“Nona Selena?” Sang pelayan menyapa Selena yang baru saja keluar kamar. Kini tubuh Selena sudah terbalut oleh dress berwarna peach. Warna yang lembut itu sangat indah di tubuh Selena. Gaun itu memang bermodel simple tapi jika sudah dipakai Selena maka gaun itu tampak elegan dan anggun. “Di mana, Samuel?” tanya Selena seraya menatap sang pelayan yang berdiri di hadapannya. “Tuan Samuel berada di ruang kerjanya, Nona. Mari saya antar Anda ke ruang kerja beliau. Sebelumnya, Tuan Samuel berpesan ingin Anda menemuinya di ruang kerjanya,” jawab sang pelayan memberitahu. Selena terdiam beberapa saat. Sebenarnya Selena ingin langsung pulang ke rumah. Tapi bagaimana pun Samuel sudah menolongnya. Mau tak mau Selena paling tidak harus izin keluar apartemen pria itu. Dia tak bisa pergi begitu saja tanpa pamit. Detik selanjutnya, Selena menganggukan kepalanya merespon ucapan sang pelayan. Kini Selena melangkah mengikuti pelayan itu menuju ruang kerja Samuel. Tampak Selena sedikit mengendarkan
Keheningan membentang dari dalam mobil. Baik Samuel dan Selena tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mereka saling diam. Samuel fokus melajukan mobilnya, dan Selena memilih untuk menatap ke luar jendela. Siang itu cuaca begitu mendung. Langit cerah telah tertutup awan gelap. Dan itu yang membuat perhatian Selena teralih pada hamparan langit yang mendung. Hingga kemudian, mobil yang dilajukan oleh Samuel mulai memasuki halaman parkir gedung apartemen di mana penthouse milik Selena berada. Tampak Selena lega karena dirinya sudah tiba di rumah. Paling tidak Selena tak lagi berada di dekat Samuel. Namun, dikala Selena ingin meminta Samuel membukakan kunci mobil; tatapan Selena teralih pada Oliver yang duduk di lobby sambil memeluk lututnya. Sontak Selena terkejut melihat Oliver yang tampak menekuk wajahnya. “Samuel buka pintunya. Aku ingin menemui putraku,” seru Selena cepat. Samuel tak sengaja melihat ke arah lobby—menatap Oliver yang duduk di lobby sambil memeluk lutut. Refleks, Samuel
Selena menatap Samuel menggendong Oliver yang tertidur pulas. Tampak Oliver tidur begitu nyenyak dalam pelukan Samuel. Ya, aatu harian ini Samuel mengajak Oliver bermain. Mulai dari robot-robotan. Lalu bermain saling bersembunyi, dan menemukan. Tak pernah Selena sangka Samuel mau bermain bersama dengan Oliver. Bahkan Samuel mampu menidurkan Oliver dalam dekapannya. Sejenak, ada rasa khawatir dalam diri Selena. Jika bedekatan seperti ini; wajah Oliver dan Samuel sangat mirip. Hal yang membuat Selena khawatir kalau Samuel curiga. Pun Selena khawatir kalau keluarga besarnya tahu tentang ini. Buru-buru Selena menepis pikirannya. Samuel tak akan mungkin tahu. Begitu pun dengan keluarga besarnya juga tak akan pernah tahu tentang ayah dari Oliver. “Selena,” panggil Samuel pelan sambil menatap Selena yang berdiri tak jauh darinya. “Iya?” Selena segera melangkah menghampiri Samuel. “Di mana kamar Oliver? Dia sudah pulas. Aku ingin membaringkannya di ranjang supaya dia lebih nyaman,” ujar S
“Mama … hari ini kita ke mana?” Suara Oliver bertanya seraya melangkah menghampiri Selena yang tengah berias di kamar. Tampak Oliver sudah tampan dengan celana pendek berwarna cokelat tua dan kaus berwarna hijau dengan logo ‘G’ di mana salah satu brand ternama di dunia.“Mama ingin mengajak Oliver jalan-jalan St. James’s Park sambil makan gelato. Habis dari sana, Mama akan mengajak Oliver ke restoran Indonesia yang waktu itu kita datangi bersama dengan Grandaa Marsha. Oliver mau kan?”Selena menatap hangat dan lembut putranya. Lantas wanita itu menundukan tubuhnya, memberikan kecupan di pipi bulat Oliver. “Aku mau, Ma. Aku ingin jalan-jalan bersama Mama,” seru Oliver riang. Senyuman di wajah Selena terlukis begitu indah. “Let’s go kita pergi sekarang.” “Let’s go, Mama,” pekik Oliver seraya menggenggam tangan Selena. Kini Selena melangkah keluar kamar bersama dengan Oliver. Terlihat wajah Oliver sangat senang. Hari ini Selena memang khusus meluangkan waktunya berdua dengan Oliver
“Yagil Upton sudah ditahan. Media juga tidak memberitakan tentang kasus yang menyangkut Selena ini. Tapi kau harus cepat menengani. Karena kalau kau lambat maka besar kemungkinan Keluara Geovan tahu tentang ini.” Rava berucap seraya menyesap wine di tangannya. Kini Rava berada di ruang kerja Samuel. Pria itu mendatangi Samuel membahas tentang Yagi Upton. Kasus ini memang sengaja Samuel minta agar media tak memberitakan pada publik. Selain tak ingin melibatkan keluarga Geovan, Samuel juga tidak ingin Selena merasa malu dan meninggalkan trauma. Itu alasan kenapa Samuel memilih para media tak mengetahui apa pun tentang hal yang menimpa Selena tempo hari. Semua Samuel lakukan demi menjaga privasi Selena. “Aku akan mengurusnya,” jawab Samuel dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Rava mengangguk singkat. “Anyway, kapan kau kembali ke New York? Aku dengar perusahaanmu yang dibangun Nicholas Design Interior hampir rampung. Artinya kau akan kembali ke New York kan?” tanyanya. “Aku belum
“Mama … Bibi galak itu kenapa memukul Mama? Kenapa dia jahat, Ma?” Suara Oliver berucap dengan nada pelan kala Selena membersihkan luka di lutut Oliver. Bibir Oliver tertekuk begitu sedih. Mata dan hidung Oliver memerah karena habis menangis. Beruntung saat Selena membersikan luka di lutut Oliver tak membuat bocah laki-laki itu menangis. “Tidak boleh memanggil Bibi itu dengan sebutan Bibi galak, Sayang. Namanya Iris. Panggil dia Bibi Iris, Nak.” Selena memasukan obat-obatan yang tadi dia gunakan untuk membersihkan luka putranya ke tempat semula. Meski Selena membenci sifat Iris sekalipun tapi Selena tidak ingin mengajarkan Oliver memanggil Iris dengan sebutan ‘Bibi Galak’ Oliver menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mau memaggilnya Bibi Iris. Dia Bibi galak dan Bibi jahat. Dia seperti nenek sihir, Ma.” Senyuman di wajah Selena terlukis mendengar Oliver menyebut Iris dengan sebutan nenek sihir. Sungguh, tak pernah Selena sangka Oliver akan mengatakan hal itu. Benak Selena seketika i
“Tuan Sean Geovan datang ingin bertemu dengan Anda, Tuan.” Samuel terdiam beberapa saat mendengar ucapan Vian. Tampak pria itu mengembuskan napas panjang. Berita penyerangan Iris pada Selena memang sudah tersebar luas. Hanya dalam hitungan detik berita itu pasti sudah naik dan menjadi trending topic. Popularitas Iris sebagai artis dan model ternama belakangan ini memang sedang naik daun. Ditambah Selena adalah bagian dari Keluarga Geovan yang membuat media akan semakin menaikan berita ini. Dan, ya, ini yang membuat kepala Samuel nyaris pecah. Samuel harus berhadapan dengan masalah baru. Sejenak, Samuel memejamkan mata singkat. Meredakan emosi yang terbendung dalam dirinya. Kasus-kasus yang baru-baru ini masuk ke perusahaannya saja belum semuanya dia periksa. Sekarang harus tambah kasus baru penyerangan Iris pada Selena. Masalah ini akan semakin rumit karena Iris adalah tunanganya. Namanya akan terlibat. Media akan memberitakan hal-hal negative.Kemungkinan masalah ini pun akan rumit
