Dalam tidurnya yang damai, Celine merasakan sebuah tangan mengelus lembut kepalanya. Menyentuh pipinya dengan hati-hati, hingga membuatnya merasa nyaman dan semakin terlelap. Bahkan tanpa sadar, tangannya meraih tangan tersebut dan menggenggamnya erat. Meletakkan kembali di pipinya. "R-rayyan ...."
Secara mengejutkan, tangan yang saat ini tengah Celine genggam memberikan reaksi. Usapan lembut itu mendadak jadi kaku ketika nama Rayyan disebut. Sampai tanpa diduga, sang pemiliknya menarik paksa tangan yang asyik Celine genggaman. Tindakan tersebut jelas mengusik ketenangan wanita itu. Kelopak mata yang awalnya terpejam rapat, mulai bergerak. Bibirnya terbuka lalu tertutup beberapa kali. "Celine, buka matamu."Suara bariton dan terdengar sangat dekat dengannya, cukup membuat tubuh Celine sedikit merinding. Alam bawah sadarnya merasa mengenali pemilik suara ini. Hingga kembali suaranya tergiang. Mengharuskannya membuka mata lebar-lebar, dan tepat setelah dia membukaHari ketiga.Celine masih belum mengumpulkan uang seperpun. Dia yang memilih tidak masuk kantor, tinggal seharian di rumah. Semua karena kemarin dia kembali memaksa bekerja freelance di sebuah kafe. Padahal, Dominic sudah menyuruhnya untuk istirahat. Meski Celine tidak bekerja dari malam sampai pagi, tubuhnya yang memang tidak dalam kondisi fit, tidak bisa bertahan lebih lama dan akhirnya tumbang. Untunglah ada sang suami yang merawatnya.Mira tiap hari datang, meski tidak pernah memedulikannya atau sekadar bertanya apakah dia baik-baik saja atau tidak? Mertuanya hanya datang untuk meminta makan dan pergi setelah mendapatkannya.Masalah menjadi semakin buruk ketika mertuanya tidak memiliki apa pun selain tempat tinggal. Begitu pun pekerjaan dan makan untuk sehari-hari. Tentu saja, sebagai anak satu-satunya, Rayyan yang harus bertanggungjawab. Namun, suaminya bahkan tidak dalam kondisi di mana bisa menafkahi. Celine ingin mengeluh, tapi dia sadar dia harus tetap
Siapa yang menyangka kalau semuanya akan seperti ini? Celine justru harus terjebak dalam situasi yang sungguh tak terduga. Dia berlari ke luar ruangan di mana Seila membawanya. Menghiraukan kejaran dua orang lelaki yang berusaha menangkapnya. Tidak. Dia tidak mau bekerja sebagai wanita penghibur atau apa pun itu istilahnya. Celine memang butuh uang, tapi tidak seperti ini caranya! Namun kenapa dirinya malah dikejar dan hendak ditangkap seperti ini? Dia seperti seorang buronan."Kejar dia! Jangan sampai lolos!" teriak wanita tua yang tadi disebut 'Madam' oleh Seila.Sayangnya, bukannya pergi mendekati pintu keluar, Celine justru melangkah cepat ke arah berlawanan. Dia menyusuri lorong hingga melihat sebuah tangga darurat. Tanpa berpikir dua kali, Celine dengan segera menaiki tangga tersebut untuk menghindar dari kejaran dua pria itu. Tidak ada yang bisa mengalahkannya dalam melarikan diri, kecuali satu orang.Napas Celine terengah-engah. Keringat mulai bermuncula
Seorang pria berjalan menyeduh teh hangat sembari melirik ke arah wanita yang tertidur lelap di ranjang. Tepatnya pingsan karena dengan sengaja dibius. Senyum simpul membingkai wajah tampannya. Langkahnya yang santai mendekati wanita itu dan tanpa ragu duduk di pinggir ranjang. Terlihat wanita tersebut mulai terusik dalam tidurnya. Pengaruh obat bius sepertinya sudah mulai menghilang."Kau sangat keras kepala. Dibanding menjadi wanitaku, kau lebih memilih melemparkan tubuhmu pada pria lain," lirihnya sembari menggeleng. Dia menahan kesal karena mengetahui jika wanita yang mulai terbangun itu, berniat menjadi wanita penghibur. Uang yang tidak seberapa dan melayani banyak pria hidung belang. Dia tidak bisa membiarkannya."Enghh ...."Suara lenguhan lirih mulai terdengar, bersamaan dengan kelopak mata yang terbuka. Wanita itu akhirnya sadar dan membuat mata mereka harus bertatapan. Dia yang menyadari itu, segera mendekat dan mengusap lembut pipi tirus sang wanita.
