Naya segera menutup mata Arya dengan telapak tangannya. "Jangan lihat!"
"Nggak apa-apa kali, Nay, gue 'kan udah punya KTP," jawab Arya sambil berusaha menyingkirkan tangan Naya yang menutupi matanya.
Namun, Naya tidak melepaskan tangannya. Ia tidak mau sepupunya melihat tubuh seksi wanita itu.
"Jangan lihat!" tegas Naya.
"Lo yang usianya di bawah gue boleh lihat, masa gue nggak," balasnya sembari berusaha menyingkirkan tangan Naya.
Terpaksa Naya membiarkan Arya melihat rekaman cctv supaya laki-laki itu diam.
Benar yang dikatakan laki-laki itu, usianya lebih tua satu tahun darinya, harusnya dia yang melarang Naya.
"Makhluk apa itu? Seksi amat." Arya membulatkan matanya saat wanita yang memakai gaun berwarna hitam membuka bajunya.
"Berisik banget ih!" Naya memukul lengan sepupunya.
"Ya ampun, bidadari seksi begitu malah didorong sampai terjungkal, kasihan amat. Kalau gue jadi Mas Gilang, pasrah aja deh gue mah.
Gilang kembali membuka matanya. "Hunny, aku sangat ngantuk. Izinkan aku tidur sebentar aja. Mataku udah perih," kata Gilang sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan karena menguap.Naya mengembuskan napasnya dengan pelan. "Syukurlah." Ia mengusap air matanya sembari tersenyum.Gadis tomboy itu berpikir kalau calon suaminya terpejam untuk selamanya."Lebay banget lo ah, orang mau tidur juga!" sergah Arya yang panik saat mendengar Naya menangis sembari membangunkan calon suaminya. "Gue 'kan jadi lemes denger lo panik begitu."Arya kembali menghampiri Haris setelah tahu kalau Gilang baik-baik saja. Ia duduk di tempatnya semula sembari menutupi kakinya dengan selimut."Kamu tinggal di mana sebelumnya?" tiba-tiba Haris bertanya kepada pemuda yang terlihat dekat dengan Naya."Tadinya ngekost, Mas," jawab Arya, "Tapi, sekarang tinggal di rumah Naya, disuruh Paman. Lumayan, ngirit," ucapnya sembari tersenyum."Kelihatannya k
Kini Gilang sudah pulang ke rumah setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.Sebenarnya laki-laki itu sudah pulih dari dua hari lalu, tapi sang mami tidak mengizinkan anaknya pulang sampai benar-benar sehat seperti sedia kala, padahal sang dokter sudah memperbolehkannya untuk pulang.Pagi hari di kediaman keluarga Sebastian, Mami Tyas merangkul lengan laki-laki yang sudah memakai setelan jas berwarna hitam, lalu berkata, "Sayang, kamu jangan kerja dulu! Istirahatlah di rumah! Jangan memikirkan kerjaan terus! Beberapa hari lagi kamu menikah. Mami nggak mau kamu sakit lagi di hari pernikahanmu.""Mi, aku nggak apa-apa," jawab Gilang. "Kalau nggak kerja aku mau ngapain? Ketemu Naya juga nggak boleh, malah tambah pusing aku."Gilang berjalan menuju meja makan untuk sarapan pagi. Sang mami masih merangkul lengan anak kesayangannya itu sembari terus membujuk anaknya untuk tidak pergi bekerja.Laki-laki tampan yang mempunyai lesung pipi itu
"Sebentar, Tuan! Sepertinya saya menabrak sesuatu." Haris segera keluar dari mobil untuk melihat apa yang terjadi."Ternyata saya menabrak seekor kucing," ucap Haris pelan. "Apa dia sudah mati?"Ia berjongkok untuk mengambil kucing yang terluka itu, tapi tiba-tiba seorang gadis menghampirinya."Molly ...!" teriak gadis berambut coklat. Ia mendorong Haris hingga laki-laki berambut klimis itu terduduk di aspal. Gadis itu segera mengambil kucing berwarna abu-abu yang tergeletak di hadapannya. "Kalau sampai terjadi apa-apa pada kucingku, kamu lihat apa yang akan aku lakukan padamu!" ancam gadis berambut coklat itu. Kemudian, bangun, dan melangkah pergi meninggalkan Haris.Haris juga bangun dari duduknya. "Tunggu, Nona!" Ia mencekal tangan gadis itu. "Biar saya antar ke Dokter."PLAKK!!!"Berani-beraninya menyentuh saya!" Sorot mata gadis berambut coklat itu terlihat berapi-api."Maafkan saya, Nona." Haris membungkukkan badann
"Hunny, kok kamu ada si sini? Bukannya kita nggak bo-"Gilang tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena sang calon istri lebih dulu menyerangnya.Naya memukuli dada bidang calon suaminya, sambil berkata, "Siapa yang dielus-elus?""Bukan aku, tapi Haris. Dia habis dielus-elus wanita seksi," ucapnya sembari terkekeh."Kamu juga jelalatan!" Naya menendang tulang kering laki-laki yang sedang terkekeh geli."Dengan sangat menyesal, saya tidak bisa membantu anda Bos." Haris mengangkat kedua tangannya sembari terkekeh. "Saya akan kembali kalau urusan Bos, dan Nona selesai."Haris bergegas pergi meninggalkan pasangan calon pengantin itu. Ia tidak mau kena interograsi calon Nyonya Gilang Sebastian."Haris! Mau ke mana kamu?" teriak Gilang sembari mengusap-usap tulang keringnya."Ada panggilan darurat, Bos," jawab Haris tanpa menoleh pada bos-nya."Kampret!" umpatnya. "Gara-gara kamu, saya dalam masalah besar ini.""Kenapa
