Navisha mendesah berat saat membuka kamar putrinya, menemuka jika gadis cilik itu tertidur sambil memeluk photo William yang diam-diam masih ia simpan. Hatinya nelangsa sekali melihat betapa Angel sangat menginginkan pria itu, yang ia kenali sebagai Papanya. Lagi-lagi, rasa bersalah akan salah satu kebohongannya hadir dalam hati.Tuhan, kalau sudah begini Navisha harus apa? Ia tidak mungkin meminta William untuk berkongsi demi Angel, kan? Tidak, tidak, jelas itu tidak boleh. Karena Navisha benar-benar tak mau punya hubungan apa pun lagi dengan pria itu. Ah, kenapa juga ia harus mengatakan kalau William adalah papa Angel? Kenapa tidak orang lain saja? Tetapi ... siapa? Satu-satunya pria yang pernah dekat dengannya adalah William seorang. Pria yang membuatnya jatuh cinta, juga patah hati sepatah-patahnya. Membuat Navisha trauma dan memilih menutup hatinya untuk siapa pun.Lagi, Navisha membuang nafas berat. Berharap beban yang kini terasa menghimpit hatinya sedikit hilang. Rasanya ota
"Nav?""Ya?"Navisha langsung menyahut cepat saat Nissa memanggilnya. Menoleh ke arah sumber suara meski sebenarnya sedang berdiskusi dengan Naira tentang menu baru saat ini."Ada email dari perusahaan LW group."Navisha pun langsung terdiam di tempatnya mendengar info dari Nissa barusan. Bukan karena tak mengenal, melainkan karena tiba-tiba resah tak jelas.Mendengar nama perusahaan tersebut, membuat otaknya seketika flashback pada kejadian beberapa hari yang lalu, tanpa bisa dicegah."Terima kasih untuk waktunya ya, Nav. Kue-kue dari cafe kalian memang yang terbaik. Saya yakin pasti semua orang menyukainya," ucap Felix. Salah satu staf perusahaan LW Group, yang akhirnya merasa puas dengan pilihan kue yang Navisha tawarkan untuk disuguhkan di acara ulang tahun perusahaan ini minggu depan."Tidak masalah, kami pun sangat berterima kasih karena anda bersedia memakai jasa cafe kami, dalam acara besar tersebut." Navisha menjawab dengan sopan, seraya menyambut uluran tangan Felix."Tentu
"Dia lagi?" gumam William bingung, ketika menemukan kembali nama Raid Anderson pada laporan yang baru saja diberikan anak buahnya. Kali ini bukan tentang Navisha. Melainkan sepupunya yang belum di temukan. Anak dari pamannya, pemilik sah dari perusahaan yang ia pegang saat ini. Ya, William memang telah lama melepaskan diri dari perusahaan keluarganya. Memilih mengembangkan usahanya sendiri, yang memang sudah ia rintis sejak sekolah. Seraya membantu sang paman mengurus perusahaan yang hendak diberikan pada anaknya yang hilang.Intinya, perusahaan yang William pegang saat ini bukanlah perusahaan miliknya sebenarnya. Hanya sekedar titipan semata. Selagi sang pewaris utama belum di temukan. Dan sejujurnya, alasan itulah yang membuatnya datang ke kota ini. Karena menurut info yang di dapat, sepupunya yang hilang itu berada di sini. William tidak pernah tahu jika ternyata Navisha pun berada di kota ini. Kembali ke masalah utama. William kini benar-benar penasaran dengan pria yang bernama
"Terima kasih untuk tadi. Kamu bisa pulang sekarang."William menaikan alisnya sebelah saat mendengar ucapan Navisha barusan. Matanya menyorot gadis itu dingin dengan bibir terkatup datar."Jadi begini caramu berterima kasih?" tanyanya kemudian. Nada tidak terima jelas terdengar di sana. Memutar mata malas sejenak, Navisha pun menjawab, "Tadi aku kan udah bilang makasih.""Lalu langsung mengusir?" tukas William cepat. Navisha membuang wajah dengan dengkusan kasar. "Aku nggak maksud mengusir kamu. Tapi aku cukup tahu diri. Kamu kan orang sibuk. Aku tidak ingin membuang waktumu dengan percuma." Seakan diingatkan masa lalu. William merasa ada cubitan kecil saat mendengar jawaban Navisha barusan. 'Membuang waktu percuma' William ingat sekali, dulu dia sering menggunakan kalimat itu jika tak enggan menemani atau sekedar menanggapi ucapan Navisha. "Maaf," lirih William, namun masih dapat di dengar Navisha. "Aku tahu, dulu aku memang jahat sama kamu, Nav. Tapi--""Kamu ngomong apa, sih?
