"Baik. Mama akan memanggil Soraya. Tapi, tolong tenanglah! Jangan melakukan apapun di sini. Jangan mencoba melakukan kekerasan lagi!" Sonia mengingatkan pada suaminya terlebih dahulu, agar tak berbuat macam-macam pada Johnny lagi, sembari dirinya akan memanggil putri mereka.
Andi hanya terpaku mendengar perintah demi perintah dari sang istri. Dia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. Beliau sadar, bahwa tak bisa menghakimi putrinya, dan juga Johnny, atas hal yang baru dilihatnya dari satu sudut pandang saja.Menunggu kedatangan Soraya dan Sonia, kedua lelaki yang jelas tak berhubungan baik itu, hanya membisu. Ruangan hening sama sekali. Andi, yang masih berusaha menguasai emosinya, serta Johnny yang hanya duduk terpaku, dengan fikirannya yang juga tak kalah kalut sekarang.Sementara di lantai dua, Sonia sedang berusaha membujuk Soraya, yang masih berada di kamarnya."Yaya. Dengarkan mama! Kamu harus segera turun, dan menemui papamu. Kamu tak"Benar, Tuan. Saya juga sedang mencari tahu, apa motif dari penjebakan ini. Namun saya yakin, bahwa Soraya tak ada sangkut pautnya. Tujuan utama dari penjebakan ini adalah saya." Johnny terus meyakinkan papa Soraya."Hhhhhh. Saya mengerti." Andi Narendra menghela nafas sejenak."Sekarang, apa yang bisa kau lakukan untuk mempertanggung jawabkan segalanya? Saya tak ingin, nama baik dari anak, dan juga keluarga saya, tercoreng karna masalah ini. Bagaimana jika nanti, video ini menyebar ke mana-mana? Ha? Kau juga harus memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya nanti," lanjutnya.Tak dapat dipungkiri, bahwa Andi Narendra juga seorang ayah. Alih-alih memikirkan dirinya sendiri, dia juga sangat memikirkan nama baik dari putrinya. Meskipun sekarang ini, video tersebut sudah dipastikan tak tersebar ke manapun, namun benar katanya, siapa yang tahu ke depannya akan bagaimana. Sementara si pemilik file asli dari video tersebut, belum diketahui wujudnya."A
"Kenapa kau menyetujuinya?" Tak disangka, Soraya yang sejak tadi hanya diam, kini berucap gamblang kepada Johnny.Johnny berusaha meredam segala ombak di kepalanya kepada Soraya. Ingin mengambil hati gadis itu. "Soraya, aku mohon, mengertilah. Bukan hanya memikirkan diriku sendiri, aku bahkan lebih memikirkan tentangmu." Johnny berlutut di hadapan Soraya. Berusaha meluluhkan wanita yang tiba-tiba saja akan menjadi istrinya.Tante Sonia yang sejak tadi memperhatikan, juga kini ikut membantu Johnny membujuk Soraya."Semua keputusan ini sudah diambil dengan pertimbangan yang baik, Soraya. Hentikan semua keegoisan itu, Nak. Fikirkan tentang masa depan kalian berdua. Kita tidak tau, apa yang bisa dilakukan oleh si penjebak itu lagi nantinya," jelas tante Soraya meyakinkan sang putri.Soraya kembali menangis tersedu. Air mata kini kembali membasahi pipinya. Menambah bengkak pada matanya. Semua di luar dari rencana masa depan yang sudah diaturnya jauh-jauh hari. "Mama akan meninggalkan kal
Bagaimana tidak, Johnny yang tidak pernah sama sekali menutup kantornya secara pribadi, di luar akhir pekan atau libur nasional, bahkan saat ayahnya meninggal dunia, kini dengan enteng memerintahkannya untuk menutup kantor selama seminggu penuh."Kau tau keadaannya, bukan? Tidak usah banyak tanya." Johnny tampak serius membolak-balik lembaran berkas di tangannya.Kevin yang merasa bahwa ada yang tidak beres pada sahabatnya itu, lantas merampas berkas yang sedang dibolak-balik oleh Johnny. Dia tau betul, bahwa sekarang pikiran Johnny bahkan tak tertumpu pada berkas lama tersebut."Katakan, Jo. Apa yang terjadi. Kau sudah menemui orang tua Soraya, bukan? Apa yang dia katakan?" tanya Kevin.Johnny yang menyadari bahwa fikirannya benar-benar gusar, akhirnya menyerah pada Kevin. Dia memang harus memberi tahu Kevin. Bagaimanapun juga, Kevin-lah nantinya yang akan dia andalkan untuk mengatur semuanya."Aku dan Soraya akan menikah ..."Kevin mengangguk mengerti. Pria berkacamata itu sudah men
Lagi-lagi, Dodo terlonjak kaget. Tapi mengalahi rasa penasarannya, Dodo yang sangat takut pada Johnny itu, hanya membalikkan badannya sebentar, dan mengangguk pelan, lalu meninggalkan bosnya yang tengah duduk di kursi tinggi ala bar tersebut.'Ada apa dengan tuan Suh. Aneh sekali. Tapi tak apalah, yuhuuuu ... akhirnya bisa refreshing,' gumam Dodo sembari berjalan menemui pekerja lainnya, untuk memberitahukan hal menggembirakan ini.Sementara Johnny, yang berada di ruangan bar yang khusus disediakan untuk tempatnya minum, kini telah menuangkan wine ke dalam gelasnya. Hatinya masih tak karuan. Rasa bersalah yang begitu kuat, juga terkaannya akan siapa yang sudah berani menjebak dirinya, sangat membuatnya menjadi kacau.'Aku tak akan melepaskanmu, bajingan! Setelah aku tau siapa kau sebenarnya, dan apa maksud dari tindakanmu ini, aku tak akan mengampunimu,' Johnny bergumam sesaat setelah ia menyesap segelas wine yang tadi ia tuangkan. Setelah melakukan ritual wajibnya untuk meminum wine
"Hah? Memangnya kamu ini siapa? Belagu banget jadi orang," sela Soraya, yang juga kaget atas perkataan Johnny barusan. Belum sempat mendapat jawaban dari lawan bicaranya, Soraya kembali dikagetkan oleh suara seseorang. "Johnny Suh. Kenapa kau masih berpakaian seperti ini. Meeting tiga puluh menit lagi!" ucap pria yang baru datang itu.Soraya dan Arinda saling tatap. Mereka menyadari sesuatu. Johnny Suh? Ya, benar. Lelaki dengan kaos oblong di hadapan mereka, pasti pemilik dari perusahaan yang bernama 'Suh Corporation' ini.'Mampus gue. Johnny Suh? Jadi, lelaki ini ...' gumam Soraya. "Mengerti sekarang kamu gadis sombong. Sekarang, ke luar dari kantor saya! Biarkan teman kamu bekerja." Pria yang benar adanya ialah pemilik perusahaan "Suh Corporation" itu, terang-terangan mengusir Soraya, karna telah berlaku tidak sopan padanya. Lelaki yang baru saja datang dan memperingatkan jadwal meeting pada Johnny tadi, juga tampak terheran-heran. Apa yang terjadi, pikirnya. Ia juga heran menga
"Jika kau ditolak, kau kira aku akan dengan egois membiarkanmu menjadi pengangguran sendirian?" ucap Arinda setengah meledek Soraya. "Huuuh ... kau ini." Soraya menoyor kepala Arinda pelan. Soraya dan Arinda sudah berteman sejak duduk di bangku SMA. Soraya yang merupakan putri dari pengusaha tekstil terbesar di kota itu, sangat nyaman berteman dengan Arinda, yang merupakan anak yatim piatu, dan hanya tinggal seorang diri di rumah yang tak terlalu besar peninggalan orang tuanya. Sikap perduli Arinda kepada Soraya, serta rasa kasih sayang yang Arinda berikan padanya, merupakan bagian dari hal yang membuat Soraya merasa sangat nyaman jika sedang bersama Arinda. "Yes, akhirnya kita diterima, Rin." Soraya bersorak ketika telah menyelesaikan intervew mereka, dan ke luar dari ruangan HRD tadi. "Puji Tuhan, Soraya. Kita bisa mulai bekerja besok," ucap Arinda. Hatinya sebenarnya sedikit mengganjal, karna percekcokan yang terjadi antara Soraya dan pria bernama Johnny Suh tadi. Terlebih, Jo
