Yuhuuu, jejaks yess. Jangan lupa mampir di igeh akuh ya
“Orangtua kamu sudah tau kalau kalian sekarang sudah kumpul lagi.”“Belum Mih, nanti Aku akan menemui mereka kalau sudah di Jakarta,” sahut Akbar.“Sussana, kamu akan kembali ke Jakarta ‘kan?”Pertanyaan Ibu mertua Sussana sukses membuat Sussana dan Akbar terkejut. Keduanya saling menatap. Sejak bertemu sampai dengan sepakat kembali bersama dan menikmati madu cinta semalam, Akbar dan Sussana belum membahas masalah ini.Melihat kecanggungan Sussana dan masih bungkam dengan pertanyaannya, “Ya sudah, kalian diskusikan dulu bagaimana baiknya. Yang jelas kami akan selalu mendukung segala keputusan kalian,” ucap Zudith sambil tersenyum.“Iya, Mih,” jawab Sussana.Makan siang keluarga Mahesa saat itu begitu hangat, senyuman terpatri di wajah setiap orang yang hadir. Keberadaan mereka di Jogya untuk pembukaan cabang perusahaan Akbar memang suatu kesuksesan tapi yang membuat mereka lebih bahagia adalah melihat Sussana yang bisa kembali berada di tengah mereka.“Kamu baik-baik ya sayang, jaga k
Sussana berdecak, “Aku sedang tidak mood membicarakan apapun.” “Duduklah, kita harus bicara baik-baik.” Sussana bergeming, masih dalam posisi berdiri tanpa memandang Akbar. Akbar merengkuh Sussana kemudian mengarahkannya untuk duduk. Mengecek bekas luka di beberapa bagian tubuh Sussana, menatap sudut bibir wanita pujaannya yang terlihat darah mengering disudut itu. Menghela nafasnya, lalu menangkup wajah Sussana, "Kita bicarakan nanti, sayang. Aku akan panggil dokter," ujar Akbar. Sussana menahan lengan Akbar saat hendak beranjak, "Enggak usah, aku mau istirahat. Badan aku ‘tuh rasanya remuk gara-gara kamu semalam. Di tambah ada tante gila ngamuk." Akbar terkekeh, lalu mengacak rambut Sussana. "Kalau kamu mau perpanjang urusan ini, harus segera visum." "Enggak, aku mau tidur." Sussana merebahkan diri memunggungi Akbar. "Tidurlah, nanti malam kita lanjut lagi." Sussana berbalik, "Lanjut apa?" "Menurut kamu?" "Mas Akbar," pekik Sussana. "Aku masih capek." Akbar terkeke
Akbar mengeratkan pelukannya, “Terima kasih sayang.” Keduanya kini berhadapan, Akbar mencoba mengikis jarak diantara mereka dengan mendekatkan wajahnya. Hembusan nafas Akbar terasa hangat di wajah Sussana, juga dengan pagutan yang dilakukan Akbar. Bukan hanya pagutan bibir, pasangan suami istri yang sedang dimabuk cinta itu melanjutkan sesi percintaan mereka. Dengan tubuh keduanya yang sudah sama-sama polos, Akbar mulai bergerilya di sepanjang tubuh Sussana. Seakan seorang yang pengemis cinta yang sangat dahaga akan rasa cinta. Menikmati tubuh Sussana dengan penuh damba. Tidak berbeda dengan Akbar, Sussana juga menikmati. Menikmati sentuhan dan arahan untuk membuatnya melayang dan meneguk nikmat surga dunia. Entah karena memang buncahan rasa cinta yang luar biasa atau karena mulai esok mereka akan terpisah jarak. Meluapkan rasa karena cinta mereka akan terhalang oleh ruang. Sussana meremas sprei sambil menengadah menikmati gerakan tubuh Akbar, bahkan desahan berkali-kali keluar dar
Dering ponsel Sussana berbunyi membuat pemiliknya yang masih terlelap pun terusik. Meraba nakas tempat ponselnya berada. Menggeser tombol hijau, "Halo," ucap Sussana dengan suara serak khas bangun tidur. "Sayang," ucap Akbar di ujung telpon. Sussana langsung membuka matanya, "Mas Akbar." Cukup lama Sussana melepas rindu hanya via telp dan video call, padahal baru dua hari Akbar pulang ke Jakarta tapi rasanya seperti sudah berhari-hari. Jika bukan karena Sussana harus segera bersiap ke kantor, mungkin mereka akan tetap melanjutkan pembicaraannya. 'Cepat cari pengganti kamu, biar bisa segera aku jemput.' Pesan yang dikirim Akbar. 'Mas Akbar enggak ada niat ke sini untuk temui aku?' Balas Sussana. 'Adalah, tapi lebih baik kalau kamu permanen di Jakarta.' Sussana berdecak sambil meletakan ponselnya. Akbar menyerahkan persoalan insiden Nola yang menyerang Sussana pada Papihnya. Berharap tidak akan menjadi masalah di kemudian hari. Yudha dan Zudith pun menemui kedua orang tua Nol