“Apa kau sudah mengobati lukamu?” Samuel menatap lekat dan tersirat mencemaskan luka di wajah Selena. Wajah putih mulus tanpa noda yang biasa dia lihat ini penuh dengan luka lebam. Darah mengering di sudut bibir Selena membuat Samuel tampak kesal. Dalam hati Samuel mengumpati Iris yang menyerang Selena. Terlihat jelas kalau Iris memukul Selena dengan keras. “Pulanglah. Jangan menggangguku, Samuel. Aku tidak butuh kepedulianmu.” Selena segera menepis tangan Samuel yang menyentuh pipinya. Wanita itu menghindar dan menjauh dari Samuel. Namun gerak Selena harus terhenti kala Samuel malah menarik tangannya. Pria itu malah dengan sengaja membawa Selena masuk ke dalam rumah seolah tak peduli dengan penolakan Selena. “Samuel! Lepaskan tanganku! Kenapa kau masuk ke rumahku tanpa permisi?” seru Selena kala Samuel menarik-narik tangannya. Dan sayangnya, sekuat apa pun Selena berontak; Samuel tetap menarik tangan wanita itu hingga membuatnya tak bisa bergerak sedikit pun. Saat tiba di ruang
Samuel menatap Selena yang tertidur begitu pulas. Sekitar sepuluh menit lalu, Samuel meminta dokter untuk menyuntikan obat penenang pada Selena agar wanita itu tidur nyaman. Beruntung, Selena pun sejak tadi menuruti semua perkataannya. Lebih tepatnya tubuh Selena begitu lemah sampai membuat wanita itu tak banyak bicara.Saat ini Samuel membawa Selena ke apartemen pribadinya. Dia tak mungkin membawa Selena ke mansion keluarga Geovan. Pasalnya Samuel tak ingin membuat kedua orang tua Selena cemas. Pun di sana ada Oliver. Itu kenapa Samuel lebih memilih membawa Selena ke apartemen pribadinya. Sejenak, Samuel mengembuskan napas panjang. Dalam benaknya terus saja memikirkan bagaimana kalau dirinya sampai datang terlambat. Shit! Samuel mengumpat dalam hati, ingatannya tergali saat Almero hendak menyentuh Selena. Jika mengingat itu semua membuat emosi Samuel terasa begitu terbakar. Harusnya dia membunuh Almero dengan cara yang lebih kejam! Sungguh, membayangkan itu semua membuat Samuel bena
Brakkkk Suara dobrakan pintu yang begitu keras suskes membuat pintu itu terpental. Refleks, Almero mengalihkan pandangannya kala pintu berhasil terdobrak. Seketika mata Almero terkejut melihat dia sosok pria yang datang menatapnya dengan tatapan penuh amarah. “Berengsek!” Samuel menerjang Almero dengan emosi yang nyaris meledak. Tanpa belas kasihan, Samuel menarik kerah baju Almero, menghajarnya tanpa ampun. BUGH BUGH BUGH BUGH “Mati kau, Sialan!” Samuel menendang perut Almero hingga membuat Almero tersungkur di lantai. Namun, kala Samuel ingin kembali menyerang Almero tiba-tiba anak buah Almero berhamburan datang. Tampak Samuel dan Mateo melangkah mundur. Mateo sejak tadi ingin menolong Miracle tapi dia tak bisa melakukanya sekarang. Kondisinya dikepung seperti ini membuat Mateo harus melumpuhkan anak buah Almero lebih dulu. Napas Mateo memburu. Sorot matanya menajam dan memendung amarah. Darah Miracle memenuhi lantai membuat emosi Mateo tersulit. Fuck! Mateo mengumpat dalam
“Tubuhmu. Kesepakatanku dengan Iris adalah aku bisa mencicipi tubuh indahmu, Nona Geovan.” Raut wajah Selena berubah menjadi pucat mendengar apa yang diucapkan oleh Almero. Sepasang iris mata biru Selena melebar tersirat rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Wanita itu menegang dengan rasa cemas yang melanda hebat dirinya. Seketika itu juga jantung Selena berpacu begitu keras akibat ketakutannya. Peluh mulai muncul di pelipisnya. Dalam hati, Selena berharap Samuel atau keluarganya bisa datang tepat waktu menyelamatkan dirinya dan Miracle. “Berengsek! Jaga bicaramu!” maki Miracle emosi. Wanita itu tak bisa lagi menahan amarah kala mendengar ucapan kurang ajar yang diucapkan oleh pria yang bernama Almero Abner. Ini sudah waktunya untuk bertindak. Meski Miracle tahu dirinya akan sulit melawan dalam posisi tangan di borgol tapi tetap saja Miracle akan berjuang sekuat tenaga. Dia tak akan membiarkan terjadi sesuatu hal yang buruk pada saudara kembarnya itu. Almero melirik Mi
“Kau—” Mata Selena menatap dua wanita di hadapannya dengan tatapan yang begitu tajam dan tersirat memendung amarahnya. Rahang Selena mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Mati-matian Selena berusaha menahan amarah dalam dirinya. Sudah sejak tadi Selena menduga dalang dibalik ini semua. Tapi Selena tak menyangka ternyata apa yang ada di dalam benaknya adalah sungguhan. “Hi, Selena. Long time no see. Senang sekali aku bertemu denganmu di tempat ini.” Wanita di hadapan Selena itu menyapa sekaligus melukiskan senyuman anggun seraya mengibaskan rambutnya. “Fuck! Jalang sialan! Beraninya kau menjebak saudara kembarku! Apa kau bosan hidup!” Miracle hendak menyerang sosok wanita di hadapannya. Meski tangannya terborgol bisa saja Miracle melompat agar tetap bisa bangun. Bodohnya orang-orang yang menculiknya itu tak mengikat kakinya. Itu yang mempermudah Miracle. “No, Miracle. Please.” Selena langsung mencegah Miracle. Meminta saudara kembarnya itu untuk tenang dan tak terpancing oleh em
Pelupuk mata Selena bergerak-gerak. Perlahan Selena mulai membuka matanya. Wanita itu sedikit meringis merasakan tubuhnya terasa sakit. Sayup-sayup, Selena mengendarkan pandangannya di sekitar—melihat dirinya berada di sebuah gudang gelap dan berukuran besar. Selena memijat pelipisnya kala rasa sakit di kepalanya muncul menyerang. Tubuhnya pun nyeridan pegal.“Akh—” Selena meringis merasakan sakit di tengkuk lehernya. Beberapa detik, Selena tampak terdiam berusaha mengingat kenapa dirinya bisa berada di gudang beruangan gelap seperti ini. Lalu … tiba-tiba ketika ingatan di kepala Selena muncul, wanita itu terkejut sekaligus ketakutan mengingat semua yang terjadi. Napas Selena cemas. Namun mati-matian Selena menyingkirkan rasa takut yang telah menelusup ke dalam dirinya. Ya, setakut apa pun dirinya, Selena yakin Samuel ataupun keluarganya pasti akan datang mencarinya. Dalam keadaan seperti ini takut hanyalah sia-sia. Yang Selena bisa lakukan hanya tetap tenang dan mencoba untuk berpiki
Tubuh Selena bergetar ketakutan melihat Miracle jatuh pingsan. Raut wajahnya pucat pasi begitu terlihat jelas. Mata Selena menatap nanar Miracle yang tergeletak tak berdaya di lantai. Jantung wanita itu berdetak tak karuan. Sejenak, Selena berusaha berpikir siapa dalang dibalik semua itu. Pasalnya Selena tak pernah memiliki musuh. Hingga kemudian, tiba-tiba sesuatu muncul dalam benaknya. Sesuatu hal di mana dia mulai tahu siapa dalang dibalik semua ini. Hanya saja Selena masih memiliki keraguan. Beberapa detik, Selena masih diam melihat pria yang bernama ‘Almero Abner’ tertawa melihat Miracle berhasil dilumpuhkan. Napas Selena memburu. Ingin sekali dia melawan tapi Selena tahu kemampuannya. Selena tetap berusaha tenang dan anggun di tempatnya. Dia yakin keluarganya ataupun Samuel pasti akan menemukannya. “Oh, astaga … ini benar-benar lucu. Ternyata istri Mateo De Luca tidak sekuat yang aku bayangkan.” Almero tertawa mengudara. Tawanya begitu puas meledek Miracle yang berhasil dilum
“Nyonya Miracle De Luca, apa yang Anda cari?” Suara berat Almero sontak membuat Miracle terkejut. Refleks, Miracle mengalihkan pandangannya pada Almero. Mengulas senyuman paksaan di wajahnya. Walau hati dan benak Miracle sedang mencurigai sesuatu tapi Miracle tetap menunjukan wajah elegan, anggun, dan berkelas seperti biasanya. “Ah, tidak. Aku hanya sedikit bingung ada restoran baru di sini. Jadi aku mengendarkan pandaganku melihat design restoran kecil ini. Apa kau mengenal pemilik restoran ini, Tuan Almero?” tanya Miracle dengan senyuman penuh arti di wajahnya. Sepasang manik mata biru Miracle tak lepas menatap Almero yang duduk di hadapannya. “Well, saya mengenal pemilik restoran ini. Bahkan sangat mengenal. Dan, ya … restoran ini baru di buka, Nyonya. Itu kenapa restoran ini masih sepi. Tapi khusus hari ini, saya sudah memesan restoran ini. Saya kurang suka keramaian. Terlebih kali ini pembahasan saya dengan Nona Selena sangat penting. Saya ingin fokus dengan project yang saya
Matahari begitu terik. Selena yang tengah ada di dalam mobil sesekali melihat pemandangan di luar. Cuaca cerah seperti ini harusnya Selena mengajak Oliver berjalan-jalan namun rasanya itu tak mungkin karena siang ini Selena memiliki pertemuan penting dengan rekan bisnisnya. Hanya saja, yang membuat Selena bingung adalah kenapa bisa rekan bisnisnya memilih jalanan yang kecil untuk pertemuan mereka. Selena mengembuskan napas panjang dan menepis hal-hal yang muncul dalam benaknya. Mungkin saja memang rekan bisnisnya sedang berada di wilayah tersebut, itu yang sekarang ada di dalam pikiran Selena. Lagi pula, Selena pun tak akan lama. Sepulang dari bertemu dengan rekan bisnisnya, Selena akan segera mengajak Oliver jalan-jalan sore. Tentu yang Selena fokuskan saat ini adalah Oliver. Pekerjaan akan tetap dia pikirkan tapi tidak sepenting dulu. Oliver adalah segalanya. Selena menyadari kalau selama ini waktunya untuk Oliver sangat kurang. Hal itu yang membuat Selena sekarang ingin fokus memb
“Selena, malam ini Samuel datang kan?” Suara Marsha bertanya seraya menatap putrinya yang tengah membersihkan sayur. Ya, setelah tadi pagi ke supermarket, sekarang Marsha dan Selena berada di dapur menyiapkan makan malam. Khusus kali ini Marsha dan Selena memang ingin masak bersama. Bahkan mereka tak ingin pelayan membantu mereka. “Iya, Mom. Samuel pasti datang. Kalau dia tidak datang nanti Oliver akan merajuk. Belakangan ini Oliver sering manja dengan ayahnya, Mom. Jadi aku juga sedikit kerepotan. Oliver tidak suka jika permintaannya ditolak. Samuel terlalu memanjakan Oliver.” Selena menjawab seraya meniriskan sayuran yang telah dibersihkan itu. Lantas Selena mulai mengolah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk masakannya. Senyuman di wajah Marsha terlukis mendengar apa yang dikatakan oleh Selena. “Wajar saja kalau Oliver manja. Selama ini dia begitu merindukan ayahnya, Selena. Kau harus mengerti. Hampir lima tahun Oliver tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Meski kau telah berjuang