"Kau tidak mengangkat teleponnya Nona Adriana? Aku rasa Dexter menelpon mu untuk meminta bantuan," ucap seorang pria yang saat ini sedang tersenyum senang karena melihat gadis didepannya sedang melepas satu demi satu kain penutup tubuhnya."Dia tak berguna lagi untukku, dan aku sedang tak ingin berbicara karena ada hal yang lebih penting yang harus kita lakukan sekarang! Kau sudah membuatku senang dengan berani membakar rumah kesayangan si brengsek itu!"Saat ini Adriana sedang bersama seorang pria parubaya berambut abu di dalam sebuah hotel. Sengaja dia mengundang sang Presdir Ever Techno, Barry Joseph setelah mendengar jika putra pria itu di buat koma oleh Reynard Jayde.Wanita itu berhasil membujuk Barry untuk melawan terang terangan sang iblis Jayde's. Adriana tahu jika Barry tak mungkin menang tapi setidaknya ia bisa membuat hidup Reynard jauh dari kata tenang.Dia sangat membenci sang Presdir Jayde's, di saat pria lain sedang mengharap bisa menjadi teman ranjangnya maka Reynard
Serra membuka matanya, rasanya sudah lama sekali ia tidak tidur di kamarnya sendiri. Pagi ini dia masih menikmati cuti yang diberikan Reynard padanya, dan ia akan memanfaatkan waktu sebaik baiknya untuk bisa bersama keluarganya.Sebelum beranjak ia meraih ponselnya untuk melihat adakah pesan penting yang terkirim padanya. Ternyata memang ada beberapa pesan yang terkirim padanya, dan semua itu dari Giorgio. Dua pesan yang dikirim semalam dan tiga pesan untuk pagi ini.Serra tersenyum dan menggelengkan kepalanya saat membaca semua pesan itu, pesan yang berisi ucapan selamat malam dan selamat pagi. Pria itu juga mengirim pesan jika siang nanti akan menjemputnya untuk makan siang bersama.Sepertinya Giorgio benar benar akan mewujudkan kata katanya, jika pria itu akan mengejarnya.Sebagai wanita biasa seharusnya ia senang ketika ada seorang pria tampan, kaya raya dan baik hati seperti Gio mengejarnya. Tapi nyatanya ia tidak merasakan apapun jika sedang ada di dekat pria itu. Berbeda ketik
"Kau sudah siap? Kau cantik sekali hari ini Nona Wilson!" ujar Giorgio, hatinya serasa ingin meledak karena berhasil mengajak Serra keluar makan siang. Giorgio menganggap jika ini adalah kencan pertama mereka setelah pernyataannya. Pernyataan terbuka jika dia ingin mengejar cinta Serra."Ya, saya tahu. Hanya pada hari ini saya terlihat cantik!" sahut Serra berniat bercanda, sebenarnya ia tidak bersedia keluar siang ini tapi jika ia tidak pergi maka kemungkinan besar Gio akan bertemu dengan Bryan.Serra yakin akan ada banyak pertanyaan dari putra kedua Alexander itu akan keberadaan Bryan dirumahnya. Dia hanya tak ingin semua terbongkar dan keluarga mengetahui yang sebenarnya. Dia ingin menutup cerita itu untuk dirinya sendiri, toh semua sudah berlalu. Reynard juga sudah melepas dirinya! Pria itu tidak melakukan hal diluar batasnya, kecuali saat itu di apartemen. Sampai saat ini dia masih bisa menjaga kesuciannya."Bukan begitu maksudku, kau cantik setiap hari...maksudku kau selalu men
Giorgio menuruti kata kata Serra dengan menghentikan mobilnya dengan posisi melintang. Dan mereka keluar untuk berlindung di sisi yang berlawanan dengan para penyerang."Apa kau yakin bisa menggunakannya?" tanya Gio yang melihat Serra sudah bersiap di sisi kanan mobil dengan sudah mengokang senjata ditangannya."Kita lihat saja nanti," jawab Serra yang langsung bergerak setelah mendengar bunyi peluru di ledakkan. Dengan gerakan cepat ia mengarahkan senjatanya pada musuh dan...DOORRRR!Berhasil! Satu peluru bersarang di dada salah satu penyerang yang ada di rooftop mobil. Dan itu membuat Gio terperangah, pria muda itu tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Sebenarnya Serra bukanlah petarung ataupun ahli senjata. Tapi Erick Kylen sengaja membekali wanita yang sudah ia anggap sebagai putrinya itu keahlian menembak agar bisa melindungi ibu dan adiknya. Erick berpikir jika ia tak selalu ada disamping keluarga Serra, jadi harus ada salah satu dari mereka yang bisa membela diri. Dan ia me
DOORRR....Reynard memuntahkan peluru terakhirnya, peluru terakhir yang menumbangkan pria ke empat penyerangnya. Dan masih ada satu lagi yang harus mereka singkirkan. Tanpa peluru artinya mereka harus mengalahkan pria terakhir dengan tangan kosong."Kapan bantuan datang Kak?" tanya Gio dengan pandangan masih ke arah depan, bersiap jika satu pria di balik mobil musuh menyerang mereka. Tampaknya satu pria yang tersisa itu tidak tahu jika mereka sudah kehabisan peluru."Bantuan kau bilang? Bukannya kau sendiri yang melarang mereka mengikutimu? Bukankah pagi tadi aku sudah mengingatkanmu tentang Adriana? Keras kepala!"Giorgio terdiam, ia tahu jika ini semua adalah kesalahannya. Dia terlalu menganggap semuanya sepele. Dia tak menyangka Adriana mampu menyerangnya, padahal mereka tidak mempunyai masalah."Ada pisau atau apapun yang bisa digunakan senjata?" tanya Reynard pada Giorgio, dan sesuai dugaannya adiknya hanya menggeleng lemah. "Apa kita akan mati? Bisakah kita pura pura menyerah,
"Sebagian membersihkan tempat ini dan sebagian ikut aku ke hotel XX!" "Baik Tuan!" sahut para penjaga serempak ketika Giorgio memberi perintah pada mereka.Giorgio ingin memberi pelajaran pada Adriana. Berani beraninya wanita itu menjadikan Serra menjadi targetnya, dan nyaris dia dan kakaknya mati sia sia ditempat ini. Sepertinya selama ini dia terlalu lunak pada wanita itu.Dan kali ini dia membawa penjaga cukup banyak karena tak ingin mengulang kesalahan yang sama. Sampai di hotel yang dituju Gio langsung pergi menuju lift yang akan mengantarkan dirinya ke lantai kamar tempat Adriana menginap. Agar tidak terlalu menarik perhatian pria itu hanya membawa dua penjaga untuk ikut naik bersamanya. Sedang penjaga Alexander yang lain terlihat berjaga di beberapa titik sekitar hotel. Mereka bisa menghadang jika Adriana kembali menyewa orang bayaran untuk mencelakai majikan mereka. CEKLEKKK...Ternyata pintu kamar Adriana tidak terkunci, padahal tadi nyaris Giorgio mendobraknya. Dua penja
Serra membuka matanya, sesaat kemudian ia sadar jika sedang berada di dalam mobil yang sedang melaju. Dia ada di jok depan dengan posisi berbaring."Darah...Tuan Reynard!!" pekik Sera yang teringat dengan darah di lengan Reynard, luka akibat tergores peluru yang diarahkan padanya. Untung hanya lengan...bagaimana jika peluru itu bersarang di kepala? Atau tepat di jantung?"Tidak!""Berisik! Kenapa kau teriak teriak? Diamlah sebentar lagi kita sampai di rumah sakit!"Serra langsung menoleh ke samping, ia melihat Reynard sedang menyetir dengan lengan yang di bebat asal. Dan dari warna bebat yang memerah ia tahu jika darah yang keluar cukup banyak."Aku tidak apa apa, kau dengar itu? Dan jangan pingsan lagi, kenapa kau hobi sekali membuatku repot?" gerutu Reynard memarkirkan mobilnya, mereka sampai di rumah sakit. "Tetap di tempatmu!" seru Reynard ketika melihat Serra ingin membuka sendiri pintu mobilnya. Spontan Serra urung membuka pintu, ia berpikir jika Reynard mungkin tidak mengijin
Serra segera menjauhkan dirinya dari Erick ketika melihat kedatangan Reynard. Pria itu terlihat membawa beberapa kantong obat ditangannya. Tapi wajah pria itu merah padam, Serra yakin jika pria itu sedang marah besar. Mungkin efek luka di lengan pria itu berpindah ke otaknya, Reynard selalu saja marah tanpa sebab.Sedang Erick terlihat menggelengkan kepalanya pelan, ia hanya berpikir jika saat ini dia sedang melihat seorang Dimitri Alexander pada diri pria muda yang sedang menghampirinya. Sifat yang meledak ledak, arogan dan selalu mengintimidasi!"Ehmm apa kau ingat? Ini Uncle Erick, tadi kami tidak sengaja bertemu disini," ujar Serra yang melihat Reynard terus menatap tajam pria parubaya disampingnya."Selamat siang Tuan Alexander, senang bisa kembali bertemu dengan anda! Anda sedang tidak baik baik saja?" sapa Erick melihat ke arah luka di lengan Reynard. Ada sedikit noda darah di kaos yang dikenakan pria muda di depannya."Selamat siang Tuan Erick, saya juga senang bisa kembali b