"Pria sialan!" umpat Karely tiba-tiba sembari masuk ke dalam mobil dan duduk dengan wajah kesal."Kamu memakiku?" Pria yang duduk di sebelahnya kaget mendengar umpatan Karely."Bukan kamu," sahut Karely jutek."Lalu?""Astin," jawab Karely masih tidak menghilangkan wajah kesal.Setelah selesai melakukan negosiasi dengan Astin tentang pernikahan mereka, Karely keluar dari rumah besar itu dan menghubungi Diego. Dia masih menyimpan rasa kesal karena telah dijebak oleh mamanya dan ternyata Astin benar-benar bukan orang miskin atau sederhana, dia pria kaya raya."Astin?" Diego hanya melihatnya sekilas lalu kembali fokus pada jalan"Ya.""Apa pria itu membuat masalah denganmu? Bukankah kamu hanya mengantar makanan untuknya?" Apa dia tidak menyukai masakan mamamu? Atau ... dia mengusirmu?"Diego menanggapi setengah bercanda sembari mulai mengendarai mobilnya meninggalkan rumah besar milik Astin."Kamu tau, Diego? Mama menyuruh aku datang ke rumah pria itu bukan karena memintaku mengantar maka
"Bagaimana?" Yoselin datang tiba-tiba mengejutkan Astin dan Marlin."Menurutmu?" Astin malah balik bertanya sembari merilekskan duduknya. Dia juga memberi isyarat pada Marlin untuk meninggalkan ruangan dan memberi waktu mereka berdua.Yoselin tersenyum. Ekor matanya melihat ke arah Marlin yang berjalan meninggalkan mereka."Aku lihat wanita itu cocok denganmu.""Kamu sudah menyelidiki gadis itu sebelumnya, untuk apa lagi mengadakan acara seperti ini?" Lagi-lagi Yoselin tersenyum."Kalau tidak, sampai kapan kamu akan bergerak? Sampai gadis itu diambil orang terlebih dahulu?"Astin bangkit dari duduknya, lalu berjalan menjauh menuju tepi ruang. Dengan kedua tangan bersembunyi pada saku celana, tubuhnya yang tegap altetis menghadap dunia luar.Untuk sesaat Astin memaku pandangnya, hingga akhirnya kembali memutar tubuh menghadap Yoselin."Gadis itu memang target, tapi aku tidak menyangka kamu dengan cepat bertindak."Lagi-lagi Yoselin tertawa. Wanita cantik itu pun berdiri dan berjalan m
"Karely, ponselmu bunyi," ucap Yoselin menyentuh tangan Karely.Setelah memberitahu Karely, Yoselin kembali melanjutkan obrolan dengan Astin. Sedangkan Karely sendiri membuka mata dan langsung melihat siapa yang menghubunginya di saat begini. Dia tidak langsung menekan tombol jawab karena panggilan itu dari Diego dan dia yakin temannya itu pasti menanyakan tentang keberadaannya karena saat dia pergi, Karely tidak memberitahu Diego ke mana dia akan pergi. Dia sendiri tidak menduga kalau Yoselin mengajaknya ke luar kota. Dia pikir tante Astin itu hanya akan bertamu ke rumahnya.“Jawab saja, siapa tau penting!” Keraguan Karely menjawab panggilan yang masuk ternyata menyita perhatian Yoselin. Apalagi wanita itu telah menutup obrolannya dan menyimpan ponselnya ke dalam tas. Senyum Yoselin membuatnya canggung. Senyum itu penuh pengertian dan sangat lembut menyentuh.“Halo, ada apa?” sapanya dengan mengecilkan volume suaranya.Karely menjawab panggilan Diedo denga
"Tante, bukankah ini makam?" Karely terkejut, ternyata Yoselin membawanya ke sebuah tempat yang menurutnya adalah sebuah pemakamam. Manik matanya tertuju pada ornamen-ornamen cantik yang bertengger indah menghiasi tempat itu dengan warna-warna yang berbeda."Ya. Ini adalah pemakaman keluarga kami," jawab Yoselin memperhatikan wajah terkejut Karely. "Ayo, aku kenalkan kamu pada mereka!" sambung Yoselin meraih tangan Karely dan menggandengnya.Karely masih tidak percaya dengan apa yang terjadi kali ini, hanya saja dia tetap mengikuti langkah Yoselin dengan perlahan. Pikirannya tiba-tiba kosong, tapi kacau. Tiba-tiba wajah Ben dan papanya melintas begitu saja dalam benaknya dan tiba-tiba juga Karely menghentikan langkah."Karely, ada apa?" Yoselin terkejut dan khawatir melihat wajah Karely berubah pucat.Karely masih terdiam. Untuk sesaat dia terhanyut dalam kesedihan terkenang dua pria yang sangat dicintainya. Perlahan matanya bergerak melihat Yoselin."Karely
"Tante, itu makam siapa?"Yoselin mengarahkan pandang mengikuti arah tangan Karely. Bibirnya yang merah menyunggingkan sedikit senyum, lalu kembali melihat Karely."Makam itu masih kosong," jawab Yoselin."Oh ...." Bibir Karely membulat dengan anggukan kecil.Meski tidak paham, namun dia tidak akan memaksa Yoselin untuk menjelaskan. Karely menjaga sikap untuk tidak terlalu terlihat ingin tau dan ikut campur.Yoselin kembali meraih tangan Karely."Karely, suatu saat bila aku dan Astin meninggal nanti, kelak makam itu tepat istirahat kami yang terakhir," ucap Yoselin sembari membawa Karely berjalan meninggalkan makam.Karely dibuat terkejut mendengar perkataan Yoselin. Matanya membola menatap wanita di sampingnya.Melihat keterkejutan Karely, Yoselin hanya tersenyum."Bukankah setiap manusia akan meninggal?" sambung Yoselin. "Aku dan Astin tidak memiliki keluarga lain lagi selain mereka, maka selama kami masih hidup, tidak ada salahnya kami mempers
"Nona Karely, nyonya Yoselin telah menunggu Anda untuk makan malam."Suara panggilan dan ketukan pintu membuat lamunan Karely buyar.Setelah terpuruk beberapa saat dalam kenangan bersama Ben dan papanya, akhirnya Karely bangkit dari tempat tidur dan merapikan diri, bersiap menemui Yoselin.Alangkah terkejutnya Karely saat berjalan mendekati ruang makan, ternyata di sana bukan hanya ada Yoselin saja, melainkan ada Astin.Astin baru sampai di mension beberapa menit lalu. Sebenarnya dia tidak ada rencana untuk datang ke tempat itu, tapi karena desakan Yoselin, mau tidak mau dia datang juga. Sebenarnya malam ini ada sebuah penggerebekan transaksi barang terlarang yang harus dia pimpin."Karely, cantik sekali!" puji Yoselin kagum melihat penampilan Karely.Karely berdiri beku. Bola matanya bergerak ke arah pria yang duduk dengan diam dan tenang, namun memiliki mata tajam nan dingin yang digunakan untuk menatapnya lekat. Bahkan bisa dikatakan tidak berkedip. Tiba-t
"Astin!" Karely menatap lekat Astin dengan tatapan kesal, namun berharap Astin bisa merayu dan berbicara pada Yoselin tentang hal ini."Tante atur saja!" ucap Astin mengabaikan Karely. Kembali pria itu bersikap tenang, bahkan sama sekali tidak melakukan bantahan atau protes."Baiklah. Kalau begitu aku dan Evan akan mengatur semuanya," balas Yoselin tersenyum senang. Dan kali ini benar-benar meninggalkan Astin berdua dengan Karely."Astin!" Karely mengepalkan tinju geram.Karely geram dan bergidik membayangkan rencana bulan madu yang Yoselin katakan. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan mereka lakukan saat bulan madu. Bahkan tidak pernah terbesit dalam pikirannya untuk melakukan hubungan intim dengan pria yang tidak dia cintai, apalagi mereka hanya menikah kontrak saja."Astin, kenapa kamu diam saja? Kenapa kamu?" Karely benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Astin. "Atau jangan-jangan kamu?" Lagi-lagi Karely tidak menyelesaikan perkataannya kar
“Tante, nanti kalau Tante tidak ikut dengan kami, terus aku harus bertanya pada siapa untuk mengetahui apakah gaun pengantin itu cocok untukku atau tidak?"“Ada Astin. Dia bisa memberi penilaian. Dia juga yang akan memberimu pujian.” Yoselin melemparkan pandang pada Astin.“Aku tidak yakin dengan seleranya, Tante,” ucapnya memberi lirikan remeh pada Astin.Tatapan Karely disambut dengan tatapan menyepelekan dan tajam oleh Astin."Kalau begitu, kamu tidak perlu bertanya padaku. Asal kamu tidak sedang tidur, bukankah seleramu lebih bagus, Nona?" sahut Astin menatap kesal atas sikap Karely yang meremehkan seleranya. "Kecuali bila kamu dalam keadaan tidur, aku tidak yakin," sambungnya memberikan sindiran. Bahkan terhias senyum tipis pada bibir Astin.Karely langsung terdiam. Sindiran yang diberikan Astin mengingatkan tentang kejadian semalam. Semalam kalau bukan karena Astin meninggalkannya untuk menjawab panggilan telepon dan membiarkan sendirian di ruangan sepi itu, tidak mungkin Karel