William semakin menatap pria itu tak suka setelah mengetahui, ternyata bule bernetra hijau itu adalah Raid Anderson. Pria yang tengah ia cari saat ini. Apalagi menyadari jika Raid juga ekhem--lumayan ganteng. 'Tapi tetap gantengan gue.' William mendadak konyol karena rasa cemburu.Awalnya William kira dia, Raid itu bule tua dan berperut buncit. Kulitnya pasti merah dan bergelambir mirip kerbau bule. Akan tetapi apa ini? Ternyata Raid ... ah, sudahlah. Hatinya bahkan tidak terima Raid memiliki ketampanan 11-12 dengannya. Apa ini juga yang menyebabkan Navisha gampang move on darinya?"Dia pasti tidak terima pada keputusan hukum yang menolak laporannya?" Sementara Raid di tempatnya, masih santai berbicara dengan Navisha. Seolah tak perduli pada kehadiran William. Memang kenapa pula ia harus perduli?"Ekhem ... Niss, bisa bawa Angel main dulu?" Sementara Raid acuh, Navisha tentu tidak. Terlebih ada Angel juga yang menjadi alasan dari semuanya. "Kenapa harus gue? Kan ada bapaknya?" tuk
Ucapan Raid hari itu di rumah sakit membuat Navisha tak bisa tidur beberapa hari akhirnya. Ia resah, sekaligus bingung menanggapinya. Menikah? Iya, benar. Navisha memang harus segera menikah demi membuat Gerald tak bisa mengusik hak asuh Angel lagi. Faktanya, setelah laporan tuntutannya di tolak tentang pengambil alihan hak asuh Angel darinya. Kini pria itu melaporkan Navisha atas penculikan anaknya, sekaligus banding akan laporan sebelumnya. Konyol, memang. Pria itu sungguh tak menghargai sama sekali pengorbanan Navisha yang mengurus Angel dari bayi merah, sampai saat ini. Navisha bahkan harus kehilangan banyak hal demi Angel. Termasuk masa remajanya. Kini, Gerald malah seenaknya melaporkannya dan hendak mengambil Angel. Oh, tentu tak akan Navisha biarkan. Sebenarnya, Navisha tidak pernah takut akan semua hal yang Gerald lakukan. Ia sangat yakin, pria itu tak bisa mengambil Angel dengan mudah darinya. Meski sendirian, Navisha punya pekerjaan yang gajinya sangat cukup membiayai mer
"Oh, ya? Buktikan kalau begitu. Tapi perlu lo tahu, kalau sekarang gue sudah punya bukti valid. Tentang lo yang sebenarnya bukan siapa-siapa Angel." Senyum Gerald semakin culas. "Gue ... punya bukti kalau lo sebenarnya bukan ibu kandung Angel."Degh!Navisha seketika menegang dengan otak yang turut blank. Jantungnya seakan ingin meloncat saking terkejutnya dengan pernyataan Gerald barusan. Itu ... bagaimana Gerald mendapatkan bukti tersebut?Ttiiiinnnn!Di sela kebingungan dan ketakutan yang Navisha rasakan. Ia merasa beruntung sekali melihat sebuah mobil berhenti tak jauh dari sana, setelah sebelumnya menginterupsi keduanya dengan bunyi kelakson nyaring dan panjang seolah memang sengaja meminta atensi.Apalagi, tak lama setelahnya Navisha juga menemukan William turun dari mobil tersebut, dan berderap cepat menghampirinya. Syukurlah ...."Jauhkan tangan lo darinya, Gerald!" geram William dingin. Menyentak kuat tangan Gerald dari Navisha dan mendorong pria itu. Setelahnya, memasang bad
"Ck!" William berdecak pelan melihat Navisha menyemburkan minumannya sampai tumpah ke mana-mana. Memutar badan sedikit, lalu meraih tissue kering dan menyodorkannya pada gadis itu. "Ceroboh," gumamnya kemudian. Navisha mendelik kesal ke arah William. Tak terima sama sekali dengan keluhan pria itu. Seakan Navisha salah saja. Padahal, dia kan sampai begini karena ulahnya yang memberikan melamar dadakan seperti tadi.Eh, tadi William ngajakin Navisha nikah, kan? Itu berarti William memang baru saja melamarnya, kan?"Kamu juga, sih. Ngapain sih ngagetin aku kayak tadi." Navisha menggerutu seraya membersihkan mulutnya, kaos yang tengah ia pakai dan celana bagian pahanya. Tak lupa dashboard mobil yang juga kena semburannya. "Aku gak ngagetin, kok," elak William, sama tak terima di salahkan. "Kamu ini, kenapa suka sekali menuduh sembarangan."Delikan mata Navisha semakin melebar mendengar sahutan William yang seringan awan. Menuduh sembarangan katanya? Jelas-jelas dia ya .... saking geramn
*Happy Reading*"Adek lagi apa?""Gambal""Gambar apa?"Bocah dua tahun itu pun menatap sang ibu sejenak, lalu mengarahkan jari telunjuk mungilnya ke arah gambar yang ia buat di sebuah batu di dekat sebuah nisan. "Ini Papa, ini Atta, ini Mama, ini tata," terangnya dengan riang dan bahasa yang belum sempurna, memperkenalkan satu persatu gambar abstrak yang ia buat. "Badus nda Mah, gambal adek?"Bagus. Adek pintar, ya?" Senyum sang anak lelaki itu pun semakin lebar dengan mata yang berbinar indah. "Tata nanti cuka nda?""Pasti suka.""Yeaayy! Adek mau tambah buna uat tata."Bocah dua tahun itu semakin semangat membuat gambar dengan crayon yang sengaja ia bawa dari rumah, di dekat nisan yang bertuliskan nama 'Angel'.Ya! Anak dan ibu itu adalah Navisha dan anaknya dengan William, yang sebentar lagi berusia dua tahun. Namanya Attala Malik Arsenio. Navisha tersenyum bahagia melihat keriangan sang anak. Lalu melirik nisan putrinya yang kini sudah tidak suram. Banyak gambar-gambar lucu y
*Happy Reading*"Kamu yakin akan hadir?"William melirik perut Navisha yang semakin membuncit. Usia kandungan istrinya kini telah menginjak sembilan bulan. William sangat khawatir, tapi istrinya ini sangat keras kepala dengan bersikukuh ingin menghadiri pernikahan Aida, salah satu rekan kokinya di cafe. Navisha yang sedang mematut diri di cermin menoleh. Mengangguk yakin penuh semangat. "Sangat yakin!"Navisha kembali mengalihkan tatapannya ada cermin dan mengambil lipmate warna nude yang amat ia suka. Wanita hamil itu memang dari dulu tidak suka memakai apa pun yang berwarna mencolok. "Sebagai ketua tim, aku harus hadir, Will. Apalagi Aida mengundang langsung aku waktu itu. Jadi nggak enak kalau sampai gak datang," terang Navisha lagi setelah polesan di bibirnya sempurna. "Tapi kandungan kamu--""Aku gak papa, Will. Percayalah!"Kehamilan memang membuat Navisha keras kepala. Semakin di larang, pasti akan semakin berontak. Entahlah, mungkin karena bawaan bayi mereka yang katanya be
*Happy Reading*"Jadi, berapa usianya?" tanya William sambil mengusap sayang perut Navisha yang sebenarnya masih rata. Saat ini mereka sudah berbaring berdua di atas brankar tempat William. Setelah tadi William langsung memeluk dan menghujani wajahnya dengan ciuman sekembalinya Navisha mencari seorang cleaning service untuk membersihkan muntahan William. Navisha sampai harus mencubit kengan William saking malunya pada si CS. Suaminya ini kalau skinship gak tahu tempat. Navisha merasa tak punya