Mobil Samuel melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Lampu jalanan membantu mobil Samuel yang menyapu jalanan dengan laju yang tinggi. Malam kian larut. Suasana pun tak terlalu ramai. Hanya banyak para pemuda yang tengah memadu kasih. Namun untungnya tak menghalangi mobil Samuel yang melaju dengan kecepatan tinggi itu. “Shit!” Samuel memukul setir mobilnya kala dirinya tak berhasil menghubungi Selena. Nomor Selena tak aktif membuat Samuel kesulitan melacak GPS ponsel Selena.Samuel tak henti mengumpati kebodohannya. Andai dia bisa mengendalikan emosinya maka tak akan pernah menjadi seperti ini. Sungguh, Samuel tak pernah berniat untuk melukai hati Selena. Apa yang dia ucapkan semua terjadi karena rasa cemburu begitu menguasai dirinya. Samuel menepikan sebentar mobilnya ke pinggir jalan. Pria itu langsung mencari nomor Vian yang ada di dalam kontaknya. Tak ada pilihan lain, Samuel harus segera menghubungi asistennya untuk melacak keberadaan Selena. Samuel tidak ingin masalah ini b
“Kita akan tetap menikah, Selena! Kau tidak bisa membatalkan pernikahan ini!” Suara Samuel pelan menahan geraman amarahnya. Pria itu menatap dingin dan tajam Selena. Tangan pria itu mencengkram kuat lengan Selena. Samuel seperti merasakan ada api di atas kepalanya kala Selena ingin membatalkan pernikahan mereka. Selena bergeming di tempatnya. Wanita itu sedikit meringis kala Samuel mencengkram tangannya. Namun Selena menahan rasa sakit itu. Selena membiarkan Samuel mencengkram tangannya sesuka hatinya. “Kenapa tidak bisa dibatalkan? Menikah harus dengan keinginan kedua belah pihak. Kalau salah satunya tidak menginginkan maka pernikahan ini tak akan pernah bisa berjalan,” jawab Selena dengan suara tenang dan mata yang telah memendung air matanya. “Kau sedang emosi, Selena.” Samuel menurunkan nadanya, berusaha untuk mengendalikan emosi dalam dirinya. Otak Samuel langsung bekerja kalau dia tak bisa menuruti emosinya. Samuel tak ingin kalau masalah ini akan semakin rumit. “Kau boleh m
“Tidak ada lagi yang perlu dibahas. Kau sudah tahu keputusan yang kemarin aku buat. Jangan memaksakan sesuatu hal yang tidak mungkin.”Nada bicara Selena pelan namun tersirat tegas seolah apa yang dia ucapkan adalah keputusan final dan tak lagi bisa diubah. Sedangkan Samuel hanya mengembuskan napas panjang seraya memejamkan mata lelah. Nampaknya Samuel berusaha untuk sabar. Bisa saja Samuel memaksa Selena namun Samuel tak ingin melakukan itu. Jika dia memaksa maka yang ada malah membuat Selena samakin membencinya. “Kita haru tetap bertemu dengan keluargaku, Selena. Dan pernikahan ini tidak bisa batal,” jawab Samuel dengan suara tenang. “Kenapa tidak bisa batal, Samuel? Ini hanya baru rencana pernikahan. Jelas saja kita bisa membatalkan pernikahan ini,” ucap Selena keras kepala. Tak memungkiri hati Selena sesak setiap kali mengatakan pernikahan batal. Namun setiap kali ada keragun muncul, Selena segera meneguhkan hatinya kalau memang ini semua adalah yang terbaik. Samuel melangkah m
Selena membuang wajahnya melihat ke luar jendela. Raut wajah jengkel dan kesal begitu terlihat di wajah cantik wanita itu. Ya, saat ini Selena tengah berada di mobil bersama dengan Samuel. Tepatnya setelah perdebatan tadi, Selena akhirnya menyetujui mengunjungi rumah keluarga Samuel. Namun, sebelum ke rumah keluarga Samuel; mereka harus menjemput Oliver lebih dulu. Tak ada pilihan lain, Selena terpaksa harus menuruti keinginan Samuel. Pasalnya kata-kata vulgar Samuel membuat Selena merasa terancam dalam bahaya. Berada di dalam kamar seperti berada di kandang harimau yang sewaktu-waktu harimau lapar bisa menerkamnya. Selena sangat tahu dirinya sangat lemah akan sentuhan Samuel. Lebih baik Selena menghindar daripada dia terlena akan sentuhan itu. Selena tak ingin Samuel memanfaatkan kelemahannya. Bagimanapun hati Selena masih sangat sakit setiap kali mengingat kata-kata Samuel.“Apa kau ingin makan sesuatu?” tawar Samuel seraya melirik Selena sekilas yang duduk di sampingnya. “Tidak
