"C-celine ...."
Napas Dominic terdengar memburu. Dia menelan ludahnya berkali-kali saat melihat wanita itu menggeliat hebat di bawahnya. Sementara dirinya terus berpacu dalam memuaskan hasrat gila yang entah bagaimana datang. Bibir panasnya menelusuri mata, hidung, dagu serta leher Celine sebelum berakhir di dada. Bak seorang bayi yang kehausan, Dominic menyesap kuat tubuh itu sampai Celine memekik dengan kedua tangan yang melingkar di lehernya. Wanita itu tak henti mengerang. Tubuh indah yang harusnya tidak boleh dilihat, kini terpampang jelas di mata Dominic. Bahkan menjadi santapannya.
Dia gila. Dominic tahu dirinya gila karena bercinta dengan Celine, tapi ini bukan salahnya. Wanita di depannya ini yang memancing duluan sampai dia yang tidak tahan terus digoda, dan entah bagaimana jadinya, mereka memadu kasih di apartemen miliknya.
Ekspresi wajah Celine terlihat berbeda dari biasanya. Rona kemerahan tampak menambah manis wanita itu. Suara rintihan yang terden
"Ada orang yang memberikanmu obat perangsang," ucap Dominic, membuat Celine yang sejak tadi diam dengan wajah sedih, mengangkat kepalanya. Menatap wajah lelaki yang tadi malam berhasil menikmati tubuhnya. Dia belum diizinkan untuk pergi oleh Dominic. Laki-laki itu bilang ingin menjelaskan apa yang terjadi."Apa? Obat perangsang?"Celine memegang kepalanya yang sedikit sakit. Dia tidak pernah berpikir sampai ke sana. Celine hanya memikirkan kalau dirinya mabuk. Walau itu sedikit aneh, mengingat dia tidak meminum alkohol dan dia hanya minum air yang diberikan oleh Simon.Simon.Mata Celine membulat seketika. Dia merasa aneh setelah meminum air yang disodorkan oleh laki-laki itu. Celine ingat saat dirinya keluar dari ruangan karena perasaan tidak nyaman berada dekat dengan laki-laki itu. Sampai tangannya tiba-tiba ditarik keluar. Tepatnya menuju area parkiran yang sepi di samping klub malam. Orang yang membawanya adalah Simon. Jadi, apakah laki-laki itu yang m
Celine membasuh wajahnya dengan air. Mengguyur seluruh tubuhnya yang hina karena telah disentuh oleh pria yang bukan suaminya. Bersamaan dengan itu, air matanya luruh. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus diperbuatnya saat ini. Namun jelas, Rayyan sama sekali tidak boleh tahu. Dia tidak ingin membuat hati suaminya terluka.Berengsek! Dominic benar-benar berengsek!Celine menggigit bibirnya dalam-dalam. Dia kembali meneteskan air mata. Kecewa karena lelaki yang ditolongnya justru malah memanfaatkan kesempatan. Harusnya Dominic menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Kenapa laki-laki itu tidak berpikir kalau dia sudah bersuami? Dipegangnya perut telanjangnya dengan sedih. Celine ingin berteriak keras, tapi semua itu tidak bisa dia lakukan karena Rayyan pasti akan bertanya-tanya.Bolehkah jika dia menganggap ini tidak pernah terjadi? Mimpi buruk. Celine hanya harus menganggapnya sebagai mimpi buruk dan dia harus melupakannya. Walau semua itu tetap tidak
"Kondisi Pak Rayyan sudah jauh lebih baik. Beliau bisa dilatih dengan berjalan pelan-pelan," jelas sang dokter yang memeriksa kondisi kaki Rayyan. Hasil lab memperlihatkan keretakan di kaki laki-laki itu sudah mulai membaik. Tulang-tulangnya tampak mulai merapat kembali. Jauh dari sebelumnya yang terlihat banyak retakan.Celine yang mendengar dan melihat hasil lab tersebut, merasa sangat lega. Perbedaan dari dua foto yang dulu dan sekarang sudah terlihat sangat jelas. Suaminya akan sembuh. Tidak sia-sia kesabarannya selama ini. Rasa haru meliputi dadanya, Celine tersenyum pada sang dokter. "Terima kasih, Dok. Saya akan ingat pesan Anda.""Ya, tetap perhatikan terus pola makannya."Sekali lagi, Celine mengangguk. Dia kemudian berdiri dari kursinya dan membantu sang suami bangkit. Memapah Rayyan keluar dengan sangat hati-hati. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain mendengar kabar baik ini. Sepanjang lorong, Celine terus memapah Rayyan sambil tersenyum."Ak
Celine tidak pernah mau menatap muka Dominic sepanjang perjalanan. Begitu sampai, dia langsung turun dari mobil sembari membukakan pintu untuk Rayyan segera turun. Mau tak mau, Celine harus menyerah saat Dominic memintanya mengantar mereka. Tentu bukan dengan sukarela, melainkan dengan sebuah ancaman secara tidak langsung.Sialan!Bisa-bisanya Dominic mengancamnya dengan memanfaatkan kejadian malam itu. Tangan Celine mengepal sempurna saat mengingatnya. Dadanya dipenuh amarah yang menggebu, ingin sekali berteriak di depan wajah laki-laki itu dan mengumpatinya. Namun apalah daya, Celine tidak mungkin mampu melawan Dominic yang memiliki segalanya. Jika dia melapor atas tindak pemerkosaan pun, pasti tidak akan ada yang percaya dan Dominic bisa berbalik menuntutnya. Lalu dia dan suaminya akan kehilangan muka di depan umum. Celine tidak mau itu terjadi."Terima kasih sudah mengantar kami. Sekarang, lebih baik kau cepat pergi," usir Celine dengan nada ketus tanpa mau menata
Plak ....Sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi seorang pria yang kini tengah menyambut kedatangannya dengan senyuman. Tanpa sedikit pun terlihat bersalah atas apa yang telah diperbuatnya. Berengsek! Tidak tahu diri! Segala umpatan rasanya ingin sekali dia keluarkan. Celine benci laki-laki seperti ini!"Celine, kenapa kau menamparku?" tanyanya dengan wajah tak berdosa. Kaget saat wanita yang dia tahu hampir tidak pernah bertindak kasar, bisa menamparnya seperti ini. Padahal niatnya hanya ingin mengembalikan tas milik wanita itu yang tertinggal, mengingat kemarin dan hari ini Celine tidak masuk kerja. Alhasil, dia mendatangi rumahnya. Namun Celine justru mengajaknya untuk berbincang cukup jauh dari rumah. Namun dekat dengan jalan utama."Kau harusnya tahu apa yang terjadi, dasar sialan!"Celine serta merta merebut tas miliknya yang ada di tangan Simon. Mendorong tubuh laki-laki itu dengan tatapan penuh kebencian. Amarah yang tidak tertahankan kare
"Tolong cari tahu semua yang berhubungan dengan Celine," perintah Dominic lewat telepon yang dengan cepat dia tutup begitu urusannya selesai.Dominic terdiam di balkon kamarnya sambil menghembuskan napas kasar. Berpegangan pada sebuah pagar besi sambil menatap langit malam dan bulan yang kini tampak sangat terang. Menikmati udara malam yang dingin menusuk hingga menyentuh tulang-tulangnya. Bibirnya kemudian membentuk senyum kecut tatkala dia ingat saat Celine menolak panggilannya.Nomornya di-blacklist.Wanita itu seperti benar-benar ingin menjauh dan tidak mau berhubungan lagi dengannya. Baru pertama kali Dominic mendapati wanita seperti Celine. Biasanya, wanita yang sudah menikah sekali pun akan tidak akan berpikir ulang untuk mendekati atau pun mencari perhatiannya. Terlebih klien-klien orang tuanya atau bahkan tunangannya sendiri. Semua wanita mengantre dan memelas cinta darinya. Meski sudah biasa, terkadang itu terasa memuakkan baginya, karena hal itu
"Celine, tunggu sebentar! Siapa laki-laki tadi?"Celine terdiam saat lengannya tiba-tiba ditahan saat dia baru saja keluar dari restoran. Ini sudah waktunya pulang dan dia buru-buru pergi karena tidak ingin berpapasan dengan orang paling tidak tahu diri. Simon. Namun sepertinya, keberuntungan sama sekali tidak berpihak padanya.Hari ini, Celine sedang sial karena harus bertemu dengan dua orang yang ingin sekali dia hindari, terutama lelaki yang saat ini dengan sangat lancang menyentuh lengannya. Cih, Celine segera menepisnya kasar dan menatap penuh ketidaksukaan. "Jangan kurang ajar dan menyentuhku sembarangan!""Maaf, aku penasaran kenapa kau menghindariku. Padahal aku sangat ingin bicara denganmu," ucap Simon pelan.Celine mengernyit, lalu melirik ke sekitar di mana beberapa rekan kerjanya, terlihat melewati mereka dengan pandangan yang sesekali mencuri-curi pandang ke arahnya. Di sini terlalu ramai dan Celine tidak suka dengan itu. "Itu bukan alasa
"Kenapa berhenti?"Celine menatap Dominic dengan kening berkerut saat mobil yang ditumpanginya tiba-tiba berhenti di jalan yang cukup sepi. Ada perasaan waswas yang hinggap dalam hatinya. Terutama pada laki-laki yang kini tampak tenang saat menatapnya."Sepertinya mogok.""Kau bercanda?" Celine mendecih tak percaya. Mengusap rambutnya sembari menatap ke luar mobil. Matahari sudah terbenam, langit sore pun berganti malam dan sialnya dia masih ada dalam perjalanan pulang. Bersama pria asing yang pernah menghabiskan malam bersama. Celine tidak bisa menolak saat Dominic tiba-tiba menariknya masuk ke dalam mobil. Dia seperti diculik paksa."Tidak," ucap Dominic sambil kembali men-stater mobilnya, namun mesin mobilnya sama sekali tidak menyala.Hah. Tidak ada yang bisa Celine lakukan selain menatap Dominic dengan sorot tidak mengerti. Tidakkah laki-laki di sebelahnya ini men-service kendaraannya atau paling tidak, mengeceknya sebelum berpergian? Sulit
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu