Suasana di rumah sakit itu menjadi kian mencekam. Orang-orang yang berlalu-lalang di lorong bahkan selalu menoleh ke arah mereka berempat dengan tatapan penuh keingintahuan yang besar. Seakan-akan mereka siap menebar gosip ke berbagai kalangan. “Dua petinggi perusahaan besar sedang bertengkar di rumah sakit!”“Katanya mereka saling tuduh selingkuh!”Kemungkinan, gosip itulah yang akan keluar dan menyebar dari satu mulut ke mulut yang lainnya. Tak perlu menunggu lama hingga gosip itu pada akhirnya akan tercium media dan kembali viral di berbagai sosial media.Noah sudah memikirkan segala kemungkinan buruk itu, tetapi ia tetap tak bisa menahan dirinya untuk bersikap tenang. Lagipula, siapa yang bisa tenang jika kau melihat istrimu keluar dari ruang pemeriksaan kehamilan dengan lelaki lain?“Noah, dengarkan aku. Ini semua tak seperti yang kau pikirkan,” ucap Ivy. Ivy berusaha meredakan ketegangan yang ada dengan menernagkan Noah. Akan tetapi, amarah Noah suda menjadi bara api yang berk
Saat Ivy membuka mata, ia disambut dengan senyuman Noah. Ia cukup terkejut dan langsung memundurkan tubuhnya, tetapi Noah menahan kepalanya hingga ia tak berkutik.“Kenapa kau terkejut begitu? Seperti tak pernah tidur denganku saja,” keluh Noah dengan mencebikkan bibirnya. “Kita sudah lama tak tidur bersama. Aku jadi tak terbiasa melihat wajahmu saat bangun tidur,” balas Ivy. Wajah Noah makin keruh mendengar alasan Ivy. Lengannya pun makin merangkul Ivy agar tenggelam dalam pelukannya.“Kalau begitu biasakan lagi. Kau harus terbiasa menyambut wajahku tiap bangun tidur,” tukas Noah. Ivy mendengus. “Kita bahkan akan bercerai. Untuk apa aku melakukannya?”“Ivy!”Noah merajuk. Ivy tersenyum geli karena sekarang dia terlihat seperti anak kecil. Ah, sisi Noah yang seperti ini memang selalu menyenangkan untuk dilihat.“Buktikan dulu kalau kau memang tak bersalah, maka aku akan tetap di sini,” ucap Ivy pada akhirnya. Noah mengangguk. Tangannya kembali menarik Ivy yang sudah menjauh agar k
Noah menekan bel rumah Ezra selama dua kali, tetapi tak pintu itu tak kunjung terbuka. Ia mulai berpikir, apakah Ezra memang tidak ada di rumah atau sengaja tak ingin menemuinya. “Kucoba sekali lagi,” gumam Noah. Ketika Noah ingin menekan bel sekali lagi, pintu rumah Ezra sudah terbuka lebih dulu. Ezra keluar dengan wajah yang penuh plester karena luka yang Noah berikan sewaktu di rumah sakit. “Kenapa kau di sini? Mau memukulku lagi?” tanya Ezra dengan kesal. Noah menggaruk tengkuknya salah tingkah, sekaligus merasa bersalah.“Aku datang ingin meminta maaf,” ucapnya. Ezra merotasikan bola matanya dengan malas, lalu membuka pintu rumahnya semakin lebar sebagai tanda bahwa ia menerima Noah masuk ke rumahnya. “Rumahmu ternyata lebih sepi,” komentar Noah. Ezra mengambil duduk di sofa dan menyandarkan kepalanya dengan malas di sofa. “Hm. Bibi yang bekerja membersihkan rumah memang tak menginap di sini. Dia pun datang hanya tiga kali dalam seminggu karena aku juga jarang di rumah, j