“Aku ingin memberitahu kalian kalau minggu depan, aku dan Selena akan menikah.” Raut wajah Kelton dan Jillian terkejut kala mendengar ucapan putra mereka yang mengatakan akan menikah minggu depan. Pasalnya menikah minggu depan sangatlah mendadak. Well, bukan hanya Kelton dan Jillian saja yang terkejut tapi Selena pun sama halnya dengan Kelton dan Jillian. Malah Selena tak pernah tahu sama sekali rencana Samuel yang mempercepat pernikahan mereka. “Kau dan Selena akan menikah minggu depan? Kenapa secepat itu, Samuel? Maksudku kalian bisa mempersiapkan rencana pernikahan kalian lebih matang lagi. Jangan terburu-buru dalam mempersiapkan pernikahan,” ujar Kelton memberikan nasihat pada putranya. Pasalnya menikah haruslah dipersiapkan dengan baik. Dan satu minggu terlalu singkat untuk mempersiapkan pernikahan. Samuel mengambil kopi yang diantarkan padanya—lalu pria itu menyesap kopi itu perlahan. Samuel terlihat santai kala semua orang yang ada di ruang keluarga itu menatapnya dengan
“Sekali saja kau berani mengatakan membatalkan pernikahan kita, aku akan mengatakan pada ayahmu kalau kau hamil.” “Kau—” Mata Selena menatap tajam Samuel dengan amarah yang tersulut dalam dirinya. Napas Selena memburu. Tatapannya pada Samuel tersirat tatapan penuh emosi. “Aku mempercepat pernikahan kita karena aku tidak mau kehilanganmu, Selena.” Samuel menurunkan suaranya, berusaha membujuk Selena agar tak keras kepala. Mata Selena berembun nyaris mengeluarkan air mata. Hati Selena sesak dengan semua sifat keras Samuel. Selena melangkah maju mendekat pada Samuel. Dengan luapan emosi, Selena memukul-mukul dada Samuel seraya terisak. “Kau jahat, Samuel! Kau jahat! Aku tidak mau memaafkanmu! Kau sendiri bilang aku adalah wanita murahan! Kenapa kau masih memaksa menikah dengan wanita murahan, hah? Harusnya kau mencari wanita baik yang bisa bersanding denganmu!” Tangis Selena mendera dan terdengar pilu. Kata-kata Selena menunjukan betapa dirinya terluka akan ucapan Samuel. Perkataan Sa
Bibir Samuel mengulum lembut bibir Selena. Pria itu menangkup kedua pipi Selena, memperdalam lumatan. Pun Selena menyambut bibir Samuel. Bibir mereka saling mengisap satu sama lain. Suara decapan terdengar. Mereka berciuman dengan ritme yang lembut namun tetap agresif. Tangan Samuel menyelip ke dalam dress Selena. Lantas Samuel memainkan puncak dada Selena dan memilin puncak dada Selena pelan. Desahan lolos di bibir Selena. Sejak dulu Selena tak bisa menolak sentuhan Samuel itu. “S-Samuel … j-jangan s-sekarang,” desah Selena di sela-sela lumatan bibirnya. Tangan nakal Samuel sejak tadi tak henti berada di atas dadanya. “Aku hanya ingin meninggalkan jejak di dadamu. Sepertinya yang kemarin sudah mulai pudar.” Samuel menurunkan tali spaghetti Selena dengan mudahnya. Pria itu pun menurunkan cup bra berwarna hitam Selena. Hingga terpampang gundukan kembar di dada Selena yang indah itu. Selena menggigit bibir bawahnya kala mata Samuel menatap lapar dadanya. Kissmark yang ditinggalkan S
“Grandpa Kelton … Grandma Jillian … Oliver …” Suara Joice begitu kencang sambil berlari menuju taman. Sebelumnya gadis kecil itu telah diberitahu kalau kakek dan neneknya berada di taman bersama dengan Oliver. Itu yang membuat Joice begitu antusias karena ada Oliver. Padahal tujuan gadis kecil itu bermain ke rumah kakek dan neneknya hanya ingin mengunjungi kakek dan neneknya saja. Tapi rupanya Oliver juga berkunjung. “Joice? Kau di sini?” Oliver yang tengah bermain bola bersama dengan Kelton langsung menghentikan permainannya kala melihat Joice datang. Raut wajah Oliver berubah. Bocah laki-laki itu terlihat jengkel kala Joice datang. “Oliver, aku merindukanmu.” Joice langsung memeluk erat Oliver. Sedangkan Oliver? Bocah laki-laki itu tampak pasrah kala Joice memeluknya. “Aku tahu kau pasti merindukanku juga, Kan? Maaf ya, Oliver. Belakangan ini aku sibuk sekali jadi belum bisa bertemu denganmu.” Joice mengurai pelukannya. Gadis kecil itu terlihat sangat senang kala bertemu dengan Ol
Keesokan hari, Brianna dan Dean langsung bersiap-siap untuk meninggalkan apartemen. Setelah tadi malam mereka menghabiskan malam bersama, sekarang sudah waktunya mereka untuk menyelesaikan kembali masalah yang menghampiri mereka. Baik Dean ataupun Brianna memang tak ingin menunda-nunda. Terlebih masalah hadir sampai melibatkan pihak keluarga. “Brianna, aku akan mengantarmu pulang. Setelah mengantarmu, aku akan ke apartemen Juliet,” ucap Dean yang ingin mengantarkan Brianna pulang ke rumah. “Tidak usah, Dean. Aku pulang sendiri saja. Aku kan bawa mobil.” Brianna membelai rahang Dean lembut seraya memberikan kecupan di sana. “Aku mengantarmu saja. Aku tidak tenang kau pulang sendiri,” balas Dean yang tak suka jika Brianna pulang sendiri. Brianna menghela napas dalam. Wanita itu melingkarkan tangannya ke leher Dean, merapatkan tubuhnya ke tubuh pria itu. “Dean, kalau kau mengantarku pulang masalah akan semakin rumit. Kakakku akan mencercamu dengan banyaknya pertanyaan. Aku tidak mau
Malam semakin larut. Udara dingin menyelinap masuk ke dalam sela-sela jendela. Dua insan terbaring di ranjang dengan posisi saling berpelukan seakan tak ingin terlepas. Tampak Dean yang sudah lebih dulu bangun, tak lepas menatap Brianna yang terlelap dalam pelukannya. Wajah cantik Brianna seakan memanjakan mata Dean, hingga membuatnya tak bisa berpaling sedikit pun dari wanita itu. Tak bisa memungkiri, Brianna memiliki pesona yang istimewa. Sejak awal Dean melihat Brianna, hatinya meraskan sesuatu yang mengusik hati dan pikirannya. Tak pernah Dean kira bahwa Brianna adalah pemilik kalung yang selama ini dia cari. Dunia benar-benar sempit. Andai Dean tahu lebih awal, maka Dean tak akan pernah membiarkan Brianna menikahi seorang pria berengsek. Dean membelai pipi Brianna. Lantas, pria itu menarik dagu Brianna, mencium dan melumat lembut bibir Brianna. Manis, sangat manis. Bibir Brianna layaknya nikotin yang membuat Dean kecanduan. Dean seakan tak bisa berhenti mencium Brianna. Segala
“Shit!” Dean mengumpat kasar kala melihat truck menghadang mobilnya, hingga membuatnya tak bisa mencari sela. Sialnya, mobil Brianna sudah melaju lebih dulu dari truck yang menghadang Dean, dan membuat Dean kehilangan jejak keberadaan Selena. Andai saja tak ada truck yang menghalangi sudah pasti Dean bisa mengejar mobil Brianna. Dean menekan klakson mobilnya agar truck di depan memberikan jalan. Dan ketika truck di depannya memberikan sedikit sela, Dean menginjak pedal gas kuat-kuat—melajukan kecepatan penuh menyalip mobil-mobil yang menghalanginya. Dean tak peduli melanggar aturan lalu lintas sekalipun. Yang Dean pikirkan saat ini hanyalah Brianna. Dean tak mau menunda-nunda. Dia harus menjelaskan sekarang pada Brianna agar Brianna tidak salah paham. Dean mengendarkan pandangannya ke sekitar, mobil Brianna benar-benar sudah tidak ada. Tanpa menunggu lama, Dean langsung mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi nomor Brianna. Namun, sayangnya nomor ponsel Brianna tidaklah aktif.