"Bagaimana ini, Arinda." Isak tangis Soraya memecah kala sahabatnya itu datang menemuinya. "Kenapa bisa seperti ini, Aya. Aku dan Kevin mencarimu dan pak Suh kemana-mana malam itu. Aku juga tak menduga bahwa kalian ternyata bersama." Arinda memeluk Soraya erat. "Semua terjadi begitu saja, Arinda. Sekarang, papa sudah sangat marah. Aku tak mungkin bisa membantah perkataan papa yang memintaku untuk menikah dengan pak Suh." Soraya meluapkan isi hatinya dengan leluasa dipelukan Arinda. "Aku juga tidak bisa berbuat apapun, Soraya. Semua sudah terjadi. Mungkin ini ialah jalan terbaik dari Tuhan." Arinda menenangkan Soraya dengan tutur lembutnya. Soraya mengangguk mengiyakan ucapan dari sahabatnya itu. Ia juga tak bisa berbuat apapun. Semua harus ia terima dan jalani saja sekarang. "Apakah Taraka menghubungimu?" Arinda tiba-tiba teringat akan seseorang. Mendengar nama itu, Soraya terkejut. Ya, benar. Saking kalutnya pikiran, ia sampai tak teringat pada kekasih yang sudah bertahun-tahun
'Sial! Apa yang sudah terjadi. Gadis ini ... aarghh shiit. Mengapa aku bisa tidur bersamanya?''Come on, Johnny! Ingatlah sesuatu.'Lelaki tampan itu merutuki dirinya sendiri, kala terbangun dari tidurnya. Kepala yang masih terasa berat karna pengaruh alkohol, membuatnya gusar. Terlebih, ketika melihat seorang wanita yang dikenalnya sebagai karyawan di kantornya itu, tidur satu kasur dengannya di kamar hotel, dan hanya terbalut selimut.'Tidak ... tidak. Ini tidak mungkin! Aku bersamanya malam tadi?'Dirinya semakin tak tentu arah, dan berusaha mengingat-ingat apa yang sudah terjadi setelah acara pesta perayaan pemenangan proyek besar oleh perusahaan miliknya. Sampai, suara seorang wanita membuyarkan segala pikirannya."Aarghh. Kepalaku sa--kit sekali." Gadis itu memegangi kepalanya, dan berusaha membangunkan diri.Betapa terkejutnya dia, mendapati dirinya yang hanya terbalut selimut, tanpa sehelai benangpun menempel di tubuhnya. Tak sampai disitu, rasa terkejutnya semakin menjadi mel
"Bagaimana ini, Arinda." Isak tangis Soraya memecah kala sahabatnya itu datang menemuinya. "Kenapa bisa seperti ini, Aya. Aku dan Kevin mencarimu dan pak Suh kemana-mana malam itu. Aku juga tak menduga bahwa kalian ternyata bersama." Arinda memeluk Soraya erat. "Semua terjadi begitu saja, Arinda. Sekarang, papa sudah sangat marah. Aku tak mungkin bisa membantah perkataan papa yang memintaku untuk menikah dengan pak Suh." Soraya meluapkan isi hatinya dengan leluasa dipelukan Arinda. "Aku juga tidak bisa berbuat apapun, Soraya. Semua sudah terjadi. Mungkin ini ialah jalan terbaik dari Tuhan." Arinda menenangkan Soraya dengan tutur lembutnya. Soraya mengangguk mengiyakan ucapan dari sahabatnya itu. Ia juga tak bisa berbuat apapun. Semua harus ia terima dan jalani saja sekarang. "Apakah Taraka menghubungimu?" Arinda tiba-tiba teringat akan seseorang. Mendengar nama itu, Soraya terkejut. Ya, benar. Saking kalutnya pikiran, ia sampai tak teringat pada kekasih yang sudah bertahun-tahun
"Jika kau ditolak, kau kira aku akan dengan egois membiarkanmu menjadi pengangguran sendirian?" ucap Arinda setengah meledek Soraya. "Huuuh ... kau ini." Soraya menoyor kepala Arinda pelan. Soraya dan Arinda sudah berteman sejak duduk di bangku SMA. Soraya yang merupakan putri dari pengusaha tekstil terbesar di kota itu, sangat nyaman berteman dengan Arinda, yang merupakan anak yatim piatu, dan hanya tinggal seorang diri di rumah yang tak terlalu besar peninggalan orang tuanya. Sikap perduli Arinda kepada Soraya, serta rasa kasih sayang yang Arinda berikan padanya, merupakan bagian dari hal yang membuat Soraya merasa sangat nyaman jika sedang bersama Arinda. "Yes, akhirnya kita diterima, Rin." Soraya bersorak ketika telah menyelesaikan intervew mereka, dan ke luar dari ruangan HRD tadi. "Puji Tuhan, Soraya. Kita bisa mulai bekerja besok," ucap Arinda. Hatinya sebenarnya sedikit mengganjal, karna percekcokan yang terjadi antara Soraya dan pria bernama Johnny Suh tadi. Terlebih, Jo
"Hah? Memangnya kamu ini siapa? Belagu banget jadi orang," sela Soraya, yang juga kaget atas perkataan Johnny barusan. Belum sempat mendapat jawaban dari lawan bicaranya, Soraya kembali dikagetkan oleh suara seseorang. "Johnny Suh. Kenapa kau masih berpakaian seperti ini. Meeting tiga puluh menit lagi!" ucap pria yang baru datang itu.Soraya dan Arinda saling tatap. Mereka menyadari sesuatu. Johnny Suh? Ya, benar. Lelaki dengan kaos oblong di hadapan mereka, pasti pemilik dari perusahaan yang bernama 'Suh Corporation' ini.'Mampus gue. Johnny Suh? Jadi, lelaki ini ...' gumam Soraya. "Mengerti sekarang kamu gadis sombong. Sekarang, ke luar dari kantor saya! Biarkan teman kamu bekerja." Pria yang benar adanya ialah pemilik perusahaan "Suh Corporation" itu, terang-terangan mengusir Soraya, karna telah berlaku tidak sopan padanya. Lelaki yang baru saja datang dan memperingatkan jadwal meeting pada Johnny tadi, juga tampak terheran-heran. Apa yang terjadi, pikirnya. Ia juga heran menga
Lagi-lagi, Dodo terlonjak kaget. Tapi mengalahi rasa penasarannya, Dodo yang sangat takut pada Johnny itu, hanya membalikkan badannya sebentar, dan mengangguk pelan, lalu meninggalkan bosnya yang tengah duduk di kursi tinggi ala bar tersebut.'Ada apa dengan tuan Suh. Aneh sekali. Tapi tak apalah, yuhuuuu ... akhirnya bisa refreshing,' gumam Dodo sembari berjalan menemui pekerja lainnya, untuk memberitahukan hal menggembirakan ini.Sementara Johnny, yang berada di ruangan bar yang khusus disediakan untuk tempatnya minum, kini telah menuangkan wine ke dalam gelasnya. Hatinya masih tak karuan. Rasa bersalah yang begitu kuat, juga terkaannya akan siapa yang sudah berani menjebak dirinya, sangat membuatnya menjadi kacau.'Aku tak akan melepaskanmu, bajingan! Setelah aku tau siapa kau sebenarnya, dan apa maksud dari tindakanmu ini, aku tak akan mengampunimu,' Johnny bergumam sesaat setelah ia menyesap segelas wine yang tadi ia tuangkan. Setelah melakukan ritual wajibnya untuk meminum wine
Bagaimana tidak, Johnny yang tidak pernah sama sekali menutup kantornya secara pribadi, di luar akhir pekan atau libur nasional, bahkan saat ayahnya meninggal dunia, kini dengan enteng memerintahkannya untuk menutup kantor selama seminggu penuh."Kau tau keadaannya, bukan? Tidak usah banyak tanya." Johnny tampak serius membolak-balik lembaran berkas di tangannya.Kevin yang merasa bahwa ada yang tidak beres pada sahabatnya itu, lantas merampas berkas yang sedang dibolak-balik oleh Johnny. Dia tau betul, bahwa sekarang pikiran Johnny bahkan tak tertumpu pada berkas lama tersebut."Katakan, Jo. Apa yang terjadi. Kau sudah menemui orang tua Soraya, bukan? Apa yang dia katakan?" tanya Kevin.Johnny yang menyadari bahwa fikirannya benar-benar gusar, akhirnya menyerah pada Kevin. Dia memang harus memberi tahu Kevin. Bagaimanapun juga, Kevin-lah nantinya yang akan dia andalkan untuk mengatur semuanya."Aku dan Soraya akan menikah ..."Kevin mengangguk mengerti. Pria berkacamata itu sudah men
"Kenapa kau menyetujuinya?" Tak disangka, Soraya yang sejak tadi hanya diam, kini berucap gamblang kepada Johnny.Johnny berusaha meredam segala ombak di kepalanya kepada Soraya. Ingin mengambil hati gadis itu. "Soraya, aku mohon, mengertilah. Bukan hanya memikirkan diriku sendiri, aku bahkan lebih memikirkan tentangmu." Johnny berlutut di hadapan Soraya. Berusaha meluluhkan wanita yang tiba-tiba saja akan menjadi istrinya.Tante Sonia yang sejak tadi memperhatikan, juga kini ikut membantu Johnny membujuk Soraya."Semua keputusan ini sudah diambil dengan pertimbangan yang baik, Soraya. Hentikan semua keegoisan itu, Nak. Fikirkan tentang masa depan kalian berdua. Kita tidak tau, apa yang bisa dilakukan oleh si penjebak itu lagi nantinya," jelas tante Soraya meyakinkan sang putri.Soraya kembali menangis tersedu. Air mata kini kembali membasahi pipinya. Menambah bengkak pada matanya. Semua di luar dari rencana masa depan yang sudah diaturnya jauh-jauh hari. "Mama akan meninggalkan kal
"Benar, Tuan. Saya juga sedang mencari tahu, apa motif dari penjebakan ini. Namun saya yakin, bahwa Soraya tak ada sangkut pautnya. Tujuan utama dari penjebakan ini adalah saya." Johnny terus meyakinkan papa Soraya."Hhhhhh. Saya mengerti." Andi Narendra menghela nafas sejenak."Sekarang, apa yang bisa kau lakukan untuk mempertanggung jawabkan segalanya? Saya tak ingin, nama baik dari anak, dan juga keluarga saya, tercoreng karna masalah ini. Bagaimana jika nanti, video ini menyebar ke mana-mana? Ha? Kau juga harus memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya nanti," lanjutnya.Tak dapat dipungkiri, bahwa Andi Narendra juga seorang ayah. Alih-alih memikirkan dirinya sendiri, dia juga sangat memikirkan nama baik dari putrinya. Meskipun sekarang ini, video tersebut sudah dipastikan tak tersebar ke manapun, namun benar katanya, siapa yang tahu ke depannya akan bagaimana. Sementara si pemilik file asli dari video tersebut, belum diketahui wujudnya."A
"Baik. Mama akan memanggil Soraya. Tapi, tolong tenanglah! Jangan melakukan apapun di sini. Jangan mencoba melakukan kekerasan lagi!" Sonia mengingatkan pada suaminya terlebih dahulu, agar tak berbuat macam-macam pada Johnny lagi, sembari dirinya akan memanggil putri mereka.Andi hanya terpaku mendengar perintah demi perintah dari sang istri. Dia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. Beliau sadar, bahwa tak bisa menghakimi putrinya, dan juga Johnny, atas hal yang baru dilihatnya dari satu sudut pandang saja.Menunggu kedatangan Soraya dan Sonia, kedua lelaki yang jelas tak berhubungan baik itu, hanya membisu. Ruangan hening sama sekali. Andi, yang masih berusaha menguasai emosinya, serta Johnny yang hanya duduk terpaku, dengan fikirannya yang juga tak kalah kalut sekarang.Sementara di lantai dua, Sonia sedang berusaha membujuk Soraya, yang masih berada di kamarnya."Yaya. Dengarkan mama! Kamu harus segera turun, dan menemui papamu. Kamu tak
Johnny duduk, dan memulai pembicaraannya pada tuan Narendra. "Baik, Tuan. Langsung saja, saya ke sini ingin meminta maaf pada tuan, karna ...""Karna telah meniduri putri saya?" Belum selesai Johnny berkata, Andi Narendra langsung memotong ucapannya.Degh!Jantung Johnny berdetak hebat. Jika kepala keluarga Narendra itu bisa berkata demikian, berarti, video memalukan tersebut sudah sampai ke tangannya?'Tidak ... tidak ... ini tidak mungkin! Bagaimana bisa?' batin Johnny.Tante Sonia, yang juga masih berada di ruangan yang sama, tak kalah terkejut dengan ucapan suaminya. Ya, wanita paruh baya itu memang sudah mengetahui hal ini sebelumnya. Namun, dia mewanti-wanti lebih dulu pada suaminya, agar tak langsung menghakimi Johnny dan Soraya begitu saja."Tuan. Maafkan saya. Ini semua memang salah saya. Tapi, semua tak seperti yang Tuan fikirkan. Saya, dan Soraya, tak bermaksud demikian." Johnny berusaha menjelaskan sejujur-jujurnya atas apa yang sebenarnya, pada Andi Narendra."Bajingan!"