Pada akhirnya, Celine tetap tidak dapat mengumpulkan uang. Begitu pula dengan Rayyan. Apalagi mertuanya yang merupakan orang yang meminjam uang tersebut. Sisa hari ini. Celine tidak tahu apa yang harus dia lakukannya di akhir sisa hari ini. Dia bahkan tidak bisa makan siang dengan tenang karena memikirkan segala hal tentang utang."Celine, kau sudah mengerjakan semua tugas yang kuberikan?"Celine yang saat ini tengah melamun, harus terkejut oleh suara bariton dari Dominic. Lelaki itu berdiri tepat di depan mejanya, dengan penampilan rapi. Tidak seperti kemarin di mana tubuh yang selalu terbalut kemeja dan jas itu, menjadi tak tertutup sehelai benang pun. Sesaat, dia tergagap dan menyadari kalau dirinya belum merampungkan tugas yang diberikan."M-maafkan saya, Pak. Saya perlu menyelesaikannya sedikit lagi," ucapnya sembari meringis.Dominic menatap lekat ke arah Celine yang kini terburu-buru mengerjakan tugasnya kembali. Dia tahu jika Celine melamun
Celine menatap pintu apartemen di depannya dengan lekat, sebelum tangannya terangkat untuk membunyikan bel. Tiga kali dia membunyikan bel itu dan berharap sang empunya cepat membuka. Celine tidak mau seseorang memergokinya datang ke tempat bosnya di malam-malam begini. Namun beruntunglah, tak butuh waktu lama, pintu apartemen benar-benar terbuka. Menampilkan sosok lelaki berpakaian santai dengan kacamata baca yang bertengger di hidung mancungnya.Untuk sesaat, Celine bergeming. Penampilan yang ada di depannya sangat asing dan membuatnya harus berkedip beberapa kali untuk memastikan kalau di depannya benar adalah Dominic."Celine?"Dominic terlihat sedikit terkejut akan kehadiran Celine yang tiba-tiba. Dia tidak memintanya untuk datang, tapi wanita itu sendiri yang datang ke sini. Tindakan Celine selalu tidak terduga dan itu membuat Dominic harus terkejut sekaligus berpikir, apa yang diinginkan wanita ini? "Ada apa kau datang tiba-tiba seperti ini?"Celine
Celine mendekap tubuh Dominic dengan erat, saat lelaki itu masih dengan semangat meraih kenikmatan dari tubuhnya. Keringat mereka kini bercampur satu sama lain. Tidak ada yang bisa Celine lakukan selain membalas setiap gerakan kasar dan ciuman menggebu dari Dominic. Dia melakukan ini bukan karena ingin, tapi karena Celine sangat membutuhkan uang untuk menyelamatkan suaminya. Meski dengan cara dia harus mengkhianati sang suami. Celine hanya berharap Rayyan akan mempercayainya dan menerima keputusan yang dia ambil."Kau nikmat," desah Dominic sembari memagut kembali bibir wanitanya. Mereka akan kembali meraih pelepasan untuk yang kesekian kalinya. Hingga sebelum itu terjadi, Dominic segera melepaskan diri sembari memeluk erat tubuh Celine yang berkeringat.Napas keduanya tersengal-sengal. Celine yang memeluk tubuh Dominic, terdiam beberapa saat dan menatap lelaki yang entah berapa kali menyentuh tubuhnya. Tidak ada senyum sama sekali di bibirnya. Hanya rasa lelah dan k
Dominic memasang ekspresi cerah sejak pagi tadi. Suasana hatinya sangat amat baik hari ini. Semua tidak lain berkat wanita yang kini tengah memberikan berkas padanya. Dominic menerima berkas yang disodorkan oleh Celine, tapi pandangannya tidak sedikit pun beralih dari wajah wanitanya. Memandangi Celine adalah hobi barunya. Rasanya, Dominic tidak akan pernah puas melihat wanita itu. Apalagi menyentuhnya."Pak, tolong lepaskan tangan saya," tegur Celine saat melihat Dominic terus menyentuh tangan dan menatapnya. Dia tidak tahu apa yang ada dipikiran lelaki itu, tapi sepertinya itu bukan hal baik. Ingin rasanya dia mengumpat dan menyadarkan atasannya kalau ini adalah kantor."Tugasmu sudah beres?""Maaf?" Celine menatap tidak mengerti. Dia tidak tahu kenapa Dominic tiba-tiba bertanya seperti itu. Celine harap, Dominic tidak berniat menambah pekerjaannya. Hingga tanpa diduga, lelaki itu beranjak dari kursinya dan mendekat. Celine masih bergeming di tempatnya saat le
"Terima kasih," ucap Celine saat Dominic memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah. Lelaki itu memaksa untuk mengantarnya pulang. Celine yang tidak nyaman berada satu mobil setelah apa yang terjadi, segera membuka pintu mobil dan keluar. Namun sebelum itu, Dominic sempat menahannya dan mendaratkan ciuman singkat di bibirnya.Lelaki itu tanpa rasa bersalah, tersenyum dan ikut turun dari mobil. Membiarkan Celine terpaku dan menyentuh bibirnya. Perasaannya tak menentu, benar-benar tidak menentu. Celine hanya diam dan menutup mobil. Matanya melirik ke arah Dominic yang sudah lebih dulu mengetuk pintu rumah dan disambut hangat oleh suaminya. Dominic hanya ingin menggunakan tubuhnya. Celine harap, mereka tidak akan terlibat selain dari sentuhan fisik."Celine? Apa yang kamu lakukan di sana? Kemarilah."Celine segera tersadar dan berusaha tersenyum untuk menanggapi ajakan suaminya. Langkahnya sangat santai, meski hatinya terus berdetak kencang. Matanya berusaha untuk tidak menoleh
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu