“Mama? Why are you sad?” Oliver melangkahkan kakinya mendekat pada Selena yang berada di taman belakang. Bocah laki-laki itu mengerjapkan mata beberapa kali. Menatap wajah Selena yang tampak muram dan sedih.“Sayang? Kau di sini? Mama tidak sedih, Sayang. Mama hanya memikirkan pekerjaan Mama.” Selena segera membuyarkan lamunannya kala menyadari suara Oliver. Lantas dia menatap hangat dan penuh kasih sayang putranya itu. Pun Selena merubah raut wajahnya. Wanita itu tak mau kalau Oliver tahu banyak beban yang dia pikirkan. “Mama tidak bohong kan? Aku melihat Mama seperti sedang sedih. Siapa yang membuat Mama sedih? Aku akan memukul orang itu, Mama.” Oliver mendekat. Bocah laki-laki itu memeluk erat Selena. Senyuman di wajah Selena terlukis mendengar ucapan Oliver. Wanita itu menangkup kedua pipi Oliver, memberikan kecupan bertubi-tubi di wajah putranya itu. “Mama tidak sedih, Nak. Mama hanya memikirkan pekerjaan di London. Apa Oliver tidak memikirkan sekolah? Memangnya kau tidak mer
Selena berdiri di balkon kamar seraya menatap langit malam. Cahaya bulan dan bintang tampak begitu indah membuat Selena melukiskan senyuman samar di wajahnya. Sesaat Selena menutup mata sebentar kala embusan angin menyentuh kulitnya. Berdiri di balkon kamar menikmati suasana hening malam adalah salah satu self healing bagi Selena. Emosi yang terbendung dalam dirinya membuat Selena memilih untuk berdiam diri. Tak ada yang bisa Selena lakukan saat ini selain dirinya berusaha menghilangkan emosinya.Sejak perdebatannya tadi dengan Samuel, Selena memilih untuk sendiri. Bahkan tadi disaat jam makan malam pun, Selena meminta pengasuh untuk menjaga Oliver. Yang Selena butuhkan saat ini adalah ketenangan diri. Walau sebenarnya menenangkan diri seratus persen tidak akan mungkin. Pikiran dan hatinya sangat kacau. Selena mengatur napasnya. Lantas dia menatap hamparan kota Manhattan yang sangat indah. Letak kamar Selena di mansion Samuel berada di lantai empat. Itu kenapa Selena bisa melihat den
Keesokan hari, Selena tengah sibuk di dapur membuatkan bubur untuk Oliver. Tadi pagi-pagi sekali, dokter sudah memeriksakan keadaan Oliver. Beruntung putranya itu baik-baik saja. Tak ada yang harus dikhawatirkan. Hanya saja dokter meminta Oliver untuk banyak beristirahat. “Nona, apa Anda butuh bantuan?” Suara pelayan bertanya dengan sopan pada Selena yang tengah sibuk berada di dapur. “Tidak usah, aku bisa sendiri,” jawab Selena hangat. “Baik, Nona. Kalau Anda membutuhkan sesuatu, Anda bisa memanggil saya,” balas sang pelayan dengan sopan. “Terima kasih.” Selena mengulas senyuman di wajahnya. Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Selena. Tak lama kemudian, bubur yang Selena buat telah selesai. Lantas Selena segera menuangkan bubur itu ke mangkuk. Lalu dia memberikan toping irisan salmon panggang di atas bubur yang telah dia siapkan untuk putranya. Kini Selena melangkahkan kakinya meninggalkan dapur seraya membawa bubur yang telah dia buat. Wanit
“Oliver, kenapa pagi-pagi seperti ini kau sudah berenang? Kau baru sembuh, Nak.” Suara Selena berseru kala melihat Oliver berenang. Tentu putranya itu tidak berenang sendiri. Oliver berenang bersama dengan Samuel. Selena yakin pasti Oliver memaksa Samuel untuk berenang. Pasalnya sejak kemarin memang Oliver merengek ingin berenang. Bukan tidak boleh tapi kondisi Oliver kemarin masih belum sepenuhnya membaik. Itu kenapa Selena melarang putranya berenang. “Mama, aku sudah sehat.” Oliver menjawab ucapan Selena kala bocah laki-laki itu muncul di permukaan bersama dengan Samuel. Tampak wajah Oliver begitu sumiringah bahagia. Sedangkan Selena hanya bisa menghela napas panjang. Saat ini, kondisi Oliver memang sudah membaik. Tapi Selena tak menyangka baru saja Oliver membaik; Samuel sudah menuruti keinginan Oliver. Jika seperti ini Selena bisa apa? “Mama, ayo berenang bersamaku dan Papa,” ajak Oliver dengan nada paksa bercampur dengan rengekan. “Tidak, Sayang. Mama sudah mandi. Kau saja b
“Mama? Hari ini Mama ingin pergi? Pergi ke mana, Ma?”Oliver bertanya seraya menatap Selena yang sudah rapi dan cantik dengan gaun berwarna berwarna navy dengan model one off shoulder. Bocah laki-laki itu sedikit memiringkan kepalanya, menatap sang ibu dengan tatapan begitu polos. “Mama ingin bertemu dengan teman Mama.”Selena mengalihkan pandangannya pada Oliver. Lantas wanita itu membelai pipi bulat Oliver dengan lembut seraya memberikan kecupan di pipi putrnya itu. Oliver mengerjapkan matanya beberapa kali. “Mama ingin bertemu dengan teman Mama? Siapa, Ma?” Selena terdiam beberapa saat mendengar pertanyaan Oliver. Ingin sekali Selena mengatakan pada Oliver kalau dirinya pergi bertemu dengan Dean. Tapi Selena takut kalau Oliver mengadukan pada Samuel dirinya akan pergi bersama dengan Dean. Tunggu … kenapa dia takut? Samuel tak memiliki hubungan apa pun dengannya. Dia berhak pergi dengan siapa pun! Namun, yang menjadi masalah adalah Samuel sering kehilangan kewarasannya. Pria it
“Bagaimana keadaan Oliver? Dia sudah membaik kan?” Suara Dean lebih dulu mengajak Selena memulai percakapan. Kini Dean dan Selena tengah menikmati makan bersama di salah satu restoran di Brooklyn. Harusnya Dean bertemu dengan Selena malam hari nanti. Tetapi Dean mempercepat pertemuannya dengan Selena di sore hari. Pria itu tak ingin menunda-nunda bertemu dengan Selena. Dan beruntung Selena bisa datang meski pertemuan lebih cepat dari yang mereka telah jadwalkan. “Baik, Dean. Oliver sekarang sudah sehat. Putraku itu kuat.” Selena menjawab ucapan Dean seraya mengambil orange juice yang ada di hadapannya dan meminumnya perlahan. Tampak Dean tersenyum samar mendengar apa yang diucapkan oleh Selena. “Oliver anak yang kuat dan cerdas,” jawab Dean hangat. “Ngomong-ngomong, Selena. Kapan kau akan pulang ke London? Apa kau masih lama di sini?” tanyanya ingin tahu. Selena terdiam beberapa saat. Dia sendiri tidak tahu bagaimana harus menjawab. Pasalnya Samuel mana mungkin membiarkannya pula
Samuel membanting pintu mobilnya dengan keras. Lantas pria itu menarik kasar tangan Selena, menyeret wanita itu masuk ke dalam rumah. Tampak Selena meringis kala Samuel menarik-narik tangannya. Beberapa kali Selena berusaha berontak tapi malah Samuel semakin mencengkram kuat tangan wanita itu. “Samuel! Lepaskan tanganku! Lepaskan tanganku, Sialan,” seru Selena dengan nada satu oktaf lebih tinggi. Sayangnya, ucapan Selena tak digubris oleh Samuel. Pria itu sama sekali tidak peduli. Emosi dalam diri Samuel menyulut. Amarahnya nyaris meledak kala tadi melihat Selena bersama dengan Dean. Dan yang paling membuat Samuel emosi adalah Selena menyembunyikan pertemuannya dengan Dean. Bahkan mengajari Oliver untuk merahasiakan sesuatu darinya. Kini Samuel semakin menarik kasar tangan Selena. Membawa wanita itu masuk ke dalam kamarnya. Aura kemarahan di wajah Samuel terlihat begitu jelas.Brakkk“Akh—” Selena meringis kesakitan kala Samuel mendorong tubuhnya di ranjang. Tampak kilat mata Samue
Selena duduk di balkon kamar dengan tatapan lurus ke depan dan pikiran yang menerawang. Benak Selena saat ini masih memikirkan tentang perkataan Samuel. Sungguh, perkataan Samuel telah berhasil menyentuh hati Selena sampai relung hati terdalamnya. Tak menampik kalau hati Selena hampir luluh. Namun, dikala hati Selena mulai luluh; dia segera mengingat kejadian lima tahun lalu. Dulu Samuel membuangnya layaknya sampah. Tapi kenapa sekarang Samuel menginginkannya? Selena nyaris tertawa tiap kali mengingat Samuel menginginkannya. Omong kosong yang dilontarkan Samuel Maxton membuatnya muak. Selena menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Selena ingin segera kembali ke London bersama dengan Oliver. Meninggalkan semua kepalsuan di sini. Selena tidak mau jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya. Karena dia tidak ingin mengalami penderitaan seperti yang dulu dia alami. Berjuang di tengah badai bukanlah hal yang mudah. Banyak air mata yang dia cucurkan. Sekarang ketika dirinya
Samuel menatap Selena yang tertidur begitu pulas. Sekitar sepuluh menit lalu, Samuel meminta dokter untuk menyuntikan obat penenang pada Selena agar wanita itu tidur nyaman. Beruntung, Selena pun sejak tadi menuruti semua perkataannya. Lebih tepatnya tubuh Selena begitu lemah sampai membuat wanita itu tak banyak bicara.Saat ini Samuel membawa Selena ke apartemen pribadinya. Dia tak mungkin membawa Selena ke mansion keluarga Geovan. Pasalnya Samuel tak ingin membuat kedua orang tua Selena cemas. Pun di sana ada Oliver. Itu kenapa Samuel lebih memilih membawa Selena ke apartemen pribadinya. Sejenak, Samuel mengembuskan napas panjang. Dalam benaknya terus saja memikirkan bagaimana kalau dirinya sampai datang terlambat. Shit! Samuel mengumpat dalam hati, ingatannya tergali saat Almero hendak menyentuh Selena. Jika mengingat itu semua membuat emosi Samuel terasa begitu terbakar. Harusnya dia membunuh Almero dengan cara yang lebih kejam! Sungguh, membayangkan itu semua membuat Samuel bena
Brakkkk Suara dobrakan pintu yang begitu keras suskes membuat pintu itu terpental. Refleks, Almero mengalihkan pandangannya kala pintu berhasil terdobrak. Seketika mata Almero terkejut melihat dia sosok pria yang datang menatapnya dengan tatapan penuh amarah. “Berengsek!” Samuel menerjang Almero dengan emosi yang nyaris meledak. Tanpa belas kasihan, Samuel menarik kerah baju Almero, menghajarnya tanpa ampun. BUGH BUGH BUGH BUGH “Mati kau, Sialan!” Samuel menendang perut Almero hingga membuat Almero tersungkur di lantai. Namun, kala Samuel ingin kembali menyerang Almero tiba-tiba anak buah Almero berhamburan datang. Tampak Samuel dan Mateo melangkah mundur. Mateo sejak tadi ingin menolong Miracle tapi dia tak bisa melakukanya sekarang. Kondisinya dikepung seperti ini membuat Mateo harus melumpuhkan anak buah Almero lebih dulu. Napas Mateo memburu. Sorot matanya menajam dan memendung amarah. Darah Miracle memenuhi lantai membuat emosi Mateo tersulit. Fuck! Mateo mengumpat dalam