“Nanti malam jadi bertemu, kan?”Ezra tersenyum saat mendapatkan satu pesan baru dari Clara. Tangannya dengan cepat memberikan balasan.“Tentu saja. Kita bertemu di bar jam delapan malam.”Tanpa menunggu waktu lama, ponsel Ezra kembali bergetar. Satu pesan masuk lagi dari Clara.“Baiklah. Sampai jumpa nanti.”Ezra menyimpan ponselnya ke atas nakas setelah memberikan stiker tanda OK ke kolom pembicaraan. Sudah dua hari ini ia saling mengirim pesan secara aktif dengan Clara. Ia memang sudah memikirkan rencana ini jauh-jauh hari. Oleh karena itu, ia sangat senang saat permainannya akhirnya dimulai. Ezra masih ingat bagaimana rencana ini dimulai. Ketika di rumah sakit, Noah hanya fokus kepadanya dan Ivy sehingga mengabaikan keberadaan Clara. Ia bisa melihat seberapa kesalnya Clara saat melihat Noah hanya melihat Ivy. Clara bahkan memanas-manasi keadaan hingga Noah memukulnya habis-habisan. Tetapi, ia sengaja tak membalas karena ingin menarik atensi Clara. Usahanya dimulai saat Clara i
Clara terbangun dengan rasa sakit yang teramat sangat di kepalanya. Ia bahkan tak sanggup mengangkat tubuhnya dari kasur karena pusing dan ngilu yang menjalar di seluruh tubuh.“Ah, sepertinya aku terlalu banyak minum,” gumam Clara. Ketika Clara membuka matanya, ia terkejut saat berada di ruang kamarnya. “Kenapa aku di sini? Bukannya aku bersama Ezra?” tanyanya dengan panik. Clara sontak terbangun dan menatap sekeliling kamarnya dengan bingung. Ia ingat kalau semalam bertemu dengan Ezra dan bermain dengan lelaki itu, tetapi ia tak tahu bagaimana caranya ia berakhir di rumahnya. “Apa Ezra mengantarku pulang?” duganya. Di tengah kebingungannya, pintu kamar tiba-tiba dibuka dengan keras dan menampakkan wajah ayahnya. Seketika ia menegang saat berhadapan dengan sang ayah, apalagi melihat wajah ayahnya yang nampak marah.“Kau sudah bangun? Dasar kurang ajar! Bisa-bisanya kau kabur dan pulang dalam keadaan mabuk!” murka Evan.Clara menunduk takut, tetapi ia tetap memberanikan diri untu
Berbanding terbalik dengan keadaan Clara, Ivy dan Noah terbangun dengan senyum sumrigah yang menghiasi wajah. Mereka sudah terjaga sejak sepuluh menit yang lalu, tetapi tak ada yang berniat bangkit dari tempat tidur.“Aku tak percaya kau sudah berada di pelukanku lagi,” gumam Noah sambil mencium puncak kepala Ivy. Aroma shampoo Ivy yang segar dan manis membuat pagi Noah makin bahagia. Ivy pun mendongakkan kepalanya hingga wajah mereka berhadapan. “Tetapi aku masih terkejut dengan cara Ezra mencari bukti,” sahut Ivy. Noah terkekeh. “Dia memang gila. Aku juga tidak tahu kalau caranya akan se-ekstrim itu.”Semalam ketika Noah dan Ivy masih berbincang bersama sembari menonton film di ruang keluarga, tiba-tiba Noah mendapatkan pesan baru dari Ezra berupa rekaman. Noah dan Ivy saling pandang selama beberapa saat sebelum mendengarkannya. Ketika rekaman itu diputar dan dipenuhi dengan desahan, Noah dan Ivy melongo lebar. Noah hampir mematikan rekaman itu dan ingin memaki-maki Ezra, tetapi
Jika ada yang bertanya kepada Ivy apa arti bahagia, maka Ivy akan menjawab, “Saat-saat yang dilalui bersama orang tercinta dan orang itu adalah suaminya.”Selama tiga minggu terakhir, Ivy tak henti-hentinya tersenyum. Ia tersenyum kepada semua orang untuk menunjukkan betapa bahagianya ia. Saat Ivy dan Noah jalan-jalan, ia terlihat bagaikan bunga yang mekar di musim semi. Tautan tangan Noah yang terus terjaga ketika berjalan membuat Ivy merasa begitu disayangi dan dijaga. Apalagi ia pernah mendapatkan pengalaman buruk di tempat ini, tempat di mana ia hampir tertabrak.Ivy masih merinding jika mengingat kejadian itu. Beruntung Noah dengan sergap menariknya sehingga kecelakaan itu tak terjadi.“Kau lihat wajah hakim tadi? Dia terlihat tak kalah bahagia saat kita resmi membatalkan gugatan cerai,” celetuk Noah. Ivy yang sempat terbang dalam lamunan, ikut tersenyum dan mengangguk. Mereka memang baru saja menghadiri sidang pencabutan gugatan. Perlu waktu tiga minggu untuk mendapatkan jadwa
Ivy dan Noah menghabiskan seluruh hidangan di meja dalam hitungan menit. Senyum yang terukir di bibir keduanya makin melebar, terutama Ivy.Ivy mengelus-elus perutnya yang begah karena terlalu kenyang. Perut Ivy yang mulai membesar pun jadi makin terlihat.“Aku sangat kenyang sampai-sampai rasanya perutku akan meledak!” seru Ivy. Noah melotot kepadanya. “Jangan berbicara hal yang menyeramkan! Kalau perutmu meledak bagaimana keadaan anak kita?” “Aku kan hanya sedang berumpama saja karena perutku yang terlalu kenyang,” tukas Ivy.“Tetap saja. Tidak boleh mengatakan hal itu!” tegas Noah. Ivy sebenarnya heran dengan sikap Noah, tetapi ia memilih menurut dan mengucap, “Maaf. Aku tak akan mengulanginya lagi.”“Bagus.”Noah mengelus puncak kepala Ivy sebelum berdiri untuk membayar tagihan. Ivy pun merapikan pakaiannya dan segera beranjak setelah Noah kembali dari meja kasir. Mereka kembali bergandengan tangan menuju tempat parkir yang mulai penuh dan sesak karena sudah ada banyak kendara
Sudah satu minggu berlalu sejak siaran langsung yang dilakukan Ivy menggambarkan seluruh negeri. Sampai saat ini, banyak orang yang ikut mengawal kasusnya, bahkan ada beberapa pihak yang ikut angkat suara mengenai kelicikan dan kejahatan Evan.Akan tetapi, Ivy masih gundah karena tidak ada tanda-tanda kemunculan Evan. Ia tak tahu sembunyi dimana ayahnya sampai tak ada orang yang berhasil menemukannya.“Ivy! Ivy!” Ivy yang baru melamun di taman belakang, terkejut saat mendengar teriakan Noah. Ketika ia menoleh, Noah menatapnya dengan mata penuh keharuan.“Ada apa?” tanya Ivy.“Evan sudah ditemukan di bandara. Dia akan melakukan perjalanan ke Amerika. Beruntung pihak bandara sudah mengetahui wajah Evan yang tersebar luas dan segera melaporkan ke pihak berwajib,” jelas Ezra dengan helaan napas lega. Mendengar hal itu, Ivy tak kuasa untuk menangis bahagia. Perasaan gundah yang semula memenuhi dirinya telah sirna seutuhnya.“Kita berhasil, Ivy! Kita berhasil menangkapnya!” seru Noah deng
Clara mengerti dengan suasana tegang yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Ia pun paham dengan tatapan tajam dari Noah dan Ezra yang belum percaya kepadanya, meskipun ia sudah sepenuhnya bertaubat.Ia sudah melakukan banyak kejahatan dan menghancurkan hidup Ivy, jadi ia paham dengan perasaan Noah dan Ezra. Oleh karena itu, ia tak tersinggung meski ditatap dengan tajam.“Clara….” Ivy menoleh ke arah Clara dengan mata merahnya.Clara ingin memeluk Ivy, tetapi ia tak bisa melakukannya karena kedua tangannya sudah diborgol. Maka, ia hanya memberikan seulas senyuman dan kembali fokus menatap kamera.“Mungkin kalian terkejut melihat borgol di tangan saya, jadi saya ingin mengungkap kalau saya memang akan ditangkap karena saya terlibat dalam penculikan kakak saya,” tukas Clara.Noah dan Ezra baru bisa bernapas lega setelah mendengar ucapan Clara. Kini, mereka bisa mempercayai Clara sepenuhnya karena perempuan itu benar-benar terlihat tulus dengan mengungkap kejahatannya sendiri.“Kalian mungkin t
Ivy duduk dengan tegak. Di depan wajahnya sudah terdapat kamera yang menyalah merah, sedangkan di belakang kamera terdapat Noah, Ezra, Bibi Puja, dan Clara.Mereka sudah memutuskan untuk melakukan siaran langsung di kediaman Ezra karena Ezra memiliki banyak alat perlengkapan di bidang teknologi. Tanpa waktu panjang, Ezra dan Ivy mencoba menyusun semuanya sampai siap diluncurkan.“Aku benar-benar takjub melihat kalian,” komentar Noah saat Ivy dan Ezra sibuk menyiapkan senjata.“Sekarang kau sadar kalau sudah menikah dengan perempuan hebat?” tanya Ezra.“Aku memang sudah sadar dari dulu karena buktinya hanya Ivy yang bisa menaklukkan hatiku,” jawab Noah.Ivy hanya tersenyum saat mendengar ucapan penuh rayuan dari Noah. Setidaknya hal itu mampu untuk menenangkan dirinya yang sedang dilanda kegugupan.“Kau siap, Ivy?” tanya Ezra.Ivy mengangguk. “Ya. Mulailah.”Sebelum Ezra menekan tombol merah di komputer yang nantinya akan meretas semua media di indonesia, tangannya sudah berkeringat di
Ivy menunggu kedatangan Ezra dengan gugup. Meskipun Clara dan Noah terus menanyakan perihal maksudnya, ia tetap tak bisa menjawab.“Tunggu Ezra datang,” balasnya secara berulang kali ketika Clara bertanya ada apa.Ezra juga memegang peran penting dalam rencananya. Ia dan Ezra harus bekerja sama agar semuanya rencana berjalan dengan baik.Setelah menunggu selama hampir tiga puluh menit, akhirnya Ezra datang bersama Bibi Puja. Mereka berdua masuk ke ruangan Clara dengan raut panik. “Bibi Puja?” tanya Clara.Bibi Puja yang sudah panik semakin gelagapan karena melihat Clara. Ia bahkan langsung bersembunyi di belakang tubuh Ezra karena takut berhadapan dengan Clara.“Jadi kau tiba-tiba hilang ternyata ikut dengan mereka?” tanya Clara, lagi.“Ya. Bibi Puja yang membantu Noah dan Ezra,” sahut Ivy.Bibi Puja masih berdiri di belakang Ezra dengan gemetar. Ia takut Clara akan memarahinya ataupun memukulnya. Akan tetapi, Clara tak bereaksi apa-apa selain mengangguk.“Oh.”Melihat reaksi Clara y
“Keadaanmu sudah sangat membaik. Kau minum obat secara teratur, melakukan terapi dan konsultasi rutin, juga mengerjakan semua tugas yang saya berikan.”Dokter Serlyn tersenyum manis saat mengungkap kemajuan keadaan Ivy. Akan tetapi, ia tahu kalau Ivy sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Meskipun ia melihat senyum Ivy sekarang, gurat wajahnya yang kaku tak bisa mengelabui matanya. “Jadi, apa ada yang mengganggumu lagi akhir-akhir ini?” tanyanya kemudian. Ivy mengangguk kaku, tetapi mulutnya tak kunjung bersuara hingga Dokter Serlyn mengulangi pertanyaannya.“Apa yang mengganggumu, Ivy? Kau bisa mengatakannya kepadaku,” ujarnya. Ivy memainkan jari-jemarinya ketika otaknya berusaha menyusun kalimat yang pas. Dokter Serlyn dengan sabar menanti sampai Ivy bersuara. “Dokter….” Ivy memanggil Dokter Serlyn dengan gugup.Dokter Serlyn mengangguk. “Ya?”“Menurut Dokter apa saya boleh balas dendam?” tanya Ivy dengan sangat lirih. “Kau ingin balas dendam?” tanya sang dokter, cukup terkejut
Clara sudah dirawat selama satu minggu lebih dan selama itu pula Ivy tak kunjung mendatanginya. Ia sempat terenyuh saat mendengar ucapan Ezra beberapa waktu yang lalu, tetapi semua itu sirna karena Ivy tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.