45 menit berlalu, bohong bila Sheila tidak mengkhawatirkan Bara. Dia duduk gelisah di ruang tamu sambil memegang ponsel berharap ada pesan dari Bara."Oh! Apa dia sengaja mengabaikanku?" gerutu Sheila tidak bermaksud marah pada Bara. Dia hanya kesal saja melihat respon Bara pada Kris."Shei, ada seseorang yang ingin ku kenalkan padamu. " Suara Bara menggema. Sheila langsung berdiri, perasaannya lega mendapati Bara kembali. Namun, dia kaget melihat seorang anak kecil yang digendong oleh Bara."Dia siapa?" tanya Sheila bingung. Bara menatap Sheila dengan wajah tegang. "Dia anakku.""Apa?!" Sheila menatap Bara tidak percaya. "Om Bara bohong!" celetuk Vano. Om? Bara tertawa, "Yah gagal," keluh Bara menurunkan Vano dari gendongannya. "Kata Mama gak boleh bohong, dosa."Sheila hanya bisa tersenyum melihat kejujuran anak kecil itu. "Sengaja mau ngerjain aku tadi?" ucap Sheila sambil berkacak pinggang. "Cuma bercanda, Sayang. Dia anak kakakku," jelas Bara membuat Sheila menatapnya sin
Sheila berjinjit lalu mencium pipi kanan Bara. Begitu cepat dan mengejutkan hingga Bara terkesiap, percayalah Bara masih tidak menyangka jika Sheila menciumnya. Biasanya dia harus merayu dulu agar Sheila mau. "Sayang!" rengek Bara terlihat salah tingkah dan itu justru memberi tawa geli untuk Sheila yang kini memalingkan wajah berpura-pura bila dia tidak melakukan apa-apa."Tatap aku," titah Bara serius namun terdengar lembut, dia memegang kedua pundak Sheila."Aku butuh jawabanmu bukan ciuman ini," protesnya, kedua alisnya hampir menyatu, jengkel. Merasa dipermainkan oleh Sheila."Jadi begitu? Kamu tidak suka aku cium?" Sheila sengaja membuat nada suaranya terdengar marah dan tersinggung. Tangannya terulur menghapus bekas ciumannya dengan ibu jari. "Selesai."Sheila langsung berlari karena dia tahu setelah ini Bara akan terus menuntutnya untuk menjelaskan."Dia pasti akan berteriak," gumam Sheila. Satu, dua, Sheila menghitung dalam hati. Tiga!"Sheila!"Benar dugaannya dan Sheila se
"Barbar," cicit Sheila memegang tangan Bara yang memegang salah satu bukit kembarnya. Pipinya bersemu merasakan napas Bara di lehernya kian memburu."Hm." Balasan bersuara berat itu mengalun rendah di telinganya. Sebelah tangan Bara bergerak naik ke pundaknya. Sheila menoleh lalu menahan tangan Bara yang ingin menurunkan tali lingerinya.Kening Bara mengerut keberatan. "Kau tidak suka aku menyentuhmu?" tanyanya agak tersinggung. Wajahnya yang semula berseri-seri berubah muram.Sheila terkekeh sambilberbalik, dia lantas mengalungkan tangannya di leher Bara. Ia memperhatikan detail ekspresi kesal suaminya."Sudah tidak tahan?" rayu Sheila mengangkat sebelah alisnya. Tangannya turun kemudian melepas dua kancing kemeja Bara. Dia lantas tersenyum jahil membuat Bara menggigit pipi bagian dalamnya, gemas.Bara langsung mendekap erat pinggang Sheila, merapatkan tubuh mereka. Karena itu, Sheila merasa sesuatu yang keras membentur perutnya. Seketika jantungnya berdegup kencang.Bara mengangk
Bara memandang Sheila yang duduk di pahanya. Detak jantungnya berdebar tidak karuan. Hawa panas kian menyelubungi dirinya. Mengapa Sheila sangat manis dan seksi secara bersamaan? Bahkan untuk berpaling darinya barang sedetik saja, Bara tidak mau.Sheila menatapnya ragu, lamat-lamat bibir ranumnya yang sedikit bengkak bergerak. "Boleh aku menyentuhnya?"Seharusnya dia langsung menyentuhnya, seperti aku yang langsung menjamah setiap jengkal tubuhnya tanpa menunggu persetujuannya. Tapi, aku tidak bisa membandingkan diriku dengan Sheila. Dia adalah wanita yang lembut dan hati-hati, ucap Bara dalam hati.Bara bangun, sorot matanya menatap sayang pada istri polosnya. Dia mengambil tangan Sheila dan menaruhnya di sana."Sentuh aku di mana pun yang kau mau," bisik Bara serak. Dia menghirup kuat aroma di leher Sheila sambil memejamkan mata menikmati wangi vanila yang menguar di indera penciumannya. Bara melarikan bibirnya di sepanjang kulit leher Sheila dan berakhir mengecup dadanya singkat.
"Kenapa kamu seperti ini Yan?'Alih-alih terpengaruh oleh kata-kata Bryan. Sheila justru dibuat kaget dengan sifat Bryan yang berubah drastis, dia berjalan maju mengikis jarak di antara mereka."Kenapa kamu selalu berpikir buruk tentang Bara? Bryan yang aku kenal bukan orang yang seperti ini," lanjutnya. Tatapan Bryan berubah pilu "Haruskah aku menjelaskannya, She?" tanyanya dengan suara rendah. Rasa kecewa dan kesedihan itu sangat kentara dari matanya.Sheila memegang pundak Bryan, memandang sendu pada pria yang dulu selalu mengisi hatinya, mengibur di kala sedih dan memberi warna pada setiap harinya. Yang Sheila tahu Bryan bukan orang yang egois, dia selalu mempedulikan orang lain sebelum dirinya. "Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik, Yan. Ini bukan akhir kisah cintamu, kamu harus bangkit dan temukan cinta sejati itu," ucap Sheila penuh perhatian.Pandangan Bryan terarah pada pigura foto Bara. Rahangnya mengetat dan matanya menggelap penuh kebencian."Dia merusak kebahagiaan k
Sheila berjalan mendekat guna mengamatinya lebih jelas. Matanya melebar, benda itu tampak tidak asing baginya.Ini mirip seperti milikku dulu, batinnya.Jepit berwarna pink berbentuk pita dengan bunga ungu di atasnya. Sheila bahkan memiliki pasangannya di rumah.Bagaimana mungkin Bara juga memilikinya?Robert menghela napas dan menatap Sheila dalam-dalam. "Sebenarnya Bara berusaha mencari gadis itu, tapi kami kesulitan menemukannya karena Bara tidak tau namanya. Yang dia katakan anak itu manis dengan rambut dikucir dua. Sebelumnya dia tidak pernah merengek namun, saat itu dia malah menangis keras ingin bertemu," jelas Robert semakin menambah rasa penasaran Sheila."Lalu bagaimana, Pa?" tanya Sheila sangat menanti kelanjutannya.Robert tertawa mengingat kejadian itu. "Aku hanya bisa berkata Bara, setiap kau memegangnya. Bayangkan jika gadis kecil itu ada bersamamu. Lalu aku memegang kedua pundaknya meyakinkan dia, suatu saat nanti kalian pasti bertemu.""Bagaimana tanggapannya?" "Dia
Bara tersenyum sambil mengangguk membuat kedua mata Monica berbinar. "Aku akan menunjukkannya." Monica memegang tali gaunnya yang tipis berniat menurunkannya."Kau salah paham." Bara menahan tangan Monica."Aku sama sekali tidak tertarik," ucap Bara datar. Monica mengernyit kesal mendengar respon Bara. "Kau bisa memikat banyak pria di luar sana, kecuali aku." Bara berkata mutlak. Pria itu kembali memasang wajah dingin dan tatapan tajamnya. "Bara! Kau melukai harga diriku!" geramnya dengan wajah memerah diiringi napas memburu.Bara berdecak, "Justru kau yang merendahkan harga dirimu! Keluar!" usir Bara sambil menyeret paksa tangan Monica lalu membanting pintunya kasar. Monica menghentakkan kakinya kesal. "Aku berjanji akan membuatmu menyesal!" jeritnya tepat di depan pintu kamar Bara.**Terhitung sudah lima hari Bryan sering datang mengunjungi Sheila. Tidak ada hal yang mencurigakan. Bryan tetap menjaga batasannya. Namun yang membuat Sheila resah adalah Bara yang tidak bisa dihubu
Tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada kehilangan dan pengkhianatan. Bara. Sheila bersimpuh menahan kaki Bara. "Barbar, dengarkan aku," rintihnya mendongak dengan mata sembabnya.Bara mengetatkan rahangnya, muak menatap wajah Sheila yang basah penuh air mata palsu. Lihatlah, betapa pintar wanita itu mengiba memohon padanya."Singkirkan tanganmu!" maki Bara lantang, dia lantas menarik kakinya kasar membuat Sheila terdorong ke depan. Pria itu benar-benar dibutakan emosi.Sheila segera bangkit menyusul Bara dengan tegesa menuruni anak tangga."Jangan bersikap egois, kemarahanmu tidak akan menyelesaikan semuanya!" jerit Sheila berusaha meredam amarah suaminya.Bara berbalik sambil memegang guci yang berukuran cukup besar."Berhenti!" perintah Bara pada Sheila yang berdiri di anak tangga terakhir."Jangan menyakitinya," ucap Bryan parau, dia menuruni tangga sambil memegangi perutnya yang terasa perih."Kau tidak akan tau hal gila apa yang aku lakukan jika kau terus mengejarku! Me
"Tolong ...." rintih Sheila lemah, satu tangannya menekan luka di perutnya dengan perasaan putus asa. Darah terus mengalir dari sana membuat wajah Sheila begitu pucat. Dia berusaha menyeret tubuhnya untuk mencari pintu keluar."Saat kau menemukan jalan keluar, semuanya sudah terlambat Sheila. Kau akan mati kehabisan darah!" seru sosok itu tanpa belas kasihan."Mas Bara tolong aku ... sakit Mas, ini sakit ..." ucap Sheila perih.Bara terbangun mendengar rintihan Sheila. Dia melihat wajah Sheila sudah dipenuhi dengan peluh keringat. "Astaga." Istrinya pasti sedang bermimpi buruk. "Shei, bangun... sayang buka matamu, aku di sini," ucap Bara tenang tepat di samping telinga Sheila.Sheila tersadar, tangisnya pecah saat melihat Bara ada di dekatnya. Dia langsung memeluk leher Bara erat. Hanya mimpi namun terasa begitu nyata. Sheila terisak di pelukan Bara."Tenang, Sayang. Aku tidak akan membiarkan satu orang pun melukaimu dan calon anak kita. Memangnya mimpi apa tadi?'' Sheila semakin m
Monica membuka pintu apartemen setelah mendapat telfon dari Kevin. Saat pria itu akan melangkah masuk, dia menahan tubuh Kevin. Matanya memicing melihat Kevin menyunggingkan senyum penuh arti."Mau apa?" ketus Monica."Aku kemari karena merindukanmu Mona. Apa aku tidak boleh masuk?" rayu Kevin menyentuh pipi Monica membuat wanita itu menyingkir.Kevin langsung menyandarkan tubuhnya di sofa dengan kaki di angkat ke atas meja. Seolah-olah tempat ini adalah miliknya. "Ambilkan aku minum," pintanya.Monica menatap sinis Kevin yang semena-mena padanya."Gunakan tangan dan kakimu yang masih berfungsi itu. Kau pikir aku pelayan?!" sahut Monica kesal, ia paling benci disuruh-suruh.Kevin menghela napas berat. "Kau tau apa kabar paling indah hari ini?""Apa?""Aku bertemu Sheila tadi, dia sangat cantik tidak heran bila Bara mencintainya," puji Kevin sambil tersenyum membayangkan paras Sheila. Pesona istri orang memang luar biasa, batinnya. "Cantik? Apa matamu rusak?!" maki Monica. Mendengar
Sheila mendesah pelan di sela ciuman mereka. "Uh, Barbar," lenguhnya saat bibir Bara menjelajah ke lehernya dengan gerakan tangan yang terus meraba punggungnya. Bara yang sudah diselubungi gairahnya langsung menggendong Sheila seperti koala. Dia membawa Sheila ke ranjang tanpa melepas ciuman panasnya. Bara membaringkan Sheila lalu menindihnya. Menciumi Sheila liar hingga suara kecapannya terdengar menggema di kamar ini."Huh." Bara menyudahi aksinya pria itu tersenyum melihat wajah Sheila yang memerah. Ekspresi Sheila saat ini begitu seksi dengan bibir terbuka dan mata sayu yang membuat Bara tidak tahan untuk menyerang bibir ranumnya lagi.Sheila mengusap rahang tegas Bara. Dia menyentuh dada bidang Bara lalu membalikkan posisi, Sheila menumpukan wajahnya di sana.Bara menjengitkan sebelah alisnya saat Sheila tidak melakukan apa-apa dan hanya memandangnya kagum.Tangan Bara sudah menyusup ke punggung Sheila melepaskan kaitan branya. Sedangkan Sheila tersenyum malu dengan reaksi tidak
Elisa menghembuskan napas berat setelah mendengar pertanyaan Bara. Sejujurnya, dia masih kesal dengan Sheila yang secara tidak langsung mengubah sikap Bara. Namun, demi putra kesayangannya, ia berusaha untuk lapang dada."Panggil Sheila ke sini," pintanya dengan suara parau.Bara mengangguk lalu berjalan keluar. Sheila bangkit dari duduknya saat Bara membuka pintu."Gimana kondisi Mama?" tanyanya dengan sorot mata cemas."Mama cari kamu, Shei." Ucap Bara membuat Sheila terdiam.Bara menggenggam tangan Sheila yang meragu, dia tahu terselip ketakutan di benak istrinya."Aku boleh masuk?""Iya. Gak apa-apa, Sayang," ucap Bara menatap Sheila teduh.Sheila dan Elisa saling bersitatap membuat Sheila merunduk takut dan tanpa sadar mengeratkan genggamannya. Elisa tersenyum melihat keduanya. Jika diperhatikan, mereka memang sangat serasi. Kenapa dia baru menyadarinya?"She, kemari lebih dekat. Jangan takut," pinta Elisa lembut. Sheila menoleh sebentar pada Bara dan lelaki itu membawa Sheila m
"Aku bercanda, Shei! Hahaha!" Tawa Bara memudarkan raut tegang di wajah Sheila. "Jahat!" seru Sheila kesal membuang muka.Bara menarik dagu Sheila dengan telunjuknya. Dia tidak bisa menahan senyumnya melihat wajah Sheila tertekuk masam. Bibirnya mengerucut lucu membuat Bara ingin menciumnya. "Jangan marah. Lagi pula bibir kamu mungil, Sayang, aku gak akan tega masukinnya." Bara mencium kening Sheila yang membuat wanita itu mendorong dada Bara agar menjauh."Jangan dibahas lagi," pinta Sheila sinis lalu melipat tangannya.Pria itu menoel-noel pipi Sheila yang cemberut. "Ayo belanja, beli apa pun yang kamu mau," bujuk Bara yang dibalas gelengan oleh Sheila, dia memilih berganti posisi duduk memunggungi suaminya.Bara menumpukan dagunya di pundak Sheila lalu berbisik lembut. "Ayo ke pantai."Sheila menoleh membuat hidung mereka bersentuhan. Sebenarnya dia sama sekali tidak marah, hanya sedikit terkejut dengan permintaan suaminya. Sheila juga merasa kesal lantaran tontonan favoritnya di
Sheila mematut dirinya di depan cermin dengan dress ketat keemasan sebatas paha dan sedikit memperlihatkan belahan dadanya. Sheila paham betul jika Bara menyukainya berpenampilan seksi begini, tentunya hanya untuk Bara seorang. Suaminya jelas akan marah jika dia mengenakan gaun ini ke tempat umum. Sheila keluar kamar dengan high heelsnya, melangkah pelan menaiki tangga menuju rooftop. Pria tampan dengan kemeja putih itu tampak tertegun menatap penampilan istrinya. Lengan kemejanya digulung hingga siku menampakkan otot-ototnya yang tercetak jelas. Wajah yang semula tampak datar itu berubah menjadi senyum yang merekah ketika Sheila datang. Matanya terkunci pada Sheila seutuhnya. Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambutnya."Perfect," puji Bara ketika Sheila melangkah anggun mendekati Bara. Bara menarik kursi mempersilahkan Sheila duduk. Meja yang dihias dengan mewah dan elegan. Bara memegang gelas mengajak Sheila bersulang. Suara dentingan gelas terdengar lirih. Setelah meneg
Sheila membelai lembut dada Bara yang berkeringat. Wangi parfum bercampur aroma Bara yang khas membuatnya betah dan nyaman berada dalam dekapan hangat suami tampannya. Debar jantung Bara yang tak beraturan membuat Sheila bersemu kala teringat momen panas itu. Ya, mereka bercinta di tengah penerbangannya menuju Bali.Sheila mengangkat wajahnya menatap Bara. "Suami aku ganteng banget," pujinya sambil mengelus rahang tegas itu. Dahi Bara mengerut. "Tumben puji aku, ada maunya pasti," tebaknya menoel hidung Sheila. Sheila menggeleng sambil tersenyum malu. "Gantian, biasanya kan kamu yang selalu bilang aku cantik," jawab Sheila polos. Bara memajukan wajahnya, mengikis jarak di antara mereka. "Karena kau memang cantik Shei, jauh lebih cantik saat naked seperti ini," balas Bara menyeringai."Nakal," cibir Sheila mencubit hidung mancung suaminya."Ahahaha." Bara tertawa lepas membuat Sheila terus tersipu karena tatapan jahil Bara yang meneliti ke arah tubuhnya.**Setelah perjalanan kurang
Sheila, kenapa mata aku ditutup segala sih?" protes Kayla berjalan hati-hati dengan Sheila yang memegang tangannya."Sabar dong, Kay," jawab Sheila membuka tali di belakang kepala Kayla. Kayla dibuat takjub saat penutup matanya dibuka. Air danau yang berkilau karena sorot lampu keemasan di sekitarnya tampak sangat indai. Ditambah hiasan berbentuk hati di depannya. Manis sekali, pikirnya."Kayla," panggil Bryan yang berjalan ke arahnya. Tanpa menunggu Bryan sampai di hadapannya Kayla memilih berlari dan langsung merengkuh tubuhnya. Menyalurkan kerinduan dan kecemasan yang beradu satu."Kemana saja kau ini?!" kesal Kayla, dia mendongak dan menyentuh wajah Bryan. Meski ada beberapa lebam di wajahnya. Bryan masih sangat tampan dan berwibawa dengan setelan jas yang membalut tubuh tegapnya.Bryan bersimpuh."Will you marry me?" tanya Bryan serius sambil membuka kotak kecil berisi cincin berlian."Ini tidak lucu," tegur Kayla syok. "Aku tau ini mendadak, tapi bersamamu aku ingin membuka lem
Pagi ini Sheila tengah menyirami bunga mawar di taman belakang rumah. Pinggangnya terlihat ramping memakai dress selutut berwarna putih dengan motif bunga merah muda. "Shei ...."Ketika Sheila berbalik badan, Bara terpesona dengan kecantikannya yang polos dan menawan. Meski ada plester yang menempel di keningnya, itu sama sekali tidak mengurangi kadar kecantikan Sheila.Bara memetik satu mawar dari tangkainya. Tangannya menyingkirkan pelan rambut Sheila lalu menyelipkan mawar merah itu di daun telinganya.Bara menarik pinggang Sheila untuk melihat lebih dekat wajah Sheila yang berseri-seri. Tatapan mata penuh damba dan cinta terpancar dari Bara. "Bahkan jika wajahmu keriput dan rambutmu memutih. Cintaku akan tetap sama." Jemarinya menelusuri paras Sheila.Sheila memukul dada Bara pelan."Dasar gombal ... ayo nikmati waktu hari ini.""Menikmatinya dengan begini?" Bara mencium bibir Sheila. Diamerindukan lumatan lembut dari bibir mungil itu. "Ehm, ssh," desis Sheila lantaran Bara me