenangkan.Menoleh dan menatap Arga. Netra Ressi bersinar oleh harapan yang dikatakannya."Benarkah Valeri milikku?" tanya Ressi seperti anak kecil.Sekarang Arga harus bagaimana? Mau mengatakan ya, apa kuasanya?Sekalipun dia mampu menjungkir balikkan dunia atas dan dunia bawah. Apa dia bisa mengubah fakta yang sesungguhnya?"Kenapa dia sejahat ini padaku Ga? Apa salahku sampai dia menyiksaku seperti ini?" pertanyaan yang juga tidak mampu Arga jawab. Karena, dia tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran bajingan sialan itu.Jika saja membelah tengkorak k
Mendekati kedua orang tersebut, dia berjalan perlahan takut kehilangan momen berharga yang jarang sekali terjadi.Bagaimana keduanya terlihat begitu pas dan cocok jadi akan memilih memihak tim Arcala-Ressi atau Arga-Ressi?"Mommy," panggil Valeri perlahan.Keduanya serentak menoleh ke belakang bahkan Ressi langsung beranjak dari duduknya setelah melihat Valeri dan berlari menghampiri gadis kecilnya.Memeluk erat putrinya dia menangis lega, "oh my God Baby, kamu kembali sayang." "Aku kembali untuk Mommy," Valeri balas memeluk mommy-nya tak kalah erat. Meski ada setitik kekosongan di dalam hatinya. Itu semua tertutupi oleh perasaan bahagia ketika sudah bersama dengan sang mommy."Apa kamu tidak menyesal sayang?" tanya Ressi lirih."Ada rasa sesal Mommy...," Valeri menjeda ucapannya sambil tersenyum lemah. "Tapi Valeri jauh lebih menyesal ketika meninggalkan Mommy di sini sendirian." Valeri memberi jarak dengan Ressi samb