Share

Hari pertama bekerja

Penulis: Lia Scorpio
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-14 13:21:52

Intan duduk termenung di dalam kamarnya. Pada dasarnya, Intan bukanlah seorang gadis yang lemah, apalagi jika itu hanya urusan percintaan. Hanya saja, kekecewaan yang mendalam atas dasar nama 'persahabatan' membuat Intan merasa dibohongi mentah-mentah. Kalau untuk Panji sendiri, benar yang dikatakan sang ayah. Batu kerikil memang harus dibuang, karena akan menyulitkan dalam langkah ke depan.

"Sepertinya aku harus bekerja untuk melupakan kejadian kemarin. Berlarut-larut seperti ini juga tidak akan mengubah apapun. Toh, kuliahku juga hanya menunggu wisuda saja." batin Intan, memikirkan sesuatu.

Keputusannya sudah bulat, Intan bergegas keluar dari kamarnya mencari keberadaan sang ayah. Ayah Intan merupakan salah satu pemilik perusahaan besar yang terkenal di bidangnya. Sifat keras kepala dan pantang menyerah, Intan turuni dari sifat sang ayah.

"Yah, Intan mau bicara," ucap Intan, duduk di samping sang ayah.

"Bicara apa, Tan? Sepertinya serius?" tanya ayah Intan, menghentikan kegiatannya.

"Iya Yah. Intan mau bekerja," sahut Intan, tanpa keraguan mengucapkannya.

"Bekerja? Kuliah kamu bagaimana? Ayah masih sanggup membiayai hidup kamu, kenapa harus bekerja disaat kamu sedang mengenyam pendidikan?" Ayah Intan sedikit tidak suka mendengar kemauan Intan.

"Bukan masalah Ayah sanggup atau tidaknya. Intan hanya ingin belajar mandiri saja. Toh, kuliah Intan juga sudah hampir selesai," ujar Intan, mencoba meyakinkan sang ayah.

"Apa benar hanya karena itu? Ayah tau benar kamu bagaimana Tan. Jujur saja, jangan berbohong!" ucap ayah Intan, membuat Intan langsung terdiam.

"Hem, sebenarnya Intan hanya ingin melupakan kejadian itu saja. Kalau bekerja, Intan pasti ada kesibukan lain, jadi tidak perlu memikirkan sesuatu yang tidak penting lagi," Pada akhirnya Intan mengatakan yang sejujurnya.

"Bilang dong dari tadi. Ayah sependapat dengan kamu. Yang tidak penting, tidak perlu dipikirkan lagi. Kalau kamu benar-benar mau bekerja, besok pagi ikut Ayah ke kantor!" ujar ayah Intan, dengan santainya.

"Yah, Intan tidak mau bekerja di kantor Ayah. Intan mau bekerja di perusahaan yang Intan mau. Kalau di kantor Ayah, ya percuma. Intan mau memulainya dari nol sendiri," tolak Intan.

"Terus kamu mau kerja di mana? Apa kamu yakin mau memulainya dari nol? Itu tidak mudah Tan, apalagi ini dunia bisnis. Jabatan dan harga diri jadi taruhannya. Apalagi untuk kamu yang masih baru dan terlalu muda. Akan sangat sulit untuk bisa mencapainya," Ayah Intan mencoba menasihati sang putri.

Intan terdiam. Yang dikatakan ayahnya memang benar adanya. Semuanya tidak akan mudah, apalagi ijazahnya masih belum keluar. Untuk mendapatkan posisi yang tidak terlalu rendah pasti akan sangat sulit.

"Begini saja Yah. Ayah kan seorang pengusaha, berhubung ijazahku juga belum keluar. Ayah bantu Intan, ya! Tapi, Ayah minta tolong sama bawahan Ayah saja, Intan mau melamar di PT. LM," usul Intan.

"LM? Maksud kamu Lingga Mahendra? Apa kamu berani?" tanya ayah Intan, terkejut mendengar keinginan sang putri.

"Berani? Memangnya kenapa Yah?" Bukannya menjawab, Intan malah balik bertanya.

"Ya, tidak ada apa-apa. Hanya saja pemilik perusahaan itu orangnya tegas dan disiplin. Kamu saja bangun kesiangan terus, kalau terlambat bisa kena omel kamu nanti," ujar ayah Intan.

"Hem, Intan kira kenapa. Kalau masalah bangun pagi sih gampang. Kan ada alarm ponsel atau jam, jadi Intan pasti tidak akan kesiangan. Tolong ya, Yah! Satu lagi, identitas Intan sebagai putri Ayah, jangan sampai ketahuan!" pinta Intan.

"Hem, iya, iya. Nanti Ayah bicarakan dengan Dermawan, kebetulan Dermawan juga sering ke perusahaan itu mengurus berkas penting," Ayah Intan akhirnya menyetujui.

***

Dua hari setelah Intan mengutarakan keinginannya pada sang ayah. Akhirnya Intan diterima juga bekerja di perusahaan milik Lingga Mahendra. Memiliki orang dalam, memang sangat memudahkan dalam segala hal, apalagi untuk masalah pekerjaan. Intan tidak perlu repot-repot mengurusnya, hanya langsung turun dan bekerja dengan baik saja.

"Bun, Yah, Intan berangkat dulu!" pamit Intan, terlihat rapi dengan pakaian kerjanya.

"Kamu jadi kerja Tan? Apa kamu tidak capek nanti?" tanya sang bunda, sedikit keberatan.

"Sudahlah Bun, jangan memanjakan Intan seperti itu! Intan sekarang sudah besar, sudah dewasa. Yang namanya kerja itu pasti capek. Tidak capek badan, ya capek pikiran," ujar ayah Intan.

"Ya, Bunda juga tau itu. Tapi kan, Intan ini masih terlalu muda untuk kerja, kuliah juga belum benar-benar selesai. Apa dia bisa mengerjakan semuanya nanti?" sahut bunda Intan, masih meragukan.

"Bunda tenang saja. Benar kata Ayah, Intan sudah besar. Di luar sana, jangankan seumuran Intan. Yang usianya jauh di bawah Intan saja sudah banyak yang kerja. Masalah bisa atau tidak, nanti Intan akan belajar," Intan berusaha meyakinkan sang bunda.

"Sudahlah, berangkat sana Tan! Nanti kamu telat, ingat kata Ayah. Pak Lingga orangnya disiplin, jangan membuat kesalahan di sana!" ujar ayah Intan.

Setelah mendapatkan ijin dari kedua orang tuanya. Intan bergegas berangkat kerja. Ini hari pertamanya. Dalam hatinya, Intan berjanji akan bekerja sungguh-sungguh.

"Aku harus menyibukkan diri dan pikiranku hari ini. Aku harus melupakan semuanya, dan membuat hatiku senang lagi. Tenang Intan, mati satu tumbuh seribu. Siapa tau nanti di tempat kerja aku ketemu cowok baik," batin Intan, menyemangati dirinya sendiri.

Lima belas menit berlalu, Intan akhirnya tiba juga di tempat kerjanya yang baru. Sebuah perusahaan yang tak kalah besar dengan perusahaan milik ayahnya, Intan mulai turun dari mobil pribadinya. Sedikit merapikan penampilannya, kemudian melanjutkan langkahnya memasuki area dalam kantor.

"Permisi Mbak, saya Intan Sasmita. Saya karyawan baru di perusahaan ini," ujar Intan memperkenalkan diri ke salah satu staf di bagian resepsionis.

"Oh Intan, karyawan baru? Terus, kenapa kenalan sama saya? Kenapa tidak langsung ke ruangan kamu saja?" ketus wanita yang kini diajak Intan bicara.

Intan memutar bola matanya malas. Kalau saja ini bukan hari pertamanya bekerja, Intan sudah pasti akan membalas perlakuan staf wanita di depannya. "Saya kan masih baru, jadi saya tidak tau di bagian mana saya kerja. Saya ke sini mau tanya, di mana ruangan pak Presdir?" sahut Intan.

"Hah? Kamu mau cari ruang pak Presdir? Apa tidak salah? Memangnya kamu kerja di bagian mana? Apa sepenting itu, sampai berani ke ruang presdir?" sindir staf resepsionis.

"Jadi saya harus ke mana?" tanya Intan, emosinya benar-benar harus di uji kali ini.

"Tunggu sebentar! Saya hubungi pak Agung dulu," sahut staf itu, terlihat sibuk memainkan telepon kantor.

Tak lama menunggu, akhirnya Intan diminta untuk pergi ke ruangan sang asisten presdir. Dengan cepat Intan pergi meninggalkan meja resepsionis. Berlama-lama berada di sana, Intan merasa tidak betah sama sekali.

Bab terkait

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Presdir gila

    Intan berjalan melewati beberapa karyawan yang berlalu lalang sibuk dengan urusan masing-masing. Setibanya Intan di ruang asisten bernama pak Agung. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, tangannya terkepal dan terangkat mengetuk pintu ruangan. "Masuk!" Suara bariton terdengar dari dalam ruangan, memerintahkan Indah. Perlahan pintu ruangan terbuka. Intan yang mengira asisten presdir itu tua, hanya bisa melongo tak percaya. Tua? Bahkan wajahnya jauh dari kata itu. Seorang pria tampan dan penuh wibawa menatap Intan dengan tatapan datar. Intan sempat tertegun menatap sang asisten, sampai suara bariton itu mempersilahkan Intan duduk. "Silahkan Nona Intan!" Intan terkesiap malu. Wajahnya sedikit memerah, lalu duduk di kursi tepat di depan sang asisten. "Saya akan menjelaskan tugas dan jabatan nona Intan. Berhubung sekretaris pak Presdir baru saja memundurkan diri. Pak Presdir tidak memiliki sekretaris sekarang ini. Saya akan menempatkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-14
  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Perjalanan menuju Lombok

    Intan kembali ke ruang kerjanya. Baru hari pertama bekerja, Intan sudah mengalami kesulitan. Memang benar dengan dirinya bekerja, Intan mulai melupakan pengkhianatan mantan kekasih dan sahabatnya. Namun, masalah lain justru datang dari atasannya sendiri. 'Apa aku harus ikut ke Lombok? Aku kan baru bekerja, belum terlalu kenal dan tau bagaimana presdir di perusahaan ini. Kalau ternyata dia presdir mesum, bagaimana?' batin Intan, bergidik ngeri membayangkan hal itu. Dirasa ragu dan takut, akhirnya Intan menghubungi sang ayah. Cukup lama panggilan Intan masuk, akhirnya tersambung juga. "Ada apa Ntan? Kenapa nelepon Ayah? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya sang ayah. "Intan bingung Yah, semuanya sih baik-baik saja," jawab Intan. "Bingung kenapa? Ceritakan pada Ayah!" "Tadi kan Intan menghadap pak Presdir. Katanya besok, Intan harus ikut pergi ke Lombok karena ada jadwal di sana. Ini kan hari pertama Intan bekerja, masa iya s

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-15
  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Tidur berpelukan

    Perjalanan yang ditempuh harusnya hanya delapan jam, kini harus di luar dari perkiraan, karena ada kesalahan. Intan dan Lingga akhirnya tiba di hotel yang mereka tuju menjelang tengah malam. Hotel mulai terlihat sepi, hanya ada satu atau dua orang saja yang berjalan melewati meja resepsionis. Lingga menarik tangan Intan menuju meja resepsionis untu memesan kamar. "Permisi Mbak! Saya mau pesan dua kamar," ujar Lingga. "Maaf sekali Pak, kamar yang tersisa hanya sisa satu," sahut resepsionis itu, menangkupkan kedua tangannya di dada. "Hanya ada satu kamar? Apa tidak ada kamar lain lagi?" tanya Lingga, tidak percaya. "Maaf Pak, tidak ada," jawab resepsionis itu lagi. "Hotel sebesar ini, masa iya tidak ada kamar lagi, Mbak?" Kali ini Intan yang bertanya, menurut Intan mustahil jika kamar hanya tersisa satu saja. "Maaf Mbak, memang hanya sisa satu. Dikarenakan banyak sekali kunjungan ke tempat wisata, dan ini adalah satu-sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-15
  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Bos mesum

    Seusai keluar dari kamar mandi, Intan duduk di atas tempat tidur dengan beberapa alat make up di depannya. "Aku tidak terbiasa memakai make up, terus, bagaimana cara memakainya? Kalau tidak pakai make up, nanti pasti terlihat pucat," Intan bermonolog sendiri, bingung. "Tidak usah memakainya kalau tidak bisa! Yang ada, kamu nanti akan terlihat seperti badut mampang yang ada di trotoar," ejek Lingga, yang baru saja keluar kamar mandi. Intan menoleh ke arah Lingga, tanpa sadar langsung menutup matanya. "Bapaak! Kenapa keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk saja?" jerit Intan. Lingga memperhatikan tubuhnya sendiri di kaca kamar itu. "Hei! Tidak perlu menjerit seperti itu! Memangnya apa salahnya? Saya ini pria, jadi ini hal wajar saja. Lain lagi kalau kamu yang seperti ini. Dasar aneh! Apa kamu tidak pernah melihat badan pria lain sebelumnya?" "Cepat masuk ke kamar mandi lagi! Gunakan pakaian Bapak dulu, baru keluar. Bisa-bisa ternoda mata suci saya ini. Y

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-20
  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Diancam dipecat

    Intan yang tadinya merasa lapar, kini tidak berselera lagi untuk kembali ke restauran tempat Lingga berada. Intan memutuskan kembali ke kamarnya. "Baru satu hari di sini, berarti masih ada sisa enam atau tujuh hari lagi. Apa aku bisa bertahan selama itu, apalagi satu kamar dengan bos gila seperti dia," gumam Intan, duduk membelakangi pintu kamar. "Siapa yang kamu sebut bos gila? Kamu mengatai saya di belakang?" tanya Lingga, entah dari mana dan kapan munculnya. Mendengar suara Lingga, sontak Intan berbalik. "Bapak? Ka-kapan Bapak kembali?" tanya Intan, menepuk keningnya sendiri. "Kapan saya kembali, itu tidak penting. Ternyata kamu memang suka membuat masalah, ya? Masalah yang sebelumnya saja, sudah membuat kamu mau dipecat, sekarang membuat masalah baru. Apa kamu mau dipecat sekarang?" tanya Lingga, perlahan mendekati Intan. Intan memundurkan posisi duduknya. "Berhenti Pak! Bapak mau a-apa?" Wajah Intan sudah ketakutan. "Saya mau apa? Itu terser

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-21
  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Bertemu seseorang

    Lingga bergegas keluar dari kamar, pintu yang tadinya terbuka, kini terlihat kosong. "Tidak ada orang? Lalu, siapa yang membuka pintu tadi?" Lingga nampak mengerutkan keningnya. "Apa ini ulah gadis itu? Tapi, gadis itu tidak terlihat di mana pun," lanjut Lingga, terus bermonolog sendiri. Lama Lingga berdiri di depan pintu kamar. Intan yang merasa kondisi sudah mulai aman, melangkah santai menghampiri Lingga. "Sedang apa Pak?" tanya Intan, bersikap biasa saja. Lingga menatap tajam Intan, matanya terus menelisik gadis yang kini berdiri di depannya. "Dari mana saja kamu? Apa tadi kamu sempat kembali?" "Dari makan Pak. Kembali ke mana maksud Bapak?" tanya Intan, pura-pura tidak mengerti. "Tidak ada apa! Lupakan saja! Sekarang bersiap, kita akan ke perusahaan Giant Super!" Lingga memilih masuk ke kamar lebih dulu. 'Sepertinya gadis itu tidak tau apa-apa. Mungkin benar bukan dia pelakunya.' batin Lingga. Intan tersenyum penuh kemenangan. Sandi

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Intan berbohong

    Intan menelan air liurnya kasar. 'Aduh, kenapa ayah bisa ada di sini? Bisa gawat ini. Semoga ayah tidak menyapa aku,' batin Intan. Meeting yang dilaksanakan oleh para petinggi perusahaan akhirnya usai juga. Disaat Lingga sedang sibuk berbincang dengan para relasi bisnisnya, Intan milih untuk mendekati sang ayah. "Yah, kenapa Ayah bisa ada di tempat ini juga? Kemarin, waktu Intan bilang akan pergi, Ayah tidak mengatakan apa-apa," tanya Intan. "Ayah sengaja, Ayah mau melihat langsung kinerja kamu bagaimana? Apa sudah pantas, jika nanti harus menggantikan Ayah. Bagaimana kabar bos kamu? Apa dia memarahi kamu selama di sini?" tanya sang ayah. Intan melirik Lingga yang berada jauh, lalu kembali lagi menatap sang ayah. "Pak Lingga baik kok, Yah. Dia tidak memarahiku. Yah, nanti jangan bilang siapa-siapa, ya!" pinta Intan. "Bilang apa?" Ayah Intan mengerutkan keningnya bingung. "Itu Yah, jangan bilang kalau aku ini putri Ayah!" bisik Intan. "Iya, ga

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-24
  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Naik Angkot

    Lingga berjalan ke sana ke sini mencari keberadaan sekretaris magangnya--Intan. Lama mencari, akhirnya Intan ditemukan juga. Intan masih berdiri mematung di tempatnya. Walaupun sang ayah sudah lama pergi, tetap saja penyesalan itu membuat Intan tidak bisa beranjak dari tempatnya. "Kamu di sini? Dari tadi saya cari ke mana-mana, ternyata santai di sini!" omel Lingga, memegang pundak Intan. Intan tersadar, kemudian menormalkan ekspresi wajahnya. "Ada apa Pak?" tanya Intan, berbalik ke arah Lingga. "Ada apa kamu tanya? Dari tadi saya bicara panjang lebar, kamu cuma tanya itu? Keterlaluan sekali kamu," Wajah Lingga memerah menahan emosi. "Apa meetingnya sudah mau dimulai Pak?" tanya Intan, mengalihkan pembicaraan. Tangan Lingga terkepal menahan emosi. "Tidak jadi meeting, saya mau kembali ke hotel saja. Kamu berdiri di sini saja, tidak usah ikut!" geram Lingga, melenggang pergi meninggalkan Intan yang menatapnya bingung. "Bos mesum itu kenapa? Marah?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-30

Bab terbaru

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Terkurung di kantor

    Agung masuk tanpa persetujuan Lingga. Asisten pribadi Lingga itu langsung menghampiri keduanya yang sudah tertangkap basah ingin berciuman. "Gila, ini kantor Bos," ledek Agung. Intan langsung mendorong Lingga menjauh. Wajahnya memerah menahan malu. Tanpa mengatakan atau membela diri, Intan bergegas keluar dari ruangan Lingga. "Kenapa kamu masuk tidak ketuk pintu dulu?" Lingga menatap tajam Agung yang terlihat santai "Aku sudah mengetuknya, kamu saja yang tidak dengar. Saking fokusnya ingin berciuman, kamu sampai tidak tau," sindir Agung, menyerahkan satu map berwarna coklat kepada Lingga. "Ini jadwal kamu besok sampai satu minggu ke depan, aku hanya mau menyerahkan ini saja," lanjut Agung, tersenyum mengejek. Lingga tidak menerima map itu, hanya matanya yang melirik sinis. "Kamu hanya memberikan ini saja? Cepat keluar sana! Lain kali, kalau mau masuk, ketuk pintu dulu!" usir Lingga, mendorong tubuh Agung, menuju pintu. Agung terkekeh mendapa

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Hampir berciuman

    Intan duduk termenung di kursinya. Kata-kata Agung membuatnya bingung. "Masa iya di kantor besar seperti ini ada kodok sih? Apa benar? Terus, dari mana Pak Agung tau, kalau tuh kodok berjenis betina?" "Aku seperti orang bodoh saja memikirkan ini. Apa jangan-jangan, pak Agung membohongi aku?" lanjut Intan bermonolog sendiri.Sibuk dengan pemikirannya. Telepon kantor di ruangannya berdering. Dengan tergesa-gesa Intan meraih gagang telepon di atas mejanya. "Hello selamat pagi, di sini Intan Sasmita, sekretaris dari perusahaan Lingga Mahendra," "Tidak perlu diberitahu! Cepat keruangan saya sekarang!" titah seorang pria, yang tidak lain adalah Lingga. Intan langsung meletakkan kembali gagang telepon ke tempat asalnya. "Huh, ternyata bos gila itu. Sudah bicara lembut, ternyata bukan orang penting yang menelepon," umpat Intan, dengan malas beranjak dari duduknya. Intan berjalan gontai menuju ruangan Lingga. Terlalu malas jika harus bertemu atasan yang selalu s

