[Datanglah ke aula hotel xxx jam 20.00. Aku menunggumu]
Navisha mengerjap pelan membaca pesan teks yang baru saja dikirim William. Ada rasa bingung tapi juga bahagia menerima pesan itu. Faktanya, sudah beberapa hari ini William mendiamkannya. Entah karena apa, tapi pria itu memang kerap melakukannya. Membuat Navisha sering galau sendiri.Padahal, Navisha selalu berkata jika dia punya salah, William harus memberitahukannya. Agar Navisha bisa segera memperbaikinya. Namun, William tetaplah William. Disuruh janji seperti apa pun, tetap saja akan memilih diam jika ada salah. Membuat Navisha sebal sekali. Untung cinta. Coba kalau tidak, sudah Navisha tinggalkan dari kapan tahu."Astaga! Jangan-jangan ...." gumam Navisha agak terkejut setelah menyadari sesuatu.[Okeh! Aku akan dandan cantik untukmu!]Setelahnya, gadis itu segera mengirimkan balasan riang pada sang kekasih. Kembali mengabaikan rasa kesal akan sikap pria itu yang mirip cuaca di Indonesia. Suka berubah tanpa aba-aba. Bikin Navisha meriang saja.Tidak apa-apa. Navisha tidak keberatan kok dibuat meriang oleh William. Soalnya Navisha terlanjur bucin pada pria itu. Menjadi pacar William memang menjadi cita-citanya sejak kelas satu SMA. Meski baru tercapai saat mereka kelas tiga. Tetapi Navisha jelas bahagia luar biasa, dan tak akan pernah melepaskan William lagi."Kamu memang penuh kejutan, Will!" gumamnya lagi bermonolog, dengan binar bahagia yang tak bisa ia tutupi.Navisha yakin, undangan William kali ini pasti ingin memberikan dia kejutan. Soalnya, besok kan ulang tahun Navisha. Meski kekasihnya seringnya acuh dan abai padanya. Tetapi, William memang tidak pernah melupakan hari pentingnya. Bahkan, pria itu tahu kapan Navisha datang bulan.Mengingat itu, dada Navisha kembali membuncah oleh rasa bahagia. Memilih mengalah untuk tak memikirkan segala sikap William yang semakin abai padanya beberapa minggu ini. Navisha selalu memiliki stok sabar melimpah untuk seorang William.Tak ingin membuat kekasihnya lama menunggu. Navisha pun gegas ke arah lemarinya dan mulai membongkar isinya. Seperti janji yang sudah ia ucapkan barusan. Pokoknya Navisha harus keliatan cantik sekali malam ini!Dua jam berlalu, Navisha sudah siap dengan segala persiapannya. Bahkan, taksi online pun sudah ia pesan. Mematut tampilannya sekali lagi lewat kaca besar di kamarnya, Navisha pun segera pergi setelah sang sopir taksi sudah menghubungi."Sesuai aplikasi ya, Neng," beritahu sang sopir setelah Navisha duduk di kursi belakang.Navisha hanya menjawab dengan anggukan kepala. Senyum tak luntur sama sekali dari wajah yang ia poles sedikit make up malam ini. Cantik tapi tidak berlebihan. William pernah berkata, ia menyukai Navisha yang natural.Ah, William. Meski seringnya bikin Navisha meriang dan uring-uringan sendiri menghadapi sikap cueknya. Tetapi, Navisha sangat mencintai pria itu. Ia rasanya rela melakukan apa pun agar tetap bisa bersama pria itu."Sudah sampai, Neng," beritahu sang sopir kembali. Membuat Navisha kembali kedunia nyata.Nampaknya, ia tadi terlalu larut melamunkan William. Menebak-nebak kejutan macam apa yang akan diberikan pria itu kali ini. Ugh ... rasanya Navisha sudah tidak sabar."Makasih ya, Bang." Navisha keluar setelah menyerahkan selembar uang biru pada si sopir taksi.Kini, Navisha sudah berdiri tegap di lobby hotel yang tadi di sebutkan William. Tepat jam 20.00. Tidak terlambat, tidak juga terlalu cepat.[Aku udah sampai]Navisha memberitahukan kedatangannya via pesan teks pada William. Berharap pria itu muncul dan menjemputnya. Jujur saja, dia grogi parah saat ini. Dadanya bahkan terasa hampir meledak saking kuatnya debar jantung saat ini.[Langsung masuk saja]Sayang, apa yang Navisha harapkan tidak terkabul. Alih-alih menjemput, William malah menyuruhnya langsung masuk saja. Membuat rasa grogi kian memeluk erat dirinya.Tetapi tidak apa-apa. Hanya berjalan ke arah aula saja, harusnya Navisha mampu, kan? Toh, nanti di sana juga akan ketemu sang kekasih dan mungkin saja akan di ...Aarrgg! Rasanya Navisha makin tidak sabar kala membayangkan kejutan yang akan di berikan kekasihnya. Kalian harus tahu, meski cuek, William itu sebenarnya seorang yang romantis.Tak ingin membuat sang pujaan menunggu lama. Navisha pun segera melangkahkan kaki ke arah aula. Tentu saja, setelah sebelumnya mengatur nafas terlebih dahulu. Senyum kembali menghiasi wajahnya sepanjang perjalanan."Rame banget," gumam Navisha saat posisinya sudah tak terlalu jauh dari tempat acara. Tak sadar, ia menggigit bibir bawahnya karena mulai ragu pada pemikirannya sedari tadi.Ini terlalu mewah untuk sekedar pesta kejutan ulang tahun.Meski begitu, Navisha tetap memaksakan kakinya melangkah kearah acara. Canda tawa dan orang-orang berpakain resmi menyambut Navisha saat masuk ke tempat itu. Navisha mengerjap bingung seraya memindai ke segala arah."Apa ... aku salah masuk ruangan?" gumamnya kemudian.Faktanya, sepanjang mata memandang, Navisha memang tak mengenali siapapun di sana. Selain karena yang hadir berpakaian resmi semua, mereka juga nampak tua dan bersahaja. Padahal, tadinya Navisha kira akan di sambut oleh teman-temannya.Navisha mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan demi memastikan sekali lagi. Tak lama, matanya akhirnya menemukan William di salah satu kursi yang mengelilingi sebuah meja bundar. Posisinya ada di dekat podium.Glek!Tanpa sadar gadis itu pun menelan saliva kelat saat melihat orang-orang yang bersama William saat itu. Mereka adalah kakek, nenek dan keluarga besar pria itu.Astaga! Pesta apa ini sebenarnya? Navisha semakin ragu pada dugaan sebelumnya. Apa ini benar-benar pesta kejutan ulang tahun untuknya?Demi memastikan semuanya. Navisha pun berniat menghampiri William. Sayang, langkahnya dihentikan seorang penjaga, yang tampilannya mirip seorang bodyguard."Maaf, hanya keluarga inti yang boleh masuk," beritahu pria itu."Tapi saya--""Nav?" Baru saja ingin memperkenalkan diri, sebuah seruan mengintrupsi. Membuat kepala Navisha sontak berputar dan akhirnya menemukan keberadaan Fadly di sana, salah satu teman sekolahnya."Fad, lo di sini juga?" tanya Navisha, senang sekali menemukan orang yang ia kenal."Terpaksa. Nemenin Reinan yang gak mau datang sendiri," jawabnya pura-pura malas.Bagaimana tidak, padahal katanya malas tapi ditangannya banyak sekali kue. Pria itu bahkan menyantapnya dengan riang sekali."Oh, Reinan juga di undang?" Navisha semakin penasaran."Diundanglah. Keluarganya kan ada kerja sama, sama keluarga William. Jadinya di hari jadi perusahaan Arsenio, otomatis Reinan juga di undang."Hari jadi perusahaan Arsenio? Ah, nampaknya Navisha memang salah mengartikan undangan William. Faktanya ini bukan pesta kejutan untuknya. Tetapi hanya pesta perusahaan saja. Hati Navisha pun seketika kecewa."Kita duduk di sana, yuk? Acara bentar lagi mulai," ajak Fadly lagi seraya menarik lengan Navisha.Gadis itu menemukan William sudah menatapnya kala mengikuti langkah Fadly. Akan tetapi, pria itu tak bereaksi sama sekali. Malah kembali fokus pada lawan bicara. Navisha jelas kecewa melihat hal itu.Setelahnya, menit demi menit berlalu dalam kebosanan untuk Navisha. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain mendengar ocehan Fadly dan melihat pria itu melahap berbagai macam kue yang ada di pesta tersebut. Ingin menemui Willian, tapi kekasihnya itu nampak sibuk sekali. Menemui dan menyapa semua rekan kerja kakeknya. William kembali mengacuhkannya.Akhirnya, pesta pun sampai pada puncaknya. Yaitu pemotongan kue oleh sang tetua Arsenio. Navisha hanya bisa menatap nanar keberadaan sang kekasih diantara orang-orang tersebut, yang sama sekali tak bisa ia raih."Terima kasih untuk semua para rekan yang sudah bersedia hadir pada pesta ini. Saya harap, kerja sama kita semakin terjalin baik dan awet sampai tahun-tahun selanjutnya. "Tetua Arsenio mulai memberi sepatah dua patah kata."Malam ini, saya sangat bahagia sekali. Bukan hanya karena perusahaan kami masih diberi kesempatan hingga sampai pada masa ini. Tetapi juga ... karena akan ada jalinan istimewa lainnya yang akan terbentuk malam ini."Meski bosan, Navisha tetap fokus mendengar ucapan sang tetua Arsenio."Kalian tahu, sebagai seorang cucu dari keluarga Arsenio. Banyak sekali orang-orang yang mencoba dekat, bahkan masuk untuk sekedar numpang hidup pada kami."Degh! Maksudnya? Navisha mulai tidak nyaman dengan ucapan sang tetua. Karena faktanya, beberapa waktu lalu, saat William memperkenalkan mereka, nampak sekali ketidak sukaan dari pria paruh baya itu. Katakanlah Navisha sedikit tersinggung saat ini."Sebagai orang tua, kami harus ekstra sekali menjaga keturunan kami agar tak salah langkah. Terutama menjaga cucu kesayangan kami, William. Yang memang sudah kami tunjuk untuk meneruskan segala usaha kami."Navisha semakin gelisah di tempat duduknya kala nama sang kekasih kini sudah di sebut-sebut. Ada bangga sekaligus rasa takut yang mulai merayap di hatinya."Beruntung cucu kami, William itu seorang yang patuh. Selalu mendengarkan dan bersedia menjalankan apapun permintaan kami selaku orang yang mengurusnya. Termasuk menjauhi parasit yang suka bermimpi tinggi, dan memilih pasangan untuk hidupnya." Entah hanya perasaannya atau memang benar. Navisha melihat pria tua itu meliriknya barusan.Tanpa sadar, tangan Navisha sudah mengepal kuat dipangkuannya. Pikiran buruk mulai bermunculan di otak kecilnya. Maksud tetua itu apa, sih?"Inilah kejutan lainnya pesta ini. Selain merayakan hari jadi perusahaan, malam ini juga akan menjadi hari pertunangan cucu kesayangan kami, William. Dengan salah satu anak rekan bisnis kami."Degh! A-apa?"Ayo, nak. Kemarilah. Bawa serta wanita pilihanmu itu. Tunjukan pada semua orang jika kau sudah ada yang punya. Agar siapapun wanita yang sempat bermimpi memilikimu segera sadar diri. Ayo, Will. Naiklah ke atas podium."Navisha segera melirik keberadaan pria-nya. Berharap sang kekasih melihatnya juga dan menghampiri. Sayang, harapan tinggal harapan. Dari posisinya saat ini. Jelas terlihat William tersenyum lebar pada sang kakek. Lalu mengulurkan tangannya pada seseorang.Bukan Navisha. Tetapi wanita lain yang ada di bangku yang sama dengannya. Meski tidak kenal, Navisha akui wanita itu cantik sekali. Auranya mahal dan sangat serasi berdiri di samping William. Seketika Navisha merasa hatinya tercabik-cabik. Perih sekali.Kalau dia adalah tunangan William, lalu apa arti hubungan mereka satu tahun ini?"Papa?" Suara Angel mengembalikan Navisha pada bumi yang ia pijak saat ini. Wanita itu melirik gadis kecilnya yang ternyata sudah menghadap William dengan tatapan penuh harap.Navisha menelan saliva resah melihatnya. Takut jika pria itu akan menolak Angel, anaknya. Apa yang akan Navisha katakan pada putrinya nanti. Haruskah ia jujur saat ini.Gadis itu lalu refleks melirik pria yang Angle panggil Papa, yang ternyata juga tengah meliriknya. Katakan Navisha salah. Entah kenapa, ia seakan bisa melihat kerinduan pada tatap pria itu. Navisha pun segera membuang muka ke sembarang arah.Tidak mungkin! Mana mungkin ada rindu di sana, kan? Sementara Navisha yakin sekali jika saat ini sang mantan pasti sudah berkeluarga. Bukankah, dulu saat Navisha pergi, pria itu sudah bertunangan? Dan ini sudah enam tahun. Tidak mungkin jika pertunangan itu belum berlanjut ke arah lebih resmi. Ah, mengingatnya saja hati Navisha sudah kembali sakit. "A
Navisha kira, pertemuannya dengan William di rumah sakit akan menjadi terkahir kalinya untuk mereka. Siapa sangka, ternyata keesokan harinya pria itu kembali muncul. Kali ini di cafe tempatnya bekerja. Entah dari mana pria itu tahu tempat ini. Navisha memang tidak tahu jika sebenarnya William ada saat Gerald muncul waktu itu. Ia terlalu fokus mencari cara mengusir ayah kandung Angel tersebut. "Mbak, Nav. Pria yang di pojokan itu ngeliatin Mbak terus, loh. Kayaknya pengen kenalan," bisik Yopi saat Navisha mengisi ulang kue-kue yang telah kosong di etalasi. Navisha hanya mendesah berat mendengarnya. Tahu pasti siapa orang yang Yopi maksud. Pasti William. Tadi Navisha melihat pria itu memang duduk di pojokan. Tidak mengganggunya memang, hanya diam dan terus memperhatikan. Membuat Navisha tidak nyaman. "Aku gak tertarik," jawab Navisha acuh."Ganteng loh, Mbak. Kayaknya orang kaya juga. Kalau diperhatikan, vibesnya kek ceo-ceo muda di novel online. Yakin gak mau kenalan?" Yopi menaik
Navisha mendesah berat saat membuka kamar putrinya, menemuka jika gadis cilik itu tertidur sambil memeluk photo William yang diam-diam masih ia simpan. Hatinya nelangsa sekali melihat betapa Angel sangat menginginkan pria itu, yang ia kenali sebagai Papanya. Lagi-lagi, rasa bersalah akan salah satu kebohongannya hadir dalam hati.Tuhan, kalau sudah begini Navisha harus apa? Ia tidak mungkin meminta William untuk berkongsi demi Angel, kan? Tidak, tidak, jelas itu tidak boleh. Karena Navisha benar-benar tak mau punya hubungan apa pun lagi dengan pria itu. Ah, kenapa juga ia harus mengatakan kalau William adalah papa Angel? Kenapa tidak orang lain saja? Tetapi ... siapa? Satu-satunya pria yang pernah dekat dengannya adalah William seorang. Pria yang membuatnya jatuh cinta, juga patah hati sepatah-patahnya. Membuat Navisha trauma dan memilih menutup hatinya untuk siapa pun.Lagi, Navisha membuang nafas berat. Berharap beban yang kini terasa menghimpit hatinya sedikit hilang. Rasanya ota
"Nav?""Ya?"Navisha langsung menyahut cepat saat Nissa memanggilnya. Menoleh ke arah sumber suara meski sebenarnya sedang berdiskusi dengan Naira tentang menu baru saat ini."Ada email dari perusahaan LW group."Navisha pun langsung terdiam di tempatnya mendengar info dari Nissa barusan. Bukan karena tak mengenal, melainkan karena tiba-tiba resah tak jelas.Mendengar nama perusahaan tersebut, membuat otaknya seketika flashback pada kejadian beberapa hari yang lalu, tanpa bisa dicegah."Terima kasih untuk waktunya ya, Nav. Kue-kue dari cafe kalian memang yang terbaik. Saya yakin pasti semua orang menyukainya," ucap Felix. Salah satu staf perusahaan LW Group, yang akhirnya merasa puas dengan pilihan kue yang Navisha tawarkan untuk disuguhkan di acara ulang tahun perusahaan ini minggu depan."Tidak masalah, kami pun sangat berterima kasih karena anda bersedia memakai jasa cafe kami, dalam acara besar tersebut." Navisha menjawab dengan sopan, seraya menyambut uluran tangan Felix."Tentu
"Dia lagi?" gumam William bingung, ketika menemukan kembali nama Raid Anderson pada laporan yang baru saja diberikan anak buahnya. Kali ini bukan tentang Navisha. Melainkan sepupunya yang belum di temukan. Anak dari pamannya, pemilik sah dari perusahaan yang ia pegang saat ini. Ya, William memang telah lama melepaskan diri dari perusahaan keluarganya. Memilih mengembangkan usahanya sendiri, yang memang sudah ia rintis sejak sekolah. Seraya membantu sang paman mengurus perusahaan yang hendak diberikan pada anaknya yang hilang.Intinya, perusahaan yang William pegang saat ini bukanlah perusahaan miliknya sebenarnya. Hanya sekedar titipan semata. Selagi sang pewaris utama belum di temukan. Dan sejujurnya, alasan itulah yang membuatnya datang ke kota ini. Karena menurut info yang di dapat, sepupunya yang hilang itu berada di sini. William tidak pernah tahu jika ternyata Navisha pun berada di kota ini. Kembali ke masalah utama. William kini benar-benar penasaran dengan pria yang bernama
"Terima kasih untuk tadi. Kamu bisa pulang sekarang."William menaikan alisnya sebelah saat mendengar ucapan Navisha barusan. Matanya menyorot gadis itu dingin dengan bibir terkatup datar."Jadi begini caramu berterima kasih?" tanyanya kemudian. Nada tidak terima jelas terdengar di sana. Memutar mata malas sejenak, Navisha pun menjawab, "Tadi aku kan udah bilang makasih.""Lalu langsung mengusir?" tukas William cepat. Navisha membuang wajah dengan dengkusan kasar. "Aku nggak maksud mengusir kamu. Tapi aku cukup tahu diri. Kamu kan orang sibuk. Aku tidak ingin membuang waktumu dengan percuma." Seakan diingatkan masa lalu. William merasa ada cubitan kecil saat mendengar jawaban Navisha barusan. 'Membuang waktu percuma' William ingat sekali, dulu dia sering menggunakan kalimat itu jika tak enggan menemani atau sekedar menanggapi ucapan Navisha. "Maaf," lirih William, namun masih dapat di dengar Navisha. "Aku tahu, dulu aku memang jahat sama kamu, Nav. Tapi--""Kamu ngomong apa, sih?
William semakin menatap pria itu tak suka setelah mengetahui, ternyata bule bernetra hijau itu adalah Raid Anderson. Pria yang tengah ia cari saat ini. Apalagi menyadari jika Raid juga ekhem--lumayan ganteng. 'Tapi tetap gantengan gue.' William mendadak konyol karena rasa cemburu.Awalnya William kira dia, Raid itu bule tua dan berperut buncit. Kulitnya pasti merah dan bergelambir mirip kerbau bule. Akan tetapi apa ini? Ternyata Raid ... ah, sudahlah. Hatinya bahkan tidak terima Raid memiliki ketampanan 11-12 dengannya. Apa ini juga yang menyebabkan Navisha gampang move on darinya?"Dia pasti tidak terima pada keputusan hukum yang menolak laporannya?" Sementara Raid di tempatnya, masih santai berbicara dengan Navisha. Seolah tak perduli pada kehadiran William. Memang kenapa pula ia harus perduli?"Ekhem ... Niss, bisa bawa Angel main dulu?" Sementara Raid acuh, Navisha tentu tidak. Terlebih ada Angel juga yang menjadi alasan dari semuanya. "Kenapa harus gue? Kan ada bapaknya?" tuk
Ucapan Raid hari itu di rumah sakit membuat Navisha tak bisa tidur beberapa hari akhirnya. Ia resah, sekaligus bingung menanggapinya. Menikah? Iya, benar. Navisha memang harus segera menikah demi membuat Gerald tak bisa mengusik hak asuh Angel lagi. Faktanya, setelah laporan tuntutannya di tolak tentang pengambil alihan hak asuh Angel darinya. Kini pria itu melaporkan Navisha atas penculikan anaknya, sekaligus banding akan laporan sebelumnya. Konyol, memang. Pria itu sungguh tak menghargai sama sekali pengorbanan Navisha yang mengurus Angel dari bayi merah, sampai saat ini. Navisha bahkan harus kehilangan banyak hal demi Angel. Termasuk masa remajanya. Kini, Gerald malah seenaknya melaporkannya dan hendak mengambil Angel. Oh, tentu tak akan Navisha biarkan. Sebenarnya, Navisha tidak pernah takut akan semua hal yang Gerald lakukan. Ia sangat yakin, pria itu tak bisa mengambil Angel dengan mudah darinya. Meski sendirian, Navisha punya pekerjaan yang gajinya sangat cukup membiayai mer
*Happy Reading*"Adek lagi apa?""Gambal""Gambar apa?"Bocah dua tahun itu pun menatap sang ibu sejenak, lalu mengarahkan jari telunjuk mungilnya ke arah gambar yang ia buat di sebuah batu di dekat sebuah nisan. "Ini Papa, ini Atta, ini Mama, ini tata," terangnya dengan riang dan bahasa yang belum sempurna, memperkenalkan satu persatu gambar abstrak yang ia buat. "Badus nda Mah, gambal adek?"Bagus. Adek pintar, ya?" Senyum sang anak lelaki itu pun semakin lebar dengan mata yang berbinar indah. "Tata nanti cuka nda?""Pasti suka.""Yeaayy! Adek mau tambah buna uat tata."Bocah dua tahun itu semakin semangat membuat gambar dengan crayon yang sengaja ia bawa dari rumah, di dekat nisan yang bertuliskan nama 'Angel'.Ya! Anak dan ibu itu adalah Navisha dan anaknya dengan William, yang sebentar lagi berusia dua tahun. Namanya Attala Malik Arsenio. Navisha tersenyum bahagia melihat keriangan sang anak. Lalu melirik nisan putrinya yang kini sudah tidak suram. Banyak gambar-gambar lucu y
*Happy Reading*"Kamu yakin akan hadir?"William melirik perut Navisha yang semakin membuncit. Usia kandungan istrinya kini telah menginjak sembilan bulan. William sangat khawatir, tapi istrinya ini sangat keras kepala dengan bersikukuh ingin menghadiri pernikahan Aida, salah satu rekan kokinya di cafe. Navisha yang sedang mematut diri di cermin menoleh. Mengangguk yakin penuh semangat. "Sangat yakin!"Navisha kembali mengalihkan tatapannya ada cermin dan mengambil lipmate warna nude yang amat ia suka. Wanita hamil itu memang dari dulu tidak suka memakai apa pun yang berwarna mencolok. "Sebagai ketua tim, aku harus hadir, Will. Apalagi Aida mengundang langsung aku waktu itu. Jadi nggak enak kalau sampai gak datang," terang Navisha lagi setelah polesan di bibirnya sempurna. "Tapi kandungan kamu--""Aku gak papa, Will. Percayalah!"Kehamilan memang membuat Navisha keras kepala. Semakin di larang, pasti akan semakin berontak. Entahlah, mungkin karena bawaan bayi mereka yang katanya be
*Happy Reading*"Jadi, berapa usianya?" tanya William sambil mengusap sayang perut Navisha yang sebenarnya masih rata. Saat ini mereka sudah berbaring berdua di atas brankar tempat William. Setelah tadi William langsung memeluk dan menghujani wajahnya dengan ciuman sekembalinya Navisha mencari seorang cleaning service untuk membersihkan muntahan William. Navisha sampai harus mencubit kengan William saking malunya pada si CS. Suaminya ini kalau skinship gak tahu tempat. Navisha merasa tak punya muka karena ulahnya. "Aku belum periksa ke dokter. Baru pake alat itu aja." Navisha menjawab seadanya. "Ya udah, besok kita periksa, ya? Aku gak sabar pengen liat dia. Kira-kira dia jagoan atau princess, ya?""Ya belum kelihatan lah!" Navisha memutar matanya malas. "Biasanya kalau untuk itu, minimal usia kandungan harus empat bulan dulu.""Oh, begitu ..." gumam William mengerti. "Ya udah gak papa. Tapi besok kita tetep periksa ya? Aku ingin tahu kondisinya."Navisha pun mengangguk setuju unt
*Happy Reading*Sepertinya Navisha memang terlalu menutup telinga selama ini. Sampai-sampai ia tidak tahu jika ternyata, Sonya tidak bisa melewati masa kritisnya. Ia meninggal beberapa hari setelah Angel tiada. Sementara Pak Jarwo, sejak menghadapi kebangkrutan ia stress. Apalagi kondisi anaknya pun tak kunjung membaik. Tak kuat menghadapi semua tekanan, Pak Jarwo pun nekad mengakhiri hidup. Sedangkan Gerald sendiri baru siuman dua bulan lalu dan langsung di adili. Navisha mendapat semua info tersebut dari Nissa. Sekembalinya dari makam Angel, Navisha memang langsung bertanya perihal ucapan Gerald saat itu, dan Nissa pun menceritakan semuanya tanpa terkecuali. Kini, Navisha perasaan Navisha seperti dilema. Bingung harus senang atau sedih atas nasib Gerald saat ini. Akan tetapi yang jelas, ia merasa miris. Tidak pernah menyangka jika akhirnya semuanya akan seperti ini. "Nav?" Nissa menghampiri saat Navisha tengah fokus menghias sebuah kue tart pesanan seorang pelanggan. Wajahnya namp
*Happy Reading*Hubungan Navisha dan keluarga William semakin membaik setiap harinya. Ia kini bahkan menjadi kesayangan sang nenek. Mengambil alih posisi yang selama ini William tempat di hati sang nenek. Akan tetapi, William tidak cemburu sama sekali. Pria itu malah turut bahagia karena hal itu membuat sang kakek makin tidak bisa berulah lagi. Bukan maksud meragukan niat tobat kakek Wirya. Namun, William masih tak bisa percaya begitu saja setelah apa yang ia alami selama ini. Hubungan Navisha dan William pun berbanding sejalan dengan hubungan sang istri dan keluarganya. Mereka semakin hari semakin harmonis dan lengket. Meski terlambat, William benar-benar menepati janjinya yang ingin mengganti semua kenangan pahit saat pacaran dengan kenangan baru yang membahagiakan. Mereka pacaran lagi, tapi versi halal. Mengulang moment penting yang pernah sangat Navisha idamkan tapi William abaikan. Mengunjungi tempat-tempat yang dulu menjadi goresan luka di hati sang wanita, menggantinya denga
*Happy Reading*"Kok malah jadi tegang gitu kalian? Gak suka ya nenek datang ke sini?" Suara Mariam, nenek William memecah keheningan yang seketika terjadi di sana. Navisha yang masih kaget karena kedatangan kakek dan nenek yang tiba-tiba, melirik William refleks. Ternyata pria itu pun melakukan hal sama dengannya. Yaitu melirik Navisha dengan raut kaget dan bingung.Beruntung William cepat menguasai diri. Setelah berdehem pelan satu kali. Pria itu segera menghampiri sang nenek sambil tersenyum. "Mana ada, Nek," bantahnya. "Kami senang kok dengan kedatangan nenek." William menyalami tangan nenek Mariam dengan khidmat, tapi tidak melakukan hal yang sama pada si Kakek. Mungkin pria itu masih menyimpan dendam. Melihat hal itu, Navisha pun turut mendekat dan melakukan hal yang sama. Yaitu mencium punggung tangan wanita itu dengan sopan. Namun berbeda dengan William, Navisha tidak mengabaikan sang kakek. Istri William mencium punggung tangan Kakek Wirya dengan sopan. Dan hebatnya kali
*Happy Reading*Siang itu, saat Navisha sedang mengadakan video call bersama Nissa dan Aida, untuk membahas solusi pesanan cafe yang membludak sementara ia masih tak bisa pulang. Navisha di kejutkan oleh raungan William dari arah ruang tengah. Khawatir terjadi sesuatu dengan sang suami, Navisha pun mengakhiri meeting virtualnya dan gegas menghampiri tempat sumber suara. "Ampun, Tuan. Ampun! Tolong maafkan saya dan Dian. Kami ... khilaf. Kami janji tak akan melakukannya lagi. Kamu--""Cukup!"Saat Navisha datang, terlihat Bu Irah serta anaknya, Dian tengah berlutut dan di depan William yang kini tampak seperti tengah murka sekali. Ada dua dari empat satpam juga di sana, yang biasa berjaga di rumah ini.Ada apa?"Saya tidak ingin mendengar apa pun alasan kalian. Sekarang pilih saja, kembalikan apa yang sudah kalian curi dari rumah ini, atau kalian akan saya polisi, kan!" ucap William dingin dan tak bersahabat. "Jangan, Tuan! Saya mohon! Saya gak mau masuk penjara," hiba Bu Irah lagi.
*Happy Reading*Navisha tidak tahu apa yang William dan sang kakek bicarakan. Pria itu mengajak kakeknya berbicara di ruang kerja, sementara istrinya diminta untuk ke kamar istirahat. Navisha kepo. Tentu saja! Tetapi tahu dosa jika sampai melawan titah sang suami. Akhirnya, di sinilah dia sekarang. Mondar-mandir layaknya setrikaan di dalam kamar mereka."Aduh, gue kepo! Boleh nguping gak, sih?" Navisha bermonolog saat merasa tak kuasa lagi menahan rasa penasaran yang hampir meledakan kepalanya sendiri. "Jangan, ah! Bisa berabe kalau sampai ketahuan." Wanita itu menggeleng cepat. "Kakek Wirya udah benci bisa tambah benci kalau sampai hal itu terjadi. Nilai gue makin minus nanti di matanya." Navisha kembali bermonolog dengan batin yang ikut berperang saat ini. "Tapi gue kepo ya ampun. Bisa botak gue kalau lama-lama begini," desahnya putus asa. "Tau, ah. Dari pada pusing mending bikin kue aja." Navisha pun mengambil alternatif lain guna mengalihkan pikirannya. Wanita itu memutuskan
*Happy Reading*"Maaf untuk semua luka yang sudah aku goreskan di masa lalu. Aku janji akan mengobatinya dan menambal luka itu dengan kebahagiaan yang akan ku usahakan sebaik mungkin mulai saat ini. Aku tahu kenangan lama yang pahit itu tak akan pernah bisa aku hapus. Maka untuk menebusnya, aku akan berusaha menutupi kenangan itu dengan kenangan baru dan kebahagiaan baru. Kamu mau kan memberikan kesempatan untukku melakukan hal itu?"William menutup kejutan manisnya dengan janji tersebut. Dan Navisha pun bersedia memberikan kesempatan itu. Toh, sejak menikah pun William sudah menunjukan perubahannya. Karenanya, tidak ada salahnya kan untuk Navisha membuka hatinya untuk pria itu sekali lagi, kan? Lebih dari itu, Navisha tidak ingin terus membohongi diri. Cinta itu masihlah ada untuk seorang William sebenarnya. ***William membuktikan janjinya dengan tiba-tiba mendatangkan seorang arsitek ke rumah mereka. Saat di tanya untuk apa? Pria itu menjawab untuk mengubah interior dapur dan semu