Hari berlalu begitu cepat, hingga tiba di mana waktu keluarga Maxton akan bertemu dengan keluarga Osbert. Ya, pertemuan ini memang tak dihalangi oleh Samuel, namun sampai detik ini belum juga terucap jika Samuel menyetujui rencana pernikahan Dean dan Brianna. Bukan tanpa alasan, tapi Samuel memang sengaja memilih untuk diam. Pria itu ingin melihat kesungguhan apa yang dilakukan Dean demi menikahi adiknya. Sejak di mana Samuel telah mendapatkan informasi tentang Dean, memang Samuel tak lagi sampai melarang keras hubungan Dean dan Brianna. Tak memungkiri ada nilai plus dari sifat Dean yang membuat Samuel akhirnya tak terlalu melarang keras hubungan mereka. “Sayang.” Selena menghampiri Samuel yang tengah memakai arloji. “Hm?” Samuel mengalihkan pandangannya, menatap sang istri yang menghampirinya. Selena tersenyum hangat. Lantas, wanita itu merapikan sedikit kerah baju sang suami yang kurang rapi. Menepuk-nepuk dada bidang suaminya itu sambil berkata, “Hari ini kita akan bertemu deng
Samuel duduk di kursi kebesarannya dengan pandangan lurus ke depan, dan pikiran yang menerawang. Benak Samuel terus berputar mengingat perkataan Dean. Tak menampik, Samuel ingin melihat Brianna dan Joice bahagia, tetapi banyak keraguan dalam dirinya melepas Brianna dan Joice pada Dean. Sudah cukup penderitaan yang dialami oleh Brianna. Samuel tak akan pernah membiarkan adiknya kembali hidup menderita. Namun, haruskah dirinya membiarkan adiknya menikah dengan Dean? Apa mungkin benar, Dean bisa membahagiakan adiknya dan juga keponakannya? Sejak di mana Brianna bercerai dari Ivan, Samuel yang menggantikan peran Ivan. Meski dulu, Samuel tak tinggal di London tapi tetap Samuel mengawasi adik dan keponakannya dari kejauhan. Samuel memejamkan mata singkat. Menegak wine di tangannya hingga tandas. Kepalanya begitu berkecamuk tak menentu. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Samuel mengalihkan pandangannya ke arah pintu—pria itu berdecak kesal kala ada yang mengganggunya. Dengan
Tak ada satu pun percakapan yang terjalin setelah Brianna menemui kedua orang tua Dean. Keheningan menyelimuti dua insan yang tengah berada di dalam mobil. Ya, setelah tadi Dean membawa Brianna menemui kedua orang tuanya, kini Dean harus mengantar Brianna untuk pulang. Sebelumnya, Dean sudah meminta orang kepercayaannya untuk mengantarkan mobil Brianna yang ada di kantornya—ke rumah kediaman keluarga Maxton. Tak mungkin Dean membiarkan Brianna mengambil sendiri mobil wanita itu. “Dean.” Brianna memulai sebuah percakapan. Tampak sorot mata Brianna menatap lurus ke depan. Sejak tadi hati dan pikiran Brianna begitu terusik. Semua yang terjadi membuat dirinya seakan terbelenggu di dalam penjara besi. “Hm? Ada apa, Brianna?” Dean yang tengah melajukan mobil, melirik sekilas Brianna. Brianna terdiam beberapa saat. Keraguan, khawatir, semua telah melebur menjadi satu. “Lebih baik kau pikirkan lagi sebelum benar-benar ingin menikahiku, Dean. Aku tidak tega pada Juliet, Dean. Bagaimanapun,
