Home / Romansa / Jerat Cinta Istri Lugu / Bab 6. Berita Tak Terduga

Share

Bab 6. Berita Tak Terduga

Author: T-Aryanti
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dalam deringan yang ke tiga, barulah panggilan Mila tersambung, lekas dia melontarkan suara. 

"As-Assala-mualaikum, Nad." Mila berkata sambil menahan rasa sakit

"Wa'alaikumsalam. Kamu kenapa, Mila? Kenapa suaramu seperti itu?"

"To-Tolong aku, Nad. A-Aku–"

Belum selesai berkata Mila jatuh pingsan.

***

Aroma obat yang menyengat menyeruak memenuhi seluruh rongga hidung Mila. Matanya mengerjap karena sinar lampu yang menyilaukan. Kemudian, dia menatap sekeliling dan tampak ruangan serba putih.

Mila meraba kepala yang terasa pusing, tetapi tangannya tidak bisa bergerak bebas. Dilihatnya ada jarum yang menancap di tangan kanan. "Apa yang terjadi padaku?" gumamnya. 

Kembali, dia mengedarkan pandangan. Tak ada siapa-siapa di sana, hanya ada suara dengkuran yang berasal dari sebelahnya. Dia tidak tahu itu siapa karena terhalang gorden yang memisahkan. "Pasti pasien lain," terkanya dalam hati.

Mila meraba perut yang masih menyisakan rasa sakit.

"Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa perutku masih terasa kram dan sakit?" Tanya itu kembali melintas dalam benak, tetapi Mila tidak tahu harus bertanya pada siapa.

Tidak ingin kepalanya semakin pusing, dia kembali memejamkan mata. Namun, adegan demi adegan yang terjadi semalam kembali memenuhi seluruh ruang di kepala Mila. Bulir bening itu kembali bergulir membasahi pipinya. Mila tidak ingin menangis, tetapi sesak yang dirasakannya dalam hati membuat cairan itu keluar secara otomatis. Sekeras apa pun Mila mencoba untuk menahannya, tetapi air mata itu bersikeras mendobrak mata.

Mila terisak menahan tangis. "Ya Allah, kenapa jadi begini? Kenapa suamiku jadi berubah jahat seperti itu? Inikah karma darimu karena menentang orang tua? Salahkah aku yang mencintai dan percaya sepenuh hati?" Wanita manis itu bergumam di sela isaknya.

Gorden tersingkap setengah lalu seseorang, yang berada di ranjang sebelah, yang mendengar isakan lirih Mila, bertanya, "Neng kenapa atuh nangis? Apa ada yang sakit sekali? Eteh panggilin perawat, ya, biar diperiksa?" tawar perempuan di seberang. 

Mila menoleh menatap perempuan itu, lalu tersenyum dan menggeleng. "Tidak usah, Mbak, terima kasih banyak. Saya hanya teringat sesuatu yang membuat saya sedih. Terima kasih atas tawaran Embak."

"Oalah ... aya naon atuh? Neng boleh cerita ama Eteh." Perempuan berkulit kuning langsat itu kembali menawarkan jasa.

Saat itu, dalam ruangan, hanya ada Mila dan pasien wanita yang berlogat Sunda. 

Mila hanya menggeleng menolak tawaran itu. Dia tidak mampu berkata banyak karena rasa sakit yang masih mendera dan juga pusing di kepala.

"Bagaimana mungkin aku bercerita pada orang asing? Pada sahabatku sendiri aja harus mikir beberapa kali." Mila bermonolog dalam hati. 

"Ya udah, atuh, Neng. Semoga semuanya baik-baik saja. Kalau butuh temen ngobrol, Eteh siap atuh," ucapnya tulus, sebelum melepas gorden yang dipegangnya saat menyingkap. Perempuan itu kini tak nampak lagi dalam pandangan Mila.

Pintu berdecit dan terbuka, lalu masuklah seseorang yang berjalan mendekat ke ranjang Mila.

"Alhamdulillah, lu dah sadar, Jamil." Orang itu yang tak lain adalah Nadia berucap seraya mengelus bahu temannya. Dia berdiri di samping ranjang. "Apa perutmu masih sakit?" tanya Nadia penuh khawatir.

"Iya, masih, tapi tidak sesakit kemarin. Apa sebenarnya yang terjadi padaku, Nad? Bagaimana aku bisa sampai ke rumah sakit? Trus apa Mas Dandy tahu aku ada di sini?" Mila memegang lengan Nadia dan menatap wajah temannya dengan penuh harap. Berharap mendapat jawaban atas segala tanya yang ada dalam benaknya.

"Tenang, Jamil, Satu-satu nanyanya. Gue 'kan jadi bingung mau jawab yang mana dulu." Nadia menyeret kursi yang ada di bawah ranjang lalu mendudukinya. "Gue jawab pertanyaan pertama lu. Elu ... lu mengalami pendarahan, Jamil."

Bagai tersambar petir Mila mendengar jawaban Nadia.

"Apa?! Pendarahan?! Maksud kamu aku–" Mila tidak bisa meneruskan kata-kata. Dia tidak percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya. 

Nadia menggangguk. Gadis cantik itu menatap sendu temannya dan bulir bening pun menetes menbasahi pipi. "Iya, Jamil, lu hamil. Tapi ... janin itu tak terselamatkan. Lu mengalami keguguran. Sabar, ya, Mil?" Nadia memeluk Mila yang sedang menangis tersedu. 

"Keguguran? Nggak mungkin, Nad. Itu nggak mungkin terjadi. Bagaimana bisa keguguran kalau aku nggak hamil?" tanya Mila setelah mampu menguasai emosi.

Nadia merenggangkan pelukan. "Lu nggak tau kalo lu hamil? Apa tidak ada tanda-tanda kehamilan selama ini sampai lu nggak tau kalo lagi hamil?" tanyanya penuh keheranan. 

Mila menggeleng. Selama ini dia tidak merasakan apa-apa. Tanda-tanda kehamilan di saat hamil muda pada umumnya–seperti mual, muntah-muntah, kepala pusing, tidak nafsu makan, lemah seperti orang yang mengalami anemia–tidak didapatinya. Hanya saja, dia terlambat datang bulan selama tiga minggu dan tak pernah terpikirkan olehnya kalau sedang hamil. Wanita berpakaian putih itu menganggap jika hal itu akibat stres karena banyak pikiran.

"Trus, apa Mas Dandy sudah tau? Maksudku ... apa Mas Dandy sudah kamu hubungi?" Mila berkata dengan suara parau. 

"Sudah, tersambung tapi tidak terangkat. Berkali-kali gue coba tetap saja tidak diangkat. Gue sampai makai ponsel lu karena gue kira dia tidak mengenal nomer gue makanya nggak diangkat" papar Nadia. 

"Ya Allah .... Kenapa kamu tega banget ma aku, Mas?" guman Mila. "Dia nyimpen nomermu, Nad. Sejak pertama bertemu," tuturnya sedih.

Hati Mila sangat perih mengetahui kenyataan bahwa suaminya sudah tidak memedulikannya lagi.

"Bener-bener tega, tuh, orang!" Nadia geram mengetahui kenyataan yang ada."Lu yang sabar, yaaa, Mil. Kagak usah mikirin manusia macam itu. Lu harus mikirin kesehatan lu dulu saat ini." Gadis itu mencoba menghibur dan menguatkan hati Mila.

"Jadi ... Mas Dandy tidak tahu dengan apa yang terjadi padaku?" Mila masih saja mempertanyakan hal yang jelas-jelas sudah diketahuinya.

Nadia menghela napas. "Lebih tepatnya dia tidak mau tau!" Dia menekan kata-katanya. 