"Iya. Mia Allura. Haris memanggilnya dengan sebutan Lura. "Kenapa gue jadi bego begini sih?" Naya menepuk jidatnya sendiri. "Terus!" "Tunggu Haris aja! Nggak sabaran banget sih!" cibir Gilang pada calon istrinya. "Kamu juga-" Naya menjeda ucapannya saat ada yang memutar kenop pintu ruang kerja kekasihnya. Haris membuka pintu ruangan sang CEO dengan perlahan, ia mengintip keadaan di ruangan itu terlebih dulu, lalu berkata, "Aman," ucapnya. Laki-laki itu pun masuk, menghampiri Bos, dan calon istrinya yang sedang duduk sembari bermesraan. "Mas Haris, memang bener kalau Mia ada di rumahmu?" tanya Naya pada laki-laki yang sedang berjalan ke arahnya. "Nggak percayaan banget sama calon suami sendiri." Gilang mencubit pipi Naya dengan gemas. "Bukan begitu, aku cuma mau mastikan aja," kilahnya sembari menyingkirkan tangan Gilang. "Sama aja, Markonah!" Gilang mengecup bibir Naya sekilas yang membuat gadis itu mengurungkan
Akhirnya Tiga serangkai itu sampai di kediaman Pak Hartono.'Semoga Pak Hartono nggak ada di rumah.' Gilang berdoa dalam hati. Ia khawatir orang tua Haris melapor pada orang tuanya tentang pertemuannya, dan Naya."Selamat pagi, Tuan muda," sapa Pak Hartono saat berpapasan di depan pintu."Pa-pagi, Pak," jawab Gilang sembari melirik Naya. "Baru mau berangkat?" tanya Gilang dengan gugup."Iya." Pak Hartono tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. "Tuan muda tenang saja! Saya tidak akan memberitahukan anda, dan Nona Naya bertemu," ucapnya. Lalu, segera pergi meninggalkan tamunya setelah berpamitan terlebih dulu.Gilang mengelus dadanya, lalu berkata, "Syukurlah!""Eh, Tante kedatangan calon pengantin baru," sapa Mama Riska kepada Gilang, dan Naya."Nona Naya mau ketemu Lura ya?" tanya Mama Riska sembari tersenyum ramah."Panggil Naya aja, Tante." Gadis itu tersenyum manis kepada wanita tua yang masih terlihat cantik yang berdiri
Kini hari bahagia Gilang, dan Naya telah tiba. Sebelumnya rencana pernikahan itu akan diselenggarakan dua bulan lagi tepat pada hari ulang tahun Naya yang ke dua puluh tahun.Namun, rencana itu berubah karena Papi Rizky yakin kalau putranya sudah benar-benar berubah. Kini Gilang menjadi pemuda yang baik, dan telah meninggalkan lingkungan yang tidak baik itu."Lo sakit?" tanya Evans kepada sahabatnya yang terlihat sangat pucat.Mereka sedang berada di kamar ganti untuk pengantin laki-laki.Sahabatnya itu pulang ke tanah air hanya untuk menghadiri pesta pernikahan Gilang. Temannya sejak ia sekolah yang sama-sama kurang perhatian kedua orang tua. Hingga, mereka terjebak dalam pergaulan bebas.Kini Evans sudah tidak pernah mengajak Gilang berpesta dengan para gadis seksi karena ia memutuskan untuk tinggal di luar negeri, mengurus perusahaannya yang di sana."Gue gugup, Vans," jawab Gilang sembari mengelap peluh yang mengucur di dahin
Seruan serentak dari kerabat dan para tamu. Kemudian, mereka melafalkan doa untuk kedua mempelai.Setelah akad nikah selesai dilanjutkan dengan resepsi sampai sore hari.Baik Gilang mau pun Naya mereka tidak mau menggelar pesta yang terlalu berlebihan.Kini pengantin baru itu sudah berada di dalam kamar pengantin yang berada di hotel berbintang."Mas Gilang! Tolong bukain sanggul aku dong!" titah Naya yang sedang duduk di depan meja rias.Gilang menghampiri istrinya, lalu membantu melepaskan asesori yang ada di rambut istrinya."Kebayanya mau sekalian dibukain gak?" tanya Gilang setelah selesai membuka sanggul di rambut istrinya."Iya, Bunny. Aku kesulitan membuka ritsletingnya." Naya menyibakkan rambutnya ke depan supaya Gilang dengan mudah membukanya."Kamu mau mandi dulu apa mau olahraga dulu?" tanya Gilang setelah berhasil menurunkan ritsleting kebaya istrinya."Ngapain sih malam-malam olahraga? Besok pagi aja kita l
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te