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Kodok betina

    Dengan sangat terpaksa Lingga hanya bisa menuruti kemauan Agung saja untuk tidak memotong gajinya. Ancaman dari asistennya itu, benar-benar membuat Lingga tak berdaya. "Sana keluar! Kerja yang benar, awas saja kalau ada yang salah!" "Kamu tenang saja Bos, semua kerjaan aman di tangan asisten handal seperti aku," sahut Agung, dengan penuh percaya diri. "Eh, tapi apa Bos yakin, tidak mau melihat sekretaris baru yang sesuai kriteria perusahaan?" tanya Agung, menggoda Lingga. "Keluar atau aku pecat kamu!" Lingga benar-benar dibuat kesal pagi ini. Agung langsung berlari keluar dari ruangan Lingga sambil terus tertawa. Mengerjai atasan itu, benar-benar ada kebahagiaan tersendiri, apalagi atasan yang seperti Lingga. Lingga melemparkan pena ke arah pintu yang baru saja Agung tutup, lalu memutarkan kursinya ke arah belakang. "Aduh!" Intan mengusap keningnya yang sakit. Mendengar suara yang familiar, Lingga langsung memutar kembali kursinya menghadap

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Mencari Intan

    Tak jauh berbeda dengan Intan. Lingga hanya bisa berbohong untuk saat ini. Tidak mungkin dirinya menceritakan kejadian saat di kamar mandi, saat dirinya tidak sengaja memegang satu diantara gunung kembar milik Intan karena lampu padam. "Bukannya tidak mencari kamar lain Ma, tapi saat itu memang semua kamar sedang penuh. Mama dan Papa kan tau sendiri kota itu bagaimana? Kota itu tempat wisata, pasti banyak yang datang," jelas Lingga, memberi alasan yang masuk akal. "Banyak alasan kamu Ga. Memangnya di kota itu cuma ada satu hotel saja? Masih banyak hotel lainnya, belum lagi penginapan, tidak mungkin semuanya penuh. Kalau mau memberi alasan, yang masuk akal sedikit. Memangnya kamu pikir, Mama dan papa ini bodoh?" omel sang mama. "Sudahlah Ma, semuanya juga sudah terlanjur. Tapi, kamu benar-benar tidak melakukan apa-apa kan, Ga? Jangan macam-macam kamu Ga! Reputasi kamu bisa hancur kalau sampai punya skandal dengan sekretaris. Itu juga akan ber

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Alasan Lingga

    Cukup lama Intan terdiam, gadis bermanik hitam itu akhirnya mendongakkan kepalanya. "Tidak Yah, Intan memang sempat masuk ke kamar pak Lingga waktu itu. Tapi bukan karena tidur satu kamar. Ada berkas yang Intan ambil untuk persiapan meeting," ujar Intan berbohong. Sang ayah menghela nafas lega. "Syukurlah kalau begitu. Kalau sampai kalian tidur satu kamar, Ayah pastikan kalian menikah saat itu juga," sahut ayah Intan. Intan menelan air liurnya kasar. "Ah, Ayah, tidak mungkin Intan satu kamar," "Hem, iya. Besok kamu mulai masuk kerja lagi? Apa kamu betah kerja di sana?" tanya ayahnya. "Betah kok Yah, besok Intan kerja lagi. Memangnya kenapa Yah?" "Baguslah kalau kamu betah. Kalau tidak betah, kamu kerja di perusahaan Ayah saja. Tidak kenapa-kenapa sih, Ayah cuma khawatir saja. Apa kamu tidak mendengar berita di kantor itu, bagaimana Lingga memimpin. Ada banyak karyawan dan sekretaris yang dia pecat, karena ti

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Intan diinterogasi ayahnya

    Tak terasa, pekerjaan luar kota Lingga dan Intan akhirnya selesai. Setelah kejadian pegang memegang beberapa hari lalu, Intan seolah menjaga jarak, walaupun Lingga beberapa kali meledeknya. "Kamu kenapa sekarang pendiam sekali? Apa kamu masih marah karena kejadian itu?" tanya Lingga, merasa tidak nyaman diabaikan. Intan menggeleng sambil membenahi kopernya. "Saya sudah melupakan kejadian itu. Jadi, saya mohon jangan diungkit lagi! Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa!" Kopernya sudah siap, Intan berdiri memegang kopernya. "Saya sudah siap," ujar Intan, sudah tidak sabar ingin segera pulang. Lingga tidak melanjutkan percakapannya lagi. Tanpa mengatakan apa-apa, Lingga langsung berjalan menyeret koper besar miliknya keluar dari kamar hotel. Perjalanan pulang kali ini tidak terlalu lama seperti saat mereka datang. Keduanya sudah sampai di bandara, menunggu pesawat yang membawa mereka sebentar lagi berangkat. "Apa kita makan dulu?" tanya Lingga,

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa    Teringat sentuhan Intan

    Lingga sudah berpakaian, walaupun pakaiannya terlihat acak-acakan. Genggaman tangan Intan di area terlarangnya masih belum bisa Lingga lupakan. Darahnya seakan mendidih mengingat setiap sentuhan itu. Intan yang merasa kesal telah dituduh oleh Lingga, menyusul keluar kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk. "Bapak keterlaluan!" Suara Intan terdengar nyaring, matanya menatap tajam Lingga. "Siapa yang keterlaluan? Jangan asal bicara kamu! Kamu yang bersalah, kenapa kamu yang marah?" Balas Lingga, menatap Intan tak kalah sengit. "Kenapa jadi saya? Sudah jelas-jelas Bapak yang masuk ke kamar mandi. Bapak sengaja melakukan ini? Apa begini cara atasan seperti Bapak memperlakukan bawahannya? Mengambil kesempatan dalam kesempitan?" cecar Intan. Lingga melangkah mendekati Intan. Merasa takut Lingga melakukan hal yang tak senonoh lagi. Intan dengan sigap memundurkan langkahnya. "Mau apa? Jangan macam-macam Pak!" Wajah Intan terlihat menegang. "Siapa yang mau

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Menyentuh benda pusaka

    Intan berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam kamar hotel. Dikerjai oleh sang atasan saat suasana hatinya sedang kacau, membuatnya kesal setengah mati. "Hei, sekretaris magang!" Panggil Lingga, tidak terima dirinya diabaikan. Intan menghentikan langkahnya menoleh ke arah Lingga. Tatapan matanya tajam. "Saya punya nama Pak!" sentak Intan, masih dalam suasana kesal. "Oh iya, saya lupa nama kamu. Kamu kenapa jalannya cepat begitu? Kebelet pipis atau buang air besar?" ledek Lingga, padahal dirinya tau benar kalau Intan sedang dalam kondisi marah karena keusilannya di parkiran restauran tadi. Intan mendengus kesal. "Memangnya kalau jalan cepat harus itu alasannya?" ketus Intan, memilih masuk daripada harus berdebat. Lingga terkekeh memandang punggung Intan yang semakin menjauh. Setelah bertemu dengan Intan, sifatnya yang dulu dingin dan terkesan cuek pada wanita, kini berangsur hilang. "Sepertinya aku ada mainan baru. Kalau begini ceritanya, seharian di

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Karma lebih cepat

    Intan berusaha mengejar langkah Lingga yang lumayan cepat. Entah apa yang sedang ada dipikiran Lingga, hingga dengan mudahnya membatalkan kerjasama, hanya karena permasalahan Intan--sang sekretaris magang. "Pak, tunggu sebentar!" Panggil Intan, nafasnya sudah mulai tersengal. Lingga terus berjalan, walaupun tidak berhenti. Tapi, Lingga memilih memperlambat langkahnya sampai Intan bisa menyusul. "Ada apa?" tanya Lingga. "Bapak yakin mau membatalkan kerjasamanya? Bukannya tadi Bapak bilang ini penting?" tanya Intan, kali ini langkahnya sudah sejajar. "Tidak perlu membahas masalah itu lagi. Saya sudah membatalkannya, dan tidak mau membahasnya," "Tapi, kenapa Pak? Apa semua ini gara-gara kejadian kemarin? Apa semua ini karena saya, Pak?" Intan merasa bersalah, sebab karena dirinya, Lingga harus membatalkan kerja sama penting. Seketika Lingga menghentikan langkahnya. "Jangan terlalu percaya diri jadi orang! Saya membatalkan kerjasama ini, b

DMCA.com Protection Status