“Tubuhmu. Kesepakatanku dengan Iris adalah aku bisa mencicipi tubuh indahmu, Nona Geovan.” Raut wajah Selena berubah menjadi pucat mendengar apa yang diucapkan oleh Almero. Sepasang iris mata biru Selena melebar tersirat rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Wanita itu menegang dengan rasa cemas yang melanda hebat dirinya. Seketika itu juga jantung Selena berpacu begitu keras akibat ketakutannya. Peluh mulai muncul di pelipisnya. Dalam hati, Selena berharap Samuel atau keluarganya bisa datang tepat waktu menyelamatkan dirinya dan Miracle. “Berengsek! Jaga bicaramu!” maki Miracle emosi. Wanita itu tak bisa lagi menahan amarah kala mendengar ucapan kurang ajar yang diucapkan oleh pria yang bernama Almero Abner. Ini sudah waktunya untuk bertindak. Meski Miracle tahu dirinya akan sulit melawan dalam posisi tangan di borgol tapi tetap saja Miracle akan berjuang sekuat tenaga. Dia tak akan membiarkan terjadi sesuatu hal yang buruk pada saudara kembarnya itu. Almero melirik Mi
“Kau—” Mata Selena menatap dua wanita di hadapannya dengan tatapan yang begitu tajam dan tersirat memendung amarahnya. Rahang Selena mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Mati-matian Selena berusaha menahan amarah dalam dirinya. Sudah sejak tadi Selena menduga dalang dibalik ini semua. Tapi Selena tak menyangka ternyata apa yang ada di dalam benaknya adalah sungguhan. “Hi, Selena. Long time no see. Senang sekali aku bertemu denganmu di tempat ini.” Wanita di hadapan Selena itu menyapa sekaligus melukiskan senyuman anggun seraya mengibaskan rambutnya. “Fuck! Jalang sialan! Beraninya kau menjebak saudara kembarku! Apa kau bosan hidup!” Miracle hendak menyerang sosok wanita di hadapannya. Meski tangannya terborgol bisa saja Miracle melompat agar tetap bisa bangun. Bodohnya orang-orang yang menculiknya itu tak mengikat kakinya. Itu yang mempermudah Miracle. “No, Miracle. Please.” Selena langsung mencegah Miracle. Meminta saudara kembarnya itu untuk tenang dan tak terpancing oleh em
Pelupuk mata Selena bergerak-gerak. Perlahan Selena mulai membuka matanya. Wanita itu sedikit meringis merasakan tubuhnya terasa sakit. Sayup-sayup, Selena mengendarkan pandangannya di sekitar—melihat dirinya berada di sebuah gudang gelap dan berukuran besar. Selena memijat pelipisnya kala rasa sakit di kepalanya muncul menyerang. Tubuhnya pun nyeridan pegal.“Akh—” Selena meringis merasakan sakit di tengkuk lehernya. Beberapa detik, Selena tampak terdiam berusaha mengingat kenapa dirinya bisa berada di gudang beruangan gelap seperti ini. Lalu … tiba-tiba ketika ingatan di kepala Selena muncul, wanita itu terkejut sekaligus ketakutan mengingat semua yang terjadi. Napas Selena cemas. Namun mati-matian Selena menyingkirkan rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Ya, setakut apa pun dirinya, Selena yakin Samuel ataupun keluarganya pasti akan datang mencarinya. Dalam keadaan seperti ini takut hanyalah sia-sia. Yang Selena bisa lakukan hanya tetap tenang dan mencoba untuk berpiki
Tubuh Selena bergetar ketakutan melihat Miracle jatuh pingsan. Raut wajahnya pucat pasi begitu terlihat jelas. Mata Selena menatap nanar Miracle yang tergeletak tak berdaya di lantai. Jantung wanita itu berdetak tak karuan. Sejenak, Selena berusaha berpikir siapa dalang dibalik semua itu. Pasalnya Selena tak pernah memiliki musuh. Hingga kemudian, tiba-tiba sesuatu muncul dalam benaknya. Sesuatu hal di mana dia mulai tahu siapa dalang dibalik semua ini. Hanya saja Selena masih memiliki keraguan. Beberapa detik, Selena masih diam melihat pria yang bernama ‘Almero Abner’ tertawa melihat Miracle berhasil dilumpuhkan. Napas Selena memburu. Ingin sekali dia melawan tapi Selena tahu kemampuannya. Selena tetap berusaha tenang dan anggun di tempatnya. Dia yakin keluarganya ataupun Samuel pasti akan menemukannya. “Oh, astaga … ini benar-benar lucu. Ternyata istri Mateo De Luca tidak sekuat yang aku bayangkan.” Almero tertawa mengudara. Tawanya begitu puas meledek Miracle yang berhasil dilum
