Begitu sampai, Asha yang membukakan pintu, Marchel langsung peluk Asha. Asha merasa ada sesuatu yang aneh dari Marchel seperti tidak biasanya.
"Tumben kamu mas peluk aku? ada apa nih?" tanya Asha heran
"Aku senang Sha ...pak Bram gak marah sama aku.." jawab Marchel dengan sumringah
"Serius kamu mas? Kemarin sih aku bilang apa adanya soal kamu.."
"Brama mana? Aku mau gendong dia Asha.."
"Ada angin apa nih? Kok kamu tiba-tiba ingin gendong Brama?"
"Kalau seandainya aku gendong kamu aneh gak?" Marchel mulai menggoda Asha.
"Emang kamu berani gendong isteri bos kamu?" Balas Asha sambil menggoda Marchel.
Marchel dan Asha terlihat begitu hangat, tidak ada lagi kecanggungan diantara keduanya. Asha pun terlihat begitu nyaman memeluk Marchel, sehingga membuat keduanya terlihat sangat mesra.
Marchel sudah dapat sinyal dari Om Bram sebagai tanda merestui kedekatannya dengan Asha. Proses penjajakan Marchel terhadap Asha sepertinya, bagai gayung bersambut, karena keduanya saling menyukai antara satu dengan yang lainnya. Namun perjalanan cinta Marchel dan Asha bukan tanpa halangan.
Sebagai anak tunggal tentunya orang tua Marchel menginginkan jodoh anaknya yang terbaik, sementara Asha posisinya sendiri bukanlah gadis lagi. Terlebih Asha sudah memiliki anak, tentunya Marchel harus mempunyai alasan yang cukup untuk menjelaskan pada kedua orang tuanya. Inilah yang menjadi ganjalan bagi Asha untuk memiliki Marchel seutuhnya.
Marchel memang terlihat sangat bahagia dengan restu yang diberikan Om Bram, tapi dia sendiri juga ragu untuk menghadapi kedua orang tuanya. Bagi Asha, ini adalah persoalan yang cukup serius harus ia pertimbangkan. Memang Marchel meyakini Asha, bahwa kemungkinan besar orang tuanya bisa menerima Asha.
Sambil terus memeluk Marchel, Asha mengemukakan kekuatirannya terhadap restu kedua orang tua Marchel:
"Mas ... aku sih yakin kalau Om Bram merestui hubungan kita, tapi aku ini apa sih mas? Bisa berharap banyak untuk masuk dalam keluarga mas yang begitu terhormat?" tanya Asha
"Asha ... tidak ada yang tidak mungkin kalau Tuhan memang sudah tentukan kita berjodoh, tugas kita berdua adalah berupaya agar Tuhan menetetapkannya.." Marchel jelaskan pada Asha
Asha agak bingung mendengar jawaban Marchel yang tidak terjangkau dengan pikirannya. Lama dia berusaha untuk memahami, tapi memang keterbatasannya dalam memahami ucapan Marchel.
"Maksudnya gimana mas? Mas kok nadanya pesimis gitu?" tanya Asha dengan penuh keraguan
"Gini Sha, sebagai manusia kita tidak bisa melakukan apa-apa tanpa di Ridhoi Tuhan, Ridho Tuhan itu dasarnya adalah Ridho kedua orang tua, kita masih punya banyak waktu untuk saling menjajaki, mas akan berusaha meminta Ridho orang tua mas dulu.." Jawab Marchel
Secara panjang lebar, Marchel terus memberikan penjelasan pada Asha, sampai akhirnya Asha benar-benar mengerti. Menurut Marchel tidak ada yang perlu diburu-buru, Marchel lebih memilih proses yang alami, dan memasrahkan semuanya kepada kehendak Tuhan.
Sebagai laki-laki, dia berusaha untuk menjaga diri agar tidak mengikuti hawa nafsunya. Meskipun sekarang sudah terbuka lebar dia bisa melakukan apa saja terhadap Asha, tapi dia ingin menghargai Asha sebagai perempuan baik-baik, agar kalau memang ditakdirkan berjodoh, dia berharap Asha sudah berubah seperti yang ia harapkan.
"Asha, kalau mas sudah siap menerima kamu nanti, dan keluarga mas juga begitu, itu artinya mas juga sudah siap untuk menyayangi Brama.." jelas Marchel.
Marchel melanjutkan ucapannya, setelah dia yakin Asha mulai memahami apa yang disampaikannya,
"Bukan cuma itu, mas akan usahakan agar orang tua mas juga sayang sama kamu dan Brama, makanya kamu harus sabar ya.." bujuk Marchel"Aku sekarang ikut apa yang menjadi keputusan mas aja, aku juga harus mempersiapkan mental untuk menghadapi kondisi yang terburuk sekali pun." ucap Asha
Asha dan Marchel terlihat begitu mesra, Marchel pun memperlihatkan kalau dia memang mencintai Asha. Marchel memperlakulan Asha dengan sangat baik, dia tidak ingin kalau Asha merasa dia tidak sungguh-sungguh ingin menikahi Asha.
Marchel sama sekali tidak pernah menyinggung status Asha yang sudah tidak gadis lagi, bagi Marchel itu bukanlah halangan bagi cintanya. Marchel sangat yakin kalau Asha bisa diajak menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang baik, dengan kecukupan fasilitas yang diberikan Bram, tidak pernah dia salah gunakannya.
Asha sangat tahu diri, dia harus menjaga kepercayaan Bram yang begitu besar padanya. Asha juga sangat bersyukur kalau Bram tidak marah saat memergoki dia sedang berpelukan dengan Marchel. Padahal dia pikir Bram akan sangat murka. Tapi, bagi Bram, Asha adalah ibu dari anaknya yang patut dia kasihani.
Bram juga berpikir bahwa dia tidak bisa membahagiakan Asha, ternyata apa yang dia rencanakan, sekarang sudah berbuah hasilnya. Marchel menjadi dekat dengan Asha, dengan begitu dia punya cukup alasan nantinya melepaskan Asha pada Marchel.
"Om Bram ngomong apa aja mas waktu di kantor? Aku takut mas di marahi Om Bram, dan dipecat dari kerjaan."
"Kamu jangan ge-er ya kalau mas bilang, Om Bram tanya gini, kamu jawab yang jujur, kamu suka ya sama Asha?"
"Terus mas jawab apa?" tanya Asha
Bersambung..
"Mas bilang gini, saya kasihan sama Asha dan Brama.." jawab Marchel"Ooo ... jadi mas cuma kasihan ya sama aku?" selidik Asha"Ntar dulu dong, kan belum selesai ngomongnya, terus mas bilang gini,""Bapak percaya kalau saya jatuh cinta sama Asha?""Saya sangat percaya, dan itu adalah sesuatu yang wajar..itu kata om Bram, Kamu sangat tahu kalau saya selalu mempercayai kamu, tapi ... ada satu hal yang tidak saya inginkan, kata Om Bram.."Marchel tidak meneruskan pembicaraan, sehingga membuat Asha semakin penasaran. Asha sudah mulai tersanjung oleh Marchel yang mulai membangun suasana kehangatan diantara keduanya. Asha memeluk Marchel dengan mesra, dia sudah begitu yakin ka
Marchel tersadar atas apa yang baru saja hampir terjadi. Sebagai lelaki yang masih lajang, dia benar-benar menikmati apa yang dilakukan Asha tadi.Asha keluar dari kamar sambil menyusui Brama, dan duduk di samping Marchel. T-shirt Asha yang terbuka dengan tanpa mengenakan bra, dia menyusui Brama di depan Marchel. Marchel melihat betapa indahnya pemandangan yang ada dihadapannya.Asha menatap Marchel sambil tersenyum, dia tahu Marchel sangat menikmati dadanya yang indah."Mas mau ikutan? Mandangnya kok sampe gitu sih?" canda AshaMarchel tersipu malu mendengar pertanyaan Asha."Aku cukup memandangnya aja kok." jawab Marchel sedikit salah tingkah
Marchel duduk di tepi tempat tidur, pikirannya berkecamuk dan sangat dilematis. Begitu susah dia menahan hawa nafsunya dari godaan Asha, yang memang secara fisik sangat menarik dan menggairahkan. Dengan postur tubuhnya yang sangat proporsional, kulitnya yang kuning langsat dan body goals-nya yang menggoda. Semua bagian tubuhnya begitu indah di mata Marchel, juga dengan tinggi tubuhnya begitu serasi. Memang kalau pria seumuran Bram, bukanlah lawan Asha. Itulah yang membuat Marchel tidak bisa menahan diri, saat melmandang tubuh Asha, apa lagi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun yang menutup tubuhnya. Marchel begitu gundah mau memanuhi keinginan Asha, tapi batinnya menolak, karena tidak sesuai dengan apa yang diucapkanya. Tapi di sisi lain, sebagai lelaki masih muda dan lama menjomblo, melihat Asha seperti itu timbul gairah ya
Marchel menutup teleponnya, dan dia sedikit lega, karena maminya sudah tahu kalau dia ketemu tante Michelle, dan tante Michelle percaya kalau Marchel dan Asha sudah nikah siri. "Mami kamu marah ya mas?" tanya Asha dengan sedikit kuatir "Mudah-mudahan enggak Asha, kita berdoa aja semoga papi dan mami mau menerima kehadiran kamu dan Brama." jelas Marchel. "Nanti malam, mas akan menghadap papi dan mami untuk menjelaskan ini." "Iya mas, semoga apa yang kita harapkan sesuai dengan kenyataannya ya." ujar Asha penuh harap Asha mulai menggoda Marchel, dengan menempelkan dadanya ketangan Marchel. Sementara Brama sedang di tidurkan oleh Narti di kamar. Asha berusaha memancing gairah Marchel, dan terus memberikan rangsangan pada Marchel. "Mas, apa gak sebaiknya kita nikah siri dulu mas? Biar kita sah untuk melakukannya?" bujuk Asha "Sabarlah Asha, mas ingin menikmatinya di malam pertama kita nanti." Asha mengubah posisi duduknya, dia dudu
Selesai sarapan, Asha dan Marchel duduk di ruang tamu, seperti biasanya Asha dengan manja merayu Marchel, agar segera di halalkan, karena dia sudah sangat ingin bercinta dengan Marchel. Sebagai laki-laki yang belum pernah mengumbar syahwatnya, dan belum pernah make love, Marchel tergolong hebat dalam menahan dirinya, padahal sudah berbagai usaha dilakukan Asha, untuk memancing gairah Marchel. "Mas gimana dengan usul aku kemarin? Aku sudah ingin banget bercinta sama kamu." "Sabar aja Sha, mudah-mudahan usaha Om Bram berhasil, mas ingin merasakan bagaimana nikmatnya malam pertama." "Tapi akukan udah gak tahan mas, kamu itu sangat menggoda banget." rayu Asha. "Selama ini aku cuma melakukannya sama Om Bram, belum pernah
Bayang-bayang yang menakutkan menghantui pikiran Asha, dia banyak melihat realitas hidup yang sulit menerima ketidak-setaraan dalam strata sosial, dia sangat menyadari kalau berasal dari masyarakat yang strata sosialnya jauh di bawah keluarga Marchel. Dia bisa menikmati kemewahan hidup, hanya karena kebaikan hati Bram, dan dia tidak menyangka kalau Bram mau memerlakukannya dengan sangat manusiawi. Sekarang, di depan matanya sudah akan hadir sebuah kenyataan hidup, yang sama selalu di luar dugaannya. Dia hanya hidup seperti air yang mengalir, tidak pernah tahu akan berlabuh di muara yang mana. Kadang kehendak Tuhan memang selalu berbeda dengan keinginan manusia. Sebagai wanita yang baru beranjak dewasa, rasanya Asha belum mampu berpikir seperti apa dia harus menghadapi kenyataan yang akan dihadapinya nanti.
Marchel berusaha memberikan argumentasi, untuk memperkuat posisi Asha. Dari kamar, sayup-sayup Asha juga mendengarkan apa yang menjadi perbincangan Marchel dan kedua orang tuanya. Asha merasa sangat pesimis kalau kehadirannya ditengah keluarga Marchel bisa diterima. "Yang keturunan indo itu ibunya Asha ya chel?" Tanya Mami Marchel "Ya mi, makanya Asha pun agak indo juga, kalau ayah Asha dari Sumatera, Asha jago masak lo mi, tantenya usaha catering untuk wedding, makanya Asha kuliah di perhotelan, jurusan tata boga." Jawab Marchel "Pantesan kamu gak pernah makan di rumah ya, udah gak doyan masakan mami?" "Seenak-enaknya masakan mami, tetap aja aku harus hargai masakan isteriku mi."
Mobil Marchel sudah memasuki area perumahan bibi Asha. Marchel mencari parkiran, karena mereka harus berjalan lagi kedalam gang, kearah rumah bibi Asha. Brama masih lelap tertidur, di pangkuan Asha.Di depan sebuah toko yang tutup tidak jauh dari gang rumah tante Asha, Mobil Marchel di parkir, hanya di situ yang lebih memungkinkan untuk parkir. Marchel mengambil Brama dari pangkuan Asha, dia menggendong Brama menuju rumah tante Asha.Sampai di depan rumah bibi Asha, sambil mengucapkan salam, Asha mengetuk pintu rumah bibinya,"Assalamu'alaikum.. ""Wa alaikum salam.." suara bibi Asha menyahut dari dalam. Bibi Asha keluar membukakan pintu"Wah ... ada cucu nenek
"Papa sudah senang kita bisa berkumpul kembali seperti sekarang ini, Papa gak mau nanti, gara-gara pekerjaan itu kita kembali terpecah." Jawab Yanuar"Papa kamu benar Sha, kadang-kadang apa yang Papa kamu bilang itu bisa terjadi, karena Papa kamu itu sangat tahu karakter Mama." Ujar Melissa."Tapi kan udah pada tua pastinya sudah banyak berubah Ma, masak sih mau ribut melulu, Asha sih cuma ingin Papa dan akur." Ujar Asha.Asha mencoba untuk menengahi, dia merasa kalau Melissa dan Yanuar sama-sama keras, makanya dia jadi korban dari keegoisan kedua orang tuanya."Kita tetap seperti sekarang ini saja, Papa sih tidak ada persoalan dengan pekerjaan, Papa sangat senang melihat kita bisa kumpul seperti ini, Papa sama Mama akan baik-baik saja Sha." Ucap Yanuar"Tapi kan sekarang ini Papa dari Nol lagi, mulai dari bawah lagi, Asha ingin Papa juga punya kedudukan yang cukup penting." Jelas Asha"Soal keinginan kamu itu gampang Sha, Papa akan pi
"Sebajingannya Papa, gak sampai hati lah Papa berperilaku seperti itu, Mama kamu itu sangat kenal Papa." Ujar Yanuar.Melissa yang mendengarkan penjelasan Yanuar, tidak bisa menahan diri untuk ikut menimpali, "Aku sih awalnya sempat percaya dengan isu itu Yan, aku tahu walau pun kamu tidak baik-baik amat, tapi tidak mungkin sampai melakukan itu, apa lagi kamu tahu kalau kamu punya anak perempuan." Timpal Melissa."Itu dia Mel, aku sangat tahu itu.. aku juga gak mau anak perempuan aku diperlakukan seperti itu." Jawab Yanuar.Marchel dan Asha saling pandang mendengar penjelasan Yanuar, yang sangat takut kalau anak perempuan satu-satunya, mengalami hal seperti itu. Pada kenyataannya, anaknya sudah menerima nasib seperti itu."Terus sekarang gimana Yan? setelah kamu terbebas dari fitnah itu? Kan harusnya kamu kembali rukun sama isteri dan anak-anak kamu?" Tanya Melissa."Biarlah.. aku lebih senang ada di antara kalian, aku ingin men
Usaha Asha untuk mempertemukan kedua orang tuanya tidak sia-sia. Melissa mau menerima kedatangan Yanuar, setelah di desak Asha. Yanuar mendatangi Melissa di Mells Residents, dalam pertemuan itu juga ada bi Hana.Seharusnya ini adalah sebuah pertemuan yang dramatis, antara Melissa dan Yanuar, setelah selama dua puluh tahun tidak pernah bertemu. Namun pertemuan itu di respon dengan dingin oleh Melissa, tangannya terbuka, tapi hatinya tetap tertutup.Asha menyambut Papanya dengan pelukan hangat, dan Yanuar pun membalas pelukan Asha dengan penuh kasih sayang,"Alhamdulillah.. akhirnya Papa datang juga." Ucap Asha sambil cium tangannya dan memeluk Yanuar."Kalau kamu yang minta, Papa pasti datang sayang.. Papa gak mau kamu kecewa." Ucap Yanuar penuh kehangatan.Asha mengajak Yanuar duduk di ruangan tamu, dan disambut oleh Marchel yang ada di ruang tamu dengan Brama. Marchel pun cium tangan Yanuar, dan mengajak Brama untuk cium tangan pada
Marchel menceritakan panjang lebar soal Yanuar, berdasarkan penjelasan Bram, yang merupakan kakak dari isteri Yanuar. Marchel menjelaskan juga, kalau Yanuar hanya kena fitnah. Yanuar sama sekali tidak terlihat hubungan asmara dengan Petty, semua hanya kesalah fahaman.Marchel menjelaskan apa yang dikatakan Bram padanya, "Pak Bram bilang, tidak terjadi apa-apa antara Petty sama Papa, menurutnya Papa tetap memperlakukan Petty sebagai keponakan, itu yang diceritakan Petty pada pak Bram dan pak Bram mempercayai cerita Petty." Ujar Marchel."Masih menurut pak Bram, beliau sudah kasih tahu tante Ratih.. dan Papa akan kembali ke keluarga Papa." lanjut Marchel.Mellisa mendengarkan apa yang dikatakan Marchel. Marchel terus cerita tentang apa yang diketahuinya tentang Yanuar, baik dari Bram atau pun dari Yanuar sendiri."Kalau penjelasan Papa juga sama Ma, Papa cuma kena fitnah, Papa menganggap Petty sebagai keponakan, sehingga Petty juga diperlakuka
Sampai di kamar Melissa, Marchel dan Asha menceritakan tentang kabar baik untuk Yanuar. Melissa tanggapannya biasa datar saja, tidak ada respon yang berarti. Melissa seakan-akan tidak peduli dengan masalah Yanuar, sehingga Asha bingung dengan sikap Melissa,"Ma.. kan Papa sudah dinyatakan pak Bram tidak bersalah, jadi gak usah negatif terus dong sama Papa." Ujar Asha."Mama tidak berpikiran negatif Sha sama Papa kamu, Mama cuma tidak terlalu peduli aja, karena Mama sudah sangat kenal karakter Papa kamu." Jelas Melissa."Tapi kan orang gak selamanya jelek Ma, coba deh Mama bisa lentur sedikit sama Papa, Asha cuma ingin Mama mau ketemu Papa.. pliiis deh Ma, untuk memperbaiki silaturahmi aja." Pinta Asha."Okey.. bisa saja Mama mau ketemu Papa kamu, tapi ingat! Jangan kamu paksa Mama untuk bersatu kembali sama Papa kamu!!" Tegas Melissa.Marchel dan Asha saling berpandangan,l mendengar jawaban Melissa, seakan-akan Mellisa sudah menutup p
"Iya Sha.. syukurlah kalau kamu merasa seperti itu, setidaknya mengurangi rasa bersalah saya terhadap kamu." Ujar Bram"Pak Bram sudah cukup bijak dalam hal ini, saya dan Asha sangat memaklumi posisi bapak, tapi ya.. seperti inilah jalan yang Tuhan berikan." Tambah Marchel"Saya sangat bersyukur dipertemukan dengan kalian, saya hampir frustasi menghadapi masalah Petty, saya memang harus selesaikan masalahnya.""Pak Bram sudah amanahkan pada saya untuk menjaga Brama, In Sha Allah saya akan jaga amanah itu pak.""Terima kasih cel.., terima kasih Asha, atas pengertian kalian, kalau gitu saya moon pamit ya." Ucap BramSetelah Bram pulang, Marchel dan Asha tidak buru-buru naik ke kamar, mereka masih ngobrol soal deposito untuk Brama."Deposito itu biarkan saja utuh seperti itu, tidak usaha dicairkan." Saran Marchel"Kenapa mas? Kan bisa dimanfaatkan untuk Brama?" Tanya Asha"Gak usaha.. biarlah kebutuhan Brama tanggungan aku Sha, itu bisa dia