“Ezra pasti hanya bermulut besar. Aku yakin Ivy senang melihatku tak berdaya seperti ini,” gumam Clara sambil menatap langit-langit rumah sakit. Ketika Clara hanyut dalam lamunannya, sayup-sayup ia mendengar suara Ivy. Ia melirik pintu ruang kamarnya dan yakin kalau Ivy yang baru saja berteriak di depan kamarnya. Ivy seperti sedang marah kepada Noah karena ia baru mengetahui keadaannya. Mereka terus berdebat alot sampai akhirnya masuk ke dalam ruangannya. Ia pun langsung menutup matanya dan berpura-pura tidur. Clara tak tahu kenapa ia harus berpura-pura di depan Ivy. Harusnya ia langsung berteriak marah kepadanya seperti biasa. Akan tetapi, ia lebih memilih diam dan terus berakting tak sadarkan diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Clara merasa hidupnya sudah di ambang batas. Ia sudah yakin kalau dirinya akan mati saat disiksa dengan begitu kejam oleh ayahnya karena Ivy berhasil melarikan diri. Ia disekap selama berhari-hari dan akhirnya dibawa pergi dari rumah dengan niatan ingin dibuang.Ayahnya pasti mengira ia sudah menjadi mayat karena diam saja dan terus menutup mata, padahal ia memang sengaja berpura-pura pingsan agar siksaan itu terhenti. Ia juga menahan napasnya saat ayahnya mengecek alur napas di hidungnya.Saat berada di dalam mobil, Clara mendengar desisan ayahnya yang akan melemparkan mayatnya ke dalam lautan. Maka, saat ayahnya berhenti di pemberhentian bensin, ia segera kabur.Ia terus berlari dan bersembunyi hingga akhirnya ia tak sanggup lagi. Ia jatuh pingsan di tepian jalan dekat sungai dan sudah menyerah akan kehidupan.“Sebentar lagi aku pasti mati,” pikirnya.Di detik-detik menyakitkan itu, ia mulai terbayang dengan berbagai memori. Tentang kebersaman dengan mendian ibunya yang menghangatka
Ivy melewati lorong rumah sakit dengan jantung yang terus berdebar kencang. Setelah mendengar apa yang Noah sembunyikan, Ivy tak bisa menahan diri untuk tetap bergelung di atas tempat tidur.“Antarkan aku ke rumah sakit sekarang juga!” seru Ivy dengan berlonjak bangun.Ivy bahkan hampir lupa dengan kecacatan kakinya hingga ia hampir terjatuh dari tepat tidur sewaktu ingin bangun. Noah sontak menahan dirinya dan membantunya bersiap-siap dengan cepat.“Kau harus tenang Ivy. Jaga napasmu,” peringat Noah untuk kesekian kalinya.Noah terus mengatakan hal yang sama sejak membantunya bersiap-siap di rumah, di perjalanan menuju rumah sakit, hingga saat ini. Jika dihitung, mungkin sudah dari seratus kali Noah mengatakannya.“Aku akan tenang seandainya kau tak menyembunyikan hal ini dariku!” seru Ivy.“Aku menyembunyikannya karena tahu kalau kau akan bereaksi seperti ini. Aku tak ingin membuatmu makin khawatir,” ucap Noah.“Siapa yang tidak khawatir kalau adikku ditemukan hampir tewas dan sekar
Setelah Noah lebih tenang, ia melepaskan pelukan secara perlahan. Ivy mengapus air mata di wajah Noah dan memberi kecupan di setiap lekuk wajahnya. Noah pun melakukan hal yang sama.Bibir Noah terhenti cukup lama di bibir Ivy. Ia mengulum lembut bibir itu sembari menggendong tubuh Ivy dengan sigap dan membaringkannya ke tempat tidur. Ciuman itu tak terlepas sama sekali sampai Ivy menepuk-nepuk dadanya karena kehabisan napas.Mereka tak pernah melakukannya sejak Ivy siuman dari komanya. Mungkin sudah satu bulan berlalu Noah menahannya.Noah tahu ia harus memendam seluruh hasratnya karena keadaan Ivy yang masih lemah, sama seperti sekarang. Hanya saja posisi mereka yang sudah sangat dekat dan intim seperti ini membuat Noah lebih sulit menguasai diri.Ivy menyadari suasana yang jadi lebih intens di antara mereka. Kedua tangannya melingkar di leher Noah hingga membuat wajah Noah yang berada di atasnya hampir menempel di wajahnya.“Lakukan saja. Tak apa,” lirih Ivy.Noah menelan ludahnya