Mila menunduk, menatap tangannya yang berada di atas paha yang tertutup selimut. Pikirannya berkecamuk. Wanita berwajah pucat itu tidak pernah habis pikir bahwa suaminya akan setega itu.

"Nad, aku harus pulang sekarang," pintanya. 

"Nggak bisa, Jamil Sayang. Kita tunggu komando dari dokter. Lagian juga infus lu belum abis," tolak Nadia seraya menunjuk botol infus yang tergantung di tiang yang ada di sisi kanan Mila.

"Cuma tinggal separuh. Kamu harus nolong aku, Nad. Aku harus pulang secepatnya," rengek Mila. Dia menggoyang-goyang tangan Nadia dan menatap lekat penuh harap wajah temannya.

"Memangnya kenapa, sih, Jamil? Baiknya di sini dulu, biar lu bisa istirahat dengan tenang." 

"Tidak bisa, Nad. Pokoknya aku harus pulang hari ini juga." Raut wajah Mila tersirat kecemasan yang teramat.

Nadia menatap lekat sahabatnya sambil membatin, "Ada apa, sih, sebenarnya? Kenapa Mila cemas sekali? Apa ... ada hal buruk yang bakal menimpanya jika dia tidak segera pulang?"

To be continue .... 

Related chapters

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 7. Akar Kebencian

    "Nadia?" Mila menggoyang pelan lengan sahabatnya. "Eh, I-iya, iya. Ntar kalo pas jam kunjungan dokter, gue akan pinta pulang paksa. Tapi, lu yakin udah kuat?" Nadia kembali memastikan keadaan Mila. Wanita berlesung pipit itu tersenyum sambil mengangguk. "Insyaallah, aku dah kuat. Yang penting secepatnya aku harus pulang, Nad."Pasalnya, seharian itu Nadia menunggui Mila seorang diri. Dia sudah meminta izin kepada sang bos untuk tidak masuk kerja dan memberitahukan semua yang terjadi pada Mila, di saat Mila sedang dalam perawatan.Sore itu, tepatnya jam setengah empat, Mila pun dibolehkan pulang oleh dokter setelah diperiksa dan dipastikan semua baik. Tadinya, sang dokter menyuruhnya untuk menunggu satu hari lagi agar dapat dipastikan bahwa keadaan pasiennya itu benar-benar sudah baik dan sehat. Dengan sedikit paksaan, akhirnya perempuan berkalung stetoskop itu mengizinkan. "Baiklah, Bu. Anda boleh pulang hari ini. Tapi dengan catatan, apabila ada apa-apa dengan pasien pihak rumah s

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 8. Awal Bertemu

    "Milaaa!" Dandy memasuki rumah sambil berteriak dengan berang. Mila mencoba bangun dengan segera, tetapi tidak bisa karena badannya belum pulih benar. Baru saja wanita itu menapak lantai, Dandy sudah berada di ambang pintu dengan napas tersengal dan wajah merah padam.Pria yang dipenuhi rasa emosi itu mendekat lalu mencengkeram lengan istrinya. "Dasar wanita sialan! Gara-gara kamu aku jadi kalah seharian ini! Uangku habis tak tersisa dan semua itu karena panggilan sialan darimu dan juga temanmu! Kalau saja kamu tidak menghubungiku pasti sekarang uangku telah menjadi berlipat ganda!" murka Dandy."Mas ... sakit ...," desis Mila, "lepasin ...," mohonnya kemudian.Pria berjaket kulit hitam itu tak menghiraukan permintaan Mila. Dia semakin mempererat cengkraman. Mila merintih lalu menangis dan memegangi perut yang terasa kram akibat menahan sakit."Dengar, ya! Mulai detik ini jangan pernah menghubungiku apa pun yang terjadi!" Dihempaskannya tangan sang istri hingga Mila terhuyung ke bela

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 9. Siasat terselubung

    "Makasih, ya, Mas, udah mau nganterin Mila." Mila melepas helm dan memberikannya pada lelaki yang masih menatap takjub bangunan mewah itu. "Mas! Kok diem." Mila menepuk bahu Dandy."Eh, iya, maaf maaf," ucapnya seraya menerima helm yang diulurkan Mila. Benda itu diletakkan di depannya. "Gue balik, ya? Udah malam, nggak enak dilihat satpam," pamitnya. Mila mengangguk dan tersenyum manis. "Sekali lagi, terima kasih banyak, Mas," ucapnya kemudian."No problem. Senang bisa mengantar gadis secantik lu."Mila tersenyum sipu mendengar ucapan Dandy.Lelaki bersuara berat itu memutar kunci motor dan menstater motornya, lalu menginjak persneling.Motor sport itupun melaju cepat meninggalkan Mila, yang tersenyum-senyum sendirian seraya menatap kepergian Dandy. Bunga-bunga asmara tampak bermekaran dalam hatinya. Gadis manis berlesung pipit itu sedang dilanda cinta pada pandangan pertama."Aduh." Mila menepuk dahi ketika teringat bahwa dirinya belum berkenalan dengan lelaki itu. "Kok bisa nggak i

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 10. Pernyataan Cinta

    Ketika lelaki beralis tebal itu menoleh ke belakang, dia melihat gadis yang ditunggunya berjalan mendekat, kemudian menyapa dan meminta maaf kepada Dandy karena sudah membuatnya menunggu."Maaf banget, ya, kamu jadi bosan gara-gara menungguku?" Mila kembali minta maaf setelah menurunkan Kelvin dari gendongan dan bocah tampan itu berlari ke kolam pasir. Itu adalah tempat favorit Kelvin."Sudah gue bilang nggak papa, Mila cantik. Itu sih, belum apa-apa. Gue rela kok nglakuin apa aja demi gadis cantik seperti lu. Apalagi ...." Dandy menjeda perkataannya. Dia meraih tangan Mila dan gadis itu langsung menoleh karena kaget. Lelaki berbibir tipis itu menatap lekat kedua mata Mila.Badan Mila bergetar mendapat perlakuan mendadak itu. Jantung gadis itu berdegup kencang, wajahnya mulai memanas, dan pipi pun memerah. Dia salah tingkah ditatap sendu oleh Dandy, lalu tertunduk memandang tangan yang ada dalam genggaman. "Apalagi ... apa?" tanyanya lirih."Apalagi buat orang yang gue cintai," ucap D

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 11. Bosan

    "Apa yang ada di pikiran kamu, Mila Sayaaank? Sampai kaget begitu. Jangan mikir aneh-aneh, deh. Mas cuman mau ciuman lebih dari itu dan lebih mesra lagi, biar berasa. Kalo gitu doank nggak berasa, Mila Cantik ...." Dandy tersenyum simpul."Oh ... trus seperti apa yang Mas mau?" "Harusnya gini dong." Dandy mencium layar ponsel berkali-kali, hingga basah, sambil mengeluarkan kata emuah, emuah, emuah. "Haruskah?" tanya Mila dengan tersipu. Dia geli sendiri membayangkan hal itu. "Harus dong, Mila Sayang. Biar mas bahagia." Dandy mengerling. Mila pun pasrah dan mengikuti kemauan sang kekasih, sesuai arahan. Padahal, dalam hati dia juga senang melakukan itu."Nah, gitu dong. Ini baru pacar Dandy. Kalau gini 'kan aku makin cinta ma Mila Sayang.""Idih, gombal.""Serius, Mila Sayang. Baru kali ini merasa seperti ini. Sebelumnya tidak pernah aku merasakan hal seperti dengan perempuan lain. Kamulah yang pertama dan satu-satunya. I love you so much, Honey. Muuuah."Mendapat pernyataan itu, M

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 12. Bimbang

    Dandy mengangguk. "Iya." Dia nyengir kuda."Ya, Allah ... itu 'kan nggak baik. Dosa, Mas, nggak berkah.""Yaaa, mau gimana lagi, itu jalan satu-satunya. Tanpa itu kita nggak bisa masuk kerja di sana tanpa hambatan, apalagi hanya dengan ijazah SMA. Jelas nggak mungkinlah meski kita ajuin lamaran lewat orang penting." Dandy berkata sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.Gadis berhidung bangir itu menghela napas. "Harus, ya, Mas?" Mila masih tidak begitu yakin dengan apa yang didengar."Ya harus, Mila. Wajib. Tanpa itu ya ... nggak bisa.""Kalo gitu, nggak usah aja deh, Mas. Mending–" Dandy menyergah, tak ingin melepaskan kesempatan. "Jangan gitu, Mila. Ini kesempatan langka dan kesempatan emas buat kita. Momen seperti ini jarang sekali ada. Kapan lagi kamu bisa dapat pekerjaan enak dan kita bisa bebas berduaan, jalan-jalan di mana aja. Ayolah, Mila sayang."Mila meremas tangan, hatinya resah memikirkan pilihan yang tepat. Sebenarnya, dia enggan berhubungan dengan hal semacam itu, t

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 13. Jerat yang Berhasil

    Mila menghentikan langkah seketika lalu berbalik. Dia melihat Dandy bergegas mendekat. "Ada apa, Mas?" tanyanya setelah sang kekasih berdiri tepat di hadapan.Dandy tidak langsung menjawab. Dia mengatur ritme detak jantung yang berdegup kencang. Setelah degupan dirasa stabil, dia memberanikan diri berkata, "Eeehm, anu ... i-itu ... dompet aku ketinggalan." Dandy cengar-cengir kayak kuda nyengir. "Boleh aku pinjam uang?" tanyanya kemudian.Mila yang detak jantungnya tadi bertalu-talu karena menyangka bahwa Dandy akan melakukan hal yang biasa dilakukan sebelum menutup telpon, yaitu memberi kiss, pun terkekeh. Ternyata pemikirannya salah besar.Melihat Mila tertawa geli, Dandy pun menyugar rambut. Dalam hatinya terselip rasa sungkan bercampur jengkel, merasa dirinya diremehkan. Namun, dia telan rasa itu demi meraih misinya. "Oalah, kirain tadi apa ...." Mila merogoh saku celana lalu mengambil beberapa lembar uang warna biru dan menyerahkannya kepada Dandy. "Ini, Mas. Nggak usah minjem.

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 14. Lamaran

    Gadis berbaju pink dengan rambut tergerai itu ragu untuk melangkah mendekat. Dia bergeming di samping tembok kantor pos yang jaraknya tidak jauh dari tempat Dandy dan seseorang itu sedang berdiri. Mila mengamati mereka berdua, yang sedang asyik mengobrol di bawah daun rindang pohon beringin dan tidak mengetahui keberadaannya.Dia pindai dari bawah hingga atas sosok yang sedang bersama kekasihnya. Wajah orang itu tampan dan rupawan, tak kalah tampan dengan wajah sang kekasih, mata agak sipit dengan alis tebal simetris, hidung mancung, pipi tirus, rambut lurus dengan potongan curtain cut (kata anak zaman now). Ada tahi lalat kecil di atas bibir yang tidak terlalu tipis itu, membuat wajahnya tak jemu untuk dipandang. Pakaian casual serba hitam yang digunakan oleh lelaki bermata elang itu sangat cocok dengan postur tubuhnya yang tinggi dan atletis serta kontras dengan kulitnya yang putih."Mungkinkah ini teman yang dimaksud Mas Dandy kemarin?" batinnya, "kalo dilihat dengan seksama, orang

Latest chapter

  • Jerat Cinta Istri Lugu   41. Dengarkan Aku!