Ada perasaan bersalah dalam diri Bram terhadap status Brama. Dia merasa perlu untuk menegaskan tanggung jawabnya terhadap Brama, yang selama ini tidak terlalu dipersoalkan Asha dan Marchel. Namun, semakin besar Brama, maka akan semakin besar kebutuhan hidupnya.Bram mengajak Asha dan Marchel untuk bertemu, Marchel mengatur pertemuan tersebut di Mells Residents, karena kebetulan Marchel dan Asha sedang berada disana. Asha yang selama ini sebetulnya tidak terlalu mempermasalahkan, akhirnya menghargai niat baik Bram.Seperti biasanya, mereka bertemu di Lounge yang ada di Mells Residents. Bram membuka pembicaraan lebih dulu, "Asha.. sebetulnya ini sudah saya siapkan sejak lama, cuma baru hari ini saya sampaikan pada kalian." Ujar Bram"Tentang apa ini Om? kalau boleh saya tahu?" Tanya Asha"Ini soal tanggung jawab saya pada Brama, yang selama ini menjadi tanggung jawab kalian." Ujar Bram. "Saya mempersiapkan deposito untuk Brama, senilai 3 milliar." Lanjut Bram
"Justeru karena aku percaya kamu mas, makanya aku minta kamu jujur sama aku."Marchel mendekati Asha dan memeluknya dari belakang, "Terima kasih ya sayang.. kamu sangat mengerti aku, aku cuma ada kamu Sha, tidak ingin ada yang lain." Rayu MarchelMarchel merasa lega menceritakan semua masalahnya dengan Alexa pada Asha, dan sudah tahu seperti apa Asha akan menyikapi masalah tersebut."Kalau ada masalah apa pun mas, segera kasih tahu aku mas.. aku tidak ingin ada yang disembunyikan." Ujar AshaMarchel mengajak Asha ke dalam, karena hari sudah menjelang maghrib. Marchel memeluk pingga Asha sambil berjalan menuju kedalam rumah. Marchel mengatakan pada Asha kalau dia sangat bahagia dengan sikap yang diperlihatkan Asha."Aku tuh udah gak mau meributkan hal yang gak penting mas.. aku mau bahagia bersama kamu." Ucap Asha"Aku juga gitu Sha, masa depan kita masih panjang, gak mau dirusak oleh masalah sepele."Marchel dan Asha nimbrung deng
Naluri seorang isteri kadang begitu tajam, bisa merasakan apa yang sedang di derita suaminya. Asha mengajak Marchel bicara berdua di taman belakang rumah Pondok Indah.Asha bisa melihat dari raut wajah Marchel yang menyimpan persoalan, dia membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan, "Sejak kemarin aku merasakan ada yang mas sembunyikan.. bisa gak mas cerita?" Pinta Asha dengan lembut.Marchel yang duduk di sebelah Asha mencoba merangkul Asha, "Gak ada yang aku tutupi Sha, aku gak ada persoalan kok." Rayu Marchel"Mas.. aku ini sudah banyak berubah lho, aku ingin tidak ada yang kamu sembunyikan, dan aku tidak akan marah kalau kamu ceritakan, sekalipun pahit ceritanya." Pancing AshaLama Marchel terdiam mendengar kebesaran jiwa Asha, yang ingin Marchel terbiasa dengan keterus terangan, " Memang tadinya ada masalah Sha, tapi hari ini sudah aku selesaikan.. semoga saja tidak ada lagi masalah baru." Jawab Marchel."Kan lebih bagus mas ceritaka