"Karely, kenapa? Ayo masuk!" ajak Yoselin."Nyonya, sebaiknya saya tidak masuk," tolak Karely.Karely terlihat gugup dan was--was. Dia juga sangat kaget.Bagimana tidak?Di dalam ruangan yang baru saja dibuka oleh pria yang sejak tadi berjaga di depan pintu, ruangan di mana wanita itu mengajaknya masuk, ada beberapa wanita sedang duduk di sana. Dilihat sekilas dari cara berpakaian dan menampilkan sepertinya mereka bukan orang-orang biasa. Satu sama lain saling menonjolkan kecantikan dan keindahan tubuh mereka, seolah mereka ingin mencari perhatian.Yoselin tersenyum, lalu berjalan mendekati Karely."Apa yang kamu pikirkan?" tanyanya dengan suara lembut.Karely menarik perhatiannya, lalu mengalihkan pada Yoselin.Apa yang dipikirkan Karely?Jelas saja dia berpikir bila rumah besar dengan penjagaan ketat dan pagar tembok yang tinggi kokoh itu merupakan markas pelatihan para wanita kupu-kupu malam atau mereka merupakan sindikat perdagangan wanita, atau bisa jadi mereka adalah penyalur TK
Setelah beberapa jam mereka menunggu di dalam ruangan."Tuan, berapa lama lagi kami harus menunggu? Apa tuan Astin belum juga datang?" tanya seorang wanita berseru kepada pria yang berdiri di depan mereka untuk berjaga.Pria berkacamata hitam itu menoleh ke arahnya."Tunggu saja!" jawabnya tanpa mengubah posisi siap dan tegap tubuhnya."Sudah tiga jam kami menunggu. Berapa lama lagi seleksinya dimulai?" Yang lain menimpali."Kalau kamu tidak mau menunggu, maka pergi saja!" jawab pria lainnya dengan suara tegas."Huh!"Bukan hanya satu, dua atau tiga wanita saja yang mulai mendengus kesal, bosan dan jenuh menunggu. Suara mereka pun kembali terdengar berisik bersahutan seperti kumpulan serangga. Mereka mengeluh satu sama lain, ada juga yang mulai hilang kesabarannya."Aku rasa kita hanya dipermainkan saja oleh orang kaya." Salah satu wanita bangkit dari duduknya dengan wajah kesal. Dia merasa Astin dan keluarganya telah mempermainkan mereka dengan membiarkan mereka menunggu lama tanpa
"Halo. Perkenalkan namaku Nancy. Aku adalah dokter pribadi keluarga tuan Astin," ucap Nancy memperkenalkan diri.Setelah kepergian pria kekar yang berurusan dengan Karely, seorang wanita cantik berjalan memasuki ruangan. Nancy datang karena Astin yang meminta. Tugasnya adalah melakukan seleksi terhadap wanita-wanita yang tersisa.Semua wanita yang tersisa langsung mengarahkan pandang pada Nancy. Wajahnya yang cantik dengan senyum manis telah mencuri perhatian mereka, termasuk Karely. Apalagi saat masuk, pandangan pertama Nancy adalah ke arah Karely."Aku akan memulai seleksinya," sambung Nancy. Nancy kembali mengedarkan mata membagi pada setiap wanita, termasuk Karely."Sebagai dokter pribadi keluarga tuan Astin, jelas aku mengetahui semua tentang kesehatan tuan Astin," sambungnya lagi.Nancy mulai berjalan meninggalkan mejanya dan mendekati mereka.“Apa yang kalian cari dari sebuah pernikahan?” tanyanya. Pandangan matanya tertuju pada wanita pertama yang duduk di bagian depan.“Keb
