Akbar memandang leher turun ke dada yang masih terbungkus gaun tidur dengan tali kecil di pundak.
Meloloskan gaun tersebut dari tubuh Sussana, kini ia juga melepaskan pengait penutup dada yang berwarna sama dengan penutup inti Sussana. Setelah membuat istrinya polos, Akbar memindai Sussana, membuat si pemilik tubuh merona.
"Pak Akbar!!"
Akbar hanya terkekeh, kemudian membenamkan wajahnya diceruk leher Sussana. Menciumi garis leher Sussana bahkan menggigitnya meninggalkan jejak cinta di sana.
Turun ke dada Sussana yang terlihat lebih besar dan kencang dari biasanya. Akbar bermain dengan puncak dada tersebut bergantian kiri dan kanan. Menjilat, mengulum dan menghisap membuat si pemiliknya mendesah dan meremas rambut Akbar.
Setelah merasa puas, tangan Akbar menyentuh bagian inti Sussana yang sudah terasa sangat basah. Lalu membenamkan lidahnya di s
Akbar berjalan menuju ruang kerjanya bersama Bowo menjelaskan beberapa hal terkait operasional perusahaan. Saat melewati meja Ayu, “Pak, ada yang menunggu Bapak di dalam,” ucapnya.“Siapa? Saya tidak ada janji lagi setelah ini.”“Saya juga sampaikan begitu, tapi kata beliau Bapak tidak mungkin menolak kedatangan beliau,” sahut Ayu.Akbar penasaran dengan orang yang dimaksud Ayu, lalu membuka pintu ruang kerjanya diikuti oleh Bowo, “Hmm, kembang kantil itu mah. Bapak urus dulu deh, nanti saya lanjutin lagi,” ujar Bowo lalu meninggalkan Akbar yang masih terpaku di tengah pintu.“Hai Akbar,” sapa Inggrid yang duduk pada sofa dengan menyilangkan kaki. Mengenakan rok pendek hingga memperlihatkan kedua paha yang terlihat mulus. Akbar tidak menjawab, ia menuju kursi kerjanya. “Ada apa? Kita tidak ada janji temu, saya sibuk.” Sambil memperhatikan layar monitor dengan tangan menggerakan mouse
Akbar mengenakan celana pendek berwarna cream dan kaos putih setelah ia mandi. Menghampiri Sussana yang masih berbaring di sofa.Sussana melirik Akbar yang berjalan menuju pantry lebih tepatnya menghampiri dispenser untuk menghilangkan dahaganya. Sussana menelan salivanya, memandang Akbar dari belakang.Suaminya tergolong pria dengan tubuh kekar dan tampan. Bahkan di kantor, Sussana banyak mendengar para wanita membicarakan dan menginginkan Akbar.Mengalihkan pandangan kembali pada ponselnya saat Akbar menuju sofa yang sama, Akbar mengangkat kedua kaki Sussana yang terjulur lalu meletakan di pangkuannya.Memijat pelan kaki Sussana bahkan meraba naik ke paha putih Sussana yang saat ini mengenakan hot pants dan kaos kebesaran dengan bahan tipis."Pak Akbar, tangannya kondisikan.""Kamu yang menggoda, kenapa aku yang harus mengkondisikan," sahutnya. Sussana yang berada di posisi yang memang akan membuat Akbar mener
Sussana yang mengenakan piyama dilengkapi cardigan dengansenyum sumringah karena berada di salah satu warung tenda pinggir jalan, menunggu nasi goreng spesial pesanannya.Sedangkan Akbar, ia terlihat sangat tidak nyaman, mulai dari kursi plastik yang ia duduki, juga tempat mereka makan ini berada di atas saluran air."Sayang, kamu yakin disini steril?" tanya Akbar sambil berbisik. Sepertinya Akbar hidup manja dan mewah sejak lahir, hingga makan di tempat begini pun ia bingung."Berisik deh, Pak. Emangnya kita mau operasi pasien harus steril. Makanan kan di masak dulu dan panas, kumannya juga mati."Saat pesananya datang, Sussana sangat antusias dan segera melahapnya setelah membaca doa singkat. Sedangkan Akbar, ia masih mengaduk isi piring entah mencari apa."Cobain dulu deh, sesendok aja. Kalau ternyata enggak enak dilidah Pak Akbar kita enggak perlu ke sini lagi," tantang Sussana.Akbar berdecak, ia akan menyu
"Anak magang gaya lo kayak pela_cur, lo kasih apa Pak Akbar sampai dia mengabaikan gue." Tangan Maya mencekal rahang Sussana, "Lepaskan saya, anda salah paham," ujar Sussana. "Salah paham? Gue lihat lo turun dari mobil Akbar," ucap Maya. "Hebat juga lo ya, sampe bisa sedekat itu. Perjanjian apa lo sama dia? Atau lo memang sugar babynya pak Akbar?" "Le-pass," lirih Sussana terbata karena rahangnya sulit berbicara. Kemudian masuklah salah satu office girl, "Loh, ada apa ini Bu Maya?" "Kamu enggak usah ikut campur, ini cewek ganjen udah merebut cowok gue," ujar Maya. "Maaf, saya enggak mau ikut campur. Sekedar informasi di luar sudah ramai pegawai yang baru kembali dari makan siang, permisi."Sussana sempat melirik name tag yang tertera pada seragam yang dikenakan office girl itu sebelum ia meninggalkan toilet. Maya melepaskan cengkramannya, "K
"Aku besok ke luar kota, mungkin beberapa hari," ucap Akbar saat keluar dari kamar mandi. Sussana yang sedang memainkan ponselnya menoleh pada Akbar. "Terus aku gimana?" "Mau ikut? Ayo, aku malah senang kamu ikut," jawab Akbar. Lalu naik ke ranjang dan berbaring di sebelah Sussana yang bersandar pada head board. "Ngajaknya kayak yang enggak ikhlas," sahut Sussana lalu meletakan ponselnya di atas nakas merebahkan diri memunggungi Akbar. Akbar berdecak, "Enggak ikhlas gimana? Aku bilang aku senang kalau kamu bisa ikut. Jadi ada yang temani aku tidur juga, dibandingkan sendirian." Sussana merubah posisinya kini ia berbaring menghadap Akbar yang tidur terlentang namun wajahnya menatap Sussana, "Pak Akbar bilang apa ? Temani tidur? Harusnya kalau cuma untuk temani tidur lebih baik beli guling bukan menikah dan menjadikan istri sebagai orang yang menemani tidur," tungkas Sussana. Sabar, sabar, ucap Akbar dalam h
Masa magang Sussana telah berakhir, sekarang ia sudah mulai kembali ke kampus dan membuat laporan magang. “Habiskan dulu susu hangatnya,” pinta Akbar pada Sussana yang sudah siap berangkat kuliah. “Mau sarapan di jalan?” tanya Akbar pada Sussana. “Nanti aja di kantin kampus,” jawab Sussana sambil meletakan gelas pada wastafel cuci piring. “Pak Akbar, aku belum pamitan dengan divisi tempat aku magang, Enggak enak banget langsung ngilang gitu aja.” “Ya kamu buatlah acara perpisahan, makan-makan juga boleh. Sekalian aku publish kalau kamu itu istri aku,” titah Akbar. “Nanti aku bahas deh dengan Irgi dan Bima.” “Pak Akbar, jangan genit-genit sama Maya,” ucap Sussana sambil duduk pada sofa dan memakai sepatunya. “Perempuan itu agresif, aku takut Pak Akbar khilaf.” Akbar mengusap kepala Sussana, seraya mengatakan, Percayalah suamimu ini tipe laki-laki setia. Namun tidak mampu ia ucapkan, teringat dengan kejadian bersama Inggrid.
Aldi tertawa, "Kamu ngancam aku atau gimana nih maksudnya." Sussana mengedikkan bahunya, "Aku tau pekerjaan Kak Aldi selama ini loh," bisik Sussana. Wajah Aldi berubah datar, ia kemudian menarik tangan Sussana agar ikut dengannya meninggalkan kantin. Irgi dan Bima refleks berdiri dan menghalangi. "Enggak usah ikut campur, ini urusan gue," ucap Aldi. "Jangan begitu kak, semua bisa dibicarakan, lagi pula yang dikatakan Sussana benar. Dia sudah menikah," ungkap Bima. "Lepas," titah Sussana pada Aldi. "Enggak, loe ikut gue. Ada yang harus kita bicarakan," ucap Aldi. Dan disinilah mereka berada, cafe yang terletak tidak jauh dari kampus. "Cepet deh Kak, mau ngomong apaan sih," ucap Sussana setelah sampai di cafe. Pelayan datang menanyakan pesanan, Aldi menyebutkan dua jenis minuman tanpa bertanya pada Sussana karena sudah pasti perempuan ini tidak akan menyebutkan apapun. "Apa maksud kamu tau pekerjaa
Sussana semakin penasaran, “Kenapa Pak Akbar tidak mau rujuk kembali?” Terdengar helaan nafas Akbar, “Karena aku tidak bisa melupakan ketidaksetiaannya.” Akbar menoleh pada Sussana, “Apa yang kamu dan Aldi bicarakan?”“Hmmm.”"Sussana!""Enggak ada yang penting, aku cuma membela diri aja," jawab Sussana."Membela diri bagaimana?"Akhirnya Sussana menceritakan pembicaraan antara ia dan Aldi. "Kalau laki-laki brengsek itu kembali mendekati kamu, aku pastikan dia akan celaka.""Ishhh, jangan pakai kekerasan.""Lebih baik kamu istirahat atau ..." Akbar mendekati Sussana. "Pak Akbar mau ngapain?""Stttt, aku akan pelan-pelan." Akbar membuka kancing piyama Sussana satu persatu lalu melepaskan dan melemparnya, juga melucuti semua penutup tubuh Sussana.Mencium perut yang masih rata dan meremas bagian depan tubuh Sussana yang ukuranny