"Kau tidak salah. Itu bukan salahmu."
Celine terus berucap seperti itu sembari memeluk tubuh Dominic. Tidak peduli bagaimana dia membenci lelaki itu. Melihat Dominic yang terluka dan memiliki masa lalu buruk, membuat hatinya terusik. Orang yang terlihat sempurna sekali pun, ternyata bisa memiliki masa lalu yang menyedihkan.
"Tentu saja itu bukan salahku. Bukan aku yang membunuhnya. Tidak seharusnya semua orang menyalahkanku." Dominic melepaskan pelukan Celine dan tersenyum lebar. Seakan cerita tadi tidak ada artinya. Tidak ada air mata yang juga terlihat di sana.
Celine sekali lagi dibuat terkejut melihat perubahan Dominic yang tiba-tiba menjadi tenang. Menatap dan membelai lembut pipinya. Padahal baru beberapa waktu lalu suasana hati lelaki itu sangat buruk. "Kau sudah merasa lebih baik? Haruskah aku pergi sekarang?"
Dominic menggeleng. Dia meraih pinggang Celine dan menempelkan dirinya dengan wanita itu. "Semua berkatmu, terima kasih."
Kata terim
Dominic telah sampai di tempat yang Jared perintahkan. Pertemuan yang dilakukan di sebuah bangunan tua tak berpenghuni. Dia merasa asing dengan tempat ini. Tidak ada orang di sekitarnya, sepi. Hanya dia seorang diri yang kebingungan karena tidak mendapati keberadaan Jared sama sekali di sana. Apalagi lelaki itu membohonginya?"Jared? Di mana kau?" panggil Dominic sembari mengedarkan pandangannya ke segala arah. Dia mencari keberadaan temannya. Namun tidak ada tanda-tanda orang lain selain dirinya di sana.Merasa penasaran dengan rumah tua yang ada di depannya, dia memutuskan untuk melangkah masuk. Gelap dan sepi seperti dugaannya. Dominic juga bisa mencium bau tanaman basah yang menempel di setiap sudut ruangan. Dia yang sulit menggunakan matanya untuk melihat, harus menyalakan senter melalui ponselnya. Hingga akhirnya, matanya bisa melihat keadaan di sekitarnya dengan jelas. Bangunan tua yang begitu luas, tidak terlalu banyak barang di sekitarnya.Dominic
Celine menanti kedatangan Dominic dengan gelisah. Sudah hampir satu jam lamanya dia menunggu di rumah itu. Seperti apa yang Dominic janjikan, kalau seharusnya lelaki itu tiba setengah jam sebelumnya. Namun sampai detik ini, Celine tidak mendengar mobil atau melihat batang hidungnya.Bibirnya seketika mendesis. Celine memejamkan mata dan menyesali keputusannya. Mungkin tak seharusnya dia datang ke sini. Tak seharusnya dia meninggalkan anak serta suaminya di rumah. Betapa bodohnya dia menuruti keinginan nafsu sesaatnya. Meski mereka hanya teman tidur, seharusnya Celine bisa lebih menahan diri.Sambil terus menyalahkan dirinya dan mengutuk, Celine pada akhirnya memutuskan untuk pulang. Namun sebelum itu, dia mengirim pesan untuk Dominic dengan mengatakan bahwa dirinya tidak jadi datang. Dia bersalah pada Rayyan karena berbohong. Suaminya tahu kalau dia saat ini tengah pergi mengambil berkas yang tertinggal di kantor. Padahal kenyataannya, dia sedang menanti kedatang
Rasa gelisah Celine tidak bisa dienyahkan begitu saja dari pikirannya. Hari ini satu kantor dibuat geger oleh kejadian Dominic yang sengaja dilukai sampai masuk rumah sakit. Pelakunya masih tidak ketahui dan bagaimana itu bisa terjadi, tidak ada yang tahu selain Jerry dan Dominic sendiri. Lelaki yang dia mintai keterangan untuk mengabarkan keadaan Dominic, ternyata sama sekali tidak memberi kabar. Beberapa rapat yang harus dihadiri oleh Dominic juga terpaksa dibatalkan sepihak. Celine memiliki tanggungjawab untuk menangani setiap pekerjaan dengan dibantu oleh sekretaris kedua."Bu, ini berkas yang Pak Dominic minta kemarin."Seorang wanita datang dan mengalihkan perhatian Celine. Dia meletakkan beberapa berkas di depan meja sembari menatap gugup. Melihat Celine yang begitu serius dan tampak tidak bisa diganggu.Celine menatap karyawan baru itu sejenak, lalu mengambil berkas itu dan memeriksanya. Perencanaan strategi periklanan yang diminta dalam rapat kema
"Celine, apa kamu lapar? Tante mau pergi memesan sesuatu. Katakan apa yang kamu inginkan," tawar Daisy pada Celine yang duduk manis di sofa. Tak jauh dari mereka terlihat Dominic berbaring di ranjang.Lelaki itu sudah dipindahkan ke VVIP room yang lebih luas. Celine yang belum pernah masuk ke ruangan seperti ini, merasa takjub. Ruangan ini terlihat seperti kamar hotel dibanding rumah sakit. Tidak hanya fasiltas yang lengkap, namun tempatnya juga sangat nyaman. Dominic bahkan langsung tertidur pulas setelah dipindahkan dan meminum obat."Tante, biar saya saja yang pergi memesan makanan." Celine berdiri menawarkan diri. Dia menghampiri Daisy yang berniat keluar. "Tante tidak perlu repot—""Tidak, sebenarnya Tante juga mau keluar sebentar. Ada masalah serius di butik. Bisakah ... kamu menunggu di sini dan menjaga Dominic?"Daisy mengusap leher bagian belakangnya. Dia tidak nyaman melakukan ini, tapi seseorang di butiknya baru saja mengirimi pesan, kala
Celine melangkah gontai menuju rumahnya. Dia merasa lelah dan tidak sabar untuk merebahkan tubuhnya, lalu jatuh tertidur. Rasanya hari ini lebih melelahkan dari hari sebelumnya. Saat dia berpikir untuk pulang setelah menemani Dominic, Celine harus kembali ke kantor karena lupa ada barang miliknya yang tertinggal. Alhasil, dia sampai ke rumah saat matahari sudah terbenam."Sayang, aku pulang," ucapnya begitu pintu terbuka. Celine berjalan masuk dan meletakkan dua kantong makanan yang sempat dibelinya di supermarket. Dia merasa bersalah karena selalu pulang terlambat dan beberapa hari ini terus mengabaikan keluarga.Tak jauh darinya, Rayyan yang terlihat sibuk mencuci piring, seketika segera menyelesaikan pekerjaannya dan bangkit untuk menghampiri sang istri. Begitu juga dengan Arion yang tengah belajar sekaligus menonton TV. Bocah itu segera bangkit dan berjalan mendekati Celine."Mama.""Sayang, kamu sedang belajar?" Celine menarik Arion ke dalam pangkuan
"Terima atas waktunya. Kami harap, Anda segera pulih kembali."Dominic mengangguk, dia balas menjabat tangan kliennya dan tersenyum kecil. Sementara Celine yang berdiri tak jauh dari sana, segera mengantar keluar tiga orang pria yang baru saja berbincang dengan Dominic.Mereka masih berada di rumah sakit yang sama. Kamar di mana Dominic dirawat. Ada berbagai banyak karangan bunga dan tanda ucapan yang diterima serta doa agar lelaki itu kembali sembuh. Tak hanya itu, sekarang dirinya juga harus bekerja di rumah sakit dan melakukan meeting di sini. Menemani Dominic yang memutuskan untuk tidak membatalkan setiap rapat penting dan tetap bekerja meski sakit. Cukup melelahkan saat dirinya beberapa kali harus bolak-balik ke kantor. Walaupun sopir perusahaan bersama mereka dan siap mengantarnya."Sepertinya hari ini sudah cukup."Celine tersentak kaget ketika dirinya berbalik setelah menutup pintu, Dominic justru tiba-tiba muncul tepat di depannya. Lelaki itu sangat meng
"Kemarilah, Rayyan. Hati-hati."Celine dengan pelan membantu suaminya turun dari taksi. Dia memegangi bahu di mana kaki Rayyan terluka dan berjalan masuk menuju rumah sakit. Entah ini kebetulan atau apa, tempat Rayyan control dan menjalani terapi adalah tempat yang sama di mana Dominic berada. Dia sudah meminta pada lelaki itu waktu jika dirinya terlambat datang karena berniat menemani sang suami menjalani fisioterapi."Di mana Dominic? Aku ingin melihatnya." Rayyan menatap sang istri yang sudah kembali setelah mendaftarkan dirinya. Memapahnya ke sebuah lift yang hanya ada beberapa orang. Tujuan mereka ada di lantai tiga, di mana dokter yang mengobati Rayyan selama ini ada di sana."Tidak, kamu harus terapi sekarang. Nanti saja kita menemuinya.""Seharusnya kamu berangkat kerja saja. Aku bisa pergi ke sini sendiri.""Jangan mulai lagi, Sayang. Aku sudah meminta izin untuk telat dari Dominic," bisik Celine di telinga sang suami. Dia mengucap penuh penekanan.
"Kau selalu luar biasa, Celine," ucap Dominic sembari mengecup leher wanitanya. Dia memejamkan matanya sesaat dan menikmati sisa kegiatan menggairahkan.Dominic tidak mau langsung melepas Celine. Dia benar-benar takut dengan mimpinya. Dia takut wanita itu pergi meninggalkannya. Mimpi sialan itu, membuatnya tidak bisa tidur nyenyak semalaman. Bagaimana mungkin dia bisa membiarkan Celine mati di hadapannya begitu saja? Dominic tidak mau dan tidak akan membiarkan mimpi itu menjadi kenyataan. "Kau wanitaku. Milikku. Aku tidak akan mengizinkanmu melarikan diri dariku," lirihnya. Hampir seperti sebuah bisikkan.Celine yang mendengarnya, memilih tidak menjawab, napasnya masih terengah-engah. Hingga hanya desahan lirih yang keluar dari bibirnya saat Dominic mulai bangkit dari atas tubuhnya. Lelaki itu merapikan pakaiannya kembali sembari memeriksa luka yang kini dibalut perban. Khawatir jika darahnya kembali keluar karena aktivitas mereka barusan. Namun untunglah, apa yang d
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu