“Jadi, Alexa sudah mulai menemukan ingatannya?” Laura meletakkan cangkir berisi capucino hangat di atas meja. Setelah Dylan mendengar kabar dari Alexa pagi tadi, Dylan tak dapat menahan diri untuk tidak bertemu Laura dan menceritakan semuanya. mereka memilih jam istirahat makan siang dan melakukan pertemuan di salah satu cafe yang dipilih Dylan yang berada tak jauh dari kantor Laura. Ia tak ingin hanya karena kepentingannya sendiri malah membuat gadis itu kerepotan dengan memilih cafe yang jauh dari kantornya. Dylan mengangkat cangkir miliknya dan menyesapnya. Ia meletakkannya kembali di atas meja sebelum menjawab, “Iya.” Kenangnya pada penjelasan Raynald tanpa pernah berhenti tersenyum. Meski belum ada penjelasan dari Alexa, tapi ia tetap senang mendengar kabar berita itu. Meskipun kata mungkin masih bertebaran dari setiap cerita Raynald, Dylan tetap tak bisa berhenti berharap kalau semua yang diceritakan laki-laki itu adalah kebenaran. Bahwa kini, Alexa mulai mengingat dirinya.Na
Sudah lebih dari satu jam Alexa menunggu Dylan di tempat biasa laki-laki itu duduk, di depan ruang rawatnya. Alexa penasaran atas perasaan aneh yang hadir ketika melihat Dylan bersama Laura. Jadi ia memutuskan untuk bertanya langsung pada laki-laki itu. Tapi, untuk pertama kalinya, hingga waktu menunjukkan pukul 21:00, laki-laki itu tak muncul di tempatnya. Dari atas kursi rodanya, Alexa mendesah pasrah. Sepertinya ia memang tak berkesempatan untuk hari ini. Alexa memutar roda kursinya ketika dokter yang menanganinya melangkah mendekat.“Hai, Lexa,” sapa dokter yang berperawakan tinggi dengan usia tak jauh darinya. Alexa tersenyum. “Hai, Dok,” sambutnya. Dokter itu menghentikan langkahnya di depan Alexa.“Nunggu seseorang?” tebaknya yang tepat sasaran. Alexa menunduk sejenak. Tersenyum, dan mengangguk. Ia kembali mengangkat wajahnya dan menatap dokter di depannya. “Dokter tahu, ‘kan, laki-laki yang selalu duduk di sini?” Ia bertanya. Dokter itu lantas terdiam sebelum kemudian mengan
“Hai!” Laura keluar dari gedung tempatnya bekerja dengan wajah berseri. Mata bulatnya yang menghiasi wajah putihnya menatap Dylan dengan binar kebahagiaan. Beberapa menit yang lalu, laki-laki itu menghubunginya. Memintanya mengirimkan lokasi kantor Laura tanpa memberi alasan kenapa dirinya akan datang. Dylan yang sejak tadi bersandar di badan mobilnya, menunggu Laura keluar, lantas menegakkan tubuhnya dan menghampiri Laura yang berjalan mendekat.“Ada apa sih, kok tumben maksa main ke kantor?” tanyanya penasaran. Ada satu hal yang disukai Dylan dari gadis bertubuh ramping di depannya ini. Matanya yang selalu terlihat penuh keceriaan. Yang entah bagaimana mampu membuatnya tersenyum.“Tapi saya gak ganggu, kan?” Dylan memastikan. Laura menggeleng penuh semangat. Ia kemudian bergumam kecil sambil menoleh ke kiri dan kanan seolah mencari sesuatu.“Kenapa?” tanya Dylan.“Oh, gak. Aku cari tempat untuk kita ngobrol. Atau mau di kantin saja?” tawarnya. Kali ini, Dylan yang menggeleng. “Saya
“Ray ....”“…”“Raynald.”“…”“Ray.” Alexa menyentuh lengan Raynald dengan lembut. Gerakan yang akhirnya mampu menyadarkan laki-laki itu dari lamunannya.“Eh, iya. Ada apa? Kamu mau minum? Tunggu sebentar aku ambilin.” Raynald beranjak dari tempatnya tanpa menunggu jawaban Alexa. Ia hendak menggapai gelas yang berada di sisi kiri tubuh perempuan itu. Namun sebelum itu, Alexa mencengkram lengan Raynald. Memaksa laki-laki itu untuk tetap diam. Raynald menatapnya dalam ekspresi yang tak terbaca oleh Alexa. .“Aku gak mau minum, Ray,” ujarnya. Dan Raynald seketika merasa bodoh. Ia hanya bergumam ‘oh’ pelan lalu kembali duduk dengan canggung.“Kamu kenapa sih?kok dari tadi bengong terus?” tanya Alexa mulai merasa ada yang aneh dengan laki-laki di depannya. Pasalnya, setelah mendapat pesan beberapa menit yang lalu, sikapnya mulai berubah. Raynald nyaris saja menjatuhkan piring buah di pangkuannya. Hampir saja melukai tangannya ketika mengupaskan Alexa sebuah apel, dan untuk waktu yang cuku
Sudah lama sejak terakhir kali ia datang ke rumah sakit. Hari ini, usai pulang dari kantornya, Laura menyempatkan diri untuk berkunjung. Ia mau memberi kejutan pada Raynald. Sejak ia mengirimi pesan pada laki-laki itu, hingga detik ini tak ada balasan apa pun dari Raynald. Setiap hari, yang ada Laura hanya semakin gelisah. Bertanya-tanya apakah laki-laki itu masih belum bisa memaafkannya? Maka hari ini, Laura memutuskan untuk menemuinya dan membicarakan semuanya. Sayangnya, ada satu hal yang dilupakannya, yang baru diingatnya ketika sudah tiba di rumah sakit. Bagaimana kalau ia bertemu dengan Dylan? Bukan sesuatu yang mustahil jika mereka bertemu di sana. Bahkan setau Laura setiap hari Dylan selalu berkunjung. Sudah hampir seminggu mereka tak saling berkomunikasi lagi. Tak pernah bertemu lagi. Sebenarnya, ada yang mengganjal di hati Laura. Namun, ia terlalu gengsi untuk memulai kembali. Sialnya, mungkin hari ini ia harus menghadapi Dylan. Laura mendesah keras. Kepalang tanggung, ia
Laura sedang serius dengan pekerjaannya mengetik di depan komputer ketika Angel datang dan menghempaskan tubuhnya di atas kursi kerjanya, di depan Laura. “Ada yang nyariin tuh, di lobi.” Perempuan yang nampak kelelahan itu memberi informasi pada Laura sembari menyandarkan kepalanya pada punggung kursi. Mendengar itu seketika Laura menghentikan keseriusannya mengetik. Ia mengangkat wajahnya menatap Angel yang justru memejamkan mata. “Siapa?” tanyanya penasaran. “Aku gak nanya sih sama Pak Beno. Tapi katanya ibu-ibu.” Pak Beno adalah scurity yang sudah cukup lama bekerja di kantor mereka. Tadi ketika Angel kembali dari meeting di luar, Pak Beno buru-buru menghampirinya dan menitipkan pesan untuk memberitahu Laura bahwa ada seseorang yang sedang menunggunya. Laura mengerutkan kening. Ibu-ibu? Seingatnya, ia tidak pernah mempunyai urusan dengan seorang ibu-ibu. “Udah, temuin aja dulu. Siapa tahu penting.” Saran Angel. Setelah menimang, Laura memutuskan untuk mengikuti saran kawannya
Hujan deras mengguyur langit malam itu. Membuat Laura bergeming di depan gedung kantornya. Hari ini, ia tak membawa kendaraan lantaran pagi tadi ia lupa meletakkan kuncinya di mana. Alhasil, Laura memutuskan berangkat kerja menggunakan jasa angkut taxi. Sebenarnya, masih belum terlambat untuk pulang menggunakan jasa angkuti itu lagi. Jarum pada jam di dinding kantornya masih menunjukkan angka delapan. Namun, Laura masih ingin berada di tempatnya berdiri saat ini. Masih ingin sendiri, masih ingin memikirkan semuanya. Bahkan tawaran Angel dan beberapa rekan kerjanya pun di tolak lantaran alasan itu. Sejak kedatangan Ibu Alexa siang tadi, hari Laura seketika kelabu. Melanjutkan bekerja pun rasanya tak berselera. Semua karena satu kalimat dari ibu Alexa yang terus saja menggema di telinganya. “Kata dokter, kita masih harus terus mengikuti arus drama ini sampai … sampai Alexa benar-benar bisa menerima kenyataan.” Laura mendesah. Hatinya bertanya-tanya. ‘Kenapa ia harus pedu
Raynald ingin menyudahi pertengkarannya dengan Laura. Ia merindukan perempuan itu, dan sama sekali tak ingin hubungan mereka berakhir begitu saja. Setelah sekian waktu mereka tak saling berkomunikasi, Raynald jadi benar-benar berpikir bahwa ia masih menginginkan Laura. Mungkin Laura benar, bahwa ia sudah keterlaluan. Bertindak tanpa mengetahui kebenarannya seperti apa. Jadi malam itu, Raynald memutuskan untuk melajukan mobilnya menuju rumah Laura. Tapi, apa yang didapat? Lagi-lagi kekasihnya itu sedang bermesraan dengan Dylan di dalam mobil. Bahkan, ia tak menolak ketika Dylan membelai wajahnya. Raynald tak menyadari, buku-buku jarinya sampai memutih karena mencengkram setir terlalu kuat. Tak lagi bisa menahan sakit hatinya, Raynald kembali menghidupkan mesin mobilnya. Seketika, lampu depan mobilnya mengganggu dua orang yang sedang berpandangan di depan sana. Sadar Laura telah mengenalinya, Raynald mulai menggerakkan roda mobilnya. Hingga saat Laura keluar dari mobil Dylan, Raynald
Satu Tahun Kemudian Sebuah pesta pernikahan di salah satu gedung mewah sedang berlangsung hari ini. Nuansa putih terlihat ketika memasuki area gedung. Dekorasi kuade yang terlihat anggun dengan beberapa bunga kertas berwarna putih, biru muda dan peach menjadi background dua sejoli yang sedang menyambut para tamu undangan untuk bersalaman pada mereka. Dua orang yang pernah menghadapi berbagai rintangan demi sampai pada hari ini. Gaun putih yang dikenakan mempelai wanita serta polesan make up tak menor membuatnya semakin terlihat cantik, tapi tak membuatnya nampak berbeda. Dan laki-laki yang menjulang di sampingnya, memamerkan senyum bahagia pada seluruh tamu yang hadir, membuat siapa saja yang melihatnya akan iri. Dari kejauhan Angel mengamati dua orang yang pernah dekat dengannya begitu nampak bahagia. Ia bahkan tak kuasa untuk tak ikut tersenyum atas apa yang disaksikannya hari ini. Sama sekali tak pernah disangka ia akan menghadiri acara pernikahan sakral ini. Ia pikir semua sudah
Sesuai harapan mereka, lalu lintas hari ini aman terkendali. Tak ada macet yang mengular. Meski bukan berarti jalanan lancar tanpa hambatan. Mereka sempat menemui macet di beberapa ruas jalan, hanya saja tak butuh waktu lama untuk keluar dari jebakan mobil-mobil yang berbaris. Raynald masih terus melajukan mobilnya memasuki sebuah kawasan berpenduduk. Sudah setengah jam yang lalu mereka keluar dari tol. Laura menikmati pemandangan yang dihadirkan di jalanan, meski pikirannya saat ini sedang kacau. Laura hanya berusaha fokus atas apa yang akan dilakukannya nanti ketika bertemu Dylan. Apa yang akan dikatakannya pada laki-laki itu. Beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam. Berharap hal itu dapat membantunya menenangkan diri.Mobil Raynald akhirnya mulai melambat ketika berbelok di sebuah tikungan. Beberapa orang terlihat berjualan di samping kiri dan kanan jalan. Laura bahkan melihat sebuah taman bermain anak yang ramai pengunjung. Ia tak tahu, Dylan akan memilih tempat ramai
Raynald duduk dengan gelisah di balik kemudi. Sejak kepergian Alexa dari rumahnya kemarin, Raynald memikirkan semua. Apakah ia harus memberitahu Laura tentang keberadaan laki-laki itu? Siapkah ia? Inikah akhir dari semuanya? Bisakah ia egois sekali saja dengan menutupi kebenaran? Sayang, hatinya tak kuasa melakukan itu dan kini di sinilah ia. Memarkir mobilnya di depan pintu rumah Laura. Menunggu perempuan itu keluar dari dalam rumah.Masih jelas di telinga Raynald bagaimana suara penuh antusias Laura ketika dirinya mengabarkan keberadaan Dylan. Dan masih jelas pula rasa sakit di hatinya ketika mendengar suara itu. Tak bisakah Laura berpura-pura biasa saja di hadapan Raynald? Setidaknya untuk menjaga perasaannya yang masih belum berhasil ditatanya kembali setelah apa yang terjadi pada hubungan mereka. Kalau saja boleh, Raynald ingin sekali memacu mobilnya meninggalkan rumah Laura dan tak pernah menampakan diri lagi. Sudah sewajarnya ia melakukan itu. Sudah sewajarnya ia
Raynald dirundung kegelisahan. Sejak beberapa jam yang lalu, matanya tak kunjung lepas dari telepon genggam miliknya yang bertanggar di atas meja. Ia menunggu telepon dari seseorang yang sudah berjanji akan menghubunginya hari ini. Rama. Rekan yang di mintai tolong oleh Raynald untuk mencari tahu keberadaan Dylan lewat adiknya. Namun, setelah hampir 3 jam menunggu, Rama tak juga menelpon. Raynald tak mengerti mengapa semua ini begitu penting bagi dirinya. Bisa saja ia mengabaikan Laura dan membiarkan perempuan itu menyelesaikan masalahnya sendiri. Lagi pula, masalahnya dengan Laura sudah selesai. Ia tak mengerti mengapa ia bersikap bak pahlawan kesiangan dengan membantu Laura menemukan cintanya. Padahal semua itu menyakitkan untuk Raynald. Beberapa kali ia mengembuskan napas dengan gusar. Kesabarannya mulai menipis. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan rumah, memacu mobilnya ke rumah Rama dan menodong laki-laki itu secara langsung. Kalau perlu, ia bisa langsung menemui adik Rama ta
Dari jauh, Angel mengamati apa yang terjadi pada dua orang di depannya. DItutupnya pintu mobil dan mulai menghidupkan mesin untuk segera pergi dari tempat itu. Bagaimana pun, rasa kesalnya terhadap Alexa belum benar-benar pergi. Semua dilakukannya hanya untuk memenuhi keinginan Raynald. Meski mengembalikan kepercayaan laki-laki itu 100% terhadapnya lagi, rasa-rasanya mustahil. Sejak ia memutuskan untuk terus terang atas apa yang sudah dilakukannya pada Alexa, ia tahu Raynald tak kan lagi sama seperti sebelumnya. Tapi setidaknya, ia lega untuk Raynald.Sebelumnya, ia tak mengerti bagaimana caranya untuk menebus kesalahan. Raynald tak mau membantunya memberi jawaban. Dan ibu Alexa, begitu membencinya hingga ke tulang. Alexa harus memutar otak untuk mencari cara memperbaiki apa yang sudah dirusaknya dari Alexa dan Dylan. Maka cara satu-satunya adalah dengan mencari tahu tentang Dylan. Profesi laki-laki itu memudahkan Angel untuk melacaknya. Nama Dylan sang pengacara berada
Alexa terlonjak dari kursi yang didudukinya manakala suara Angel di ujung sana mengabarkan satu informasi yang selama ini dicari-carinya.“Aku tahu di mana Dylan. Aku kirim lokasinya sekarang.”Entah bagaimana perempuan itu tahu keberadaan Dylan. Alexa bahkan tak sempat mengatakan halo, Angel sudah lebih dulu berbicara dan begitu saja mematikan panggilan mereka. Tak lama sebuah pesan masuk melalui aplikasi chat. Alexa membuka pesan itu yang menampilkan sebuah map menuju satu lokasi. Seketika Alexa merutuki diri yang sudah berani-beraninya melupakan apartemen itu. Calon tempat tinggal mereka yang sudah Dylan persiapkan untuknya. Gegas Alexa menarik tas, kunci dan jaketnya yang tersampir di atas kursi kerjanya. Secepatnya ia berlari keluar dari kamar, memacu mobilnya menuju tempat yang dikenalnya. Semua masih tergambar di kepala Alexa. Bagaikan sebuah peta yang sangat jelas rute perjalanannya. Ia tak perlu membuka aplikasi chat dan melihat bagaimana ia harus
“Saya sudah pernah bilang, kan, kalau hubungan kamu dan Laura itu gak sehat. Kamu gak mau dengar. Liatkan, semuanya jadi berantakan seperti ini.” cecar Antonio. Ia meletakkan segelas minuman soda di hadapan Dylan yang nampak frustasi. Diliriknya laki-laki itu sekilas sebelum ia meraih gelas yang letakkan Antonio di hadapannya dan menenggaknya.“Saya tahu.” Dylan meletakkan kembali gelasnya di atas meja bar. “Tapi, apa kamu bisa mengontrol perasaan kamu sendiri ketika sedang jatuh cinta?” Tanya Dylan. Pertanyaan yang sebenarnya sulit untuk dijawab oleh Antonio.“Saya tahu itu gak mudah. Tapi seharusnya kamu mencoba melawan. Kamu sudah punya Alexa. Bahkan Alexa sedang berjuang dengan ingatannya. Tapi kamu malah main di belakang. Itu yang saya gak habis pikir.”DYlan menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Di antara beberapa kawan yang dimilikinya, ia memilih untuk menceritakan semua perso
“Saya gak tahu, harus mulai dari mana.”Laura melirik Alexa yang duduk di depannya dengan hati-hati. Sejujurnya, untuk bertemu dengan perempuan ini setelah semuanya terungkap, ia belum siap. Namun ia tak punya pilihan lain ketika Alexa menghubunginya satu jam sebelum waktu istirahatnya, dan meminta untuk bertemu. Setelah hilangnya Dylan, Laura menjadi terlalu fokus untuk mengetahui di mana keberadaan laki-laki itu itu hingga melupakan bahwa ada yang harus diselesaikan di antara ia dan Alexa lebih dulu.Tak ada satu orang wanita pun di dunia ini yang bersedia merelakan kekasihnya untuk wanita lain. Begitu pun sebaliknya, tak ada satu orang laki-laki pun di dunia ini yang bersedia merelakan kekasihnya untuk laki-laki lain. Keluarga Laura adalah salah satu contoh keluarga yang gagal. Setelah ia mulai beranjak remaja, ayahnya mulai berubah. Perubahan yang tak pernah dimengerti Laura kenapa, tapi ternyata terbaca oleh ibunya sebelum suaminya itu mengakui a
Dua gelas sirup jeruk terhidang di depan Laura dan Raynald. Laura memang pernah datang ke rumah ini, tapi untuk bertemu penghuninya tentu baru kali ini. Jadi, ia benar-benar merasa gugup. Perempuan yang tadi dijumpainya di depan gerbang adalah adik Dylan. Dulu sekali, laki-laki itu pernah bercerita tentang adik perempuannya yang memiliki penyakit serupa dengan laura. Rupanya seperti inilah tampilan adiknya. Sedikit berbeda dari Dylan. Ia memiliki mata yang belok, hidung yang mancung dengan cuping yang tak lancip, dan bibir yang tipis di bagian atas tapi sedikit lebih tebal di bagian bawah. Kulitnya sawo matang, tak seperti Dylan dan ibunya yang putih. Mungkin adik perempuannya ini menurunkan gen dari ayahnya. Bukankah memang seperti itu kebanyakan? Anak peremepuan mengikuti bagaimana ayah mereka dan anak laki-laki mengikuti bagaimana ibu mereka.“Sebelum pergi, Dylan pamit untuk menenangkan diri. katanya dia butuh waktu untuk menjernihkan pikiran. Untuk sementara dia ga