muka karena ulahnya. "Aku belum periksa ke dokter. Baru pake alat itu aja." Navisha menjawab seadanya. "Ya udah, besok kita periksa, ya? Aku gak sabar pengen liat dia. Kira-kira dia jagoan atau princess, ya?""Ya belum kelihatan lah!" Navisha memutar matanya malas. "Biasanya kalau untuk itu, minimal usia kandungan harus empat bulan dulu.""Oh, begitu ..." gumam William mengerti. "Ya udah gak papa. Tapi besok kita tetep periksa ya? Aku ingin tahu kondisinya."Navisha pun mengangguk setuju unt
*Happy Reading*Sepertinya Navisha memang terlalu menutup telinga selama ini. Sampai-sampai ia tidak tahu jika ternyata, Sonya tidak bisa melewati masa kritisnya. Ia meninggal beberapa hari setelah Angel tiada. Sementara Pak Jarwo, sejak menghadapi kebangkrutan ia stress. Apalagi kondisi anaknya pun tak kunjung membaik. Tak kuat menghadapi semua tekanan, Pak Jarwo pun nekad mengakhiri hidup. Sedangkan Gerald sendiri baru siuman dua bulan lalu dan langsung di adili. Navisha mendapat semua info tersebut dari Nissa. Sekembalinya dari makam Angel, Navisha memang langsung bertanya perihal ucapan Gerald saat itu, dan Nissa pun menceritakan semuanya tanpa terkecuali. Kini, Navisha perasaan Navisha seperti dilema. Bingung harus senang atau sedih atas nasib Gerald saat ini. Akan tetapi yang jelas, ia merasa miris. Tidak pernah menyangka jika akhirnya semuanya akan seperti ini. "Nav?" Nissa menghampiri saat Navisha tengah fokus menghias sebuah kue tart pesanan seorang pelanggan. Wajahnya namp
*Happy Reading*Hubungan Navisha dan keluarga William semakin membaik setiap harinya. Ia kini bahkan menjadi kesayangan sang nenek. Mengambil alih posisi yang selama ini William tempat di hati sang nenek. Akan tetapi, William tidak cemburu sama sekali. Pria itu malah turut bahagia karena hal itu membuat sang kakek makin tidak bisa berulah lagi. Bukan maksud meragukan niat tobat kakek Wirya. Namun, William masih tak bisa percaya begitu saja setelah apa yang ia alami selama ini. Hubungan Navisha dan William pun berbanding sejalan dengan hubungan sang istri dan keluarganya. Mereka semakin hari semakin harmonis dan lengket. Meski terlambat, William benar-benar menepati janjinya yang ingin mengganti semua kenangan pahit saat pacaran dengan kenangan baru yang membahagiakan. Mereka pacaran lagi, tapi versi halal. Mengulang moment penting yang pernah sangat Navisha idamkan tapi William abaikan. Mengunjungi tempat-tempat yang dulu menjadi goresan luka di hati sang wanita, menggantinya denga
*Happy Reading*"Kok malah jadi tegang gitu kalian? Gak suka ya nenek datang ke sini?" Suara Mariam, nenek William memecah keheningan yang seketika terjadi di sana. Navisha yang masih kaget karena kedatangan kakek dan nenek yang tiba-tiba, melirik William refleks. Ternyata pria itu pun melakukan hal sama dengannya. Yaitu melirik Navisha dengan raut kaget dan bingung.Beruntung William cepat menguasai diri. Setelah berdehem pelan satu kali. Pria itu segera menghampiri sang nenek sambil tersenyum. "Mana ada, Nek," bantahnya. "Kami senang kok dengan kedatangan nenek." William menyalami tangan nenek Mariam dengan khidmat, tapi tidak melakukan hal yang sama pada si Kakek. Mungkin pria itu masih menyimpan dendam. Melihat hal itu, Navisha pun turut mendekat dan melakukan hal yang sama. Yaitu mencium punggung tangan wanita itu dengan sopan. Namun berbeda dengan William, Navisha tidak mengabaikan sang kakek. Istri William mencium punggung tangan Kakek Wirya dengan sopan. Dan hebatnya kali
