Evans berlari cepat menghampiri Lura yang terjatuh, gadis itu menangis sambil memegangi kakinya.
“Sayang, apa kaki kamu sakit?” Pemuda itu berjongkok di depan gadisnya.
Kemudian ia memeriksa kaki Lura, ternyata kakinya berdarah karena tergores ranting. Darah segar menetes terus dari luka itu.
“Kakimu terluka,” ucap Evans sambil meniupi luka itu.
“Mas, kakiku sakit bukan karena luka itu. Kakiku lemas nggak bisa berdiri.”
"Apa sangat sakit?" Evans sangat khawatir kalau kaki calon istrinya kembali lumpuh.
"Nggak, Mas, cuma lemas aja," jawab Lura sambil terisak.
Evans mengusap air mata gadis itu, lalu bangun sambil membopong Lura dan berjalan menghampiri Pak Hartono.
“Mas, turunkan aku!” pinta Lura.
“Apa kamu bisa berdiri?” Evans khawatir kaki Lura masih belum bisa menopang tubuhnya.
“Bisa, Mas," jawab Lura dengan yakin.
Terpaksa ia menurunkan Lu
Evans membulatkan matanya. "Lura, kamu jangan bercanda! Tadi kamu bilang setuju kita pacarannya setelah menikah.""Apa mereka bukan sepasang kekasih?" tanya sang paman pelan kepada Pak Hartono setelah mendengar ucapan calon suami keponakannya.Laki-laki tua yang menjadi orang tua angkat keponakannya itu menggelengkan kepalanya."Sebelumnya mereka sudah saling kenal, tapi tidak berpacaran ataupun berteman dekat. Namun, tiba-tiba pemuda itu melamarnya.""Kelihatannya pemuda itu benar-benar serius," ucap sang paman yang berdiri sedikit jauh dari mereka."Semoga dia benar-benar jodoh yang tepat untuk Lura," sahut Mama Riska sambil memandangi Evans yang sudah datang membawa kebahagiaan di saat anaknya sedang berduka.Ketiga orang tua itu berdoa untuk kebahagian Lura. Mereka sangat bersyukur ada kebahagiaan di kala ia berada dalam kesedihan.CEO tampan itu menggenggam jemari gadis yang ada di hadapannya. Matanya sudah berkaca-kaca, lalu ber
“Sayang, kenapa kamu teriak?” Evans membukakan pintu mobil untuk Lura. “Kamu bisa pulang bareng calon suamimu kan.”“Mama tega tinggalin aku,” ucapnya sembari mengerucutkan bibir.“Mia Allura, jangan kayak gitu lagi selama kita belum sah,” kata Evans. "Ayo cepetan masuk."Lura menoleh pada calon suaminya. “Kayak gitu gimana, Mas? Memangnya aku ngapain?”“Jangan kayak gini lagi!” Evans mencomot bibir Lura dengan gemas. “Nanti aku khilaf.”“Astaga … ternyata otak kamu masih mesum, aku kira udah sembuh.” Lura melirik dengan sinis kepada laki-laki jangkung itu. “Aku jadi ragu nerima lamaranmu. Apa nanti kamu nggak akan kayak gitu lagi?”Evans berjongkok di depan Lura sambil menggenggam jemari tangan gadis cantik itu. “Sayang, percayalah! Aku sudah berubah. Aku akan selalu setia kepada istriku.”“Mas, bangun!
“Tapi, Kak, apa calon istri Kakak mengizinkan saya untuk ikut ke kota?”Anak laki-laki itu ragu, tapi ia juga tidak bisa hidup sebatang kara.“Dia wanita yang sangat baik,” jawab Evans, “Kamu tahu? Saya ke sini karena dia sangat sedih melihatmu. Dia juga merasakan apa yang kamu rasa sekarang.”Anak laki-laki itu menatap Lura yang sedang memerhatikannya dari kejauhan.‘Tidak ada pilihan lain, semoga aja saya bisa mendapatkan pekerjaan di sana, jadi tidak perlu menunggu belas kasih orang lain lagi. Bu, Pak, saya akan bertahan, saya janji akan menjadi anak baik,’ ucap anak laki-laki yang bernama Azzam dalam hatinya.Azzam mengangguk, lalu menerima uluran tangan Evans.“Namamu siapa?”“Azzam, Kak,” jawabnya.“Baiklah, Azzam, ayo kita pulang.” Mereka menghampiri Lura dan kedua orang tua angkatnya. Evans mengenalkan Azz
"Pekerjaan baru? Maksud Mas Bayu apa?""Itu, Non ... emm ... di rumah Nona Hanna," jawab Bayu, "Nanti, tanya Bos aja. Saya nggak berani bicara banyak." Bayu cengengesan sambil menggaruk kepalanya."Jam berapa pulangnya?""Jam sembilan, Non, tapi Bos pulang ke rumah baru yang dekat rumah Nona Hanna. Soalnya kalau pulang ke sini kejauhan."Mama Riska terkejut dengan apa yang diucapkan supir anaknya. "Rumah baru? Kenapa nggak bilang sama Mama kalau beli rumah.""Kata Bos, Nona lagi berduka, biar Nyonya fokus ke Nona Lura aja.""Ya ampun kasihan banget Mas Haris. Nanti deh aku telepon kalau jam kerjanya udah selesai."Lura sangat bahagia mempunyai Haris yang sudah seperti kakak kandungnya karena kasih sayangnya terhadap seorang adik angkat sangat tulus."Kira-kira kakakmu ngapain ya di sana?" tanya sang mama."Nggak tahu, Ma. Yang pasti Nona Hanna itu benci banget sama Mas Haris.""Semoga Haris nggak menyakiti H