“Kenapa kamu masih di sini?” tanyanya pada Karely. "Kenapa tidak ikut kabur seperti mereka?" “Kabur? Kenapa aku harus kabur?" Awalnya memang tidak ada niat mengikuti seleksi itu dan akan membiarkan wanita lain yang terpilih. Bahkan dalam kepalanya telah tersusun rapi beberapa rencana untuk membuat Astin tidak akan pernah memilihnya menjadi istri. Namun, setelah mengetahui kebenaran tentang kesehatan Astin, niat itu tiba-tiba berubah.Bagi wanita lain kelemahan Astin ini adalah hal yang memalukan dan merugikan, tapi tidak untuknya. Kondisi Astin yang seperti ini malah dianggap sebagai kondisi yang menguntungkan baginya.“Apa kamu tidak dengar apa yang aku ceritakan tadi? Apa memang kamu tidak tau impoten itu apa?”Nancy tidak menyangka Karely akan tetap bertahan meski mengetahui kondisi kesehatan reproduksi Astin yang buruk. Padahal dia berharap Karely pun pergi meninggalkan ruangan sepert wanita lainnya. Sempat melintas dalam benaknya kalau Karely sudah jatuh c
"Aku mau menjadi istrimu." Jawaban ini yang ingin Astin dengar dari mulut gadis yang berdiri di hadapannya dengan mata bening menatapnya lekat. Karena dengan begitu, dia tidak perlu lagi repot-repot mencari cara lain untuk mendekati Karely hingga tujuannya terwujud, mendapatkan perlindungan dari wanita yang berkecimpung dalam lembaga kepolisian negara."Karely?" Rupanya Astin tidak sabar ingin segera mendengar jawaban Karely. Sayangnya, gadis itu tidak segera memberinya jawaban. Sebaliknya, Karely malah membiarkannya menunggu dengan cemas.Bola mata bening Karely bergerak-gerak menjelajahi manik mata milik Astin. Ada keraguan, bimbang dan juga kekhawatiran dalam sorot matanya. Sesaat kemudian manik mata itu bergerak dan beralih melihat ke arah pria yang berdiri di samping Astin, Marlin."Kalau boleh jujur, sebenarnya aku sama sekali tidak berminat mengikuti hal bodoh seperti ini," ucap Karely kembali membagi pandangnya pada Astin dan Marlin.Mendengar jawaban Karely, tiba-tiba ada r
"Pria sialan!" umpat Karely tiba-tiba sembari masuk ke dalam mobil dan duduk dengan wajah kesal."Kamu memakiku?" Pria yang duduk di sebelahnya kaget mendengar umpatan Karely."Bukan kamu," sahut Karely jutek."Lalu?""Astin," jawab Karely masih tidak menghilangkan wajah kesal.Setelah selesai melakukan negosiasi dengan Astin tentang pernikahan mereka, Karely keluar dari rumah besar itu dan menghubungi Diego. Dia masih menyimpan rasa kesal karena telah dijebak oleh mamanya dan ternyata Astin benar-benar bukan orang miskin atau sederhana, dia pria kaya raya."Astin?" Diego hanya melihatnya sekilas lalu kembali fokus pada jalan"Ya.""Apa pria itu membuat masalah denganmu? Bukankah kamu hanya mengantar makanan untuknya?" Apa dia tidak menyukai masakan mamamu? Atau ... dia mengusirmu?"Diego menanggapi setengah bercanda sembari mulai mengendarai mobilnya meninggalkan rumah besar milik Astin."Kamu tau, Diego? Mama menyuruh aku datang ke rumah pria itu bukan karena memintaku mengantar maka
"Bagaimana?" Yoselin datang tiba-tiba mengejutkan Astin dan Marlin."Menurutmu?" Astin malah balik bertanya sembari merilekskan duduknya. Dia juga memberi isyarat pada Marlin untuk meninggalkan ruangan dan memberi waktu mereka berdua.Yoselin tersenyum. Ekor matanya melihat ke arah Marlin yang berjalan meninggalkan mereka."Aku lihat wanita itu cocok denganmu.""Kamu sudah menyelidiki gadis itu sebelumnya, untuk apa lagi mengadakan acara seperti ini?" Lagi-lagi Yoselin tersenyum."Kalau tidak, sampai kapan kamu akan bergerak? Sampai gadis itu diambil orang terlebih dahulu?"Astin bangkit dari duduknya, lalu berjalan menjauh menuju tepi ruang. Dengan kedua tangan bersembunyi pada saku celana, tubuhnya yang tegap altetis menghadap dunia luar.Untuk sesaat Astin memaku pandangnya, hingga akhirnya kembali memutar tubuh menghadap Yoselin."Gadis itu memang target, tapi aku tidak menyangka kamu dengan cepat bertindak."Lagi-lagi Yoselin tertawa. Wanita cantik itu pun berdiri dan berjalan m
"Karely, ponselmu bunyi," ucap Yoselin menyentuh tangan Karely.Setelah memberitahu Karely, Yoselin kembali melanjutkan obrolan dengan Astin. Sedangkan Karely sendiri membuka mata dan langsung melihat siapa yang menghubunginya di saat begini. Dia tidak langsung menekan tombol jawab karena panggilan itu dari Diego dan dia yakin temannya itu pasti menanyakan tentang keberadaannya karena saat dia pergi, Karely tidak memberitahu Diego ke mana dia akan pergi. Dia sendiri tidak menduga kalau Yoselin mengajaknya ke luar kota. Dia pikir tante Astin itu hanya akan bertamu ke rumahnya.“Jawab saja, siapa tau penting!” Keraguan Karely menjawab panggilan yang masuk ternyata menyita perhatian Yoselin. Apalagi wanita itu telah menutup obrolannya dan menyimpan ponselnya ke dalam tas. Senyum Yoselin membuatnya canggung. Senyum itu penuh pengertian dan sangat lembut menyentuh.“Halo, ada apa?” sapanya dengan mengecilkan volume suaranya.Karely menjawab panggilan Diedo denga
“Marlin, kita cari tempat makan sebelum pulang,” ucap Astin ketika mereka telah berada di dalam mobil.“Bolehkah aku memintamu langsung mengantar aku pulang saja? Aku sangat lelah,” ucap Karely.Karely sebenarnya buka wanita lemah. Bahkan saat dia harus lembur bekerja dan tidak tidur semalaman saja, dia masih bisa terlihat segar dan kuat. Kali ini, melakukan sesi foto prewedding ternyata membuatnya merasa lelah dan tidak bertenaga. Mungkin bukan karena kehabisan tenaga, melainkan pikiran dan hatinya yang lelah. Bukan juga karena Astin. Ada hal lain yang tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata dan pada siapa pun juga. Perlahan Astin memutar leher menoleh dan memperhatikan Karely dengan seksama. Melihat wajah lelah dan redup Karely, dia pun merasa iba dan kasihan. Ada rasa bersalah juga karena telah mmebuat Karely harus mengulang foto berkali-kali karena dia.“Aku akan mengantarmu pulang, tapi kita makan dulu sebelum pulang,” jawab Astin.Karely membalas tatapan Astin.“Aku rasa tidak p
"Tuan, letakkan tangan Anda pada pinggang nona Karely!" minta fotograper pada Astin.Beberapa kali fotograper meminta Astin bergaya natural, namun terlihat lebih mesra. Sayangnya, setiap kali diarahkan, Astin terlihat sangat kaku dan canggung. Bahkan tampak enggan melakukannya. Alhasil, dia pun harus menuntun tangan Astin dan meletakkan pada tubuh Karely sesuai dengan gaya yang diinginkan agar terlihat lebih mesra sebagai pasangan kekasih."Begini?" tanya Astin.Astin tampak sangat gugup dan canggung. Ini kali pertama dia sangat dekat dengan seorang wanita. Astin tidak pernah memegang pinggang wanita, apalagi bersikap mesra seperti sekarang ini. Jelas saja hal ini membuat dadanya berdebar hebat dan jantungnya berdegub sangat cepat. Bahkan tubuh Astin sampai gemetar."Lebih dekat lagi!" mintanya lagi saat Astin mulai memegang pinggang ramping Karely.Astin sedikit melangkah maju mendekatkan diri pada Karely sesuai dengan perintah fotograper. Seiring langkahnya mendekat, saat itu juga d
"Karely?" Astin kaget melihat Karely masih belum mengenakan pakaian pengantinnya.Karely sendiri juga kaget melihat pintu terbuka dan tiba-tiba Astin telah berdiri melihatnya, sedangkan dia sendiri baru mau beranjak dari duduk setelah bersedih karena mengingat kenangan bersama Ben, tunangannya."Karely, ada apa? Apa gaunnya tidak kamu sukai?" Astin melihat ada yang aneh dari Karely. Meski dia belum mengenalnya secara penuh, namun wajah murung Karely tidak bisa menipunya. Dia pikir karena Karely tidak menyukai model gaun yang dipilih oleh Yoselin."Oh, tidak. Aku menyukainya."Cepat-cepat Karely menampik pemikiran Astin. Dia juga segera berjalan mendekati salah satu gaun yang akan dia coba.Astin mengernyitkan kedua ujung alis, tidak mudah percaya mendengar jawaban Karely. Bagi mata Astin yang sudah terbiasa membaca hal kecil dari gestur tubuh musuh dan juga aura wajah, cara Karely menghindar sangat mudah terbaca."Aku hanya bingung, gaun mana yang harus
"Kenapa kamu tidak membiarkan aku menghajar pria brengsek itu?" Astin menatap tajam Karely.Karely semakin bingung. Dia tidak mengerti apa yang dikatakan Astin."Kamu mengenalnya?" Karely tidak bisa menahan untuk tidak bertanya. Dia ingin tau alasan Astin tiba-tiba memukul Deo, bahkan ingin menghajarnya. Tidak mungkin alasannya adalah cemburu karena dia tau dengan jelas Astin tidak mungkin memiliki perasaan padanya. Meskipun mereka akan menikah, apa yang dilakukan Astin tidak masuk akal.Astin membalas tatapan Karely. Cukup lama pandangan mereka saling beradu hingga akhirnya Astin menyugar wajahnya sendiri menggunakan kedua tangan sembari menghela napas panjang."Maafkan aku," ucapnya lirih, lalu berjalan dan duduk dengan kepala menunduk meredam emosi.Astin mulai bisa menguasai dirinya. Dia sendiri tidak tau kenapa tiba-tiba merasa marah melihat seorang pria tiba-tiba ingin memeluk Karely. Mungkin bila wajah dan ekspresi Karely biasa saja atau senang saat p
“Masuklah terlebih dahulu! Aku ada urusan sebentar, nanti aku akan menyusulmu," ucap Karely saat Astin mengajaknya keluar dari mobil.Astin terdiam menatapnya lekat dan menghentikan gerakan tubuhnya yang siap untuk keluar."Ingat! Kita ini calon suami-istri, jadi bersikaplah sedikit romantis dan manis padaku! Aku tidak mau orang tau kalau kita hanya sandiwara. Pernikahan kita pernikahan sungguhan, meski kontrak," balas Astin tidak suka mendengar perkataan Karely.Karely tertawa kecil mendengar perkataan Astin yang memintanya bersikap romantis dan manis."Ada yang lucu?" tanya Astin.Tawa Karely semakin terlihat jelas."Kamu yang lucu," jawabnya, lalu menghentikan tawa."Aku?" Astin menampakkan wajah binggung."Ya, kamu yang lucu. Sangat lucu!"Astin semakin bingung. Bahkan sesaat kemudian menunjukkan wajah sedikit kesal."Kamu menyuruh aku bersikap romantis dan manis? Bukankah dari kemarin kamu sendiri yang bersikap datar dan cuek padaku? Kena
“Tante, nanti kalau Tante tidak ikut dengan kami, terus aku harus bertanya pada siapa untuk mengetahui apakah gaun pengantin itu cocok untukku atau tidak?"“Ada Astin. Dia bisa memberi penilaian. Dia juga yang akan memberimu pujian.” Yoselin melemparkan pandang pada Astin.“Aku tidak yakin dengan seleranya, Tante,” ucapnya memberi lirikan remeh pada Astin.Tatapan Karely disambut dengan tatapan menyepelekan dan tajam oleh Astin."Kalau begitu, kamu tidak perlu bertanya padaku. Asal kamu tidak sedang tidur, bukankah seleramu lebih bagus, Nona?" sahut Astin menatap kesal atas sikap Karely yang meremehkan seleranya. "Kecuali bila kamu dalam keadaan tidur, aku tidak yakin," sambungnya memberikan sindiran. Bahkan terhias senyum tipis pada bibir Astin.Karely langsung terdiam. Sindiran yang diberikan Astin mengingatkan tentang kejadian semalam. Semalam kalau bukan karena Astin meninggalkannya untuk menjawab panggilan telepon dan membiarkan sendirian di ruangan sepi itu, tidak mungkin Karel
"Astin!" Karely menatap lekat Astin dengan tatapan kesal, namun berharap Astin bisa merayu dan berbicara pada Yoselin tentang hal ini."Tante atur saja!" ucap Astin mengabaikan Karely. Kembali pria itu bersikap tenang, bahkan sama sekali tidak melakukan bantahan atau protes."Baiklah. Kalau begitu aku dan Evan akan mengatur semuanya," balas Yoselin tersenyum senang. Dan kali ini benar-benar meninggalkan Astin berdua dengan Karely."Astin!" Karely mengepalkan tinju geram.Karely geram dan bergidik membayangkan rencana bulan madu yang Yoselin katakan. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan mereka lakukan saat bulan madu. Bahkan tidak pernah terbesit dalam pikirannya untuk melakukan hubungan intim dengan pria yang tidak dia cintai, apalagi mereka hanya menikah kontrak saja."Astin, kenapa kamu diam saja? Kenapa kamu?" Karely benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Astin. "Atau jangan-jangan kamu?" Lagi-lagi Karely tidak menyelesaikan perkataannya kar
"Nona Karely, nyonya Yoselin telah menunggu Anda untuk makan malam."Suara panggilan dan ketukan pintu membuat lamunan Karely buyar.Setelah terpuruk beberapa saat dalam kenangan bersama Ben dan papanya, akhirnya Karely bangkit dari tempat tidur dan merapikan diri, bersiap menemui Yoselin.Alangkah terkejutnya Karely saat berjalan mendekati ruang makan, ternyata di sana bukan hanya ada Yoselin saja, melainkan ada Astin.Astin baru sampai di mension beberapa menit lalu. Sebenarnya dia tidak ada rencana untuk datang ke tempat itu, tapi karena desakan Yoselin, mau tidak mau dia datang juga. Sebenarnya malam ini ada sebuah penggerebekan transaksi barang terlarang yang harus dia pimpin."Karely, cantik sekali!" puji Yoselin kagum melihat penampilan Karely.Karely berdiri beku. Bola matanya bergerak ke arah pria yang duduk dengan diam dan tenang, namun memiliki mata tajam nan dingin yang digunakan untuk menatapnya lekat. Bahkan bisa dikatakan tidak berkedip. Tiba-t
"Tante, itu makam siapa?"Yoselin mengarahkan pandang mengikuti arah tangan Karely. Bibirnya yang merah menyunggingkan sedikit senyum, lalu kembali melihat Karely."Makam itu masih kosong," jawab Yoselin."Oh ...." Bibir Karely membulat dengan anggukan kecil.Meski tidak paham, namun dia tidak akan memaksa Yoselin untuk menjelaskan. Karely menjaga sikap untuk tidak terlalu terlihat ingin tau dan ikut campur.Yoselin kembali meraih tangan Karely."Karely, suatu saat bila aku dan Astin meninggal nanti, kelak makam itu tepat istirahat kami yang terakhir," ucap Yoselin sembari membawa Karely berjalan meninggalkan makam.Karely dibuat terkejut mendengar perkataan Yoselin. Matanya membola menatap wanita di sampingnya.Melihat keterkejutan Karely, Yoselin hanya tersenyum."Bukankah setiap manusia akan meninggal?" sambung Yoselin. "Aku dan Astin tidak memiliki keluarga lain lagi selain mereka, maka selama kami masih hidup, tidak ada salahnya kami mempers