Sepanjang perjalanan, Brianna terus meloloskan umpatan dalam hati. Tampak Brianna menatap kesal dan jengkel Dean yang melajukan mobil. Sungguh, Brianna yakin kalau Dean benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. Tujuannya mendatangi perusahaan Dean hanya untuk mengajaknya bicara agar tak lagi berbicara konyol. Tapi kenapa malah Dean ingin membawanya ke rumah pria itu? “Dean, turunkan aku di sini,” ucap Brianna dingin memaksa Dean untuk menurunkannya. “Brianna, kau ingin aku turunkan di jalan tol? Kau mau naik apa, Brianna? Menghentikan taksi di pinggir jalan tidak bisa. Kau juga pasti butuh waktu lama menuggu sopirmu menjemputmu,” jawab Dean dingin seakan menakut-nakuti Brianna. Ya, kata-kata Dean itu berhasil membuat Brianna bungkam sejenak. Raut wajah Brianna detik itu juga berubah. Apa yang dikatakan oleh Dean benar. Dirinya berada di jalan tol. Tidak mungkin Brianna meminta turun di sini. Brianna mendengkus pelan. Wanita itu memilih membuang wajahnya ke luar jendela. Terpaksa
“Samuel, hari ini apa kau akan pulang malam?” Selena berucap penuh kelembutan seraya membantu Samuel merapikan dasi sang suami yang sedikit tak rapi. Hari ini, Samuel berangkat lebih siang dari biasanya. Dan seperti biasa, sebagai seorang istri sekaligus ibu; Selena membantu Samuel dan Oliver mempersiapkan segala kebutuhan di pagi hari. Meski memiliki pelayan serta pengasuh tapi Selena pun kerap turun tangan sendiri. “Iya, aku masih menangani kasus yang waktu itu. Kasus yang sama, dan sekarang masih gantung. Tapi aku tidak akan pulang sampai larut malam. Mungkin sekitar jam 7 atau jam 8 aku sudah pulang.” Samuel mengecup bibir Selena lembut. “Baiklah, Sayang. Nanti malam kau ingin aku membuatkan menu makan malam apa?” Selena menepuk-nepuk pelan dada bidang sang suami kala sudah selesai merapikan dasi. “Apa saja. Aku selalu suka apa pun yang kau buat. Tapi ingat, kau sedang hamil, Selena. Aku tidak ingin kau kelelahan. Kau juga lebih baik tidak usah ke kantor dulu. Bekerja saja dari
Malam semakin larut dan sunyi. Samuel dan Selena baru saja selesai membersihkan diri. Mereka kini duduk di ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Tak ada percakapan apa pun yang terjalin. Bahkan dikala Dean pulang saja, Samuel mengabaikan meski Dean berpamitan padanya. Ya, nampak jelas bahwa Samuel tak menyukai Dean. Dan disaat tadi Dean tengah berbicara dengan Kelton; Samuel selalu menjadi orang pertama yang menyanggah semuanya. Samuel tak setuju jika Dean menjadi suami dari Brianna. Entah apa alasan kuat sampai membuat Samuel tak setuju. Namun, sebagai kakak tentu Samuel memiliki hal untuk tidak menyetujui hubungan Dean dan Brianna. Selena menatap penuh kelembutan dan hati-hati Samuel yang sejak tadi hanya diam. Wajah Samuel dingin dan sorot mata yang memendung jelas kemarahan. Pun Selena menjadi bingung bagaimana untuk bersikap. Jujur, apa yang terjadi benar-benar membuat Selena terkejut. Selena tidak mengira kalau Joice adalah anak Dean. “Samuel,” panggil Sel