“Keluarga pasien atas nama Sussana,” ucap salah satu perawat. “Saya Sus, saya suami Sussana.” Perawat itu mengantarkan Akbar menemui dokter. “Bagaimana kondisi Sussana, Dok?” tanya Akbar pada dokter yang sudah memeriksa Sussana. Akbar begitu mengkhawatirkan Sussana, tidak ingin sesuatu terjadi pada Sussana. "Kondisi Ibu Sussana stabil. Mungkin saat ini terlalu lelah dan banyak pikiran jadi tubuhnya bereaksi karena butuh istirahat. Ditambah dengan kondisi hamil muda memang lebih lemah dibandingkan kondisi sehat." Akbar menganggukan kepalanya, mengerti dengan apa yang dijelaskan dokter. 'Tunggu, Dokter bilang hamil?' batin Akbar. "Hamil? Istri saya hamil, Dok?" "Betul. Tekanan darahnya pasien agak rendah dan kurang asupan makanan, mungkin karena morning sicknessnya. Setelah Ibu Sussana bangun, tolong paksa untuk makan. Nanti suster akan menjelaskan vitamin dan makanan yang boleh dan baik untuk dikonsumsi," terang dokter. Demi apapun, Akbar saat ini sangat bahagia. Kalau tidak i
"Sudah bangun sayang?" tanya Akbar. "Hmm." "Aku akan pesankan sarapan, tidak boleh menolak." Sussana hanya diam, dia masih penasaran dengan pesan masuk dari Nola di ponsel Akbar. Sussana hanya sanggup menghabiskan setengah dari porsi sarapan yang disiapkan Akbar. Itupun harus disuapi. "Ini seriusan akan pindah?" Akbar mengangguk, dia sibuk menyiapkan vitamin yang harus diminum Sussana. “Minum!” titah Akbar sambil menyerahkan vitamin dan segelas air. “Kamu cukup duduk diam, nanti aku yang atur kepindahan kamu.” “Duduk diam? Aku mau ke kantor Mas.” Akbar menoleh, “Kamu sedang tidak sehat sayang, jangan terlalu memaksa. Ingat, kamu sedang hamil," ujar Akbar. "Aku sedang training pengganti aku, gimana mau cepat resign kalau aku malah enggak masuk lagi." "Biar aku yang antar ke kantor dan jangan paksa tubuh kamu. Kalau sudah tidak lelah segera istirahat," tutur Akbar dan segala nasihat lainnya. Akbar benar-benar memanjakan Sussana, bahkan dia mengantarkan Sussana sampai ke lobi. Ji
Hari ini Sussana berencana memeriksakan kehamilannya. Akbar yang awalnya mengatakan bisa mengantarkan ternyata ada pertemuan mendadak dengan rekan bisnisnya. “Sayang, kita tunda saja pemeriksaan kamu. Aku ingin antar kamu ke dokter,” sahut Akbar di ujung telpon. “Aku bisa sendiri, Mas. Enggak masalah, Mas fokus kerja aja,” jawab Sussana. Akbar sempat menawarkan diantar oleh Mamihnya tapi Sussana menolak. Dengan berat hati Akbar mengiyakan tapi Sussana akan berangkat ditemani oleh supirnya. Mengenakan dress yang agak sedikit menjaga agar tubuhnya nyaman karena perutnya sudah membuncit. Belum lagi pipi Sussana yang terlihat chubby, membuatnya terlihat semakin seksi menurut Akbar. Tiba di rumah sakit, Sussana berjalan di sepanjang koridor menuju poli kandungan. Setelah mendaftar lalu menunggu namanya dipanggil, Sussana duduk di kursi tunggu. Pasien hari itu tidak terlalu banyak, antrian Sussana hanya berselang dua orang sebelum gilirannya. Sangat antusias melihat foto hasil USG yang me
“Sayang,” ucap Akbar lalu berdiri dan menghampiri Sussana. “Kamu sejak kapan di dalam? Kenapa tidak kabari aku kalau mau ke sini?” Akbar merangkul Sussana dan mengajaknya duduk pada sofa. “Sejak Mas Akbar masih rapat. Yang jelas, aku dengar semua apa yang kamu bicarakan,” sahut Sussana. Akbar menghela nafasnya, “Kenapa tidak bilang kalau mau ke sini,” ujar Akbar. “Kalau aku bilang mau ke sini, enggak bakal dengar langsung pengakuan cinta tante Nola untuk kamu.” "Tapi, aku enggak ada perasaan dengan Nola.” Akbar menggenggam jemari Sussana seraya meyakinkan jika hanya ada Sussana dalam hatinya. “Aku tahu,” jawab Sussana. “Tapi rasanya kesal. Ada perempuan lain yang memuja damba laki-laki yang kita cintai.” Akbar terkekeh, Sussana menyorot kesal pada Akbar. “Ketawa sih, senang kalau banyak yang suka. Di perusahaan Om Bayu juga banyak penggemas Mas Akbar. Di sini juga sama.” Akbar kembali terkekeh. “Mas Akbar, apaan sih ketawa terus.” “Aku bahagia, sayang. Bahagia karena kamu terny