“Maaf.” Evans menutup mulutnya rapat-rapat.
Ia tidak bisa untuk tidak protes kepada calon istrinya karena sudah mengabaikan kesehatannya, tapi melihat Lura marah, ia tidak bisa berkutik.
Mama Riska, Nenek, dan Dokter Irwan masuk ke kamar Lura setelah diberitahu kalau gadis itu sudah sadar.
“Vans, biarkan Dokter Irwan memeriksa Lura terlebih dulu.” Mama Riska terpaksa mengusir calon menantunya dengan halus karena laki-laki itu tidak mau menyingkir, walaupun Dokter Irwan hendak memeriksa Lura.
“Iya, Ma.”
Evans bangun dari duduknya, lalu berdiri di belakang sang nenek yang duduk di sofa, sedikit jauh dari tempat Lura berbaring.
Dokter muda itu mulai memeriksa detak jantung dan denyut nadi Lura. Ia memegang tangan Lura dengan sangat lama, hingga Evans tidak suka melihatnya.
“Dasar Dokter mesum, kenapa dia pegang tangan calon istriku dengan sangat lama. Memeriksa begitu saja kan cukup dengan
Dokter itu hanya tersenyum melihat perdebatan pasangan muda itu. “Kalau begitu saya permisi dulu, kalau nanti malam kambuh lagi segera bawa ke rumah sakit.”“Iya, Dok, terima kasih banyak,” ucap Mama Riska.Dokter muda itu keluar dari kamar Lura diantar oleh Mama Riska. Sedangkan Evans dan sang nenek masih berada di dalam kamar Lura.Sang nenek bangun dan berjalan pelan mendekati Lura, lalu duduk di pinggiran tempat tidur cucunya. “Nak, jaga cucu Nenek! Saya percayakan dia sama kamu.”“Siap, Nek.”“Pernikahanmu tinggal beberapa hari lagi, memang banyak rintangan bagi orang yang mau beribadah. Jadi, kalian harus bisa saling menjaga hati,” ucap wanita tua yang duduk sambil menggenggam tangan Lura.“Baik, Nek.”“Lura, kamu hargai dia sebagai calon suamimu. Kamu harus menghormatinya, jangan hanya memanggilnya dengan sebutan nama saja, Dia juga lebih tua dari kam
“Kenapa? Apa kamu berubah pikiran karena aku tua dan tidak pantas bersanding denganmu?”Evans mengira Lura berubah pikiran karena ia sudah tua jika dibandingkan dengan mantan terindahnya.“Bukan kayak gitu, Pernikahan kita tinggal beberapa hari lagi, tapi aku belum memesan baju pengantin. Aku ingin memakai gaun yang indah di hari bahagiaku. Aku ingin menikah sekali seumur hidupku."Lura memerhatikan raut wajah calon suaminya. Ia mengerti kalau laki-laki itu akan kecewa mendengarnya."Aku juga ingin menikah sekali dalam hidupku, aku ingin kita menua bersama ... ehm ... maksudku aku ingin kita hidup bersama sampai ajal memisahkan."Evans meralat ucapannya karena tidak mau Lura membahas perbedaan usianya lagi."Aku ingin memakai gaun yang istimewa di pernikahanku, tapi dengan waktu yang hanya tinggal beberapa hari aja, apa gaun itu bisa selesai dalam waktu singkat? Aku belum memesannya, belum memilih bahan dan yang lainnya. Ak
“Apa besarnya cinta hanya diukur dari seberapa lama kita mencintai? Aku nggak tahu bagaimana caranya membuktikan kalau aku sangat mencintaimu, tapi kamu bisa melakukan apa pun untuk membuktikan seberapa besar cintaku padamu. Aku rela mati untukmu."Laki-laki itu kembali meraih tangan calon istrinya. "Beritahu aku bagaimana caranya membuktikan cintaku padamu? Apa aku harus mati dulu supaya kamu percaya seberapa besar cintaku padamu?”“Enak aja mau mati segampang itu. Apa kamu mau menjadikan aku janda sebelum menikah? Kalau ngomong seenaknya aja, apa di kepalamu itu tidak ada isinya?”Lura marah ketika Evans berbicara tentang kematian. Bukan itu yang diinginkan Lura, ia hanya berpikir kalau Evans hanya menginginkan dia sebagai ibu anak-anaknya saja, bukan sebagai pengisi hatinya.Evans mencomot bibir calon istrinya sambil tertawa. “Bagaimana aku nggak tergila-gila padamu kalau kamu segila ini. Aku sudah menjadi gila karena menc