“Nyonya Miracle De Luca, apa yang Anda cari?” Suara berat Almero sontak membuat Miracle terkejut. Refleks, Miracle mengalihkan pandangannya pada Almero. Mengulas senyuman paksaan di wajahnya. Walau hati dan benak Miracle sedang mencurigai sesuatu tapi Miracle tetap menunjukan wajah elegan, anggun, dan berkelas seperti biasanya. “Ah, tidak. Aku hanya sedikit bingung ada restoran baru di sini. Jadi aku mengendarkan pandaganku melihat design restoran kecil ini. Apa kau mengenal pemilik restoran ini, Tuan Almero?” tanya Miracle dengan senyuman penuh arti di wajahnya. Sepasang manik mata biru Miracle tak lepas menatap Almero yang duduk di hadapannya. “Well, saya mengenal pemilik restoran ini. Bahkan sangat mengenal. Dan, ya … restoran ini baru di buka, Nyonya. Itu kenapa restoran ini masih sepi. Tapi khusus hari ini, saya sudah memesan restoran ini. Saya kurang suka keramaian. Terlebih kali ini pembahasan saya dengan Nona Selena sangat penting. Saya ingin fokus dengan project yang saya
Matahari begitu terik. Selena yang tengah ada di dalam mobil sesekali melihat pemandangan di luar. Cuaca cerah seperti ini harusnya Selena mengajak Oliver berjalan-jalan namun rasanya itu tak mungkin karena siang ini Selena memiliki pertemuan penting dengan rekan bisnisnya. Hanya saja, yang membuat Selena bingung adalah kenapa bisa rekan bisnisnya memilih jalanan yang kecil untuk pertemuan mereka. Selena mengembuskan napas panjang dan menepis hal-hal yang muncul dalam benaknya. Mungkin saja memang rekan bisnisnya sedang berada di wilayah tersebut, itu yang sekarang ada di dalam pikiran Selena. Lagi pula, Selena pun tak akan lama. Sepulang dari bertemu dengan rekan bisnisnya, Selena akan segera mengajak Oliver jalan-jalan sore. Tentu yang Selena fokuskan saat ini adalah Oliver. Pekerjaan akan tetap dia pikirkan tapi tidak sepenting dulu. Oliver adalah segalanya. Selena menyadari kalau selama ini waktunya untuk Oliver sangat kurang. Hal itu yang membuat Selena sekarang ingin fokus memb
“Selena, malam ini Samuel datang kan?” Suara Marsha bertanya seraya menatap putrinya yang tengah membersihkan sayur. Ya, setelah tadi pagi ke supermarket, sekarang Marsha dan Selena berada di dapur menyiapkan makan malam. Khusus kali ini Marsha dan Selena memang ingin masak bersama. Bahkan mereka tak ingin pelayan membantu mereka. “Iya, Mom. Samuel pasti datang. Kalau dia tidak datang nanti Oliver akan merajuk. Belakangan ini Oliver sering manja dengan ayahnya, Mom. Jadi aku juga sedikit kerepotan. Oliver tidak suka jika permintaannya ditolak. Samuel terlalu memanjakan Oliver.” Selena menjawab seraya meniriskan sayuran yang telah dibersihkan itu. Lantas Selena mulai mengolah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk masakannya. Senyuman di wajah Marsha terlukis mendengar apa yang dikatakan oleh Selena. “Wajar saja kalau Oliver manja. Selama ini dia begitu merindukan ayahnya, Selena. Kau harus mengerti. Hampir lima tahun Oliver tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Meski kau telah berjuang