"Jangan suka berjanji kalau nggak bisa menepati!"
"Ya udah aku nggak akan berjanji, tapi aku juga nggak akan membuat Mommy nangis lagi."
Lura tersenyum sambil mengacak-acak rambut anaknya. "Baiklah, ayo kita main di belakang!" Lura menggandeng tangan Qenan, lalu menghampiri Azzam. "Kakak, ayo kita main!"
"Kakak ke kamar dulu ya sebentar, nanti segera nyusul."
"Ok." Lura dan Qenan menuju halaman belakang.
Azzam segera pergi ke kamarnya untuk mengambil buku, lalu segera menyusul adik dan Mommy angkatnya.
Mendengar ucapan kekasihnya, membuat hati Evans menjadi tidak tenang. Saat ini ia benar-benar takut kalau Lura akan membatalkan pernikahannya.
Ia lebih suka kalau Lura memarahinya atau membentaknya dari pada mendiamkannya seperti ini.
'Dia lebih menyeramkan saat diam,' ucap Evans dalam hatinya sambil terus memerhatikan Lura.
Ia tidak berani mendekati wanita yang sedang marah padanya di saat ada anak-anaknya.
L
"Kenapa cucu Oma menangis?" Mami Mala menaruh nampan berisi jus dan makanan ringan.Azzam memeluk sang oma dengan erat. "Oma, terima kasih sudah baik pada Kakak, walau aku ini bukan siapa-siapa, tapi kalian menerimaku di sini.""Siapa bilang kamu bukan siapa-siapa? Kamu sekarang menjadi bagian keluarga Prasetyo." Sang oma mengusap-usap punggung sang cucu yang sedang menangis. "Di akta lahirmu akan disematkan nama Prasetyo, Daddy-mu sedang mengurusnya.""Itu tidak perlu, Oma. Mendapatkan kasih sayang kalian saja sudah lebih dari cukup," kata Azzam."Itu perlu, Nak karena kamu generasi penerus keluarga Prasetyo."Lura terharu mendengar ucapan calon mertuanya. Dulu ia berpikir akan sulit mendapat restu dari ibu kandung laki-laki yang dicintainya. Tapi, ternyata wanita itu sangat baik dan penuh kasih sayang.Evans melihat dari kejauhan kalau anak tertuanya sedang menangis. "Kenapa hari ini orang-orang yang aku cintai menangis, apa mereka nggak b
"Kenapa lo cemberut gitu?" tanya Naya pada sahabatnya setelah gadis chubby itu masuk ke dalam mobilnya."Gue kesel sama Mas Evans. Masa dia cium paksa gue sampai bibir gue dower," balas Lura sambil menunjukkan bibirnya."Bibir lo 'kan emang dower, Mi," sahut Naya sambil terkekeh."Gue serius, Nay." Lura marah dan memalingkan wajahnya, menatap ke luar jendela. "Ah lo sama aja kayak si Evans.""Mia Allura, sahabat gue yang imut, lo lagi pms ya, gitu aja sewot." Naya menyenggol bahu sahabatnya. "Maafin gue.""Abisnya lo ngeselin." Lura kembali membenarkan posisi duduknya. "Sebagai cewek, gue merasa terhina, Nay. Dilecehkan sama calon suami sendiri. Walau gue bukan cewek baik-baik, tapi gue nggak mau lah dikasarin kayak gitu.""Kok lo ngomongnya gitu? Lo yang terbaik, Mi." Naya memeluk sahabatnya, lalu melepaskan pelukannya dan bertanya. "Lo bikin dia marah atau gimana? Nggak mungkin 'kan dia tiba-tiba kasar kayak gitu? Bukannya lo bilang
"Set dah, ibu hamil omongannya manis banget." Lura mendorong kening Naya dengan jari telunjuknya.""Lagian lo ngomong apa aja, mau viral lo? Menantu pengusaha sukses, mengubur mertuanya hidup-hidup karena tidak bisa mendapatkan harta warisan keluarga suaminya.""Kurang panjang tuh judul, udah kayak sineron ajal aja. Sampai tamat pun gue nggak hafal tuh judul.""Biar yang baca makin penasaran." Naya terkekeh sambil memegangi perutnya."Udah jangan ketawa mulu, kalau lo kenapa-kenapa, gue bisa digorok sama laki lo." Lura membekap mulut Naya supaya wanita hamil itu tidak tertawa terus karena Lura khawatir perut Naya kram."Sebelum aku gorok kamu, Evans udah gorok aku duluan, Lura." Suara Gilang mengejutkan Lura."Mas Gilang?" Naya memelotot, lalu menoleh pada Naya. "Kenapa lo nggak bilang kalau laki lo yang nyopir?""Emang kenapa?""Dia 'kan sahabatnya si bego Evans, ntar dia laporin omongan gue tadi gimana?" bisik Lura, tap
“Sayang, kalau udah selesai nanti telepon aku ya!” kata Gilang sebelum istrinya keluar dari mobil.“Jangan dijemput, Mas! Aku dan Mia mau main ke rumah temenku, kami udah lama nggak main ke sana, nanti kamu jemput ke sana aja ya.”“Ya udah kalau gitu kalian hati-hati ya!” Gilang tersenyum sambil melambaikan tangannya tanpa menoleh ke belakang.Naya dan Lura masuk ke dalam pusat perbelanjaan terbesar di kota itu setelah mobil Gilang pergi. Mereka langsung menuju ke toko ponsel dengan merek ternama.“Nay, emangnya lo lagi ngapain sih, kok bisa, hape lo nyebur ke kolam?” tanya Lura pada sahabatnya sambil berjalan menuju toko ponsel.“Gara-gara si mesum tuh, pengin lihat chat grup alumni sekolah kita. Aku bilang ntar dulu aku bales pesan, eh sama dia direbut terus jatuh kebentur dan terpental ke kolam.”“Duh kasihan banget hape lo, udah kebentur pakai nyebur ke kolam juga.&r
"Lo sama siapa, Dit?" tanya Naya kepada mantan pacar sahabatnya."Gue sama Topik, dia lagi di toilet, gue tinggalin. Abisnya lama banget, boker tambang kali tuh bocah," jawab Adit sambil celingukan khawatir Topik tidak melihatnya."Kalau lo pergi, ntar siapa yang nyebokin dia?" tanya Lura sambil terkekeh."Emang gue emaknya!" sahut Adit sewot."Dit, bego banget lo, ninggalin gue." Topik menoyor kepala sahabatnya."Yeh si Anyir, takut banget gue tinggalin pulang." Adit merapikan rambutnya dengan jari-jarinya."Ya iyalah takut, dompet sama kunci motor gue titip ke lo, jelas lah gue panik," balas Topik. "Mana dompet gue." Ia menadahkan tangannya pada Adit."Nih!" Adit mengembalikan dompet dan kunci motor sahabatnya."Eh ada Naya sama Mia, lo nggak punya temen lagi selain si Mia, Nay? Bosen banget gue lihatnya dari dulu muka dia melulu. Kali-kali lo bawa cewek lain gitu." Topik baru tersadar kalau ada Naya dan Lura."G
"Enak aja calon istri." Lura memukul kepala Adit yang sudah memakai helm. "Gue ini calon istri orang."Mendengar jawaban Lura, Evans tersenyum bahagia. Setidaknya Lura masih mengakuinya sebagai calon suami."Iya, tahu. Gue ngaku kalah dah kalau saingannya Bang Evans. Dia mah udah mapan, lah gue masih kuliah, jajan aja masih minta emak gue.""Dia bukan sekedar mapan, tapi juga bertanggung jawab, tapi sayang cemburunya gede.""Hah burungnya gede?" Adit sampai membuka helmnya untuk memastikan ucapan mantan kekasihnya. "Lo udah pernah lihat?""Budeg banget lo! Cemburunya gede bukan burungnya yang gede!" teriak Lura di telinga Adit."Jadi burungnya kecil?" Adit terkekeh sambil memakai helmnya kembali. Lalu, seger menaiki kuda besinya."Biarin kecil juga, ntar gue rendem minyak tanah biar melar," jawab Lura sambil naik ke atas motor Adit."Yaelah lo kira perkakas calon laki lo terbuat dari karet."Lura memukul bahu mantan paca
"Nyumpahin gue lo? Awas aja loh! Gue doain Lura nggak mau maafin lo!" teriak Gilang pada sahabatnya yang sudah berjalan menjauh."Naya, kamu udah menikah, kenapa kamu jalan sama laki-laki lain? Walau kalian nggak ada hubungan apa-apa, tapi aku cemburu, Hunny."Gilang berbicara sendiri sambil berjalan menuju mobilnya."Beginilah kalau menikah dengan gadis yang masih muda, aku jadi selalu khawatir dia akan mencari laki-laki yang lebih muda dari aku, jika sedang bertengkar. Aku akan selalu bersikap manis padanya walau kepalaku berasap."Gilang segera masuk ke dalam mobilnya, lalu kembali ke rumah sambil menunggu kabar dari sang istri.Ia menunggu istrinya di depan rumah dengan gelisah sambil mondar-mandir seperti setrikaan karena sudah sore Naya belum minta dijemput.Tidak lama kemudian motor matic berwarna hitam memasuki halaman rumahnya.Ternyata Naya diantar pulang oleh Topik, temannya sewaktu SMA."Pik, makasih ya
“Hati-hati, Pik” “Siap, Boss!” jawab Topik sambil memberikan hormat kepada sahabatnya. Topik segera pergi dari rumah Naya setelah berpamitan. "Aku masuk duluan, Mas." Gilang mencekal tangan istrinya saat wanita hamil itu hendak masuk ke dalam rumah. “Nay, kamu kenapa nggak minta jemput sama aku?” “Aku 'kan nggak ada hape, Mas. Hapeku nyemplung itu gara-gara kamu.” “Kamu kan bisa minjem hapu Lura!" balas Gilang dengan emosi. “Lura udah pulang dari siang dijemput Mas Haris … maksudku Haris.” “Kamu ‘kan bisa pinjem hape temenmu." “Aku nggak hafal nomor kamu." Naya mencoba menahan amarahnya. “Astaga menghafal dua belas angka aja kamu nggak bisa. Itu cuma alasan kamu aja.” “Jangankan nomor kamu, nomorku aja aku nggak hafal. Lagian kenapa sih kalau aku diantar Topik, dia itu sahabatku,” sahut Naya yang sudah tersulut emosi karena pertanyaan-pertanyaan sang suami selalu menyudutkannya. “Te
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te