“Baiklah.” Evans kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket. “Maaf, aku nggak peka soal beginian. Maafkan aku, Sayang.”"Iya," sahut Lura. “Mas, tolong ambilkan hapeku dong, aku mau nelpon Naya.”“Iya, Sayang, sebentar, kayaknya tas kamu masih di mobilku.” Evans bangun dari duduknya, lalu keluar dari kamar Lura.“Lura tidur?” tanya sang mama ketika melihat calon menantunya keluar dari kamar putrinya.“Belum, Ma, saya mau ambilkan hapenya masih tertinggal di dalam mobil.”“Oh.” Mama Riska bangun dari duduknya, lalu masuk ke dalam kamar sang anak.Sementara di rumah Gilang, Haris dan Hanna sedang menunggu Gilang di kamarnya.“Sayang, kamu bosan ya?” tanya Haris kepada Hanna yang sedang sibuk dengan ponselnya.Hanna menoleh sambil tersenyum. “Nggak kok. Aku bersyukur mempunyai suami sebaik kamu, sama orang
Haris mengedipkan matanya, menggoda sang istri."Apaan sih, Yang." Hanna tertunduk malu, ia tahu apa yang dimaksud suaminya.Haris menarik tengkuk Hanna, lalu mendekatkan bibirnya pada bibir sang istri.“Jangan ciuman di depanku!”Ucapan Gilang mengejutkan Hanna dan Haris. Mereka langsung membenarkan posisi duduknya.Hanna tertunduk malu, sedangkan Haris bangun dari duduknya, lalu menghampiri Gilang.“Boss, anda sudah bangun?” tanya Haris kepada boss-nya."Aku sudah bangun sejak kamu mulai merayu istrimu," jawab Gilang sambil berusaha untuk bangun.Haris membantu laki-laki yang sedang memegangi kepalanya itu untuk duduk bersandar.“Aku panggil Bi Darmi dulu.”Hanna bangun dari duduknya. Ia buru-buru keluar dari kamar itu. ‘Untung ada alasan untuk keluar dari kamar Mas Gilang. Aku malu banget ya ampun,’ ucap Hanna dalam hatinya sambil melangkah menuj
“Iya, Mbak, aku kepikiran Mas Gilang terus,” jawab Naya sambil berjalan mendekati Hanna. Lalu memeluk wanita itu.“Jangan panggil Mbak, panggil Hanna aja!” ucap Hanna setelah melepas pelukannya.Naya tersenyum sambil mengangguk. “Terima kasih bantuannya, maaf sudah merepotkanmu dan Mas Haris.”“Nggak kok.” Hanna tersenyum manis, lalu menyalami mertua Naya. "Tante, apa kabar?""Tante baik, Nak," jawab wanita paruh baya itu sambil tersenyum."Mami istirahat aja dulu," kata Naya pada mertuanya yang terlihat lelah.“Ya udah, Mami ke kamar dulu ya.” Mami Tyas pamit kepada Hanna dan Naya."Iya, Mi," jawab Naya.“Oh ya, tadi katanya Lura pingsan?” tanya Naya setelah duduk di samping Hanna.“Iya, tadi dia sakit perut, makanya pulang,” jawab Hanna."Apa sekarang Lura baik-baik aja?” tanya Naya yang membuat Hanna melihat kembali
“Maaf ya udah ngagetin Bibi,” ucap Naya. “Aku baru aja datang,” lanjutnya.“Nggak apa-apa, Nona. Bibi yang salah karena kerjanya nggak fokus,” ucap Bi Darmi sambil memberikan nampan pada majikannya.“Terima kasih ya, Bi.” Naya pergi membawa nampan bersi sup dan air lemon untuk suaminya.Di dalam kamar, Gilang masih memegangi kepalanya. “Sakit sekali.”“Sebentar saya ambilkan obat.”“Nggak usah Haris!” cegah Gilang, “Aku mau mandi aja, mungkin badanku lebih segar kalau aku berendam,” imbuhnya.“Baik-”Haris menjeda ucapannya saat ada seseorang masuk ke dalam kamar sang tuan dan ternyata yang datang, istri dari boss-nya.“Boss, saya keluar dulu,” ucap Haris yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh Gilang."Permisi, Nona.” Haris membungkuk hormat kepada istri boss-nya sebelum keluar dari kamar.
“Kami baik-baik aja, Mi.” Naya tersenyum supaya mertuanya tidak curiga. “Mami jangan khawatir, Mas Gilang sangat mencintaiku, mana mungkin dia bisa marah sama aku.”“Kalau dia menyakitimu lagi, bilang sama mami.”“Iya, Mi.”“Nona, apa kami juga boleh pulang?” tanya Haris pada istri boss-nya.“Pulanglah. Sekali lagi terima kasih ya, kalian baik banget. Maaf udah ngerepotin kalian.”“Tidak merepotkan, Nona. Sudah sepantasnya saya melakukan ini,” jawab Haris. “Kalau begitu, saya dan Hanna pulang dulu.”“Kalian hati-hati ya.”Naya kembali ke kamarnya setelah Haris dan sang mami pulang. ‘Mas Gilang belum keluar juga,’ batin Naya sambil berjalan menuju ruang ganti untuk menyiapkan pakaian ganti suaminya.Bajunya udah aku siapin, Mas,” ucap Naya setelah suaminya keluar dari kamar mandi.Namun, Gilang tid
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te