Seorang pelayan wanita paruh baya selalu menemani Haris dan Hanna jika mereka berada di dalam kamar.Seharian lelah bekerja di kantor dan sekarang harus mengurus seekor hewan peliharaan yang tidak ia sukai.Baru dua hari berada di rumah Hanna bagaikan seribu tahun baginya. Ia tidak bisa memberontak saat dicaci maki oleh seorang wanita.Kucing abu-abu yang belum dikasih nama itu turun dari tempat tidurnya dan menghampiri Haris. Kucing itu langsung tidur di kaki laki-laki tampan itu."Sepertinya Tuan Haris tertidur," ucap pelayan wanita itu. "Saya mau ke luar sebentar, mumpung Nona Hanna lagi makan."Kini Haris hanya ditemani kucing peliharaan Hanna yang baru, ia tertidur pulas di karpet bulu berwarna putih.“Kenapa ada laki-laki tidur di sini?” kata Tuan Jay saat berdiri di depan pintu kamar yang pintunya terbuka lebar. “Hanna … pelayan …!” teriak laki-laki tua yang usianya sudah setengah abad.Lak
Naya turun dari tempat tidurnya, mengikuti sang suami keluar dari kamar. “Mas, kamu kalau ngomong yang jelas dong.”“Kurang jelas apanya sih? Aku kan udah bilang, mau menghadiri pernikahan Haris. Kamu nggak usah ikut ya, udah malam, tempatnya juga jauh.”Gilang mencium kening sang istri sebelum pergi ke rumah Tuan Jay.“Kamu jangan pergi sendiri ya!” Naya berteriak karena suaminya sudah menjauh.Gilang hanya mengacungkan jempolnya tanpa menyahuti ucapan sang istri karena ia sedang terburu-buru.“Kamu tahu alamat ini?” Gilang menunjukkan alamat yang dikirimkan Haris pada pengawalnya.“Tahu, Tuan,” jawab sang pengawal dengan sopan.“Antarkan saya ke sana sekarang juga.”“Baik, Tuan.”Pengawal itu segera membukakan pintu mobil untuk Tuan muda keluarga Sebastian. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.“Lebih cepat s
Haris mengembuskan napasnya dengan kasar, lalu berkata, “Baiklah, saya setuju untuk menikah, tapi dengan satu syarat.”“Apapun syaratnya akan kami penuhi,” jawab Tuan Jay.“Setelah kami menikah, Nona Hanna harus tinggal di rumah saya, dan tidak boleh ada yang ikut campur dengan urusan rumah tangga saya!" kata Haris dengan tegas.“Iya, Nak. Memang seharusnya istri itu mengikuti suami dan patuh padanya,” jawab Tuan Jay. “Saya juga ada permintaan, izinkan Hanna bermalam di sini untuk malam ini saja, besok pagi baru pindah ke rumahmu dan satu lagi jangan panggil dia Nona, panggil saja Hanna, sekarang dia istrimu dan tanggung jawabmu!”“Baiklah.”Walau ia akan terlepas dari tanggung jawabnya mengurus kucing wanita itu, tapi menjadi suaminya itu lebih mengerikan lagi baginya.“Kami akan menyiapkan persiapannya dengan cepat.”“Tunggu dulu, saya ingin seseoran
“Sekarang kamu sudah sah menjadi istri Haris, berbaktilah pada suamimu!” Tuan Jay menasehati Hanna setelah putrinya itu sah menjadi istri orang. “Besok Papi akan mendaftarkan pernikahanmu supaya sah di mata hukum.“Terserah Papi,” ucap Hanna dengan malas.Wanita itu langsung pergi ke kamarnya tanpa berpamitan kepada suami dan keluarganya."Maafkan Hanna ya Bu, Pak, mungkin dia butuh waktu untuk menenangkan diri."Bu Wina merasa tidak enak hati kepada keluarga besannya atas sikap putrinya."Tidak apa, Bu. Kami mengerti," balas Mama Riska sembari tersenyum ramah."Pak Hartono, ada yang ingin saya bicarakan dengan anda. Bisa ikut saya sebentar," kata Tuan Jay dengan ramah."Bisa, Tuan," jawab laki-laki tua itu dengan sopan."Jangan panggil saya Tuan! Sekarang kita sudah menjadi besan, panggil saja Pak Jay atau besan," ucap Tuan Jay sembari tertawa. "Mari, Pak!"Pak Hartono tersenyum, lalu
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te