Kemesraan kedua insan itu seketika langsung ramai di media sosial.
Orang misterius yang mengabadikan kemesraan mereka mengunggahnya ke media sosial dengan judul 'Wanita simpanan CEO FaRiz Group seorang gadis belia.'
Laki-laki misterus itu ingin menghancurkan reputasi sang CEO dan perusahaan. Namun, yang terjadi sebaliknya.
"Nay, bagaimana kalau kita ke pantai," usul Gilang pada kekasihnya.
Kini mereka sedang berada di dalam mobil setelah makan bakso di pinggir jalan. Bersiap untuk menghabiskan waktu bersama.
"Ide bagus!" sahut Naya, "Tapi, aku bilang Bunda dulu ya, takut nyariin," kata Naya sambil merogoh ponsel yang ada di dalam tas gendongnya.
"Aku sudah izin sama Bunda, dan Ayah, mereka sudah mengizinkan," sahut Gilang, "Aku hanya menunggu persetujuanmu aja."
Gilang segera melajukan kendaraannya setelah Naya menyetujui usulnya.
Mendengar ucapan Gilang, Naya mengurungkan niatnya untuk menghubungi sang bunda.
Gila
Mendengar ucapan sang papa, wanita cantik itu merasa tambah bersalah. Ketika ia ingin berbicara lagi, pintu kamar tiba-tiba terbuka tanpa diketuk terlebih dulu."Mi, ayo siap-siap!" Laki-laki yang usianya sudah lebih setengah abad itu berjalan menghampiri istri, dan mertuanya."Kalian mau ke mana?" tanya Papa Herman kepada menantunya."Kami mau kembali ke Jakarta untuk menjemput calon menantu," kata laki-laki yang usianya sudah kepala lima itu."Sudah cepat sana!" usir laki-laki yang rambutnya hampir putih semua. "Bawa secepatnya cucu mantuku ke mari!"Pria tua itu sudah tidak sabar ingin melihat cucu mantunya. Dari keempat cucunya, hanya Gilang yang belum menikah.Padahal Andin yang seumuran dengannya sudah mempunyai dua anak yang usianya hampir lima tahun."Siap, Pa," sahut Papi Rizky kepada mertuanya yang sudah renta. Kemudian ia mengulurkan tangannya pada sang istri. "Ayo, Mi!"Sang istri menerima uluran tangannya. Mereka p
"Terima kasih." Gilang tersenyum memandang wajah cantik calon istrinya sembari mengusap bibir gadis itu yang basah akibat ulahnya dengan ibu jari.Naya memeluk Gilang untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah bagaikan kepiting rebus.Ia memeluk kekasihnya dengan erat untuk menyembunyikan pipinya yang merona. "Mas Gilang aku malu," ucapnya pelan."Apa, Nay? Mau lagi?" tanya Gilang sembari tersenyum. "Aku juga mau lagi.""Ih ... Mas Gilang nyebelin," rengeknya. Dan semakin erat memeluk kekasihnya itu."Aku memang selalu ngangenin," balas Gilang sembari tertawa.Pemuda tampan itu senang sekali mengejek calon istrinya. Menurutnya wajah Naya sangat menggemaskan jika sedang malu-malu.Naya melepas pelukannya, lalu memukuli dada bidang sang kekasih tanpa henti."Jangan marah kayak gini! Kalau mau nambah lagi ayo, aku akan mengabulkannya dengan senang hati"Gilang semakin terkekeh melihat Naya memukulinya sambil menunduk.
Naya menghentikan langkah kakinya. Ia khawatir kalau ada keluarga teman masa kecilnya yang akan dijodohkan dengannya. "Jangan masuk dulu, Mas!" Naya menarik tangan Gilang."Kenapa?" Alis Gilang bertaut melihat wajah Naya yang terlihat cemas.Gilang menangkup wajah kekasihnya yang selalu melirik mobil mewah yang terparkir di depan rumahnya. "Hey! Ada apa? Kenapa kamu terlihat panik?""Itu mobil siapa ya, Mas?" Naya terus menatap mobil mewah berwarna hitam yang baru ia lihat."Itu mobil Haris," jawab Gilang dengan yakin. "Memang kenapa?""Mas Haris?" Naya menoleh pada kekasihnya, "Aku pikir ada keluarga teman Ayah yang akan dijodohkan denganku. Aku udah ketakutan," jawabnya."Aku tidak akan membiarkan itu terjadi," ucap Gilang sembari membelai lembut wajah kekasihnya."Ada apa ya, Mas Haris malam-malam ke sini?""Entahlah." Gilang mengangkat bahunya, "Kita masuk saja dulu, barang kali ada yang penting."Naya mengangg
Haris menunjukkan komentar-komentar negatif yang menyudutkan Gilang, dan Naya."Tidak apa-apa," jawabnya, "Aku sedikit tenang karena Naya sama sekali tidak terpengaruh dengan berita itu."Gilang sudah tidak terlalu khawatir lagi, melihat calon istrinya adalah wanita yang kuat, yang tidak terpengaruh dengan gosip di luar sana."Iya, Bos, itu yang penting," sahut Haris. "Sejak tadi Tuan, dan Nyonya sangat mengkhawatirkan Nona.""Aku tidak apa-apa, Mas Haris. Aku orangnya cuek, masa bodo dengan gosip di luaran sana. Selama aku nggak melakukan kesalahan, aku nggak takut," sahut Naya."Iya, Nona," sahut Haris dengan sopan.Gilang menoleh pada kekasihnya lagi. "Nay, besok nggak usah ke kampus dulu ya! Kalau perlu kamu libur dulu beberapa hari sampai berita ini meredam.""Tenang aja, Mas! Aku ini muka tembok," jawab Naya sambil terkekeh. "Aku nggak peduli teman-temanku mau bilang apa.""Nanti kamu mukul anak orang lagi," balas Gilang
Naya dan Gilang langsung diam seribu bahasa. Mereka tidak tahu sejak kapan sang ayah berdiri di belakangnya."Sepertinya kalian memang harus dinikahkan segera," kata sang ayah.'Iya, Yah, nikahkan kami segera, kalau Ayah yang menyuruh, dia nggak bakal nolak,' ucap Gilang sambil bersorak dalam hati.Sebenarnya sang pejantan tangguh itu ingin segera menghalalkan Naya, tapi keinginan gadis itu untuk fokus kepada kuliahnya membuat Gilang tidak tega kalau mendesak Naya untuk segera menikah.Gilang akan menunggu Naya sampai ia siap menjadi seorang istri. Tapi, melihat Naya selalu menolaknya, ia jadi berpikir kalau Naya tidak benar-benar mencintainya.'Apa mungkin Naya masih ragu kepadaku, hingga ia mengulur waktu untuk melihat perubahanku,' batin Gilang."Tapi, Yah. Aku mau kuliah dulu," rengek Naya sambil bergelayut di tangan ayahnya"Kamu tetap boleh kuliah, walau sudah menikah," sahut sang ayah, "Bukan begitu, Nak Gilang."
'Kenapa dia berbicara seperti itu,' gumam Naya dalam hatinya.Melihat sang kekasih hanya terdiam membuat Gilang semakin yakin kalau Naya masih meragukannya."Tidak usah dijawab, aku sudah tahu jawabannya," kata Gilang, "Aku pulang dulu, sampai ketemu besok."Gilang membalikkan badan memunggungi sang kekasih, mengayunkan langkahnya meninggalkan Naya dengan rasa kecewa dalam hatinya.Padahal laki-laki itu sudah sangat bahagia kalau hanya dia yang percaya dengannya. Namun, ternyata semua orang masih meragukannya.Sekeras apa pun usahanya untuk berubah, tidak membuat orang-orang di sekitarnya percaya begitu saja"Apa dia mengira aku meragukannya karena tidak ingin menikah cepat?" gumam Naya pelan.Gadis tomboy itu berlari menyusul sang kekasih setelah menyadari kalau calon suaminya merasa kecewa dengannya.Ia memeluk tubuh tegap itu dari belakang. "Mas, sama sekali aku nggak meragukan cintamu ataupun perubahanmu."Laki
Naya melepas pelukannya, lalu menengadah menatap wajah kekasihnya."Buah kenyal itu apa?" Naya benar-benar tidak tahu apa yang dimaksud oleh calon suaminya itu."Buah itu!" Gilang menunjuk buah dada Naya dengan matanya, "Kalau kamu terus nempel kayak tadi, bisa-bisa burung aku terbang nyari sangkar yang baru," kata Gilang sembari tertawa."Mesum ...!" Naya memukul dada bidang laki-laki berlesung pipi itu."Hahaha ...." Gilang tertawa sambil mengacak-acak rambut kekasihnya. "Aku pulang ya."Sebelum senjatanya benar-benar terbangun, Gilang harus pulang secepatnya.Gilang mendaratkan ciumannya di kening sang kekasih sebelum ia masuk ke dalam mobil.Naya melambaikan tangan ketika mobil mewah itu pergi dari hadapannya. Gadis itu segera masuk ke dalam rumah setelah mobil sang kekasih sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya."Padahal nggak usah ngadain acara begituan, gue mah bodo amat orang lain mau bilang apa." Naya
"Jangan mesum!" Naya mendorong wajah kekasihnya agar menjauh."Siapa yang mesum? Aku cuma mau minta tisu," sahut Gilang. "Tuh iler kamu beleberan ke mana-mana." Gilang berlari keluar dari kamar kekasihnya sembari tertawa setelah menggoda si pencuri hatinya.Naya langsung meraba pipi, dan lehernya, barangkali ada sisa bahan pembuat pulau yang masih menempel."Nggak ada ah," gumam Naya.Kemudian gadis tomboy itu mengambil paperbag berwarna coklat yang ada di meja belajarnya.Ia membawanya ke kamar mandi yang berdekatan dengan dapur. Kemudian, gadis itu segera membersihkan dirinya.Sepuluh menit kemudian, gadis tomboy itu keluar dari kamar mandi. Ia berubah menjadi wanita yang feminim.Dres selutut berwarna dusty muda, sederhana, tapi terlihat sangat elegan. Sangat cocok dengan usianya.Naya kembali ke kamar untuk berdandan. Setelah mengeringkan rambut, ia menyematkan pita mutiara di samping. Rambut hitam panjang itu dibiark
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te