*Happy Reading*Siang itu, saat Navisha sedang mengadakan video call bersama Nissa dan Aida, untuk membahas solusi pesanan cafe yang membludak sementara ia masih tak bisa pulang. Navisha di kejutkan oleh raungan William dari arah ruang tengah. Khawatir terjadi sesuatu dengan sang suami, Navisha pun mengakhiri meeting virtualnya dan gegas menghampiri tempat sumber suara. "Ampun, Tuan. Ampun! Tolong maafkan saya dan Dian. Kami ... khilaf. Kami janji tak akan melakukannya lagi. Kamu--""Cukup!"Saat Navisha datang, terlihat Bu Irah serta anaknya, Dian tengah berlutut dan di depan William yang kini tampak seperti tengah murka sekali. Ada dua dari empat satpam juga di sana, yang biasa berjaga di rumah ini.Ada apa?"Saya tidak ingin mendengar apa pun alasan kalian. Sekarang pilih saja, kembalikan apa yang sudah kalian curi dari rumah ini, atau kalian akan saya polisi, kan!" ucap William dingin dan tak bersahabat. "Jangan, Tuan! Saya mohon! Saya gak mau masuk penjara," hiba Bu Irah lagi.
*Happy Reading*Navisha tidak tahu apa yang William dan sang kakek bicarakan. Pria itu mengajak kakeknya berbicara di ruang kerja, sementara istrinya diminta untuk ke kamar istirahat. Navisha kepo. Tentu saja! Tetapi tahu dosa jika sampai melawan titah sang suami. Akhirnya, di sinilah dia sekarang. Mondar-mandir layaknya setrikaan di dalam kamar mereka."Aduh, gue kepo! Boleh nguping gak, sih?" Navisha bermonolog saat merasa tak kuasa lagi menahan rasa penasaran yang hampir meledakan kepalanya sendiri. "Jangan, ah! Bisa berabe kalau sampai ketahuan." Wanita itu menggeleng cepat. "Kakek Wirya udah benci bisa tambah benci kalau sampai hal itu terjadi. Nilai gue makin minus nanti di matanya." Navisha kembali bermonolog dengan batin yang ikut berperang saat ini. "Tapi gue kepo ya ampun. Bisa botak gue kalau lama-lama begini," desahnya putus asa. "Tau, ah. Dari pada pusing mending bikin kue aja." Navisha pun mengambil alternatif lain guna mengalihkan pikirannya. Wanita itu memutuskan
*Happy Reading*"Maaf untuk semua luka yang sudah aku goreskan di masa lalu. Aku janji akan mengobatinya dan menambal luka itu dengan kebahagiaan yang akan ku usahakan sebaik mungkin mulai saat ini. Aku tahu kenangan lama yang pahit itu tak akan pernah bisa aku hapus. Maka untuk menebusnya, aku akan berusaha menutupi kenangan itu dengan kenangan baru dan kebahagiaan baru. Kamu mau kan memberikan kesempatan untukku melakukan hal itu?"William menutup kejutan manisnya dengan janji tersebut. Dan Navisha pun bersedia memberikan kesempatan itu. Toh, sejak menikah pun William sudah menunjukan perubahannya. Karenanya, tidak ada salahnya kan untuk Navisha membuka hatinya untuk pria itu sekali lagi, kan? Lebih dari itu, Navisha tidak ingin terus membohongi diri. Cinta itu masihlah ada untuk seorang William sebenarnya. ***William membuktikan janjinya dengan tiba-tiba mendatangkan seorang arsitek ke rumah mereka. Saat di tanya untuk apa? Pria itu menjawab untuk mengubah interior dapur dan semu