    Mila yang tadi sempat terduduk diam, segera beranjak mendekati Aldi dan menyeret lelaki itu, keluar rumah.Aldi yang bingung dengan tindakan tiba-tiba itu, hanya pasrah mengikuti Mila, dengan tubuh condong ke depan akibat seretan yang cukup bertenaga.Nampaknya, Mila menggunakan seluruh tenaga guna menyeret dan mengajak tubuh tinggi jangkung itu untuk keluar. Dia ingin bicara serius, empat mata, dengan Aldi tanpa ada gangguan dari pihak lain."Apa-apaan maksud Mas Aldi ini? Dia pikir aku wanita apaan?" Mila bermonolog selama berjalan menuju pelataran, sambil sesekali mengembuskan napas dengan kasar, mencoba meluapkan segala rasa yang membuncah di hati.Mila melepas kasar lengan Aldi, sesampainya di sudut pelataran, samping rumah, dekat dengan kebun kosong milik tetangga. Tempat sepi yang tepat untuk berbicara tanpa ada gangguan. "Apa maksud, Mas? Mengapa, Mas, tiba-tiba datang dan melamar Mila?" tanyanya menggebu dengan menatap lekat lelaki yang ada di hadapannya.Aldi menatap teduh w

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 40. Kedatangan Aldi

    Sang pemilik suara hanya tersenyum simpul, menyaksikan ekspresi wanita yang mematung di ambang pintu itu. "Ma-Mas Aldi ...." Mila mengucek mata. Dia masih tidak percaya dengan penglihatannya. "Benarkah ... ini Mas Aldi?"Mila melangkah perlahan, sangat perlahan, menuju ke tempat Aldi seraya menatap lurus lelaki itu. Matanya enggan berkedip. Dia masih merasa ini adalah sebuah mimpi.Aldi berdiri. "Iya, ini aku," ucapnya seraya tersenyum samar."Ini bukan mimpi 'kan? Bukan ilusi juga 'kan?" tanya Mila lirih.Wanita itu masih melangkah tanpa melihat sekelilingnya, hingga akhirnya pekikan keras keluar dari bibir merahnya yang ranum, ketika kakinya terantuk kaki meja. Mila mengangkat sebelah kaki yang terasa sakit seraya merintih dan mendesis."Mil, kamu baik-baik saja?" tanya Aldi seraya mendekati Mila. Lelaki itu memegang tangan dan bahu Mila, lalu membimbingnya duduk ke sofa."Makanya, jalan itu lihat-lihat! Jangan main nyelonong aja!" seru Ikin yang berjalan masuk rumah lalu meletakka

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 39. Status Baru

    Keesokan harinya, Mila meminta izin kepada pemilik toko kelontong untuk bekerja agak siang. Wanita itu akan meminta surat pengantar terlebih dahulu ke balai desa untuk pengajuan gugatan cerainya sebelum memulai pekerjaan. "Jangan terlalu lama, ya, Mil? Takutnya yang lain kewalahan karena toko lagi rame-ramenya.""Iya, Mbak. Secepatnya Mila akan segera kembali, setelah urusan Mila selesai." Mila menangkupkan tangan di depan dada. "Mila mohon doanya, ya, Mbak, supaya semuanya berjalan lancar dan diberi kemudahan.""Tentu saja, Mila. Doa terbaik Embak terlantun untukmu." Si pemilik toko berkata tulus karena sedikit tahu dengan permasalahan yang menimpa Mila, saat Mila meminta izin."Terima kasih banyak, Mbak, atas kemakhlumannya." Mila berkata dengan perasaan tidak enak. Dia pun segera beranjak keluar setelah si pemilik toko mengangguk..Sementara, di tempat lain, Ikin sedang berbicara serius dengan temannya yang bekerja di pengadilan."Kamu yakin semua ini tidak akan sulit dan dapat se

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 38. Terungkap

    Sejak saat itu Ikin sudah tidak pernah tidur di bengkel lagi. Hubungannya dengan Mila pun mulai membaik karena wanita itu tidak pernah menyerah untuk meminta maaf, sehingga terjalin komunikasi yang cukup sering di antara keduanya. Hati Ikin lambat laun menjadi terenyuh dan melunak karena kegigihan Mila.Meskipun lelaki itu masih suka marah dan menghardik, tetapi Mila tidak pernah memasukkannya ke dalam hati. Dia tetap melayani kakaknya dan menyiapkan semua kebutuhan sang kakak layaknya seperti dulu, seakan tidak pernah terjadi apa-apa."Pokoknya, aku tidak boleh menyerah sebelum Bang Ikin memberi maaf padaku. Aku harus lebih bersabar lagi. Aku tahu jika saat ini Bang Ikin telah memberi maaf padaku, hanya saja belum mampu mengungkapkan secara langsung. Sabar Mila, Bang Ikin sayang banget, kok, sama kamu." Mila terus saja memotivasi diri di saat mendapat perlakuan keras Ikin. Dia tidak pernah merasa lelah tatkala menjalankan semua aktivitasnya--bekerja, mengerjakan pekerjaan rumah, mem

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 37. Mulai Menata

    Mila mendongak. "Mbak Zaenab ....""Ada yang mau mbak omongin. Kita ke ruang tamu, yuk?" Zaenab beranjak keluar kamar setelah berkata, lalu diikuti Mila dari belakang.Selama Ikin jarang pulang, Zaenab dan keluarga kecilnya kerap menginap di sana. Jarak rumah Zaenab dan ibunya tidak terlalu jauh, hanya berbeda RT saja. Akan tetapi, Zaenab tidak tega bila membiarkan Mak Inah yang masih belum sembuh benar hanya ditemani Mila. Untung saja, sang suami pengertian dan menuruti keinginan Zaenab tanpa banyak kata."Mil, ini ... temen mbak ada yang nawarin kerjaan. Lumayanlah buat hiburan, biar kamu nggak sedih dan melamun terus. Soal Ikin ... mbak akan bantu terus biar dia mau maafin kamu."Selama ini mbak sudah sering membujuk dia dan mencoba membuka pikirannya. Mungkin abangmu masih butuh waktu lagi. Setidaknya, dia sudah sering pulang," ujar Zaenab, setelah mereka duduk bersampingan di sofa."Kebetulan sekali, Mbak. Barusan Mila kepikiran untuk nyari kerjaan. Kerjaannya apa, Mbak?" tanya M

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 36. Demi Ibu

    Malam itu, suami Zaenab dan anak sulungnya sedang asik menonton televisi. Sedangkan Nadia asik mengobrol dengan Zaenab yang sedang memangku anaknya sambil menepuk-nepuk bokong sang anak dengan pelan, berharap balita berusia kurang dari dua tahun itu lekas tidur. Nadia menceritakan semua yang dia ketahui tentang Mila saat sahabatnya berada di Jakarta, sebelum dan setelah menikah, dengan gamblang.Sedangkan Mila menemani ibunya di kamar. Dia juga menyuapi sang ibu, dengan bubur buatannya, saat makan malam. Namun, dia sendiri tidak makan, hanya menghabiskan beberapa suap sisa bubur Mak Inah, demi menyenangkan hati ibunya. Dia sama sekali tidak bernafsu untuk makan karena memikirkan semua masalah yang timbul akibat ulahnya."Ibu lekas tidur. Mila akan menaruh mangkok dulu di dapur."Mak Inah menahan Mila yang hendak beranjak. "Mangkoknya taruh di meja saja, Nduk. Sini, kamu tidur bareng Emak sekarang."Mila mengangguk, tidak berniat menolak. Dia meletakkan mangkok lalu beranjak tidur di s

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 35. Permintaan Maaf

    Sesampainya dalam kamar, Ikin segera menidurkan Mak Inah di atas kasur. Kemudian, dia duduk di pinggir ranjang, di samping ibunya. Lelaki itu memegang dan mengelus tangan wanita kesayangannya. Zaenab bergegas ke meja makan untuk mengambil air putih lalu membawanya ke kamar Mak Inah. Dia memberikan gelas berisi air minum itu kepada Ikin. Ikin segera meminumkannya kepada sang ibu. Gelas tersebut dia letakkan di meja kecil yang ada di samping ranjang, setelah Mak Inah meneguk sedikit air dalam gelas.Mila hanya menatap sang ibu dari ambang pintu. Air matanya meleleh tiada henti sedari tadi. Dia tidak sanggup berkata-kata. Lidahnya seakan kelu karena melihat keadaan Mak Inah, dan semua itu akibat ulahnya.Dalam hati, Mila ingin sekali mendekati dan merengkuh wanita yang melahirkannya itu, tetapi melihat amarah kakak laki-lakinya dia urung dan menahan keinginan dalam-dalam."Mil-Mila ...." Mak Inah merintih memanggil nama anak bungsunya sambil terpejam.Mila hendak melangkah mendekati ib

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 34. Amarah Ikin

    Mak Inah yang sedang merebah dalam kamar, segera beranjak bangun. Meski tubuhnya lemas, wanita paruh baya itu tetap berusaha bangkit dari tidurnya karena mendengar ada kegaduhan dari luar rumah. Dia berjalan ke luar rumah sambil merambat di tembok. Tubuh ringkih itu tak sanggup berdiri sendiri.Sesampainya di ambang pintu, mata Mak Inah membeliak mendapati anak bungsunya ada di sana."Milaaa ... anakku ....," ucapnya lirih, "benarkah itu kamu, Nak?" Air mata Mak Inah pun meleleh tanpa permisi.Rasa rindu yang selama ini terbendung akhirnya meluap hanya dengan melihat sekilas anaknya yang sudah lama tidak pulang. Matanya tak bisa melihat dengan jelas karena air mata yang terjun dengan deras, menggenangi pelupuk mata, dan juga tubuh Mila terhalang oleh anak laki-lakinya itu."Mila," gumam Mak Inah sambil melangkah maju. Dia lupa tidak berpegangan hingga terjatuh, tersungkur.Zaenab yang berjalan dari arah dalam langsung menjerit keras sambil berlari menghampiri Mak Inah. Wanita itu baru

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 33. Pulang

    Sebelum menjelaskan apa yang sedang terjadi, Aldi terlebih dahulu meminta maaf karena telah lancang dan tidak meminta izin sebelumnya. Lelaki berhidung mancung itu menjelaskan perihal rencananya, bahwa dia ingin mengadakan syukuran atas selesainya kasus Mila, bersamaan dengan syukuran kesembuhan kakak sulung Nadia."Oooh, jadi ini rencana Bang Aldi." Nadia berbisik pada Mila. "Bang Aldi ternyata sangat keren. Rugi kalo lu sampe anggurin dia, Mil," goda Nadia, masih tetap berbisik.Mila menyenggol lengan Nadia. "Kamu ngomong apaan, sih, Nad? Bener kata Mas Aldi, makin lama kamu makin ngaco," ucapnya lirih.Nadi hanya terkikik melihat wajah sahabat karibnya tersipu."Sekali lagi, saya minta maaf karena telah lancang. Saya tidak bermaksud apa-apa, hanya ingin acaranya lebih meriah, dan supaya bisa didoakan juga oleh banyak orang. Maka dari itu, saya mengundang anak yatim dan orang-orang yang berjasa pada Mila. Saya berharap semua keluarga yang berkumpul berkenan, terutama sang tuan rumah

DMCA.com Protection Status